RUMAH JOGLO DJAWA
Joglo adalah rumah tradisional masyarakat Jawa atau daerah lain di Indonesia menyebutnya rumah yang terdiri atas 4 tiang /soko / cagak utama.
Rumah tradisional Jawa terbagi menjadi dua bagian, yakni :
1. Rumah Induk.
2. Rumah Tambahan.
Rumah induk terdiri dari beberapa bagian Pendapa/Pendopo, bagian ruang ini terletak di depan rumah.
Rumah adat Joglo merupakan salah satu jenis rumah adat Jawa Tengah yang memiliki banyak keunikan dan oleh karena itu masih banyak digunakan hingga saat ini.
Rumah Adat Joglo merupakan salah satu jenis rumah tradisional suku Jawa yang menjadi cermin nilai budaya yang masih amat jelas nampak dalam perwujudan bentuk, struktur, tata ruang dan ragam hiasnya.
Rumah Adat Jawa ini bukan sekedar hunian.
Orang Jawa umumnya memandang Joglo sebagai mahakarya arsitektur tradisional Jawa dan menganggapnya sakral di Jawa.
Jika Anda berkunjung ke wilayah pedesaan di Jawa Tengah, kita pasti akan menemukan masih banyak rumah adat Joglo yang digunakan oleh masyarakat.
Sebagai rumah adat tradisional, rumah adat Joglo memiliki ciri khas dan keunikannya tersendiri yang sangat mengagumkan.
Secara arsitektur, rumah Joglo mempunyai nilai fungsional yang sejalan dengan falsafah hidup dan nilai filosofis masyarakat Jawa.
Dipandang dari segi budaya pun rumah Joglo mampu menghadirkan distinct value terhadap khazanah perumahan tradisional di Indonesia.
Tak heran bila rumah adat Joglo jadi rumah adat terpopuler di Indonesia dan bahkan telah dibangun pula replikanya di luar negeri, tepatnya di Slovenia.
JENIS RUMAH JOGLO.
1. JOGLO SINOM.
Bangunan ini menggunakan 36 tiang dan empat di antaranya yaitu saka guru.
Atapnya memiliki empat sisi dan masing-masing memiliki tiga tingkat dan satu bubungan.
Bentuk bangunan tersebut berasal dari pengembangan rumah Joglo yang menggunakan teras keliling.
2. JOGLO JOMPONGAN.
Joglo Jompongan adalah rumah joglo yang menggunakan dua pintu geserdengan denah berbentuk kubus.
Bentuk ini adalah bentuk dasar rumah Joglo.
3. JOGLO PANGRAWIT.
Joglo Pangrawit adalah rumah Joglo dengan lambang gantung, atap berbentuk kubah dari atap penanggap, dan atap yang terletak di atas penanggap.
Setiap sudut Joglo Pangrawit dilengkapi dengan tiang yang disebut saka.
4. JOGLO MANGKURAT.
Joglo Mangkurat mirip dengan Joglo Pengrawit, tetapi lebih tinggi dan atapnya dihubungkan dengan atap penanggap menggunakan dengan penitih.
Atapnya terdiri dari tiga lantai. lantai atas, pusat penerimaan, dek bawah (teras). Tetapi jika diberikan ke satu atap di bawah penghuninya, itu disebut atap.
5. JOGLO HAGENG.
Joglo Hageng adalah rumah Joglo yang lebih tinggi dengan tambahan atap yang lebih kecil yang disebut pengerat.
Rumah Joglo Hageng juga ditambahi tratak keliling seperti halnya pada Pendapa Agung Istana Mangkunegaran Surakarta.
6. JOGLO LAWAKAN.
Bangunan Joglo ini menggunakan 16 tiang dan 4 di antaranya yaitu saka guru. Atapnya sendiri terdiri dari empat sisi dengan 2 susun bubungan.
7. JOGLO SEMAR TINANDHU.
Rumah Joglo ini biasanya digunakan untuk patung atau gerbang kerajaan.
Namun, tiang utama/saka guru di Joglo ini diganti dengan dinding penghubung, sehingga lantai bawah atap lebih luas dan atapnya lebih tinggi.
Udara yang masuk masih dipengaruhi oleh udara depan, tetapi lebih dingin karena atapnya yang miring sehingga memberikan perbedaan udara antara bagian depan dan bagian dalam.
CIRI KHAS & KAUNIKAN RUMAH JOGLO.
1. Arsitektur Bangunan yang Khas.
Sebagai rumah adat tradisional, rumah adat Joglo tentu punya ciri khas dan keunikannya tersendiri yang berbeda dengan rumah adat lainnya.
Dari mulai bentuk arsitekturnya, ruangan-ruangan dalam rumah, hingga fungsi-fungsi spesifik di tiap bangunan rumahnya.
Terlebih lagi, seluruh bangunan ini menerapkan nilai filosofi Jawa di dalam setiap bagiannya dan hal itu semakin menambah ciri khasnya.
2. Memiliki Teras Luas.
Rumah adat Yogyakarta ini dibangun dengan teras luar rumah yang cukup luas dan tanpa sekat.
Bentuk teras seperti itu sama seperti apa yang ada di rumah adat Jawa Tengah lainnya karena memiliki fungsinya tersendiri.
Salah satunya yaitu sebagai sarana silaturahmi dan interaksi sosial antara penghuni rumah dengan keluarga lainnya dan juga dengan masyarakat sekitarnya.
3. Dibangun dengan 4 Tiang.
Setiap rumah Joglo, berapapun jumlah tiangnya secara keseluruhan, pasti disertai dengan empat tiang utama yang disebut saka guru.
Saka guru inilah yang menjadi fondasi utama atau fondasi penegak yang menopang keseluruhan bangunan rumah Joglo.
4. Dilengkapi Jendela Besar dan Banyak.
Keunikan lainnya yang menjadi ciri khas rumah adat Joglo yaitu adanya jendela besar dengan jumlah yang banyak.
Model jendela besar ini merupakan warisan kolonial Belanda yang kemudian dikombinasikan dengan arsitektur khas Jawa.
Bahkan, jika ditotal keseluruhan jendela pada rumah Joglo dari depan hingga belakang bisa mencapai jumlah puluhan.
5. Pintu Utama di Tengah Rumah.
Letak pintu rumah Joglo yang berbeda juga menjadi ciri khas lain yang sangat menonjol dan menjadi elemen pembeda.
Pintu utama pada rumah Joglo terletak di tengah rumah dan dibangun sejajar dengan ruangan di bagian belakang rumah.
Filosofi di balik hal ini yaitu untuk menggambarkan keterbukaan dan kedekatan antara penghuni rumah dengan orang lain (tamu).
6. Terdapat Pager Mangkok.
Namanya memang terdengar cukup unik, Namun, maknanya tentu sudah bisa ditebak.
Pager atau pager dalam bahasa Indonesia tak terbuat dari bilah bambu seperti halnya pagar pada umumnya.
Pagar rumah Joglo harus terbuat dari tanaman perdu yang memiliki ketinggian tak lebih dari 1 meter untuk mempermudah interaksi antara setiap orang.
7. Menggambarkan Status Sosial.
Secara tak langsung, kehadiran rumah Joglo juga menggambarkan status sosial pemiliknya.
Biaya pembuatan rumah Joglo cukup mahal karena menggunakan material yang cukup banyak dan mahal, semisal kayu jati.
Oleh karena itu, kebanyakan pemilik rumah Joglo bisa dipastikan merupakan orang-orang dengan status sosial dan status ekonomi menengah ke atas.
FUNGSI SETIAP RUANGAN RUMAH JOGLO
1. Pendapa.
Ruangan pendapa persisnya berada di bagian depan rumah.
Meskipun begitu, ruangan ini tak bisa dimasuki oleh sembarangan orang yang ingin masuk ke rumah karena ada jalannya tersendiri.
Ruangan ini difungsikan untuk menggelar berbagai kegiatan formal seperti pagelaran seni, pertemuan, ataupun upacara adat.
2. Pringitan.
Ruangan ini letaknya berada di antara pendapa dan rumah bagian dalam (omah njero).
Sebetulnya ruangan ini memiliki fungsi yang hampir sama dengan ruangan pendapa yaitu untuk menggelar pertunjukan seni.
Namun perbedaannya, ruangan ini juga dijadikan sebagai jalur masuk.
3. Emperan.
Ruangan rumah adat Joglo berikutnya disebut emperan dan menjadi ruang perantara bagi pringitan dan omah njero.
Di dalam ruangan ini biasanya terdapat dua buah kursi kayu serta meja yang digunakan untuk menyambut tamu.
Inilah ruangan yang digunakan untuk menerima tamu, bersantai, ataupun menggelar kegiatan umum lainnya.
4. Omah Njero.
Omah njero atau nama lainnya omah mburi, atau omah ageng bermakna rumah bagian dalam.
Secara spesifik, “omah” dalam bahasa Jawa bermakna hal-hal domestik, oleh karena itu fungsinya pun berbeda.
Fungsi spesifik omah njero yaitu untuk digunakan sebagai tempat tinggal.
5. Senthong Kiwa.
Terdapat di bagian sebelah kanan rumah, ruangan ini memiliki beberapa ruangan di dalamnya.
Beberapa ruangan tersebut memiliki fungsi tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Beberapa di antaranya digunakan untuk gudang, ruang penyimpanan makanan, kamar tidur, dan fungsi lainnya.
6. Senthong Tengah.
Senthong tengah, seperti namanya, berada di bagian tengah di dalam rumah.
Istilah lain untuk menyebut bagian rumah ini yaitu pedaringan, krobongan, dan juga boma.
Fungsi utama ruangan ini yaitu untuk menyimpan berbagai benda pusaka milik keluarga karena letaknya jauh di dalam rumah.
7. Senthong Tengen.
Ruangan senthong tengen tak jauh berbeda dengan senthong kiwa baik secara fungsi ataupun pembagian ruangannya.
8. Gandhok.
Gandhok merupakan ruangan tambahan yang terletak di sekeliling sisi belakang dan juga samping bangunan utama.
Ruangan ini hanya digunakan untuk keperluan-keperluan tambahan yang tak dapat diakomodasi oleh rumah utama.
FILOSOFI & SEJARAH RUMAH JOGLO.
Rumah joglo adalah rumah tradisional Jawa yang biasanya dibuat dari kayu jati.
Atap yang berbentuk piramida seperti gunung ini bernama tajug.
Dari sinilah nama joglo berasal, yaitu TAJUG dan loro (2) yang artinya penggabungan dua tajug.
MAKNA TAJUG ATAP RUMAH.
Bentuk tajug pada atap rumah dipilih karena menyerupai bentuk gunung. Sedangkan bentuk gunung dipilih karena menurut kepercayaan adat jawa, gunung merupakan simbol dari segala hal yang sakral atau tempat tinggalnya para dewa-dewa.
BANGUNAN RUMAH JOGLO.
1. Ada empat tiang utama yang menopang atap joglo.
2. Tiang ini disebut dengan Soko Guru.
3. Empat Tiang ini memiliki makna empat penjuru mata angin sebagai sumber sebuah kekuatan.
4. Berdasarkan konsep spiritual ini, manusia yang berada di tengah potongan empat penjuru mata angin ini dipercaya memiliki kekuatan magis tingkat tinggi. Titik perpotongan ini disebut juga sebagai Pancer atau Manunggaling Kiblat Papat
5. Dalam bangunan rumah joglo, ada tiga bagian susunan yang penting yakni ruang pertemuan yang disebut pendapa, ruang tengah yang disebut pringgitan dan ruang belakang (dalem) yang berfungsi sebagai ruang keluarga.
PENDAPA
Ruang pendapa yang biasanya dijadikan ruang pertemuan ini biasanya dibangun tanpa sekat. Hal ini menandakan bahwa orang Jawa berkarakter ramah dan terbuka. Ruang tamu ini biasanya tidak diberikan meja atau kursi. Hanya tikar yang membentang sehingga pemilik rumah dapat memberikan kesetaraan yang sama pada setiap tamu-tamunya.
PRINGGITAN.
Ruang tengah yang biasa disebut pringgitan ini merupakan ruangan yang diambil dari bayang-bayang Dewi Sri yang dianggap sebagai sumber segala kehidupan, kebahagiaan dan kesuburan. Ruang pringgitan biasanya digunakan untuk acara-acara adat seperti pertunjukan wayang ataupun upacara adat lainnya.
DALEM.
Ruang tempat tinggal keluarga disebut dengan Dalem. Biasanya Dalem memiliki kamar-kamar yang disebut senthong.
Biasanya ada tiga kamar yang berada didalam Dalem. Kamar pertama untuk para laki-laki, kamar ketiga untuk kamar perempuan. Sedangkan kamar kedua merupakan kamar yang paling suci yang disebut dengan krobongan. Kamar ini tetap diisi dengan perabotan kamar yang lengkap namun harus dikosongkan. Kamar ini fungsinya untuk ruangan tempat menyimpan pusaka dan ruang pemujaan untuk Dewi Sri.
BEBERAPA PERUBAHAN MAKNA FILOSOFI PADA BANGUNAN JOGLO.
1. Fungsi, bentuk dan skala.
Pada masa lalu bangunan Joglo hanya sebatas sebgai rumah bangsawan.
Di Kotagede, bangunan Joglo berkembang di kalangan masyarakat pada umumnya. Pada saat ini, bentuk dan skala bangunan, baik bangunan Joglo maupun modifikasi, diaplikasi untuk berbagai fungsi seperti rumah, perkantoran, pertokoan, terminal, gedung serbaguna, gedung pertunjukan seni, gapura yang satu dengan lainnya telah memiliki acuan yang berbeda sehingga keaslian nilai bangunan Joglo mengalami transformasi.
2. Sifat/karakter.
Pada masa lalu, proses perencanaan sampai pelaksanaannya membutuhkan sarana ritual yang rumit, sehingga bangunan Joglo memiliki sifat sakral, monumental, karismatik serta berwibawa.
Pada saat ini, sifat semacam itu sudah ditinggalkan, sehingga bangunan bergaya Jogli tidak lagi memiliki makna seni apalagi filsafati.
3. Nilai.
pada masa lalu, banguna Joglo memiliki nilai kebutuhan yang erat hubungannya dengan kehidupan budaya masyarakat Jawa.
Pada saat ini, bangunan Joglo tidak lagi dianggap sebagai bangunan yang memiliki nilai sosio-ekonomi-kultural kecuali bentukan yang tidak bermakna.
9 BAGIAN RUMAH JOGLO KAYA MAKNA.
Ingin tahu bagian-bagian dalam rumah joglo yang unik dan sarat makna.
RUMAH JOGLO.
Rumah Joglo merupakan rumah tradisional khas Jawa Tengah. Rumah tradisional yang terbuat dari kayu jati ini memiliki atap yang menyerupai gunung dengan puncaknya yang datar.
Atap ini disebut dengan Tajug.
Istilah “joglo” sendiri berasal dari gabungan kata tajug dan loro (2) yang berarti menggabungkan 2 tajug.
Untuk lebih mengenal rumah joglo dari sejarah dan keunikannya, Anda bisa mengunjungi artikel ini.
Rumah Joglo, Properti Tradisional Unik dan Sarat Makna
Selain Rumah Joglo, rumah adat khas Jawa lainnya yaitu Limasan, Kampung, Panggangpe, dan Tajug. Rumah-rumah ini dibedakan berdasarkan bentuk atapnya.
Kali ini Finansialku ingin membahas mengenai bagian-bagian dalam rumah joglo yang memiliki makna yang dalam di setiap ruangnya.
RUANG DALAM RUMAH JOGLO.
Bangunan Rumah Joglo memiliki beberapa bagian dengan fungsinya masing-masing, yaitu sebagai berikut :
1. Lawang Pintu.
2. Pendopo.
3. Pringgitan.
4. Emperan.
5. Dalem.
6. Senthong.
7. Gandhok.
8. Dapur
PENDOPO
Pendopo (Pendapa) adalah bangunan tambahan yang terletak di bagian depan Rumah Joglo.
Pendopo ini digunakan untuk menerima tamu, pertemuan formal, upacara adat, dan pertunjukkan seni seperti wayang kulit dan tarian.
PENDOPO RUMAH JOGLO.
Meskipun untuk menyambut tamu, bagian ini tidak memiliki meja maupun kursi melainkan hanya beralaskan tikar. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kesetaraan antara tamu dan pemilik rumah.
Selain itu, Pendopo di Rumah Joglo ini pun tidak memiliki dinding karena mencerminkan sifat orang Jawa yang ramah dan terbuka.
PRINGGITAN.
Pringitan dalam Rumah Joglo.
Pringgitan adalah penghubung antara Pendopo dengan Omah (rumah utama). Fungsinya sebagai lorong untuk jalan masuk ke rumah.
Sesuai dengan namanya, Pringgitan juga digunakan sebagai tempat ringgit yang artinya bermain wayang. Atap Pringgitan sendiri memiliki model Limasan atau Kampung.
EMPERAN.
Emperan adalah teras depan yang menghubungkan Pringgitan dengan Omah. Berbeda dengan Pendopo, Emperan digunakan untuk menerima tamu tetapi biasanya memiliki meja dan kursi.
Teras ini juga digunakan sebagai tempat bersantai bersama keluarga dan tetangga.
Emperan memiliki makna bahwa sesama anggota keluarga dan tetangga harus memupuk rasa kekeluargaan.
OMAH
Omah berasal dari bahasa Austronesia yang berarti “rumah”. Omah adalah bagian utama atau bagian dalam dari Rumah Joglo yang digunakan sebagai tempat tinggal pemilik rumah.
Bagian rumah ini memiliki lantai persegi yang luas dan lebih tinggi dari bagian rumah lainnya. Atapnya bermodelkan Joglo atau Limasan.
DALEM.
Dalem adalah ruang tertutup di dalam Omah yang dibagi-bagi menjadi bagian depan, tengah, dan belakang.
Bagian depan digunakan untuk aktivitas keluarga dan memiliki tempat tidur yang terbuat dari bambu.
Bagian ‘Dalem’ dari Rumah Joglo.
Bagian tengah digunakan sebagai tempat duduk pengantin pria dan wanita saat melangsungkan upacara pernikahan. Dulunya, bagian ini digunakan sebagai tempat sembahyang untuk menghormati Dewi Sri.
Kemudian, bagian belakang Dalem adalah kamar yang disebut dengan Senthong.
SENTHONG.
Di bagian belakang Dalem, terdapat Senthong yang memiliki 3 kamar.
Anggota keluarga biasanya tinggal di kamar yang berada di samping kiri dan kanan. Kedua kamar ini pun digunakan untuk menyimpan hasil panen dan alat-alat pertanian.
Kamar yang berada di bagian tengah digunakan untuk menyimpan harta keluarga dan pusaka seperti keris. Kamar ini memiliki tempat tidur yang biasanya ditempati oleh pasangan pengantin baru.
Kamar ini dianggap sebagai bagian rumah yang paling suci karena juga berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewi Sri.
GANDHOK.
Gandhok adalah bangunan tambahan yang terletak di sebelah kiri dan kanan rumah. Bangunan ini biasanya digunakan sebagai tempat tidur keluarga.
Tamu yang berkunjung ke rumah pun dapat menginap di Gandhok ini.
BAGIAN BELAKANG RUMAH.
Di bagian paling belakang dan luar Rumah Joglo, terdapat dapur, kamar mandi, dan sumur. Sumur biasanya terletak di sebelah timur.
SEJARAH, BENTUK, FILOSOFI, BAGIAN-BAGIAN RUMAH JOGLO.
Rumah adat Jawa Tengah yang paling terkenal adalah Joglo. Meskipun sudah jarang dijadikan sebagai hunian, tetapi rumah Joglo masih tetap menarik jika dijadikan sebagai konsep hotel dan restoran yang mengusung tema tradisional.
Jika Anda mengunjungi rumah Joglo, tentu akan merasakan suasana pedesaan Jawa Tengah zaman dahulu. sebenarnya, ada beberapa daerah pedesaan yang masih menggunakan rumah adat Jawa Tengah sebagai hunian. Namun, ada juga daerah yang mengosongkan rumah Joglo dan hanya digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara Ruwatan.
Untuk menambah pengetahuan dan mengingatkan Anda dengan kekayaan budaya dan hasil karya dari zaman dahulu, ada baiknya untuk mengenal Joglo sebagai rumah adat Jawa tengah lebih mendalam. Langsung saja, ini dia ulasan lengkapnya!
Pada zaman dahulu, rumah Joglo merupakan simbol dari status sosial yang hanya dapat dimiliki oleh orang yang mampu secara finansial. Bahan-bahannya pun memang lebih mahal ketimbang jenis rumah adat Jawa Tengah yang lain. Selain membutuhkan biaya yang tidak sedikit, waktu pembuatannya pun cukup panjang.
Jadi jangan heran jika rumah Joglo hanya bisa digunakan oleh para Raja, Bangsawan dan Pangeran saja. meski begitu, saat ini rumah Joglo dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.
BENTUK RUMAH JOGLO
Pada mulanya, rumah Joglo berbentuk bujur sangkar dengan empat pokok tiang di tengahnya. Tiang ini disebut dengan istilah saka guru.
Penopang tiang itu merupakan blandar bersusun yang dikenal dengan nama tumpang sari. Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat tambahan-tambahan dalam rumah Joglo ini. akan tetapi, yang paling mendasar adalah rumah yang tetap berbentuk persegi.
BAHAN RUMAH JOGLO.
Bahan utama pembuatan rumah Joglo adalah kayu. Jenisnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Namun, umumnya, kayu yang digunakan adalah sengon, jati, serta batang pohon kelapa. Salah satu jenis kayu yang selalu jadi primadona pembuatan rumah adat Jawa Tengah Joglo ini adalah kayu jati.
Hal ini dikarenakan keawetan, ketahanan, serta kekuatan kayu yang lebih tinggi ketimbang jenis kayu lainnya. Bahkan, meski hanya menggunakan kayu jati, rumah Joglo sejak zaman dahulu masih dapat bertahan hingga saat ini. Pada bagian atap rumah adat Jawa tengah yang satu ini terbuat dari bahan genteng tanah liat.
Selain genteng, masyarakat tradisional Jawa juga menggunakan jerami, ijuk, dan alang-alang dalam pembuatan atapnya. Alasan penggunaan bahan-bahan alami untuk bagian atap rumah adalah demi kenyamanan dan rasa sejuk dalam ruangan yang ditempati.
Rumah Joglo ini juga memiliki kelebihan pada sirkulasi udara yang sangat baik. hal ini disebabkan bentuk atap yang dibuat bertingkat-tingkat. Ketinggian atap rumah Joglo juga mempunyai hubungan dengan pergerakan udara yang dibutuhkan oleh penghuninya.
CIRI KHAS RUMAH JOGLO.
Ciri khas lain dari rumah adat ini adalah bentuk atap yang merupakan perpaduan antara dua bidang yaitu atap segitiga dan trapesium. Kedua jenis atap ini mempunyai sudut kemiringan berbeda. atap Joglo terletak pada tengah rumah dan diapit oleh serambi.
Gabungan atap rumah Joglo ada dua jenis, yaitu atap Joglo Lambang Sari dan Atap Lambang Gantung. Lambang Sari merupakan jenis atap rumah Joglo yang disambung dengan atap pada serambi. Sedangkan Lambang Gantung adalah gabungan atap yang menyisakan lubang udara di bagian atap.
DESAIN RUMAH JOGLO.
Desain rumah Joglo sendiri terdapat aturan khusus. Sehingga muncullah jenis rumah Joglo seperti Pangrawit, Limasan Lawakan, Jompongan, Mangkurat, Sinom, Hageng dan Tinandhu.
FILOSOFI RUMAH JOGLO.
Nama Joglo diambil dari dua suku kata yaitu “tajug” dan “loro”. Artinya adalah penggabungan dua tajug. Hal ini berdasarkan pada atap rumah Joglo yang berbentuk tajug yang serupa gunung.
Orang Jawa kuno percaya bahwa gunung merupakan simbol yang sakral. Baginya, gunung merupakan tempat tinggal bagi para dewa. Maka dari itu, dua tajug dipilih menjadi atap rumah adat Jawa Tengah. Penyangga dari atap rumah adalah empat pilar yang disebut dengan “saka guru”. Pilar ini adalah representasi arah mata angin yaitu timur, selatan, utara, dan juga barat.
BAGIAN-BAGIAN RUMAH JOGLO.
Rumah Joglo terdiri atas tiga bagian yaitu pendapa (bagian depan), pringgitan (bagian tengah), dan dalem (ruang utama). Pada pembagian rumah ini, ada prinsip hierarki yang unik, yaitu bagian depan lebih bersifat umum, sedangkan bagian belakang lebih khusus lagi. sehingga, akses orang yang bisa masuk ke dalam ruangan tertentu juga berbeda-beda.
BAGIAN-BAGIAN DALAM RUMAH JOGLO.
1. Pendapa (Bagian Depan).
Letak pendapa ada di bagian depan rumah adat Jawa Tengah. Filosofi dari pendapa adalah menunjukkan bahwa orang Jawa bersifat ramah dan terbuka. Supaya tamu dapat duduk di pendapa, maka biasanya dilengkapi dengan tikar. Hal ini dimaksudkan supaya tidak ada kesenjangan antara tamu dan juga pemilik rumah.
2. Pringgitan (Bagian Tengah).
Pada bagian Pringgitan biasanya digunakan untuk menggelar pertunjukan wayang. Terlebih jika ada acara Ruwatan. Di tempat ini, pemilik rumah menyimbulkan diri sebagai Dewi Sri yang dianggap sebagai sumber kehidupan, kebahagiaan, dan juga kesuburan.
3. Dalem (Ruang Utama)
Pada bagian ini, terdapat kamar-kamar yang disebut dengan “senthong”. Dahulu, senthong hanya dibuat sebanyak tiga bilik saja. Kamar yang pertama dibuat bagi keluarga laki-laki, kamar kedua dikosongkan, sedangkan kamar ketiga bagi keluarga perempuan. Alasan mengapa kamar kedua dikosongkan adalah karena digunakan untuk menimpang pusaka untuk pemujaan pada Dewi Sri. Kamar ini disebut dengan “krobongan” dan dianggap sebagai bagian rumah yang paling suci. Meski kamar dikosongkan, tapi tetap diisi dengan berbagai perlengkapan tidur.
Krobongan juga biasa digunakan untuk pengantin baru. masyarakat yang baru saja menikah tidak akan bercampur dengan saudara lainnya. Nah, masyarakat Jawa akan sangat mempertimbangkan baik buruk dalam melakukan berbagai tindakan, termasuk juga dalam membangun rumah.
Rumah Jawa sarat akan makna filosofi yang tinggi, sehingga sekecil apapun bagiannya akan mengandung nilai moral dan mencerminkan kepribadian masyarakat Jawa.
KLASTER RUMAH ADAT DJAWA.
Meskipun diantara rumah-rumah adat Jawa yang paling populer adalah Joglo, masih ada beberapa rumah adat yang patut Anda ketahui, diantaranya :
1. RUMAH ADAT PANGGANG PE.
Rumah ini memiliki enam tiang. Separuh tiangnya ada di depan dan dibuat lebih pendek ketimbang tiang yang ada di belakang. Menurut sejarah, rumah jenis ini dahulu digunakan untuk hunian dan sekaligus warung tempat berjualan.
Rumah adat Panggang Pe memiliki beberapa jenis meliputi Gendhang Salirang, Gedhang Setangkep, Empyak Setangkep, Trajumas, Cere Gencet dan juga Barengan. Tiga jenis yang pertama mempunyai kesamaan yaitu merupakan dua rumah yang dijadikan satu. Sementara rumah Panggang Pe Trajumas memiliki enam penyangga.
Rumah Barengan memiliki dua atau lebih rumah Panggang Pe yang berderet. Rumah jenis ini sebagian besar berbahan kayu tanpa cat dan menggunakan atap dari genting. Rumah Panggang Pe masih bisa Anda temukan di daerah Jawa Tengah yang berbatasan dengan Yogyakarta.
2. RUMAH ADAT KAMPUNG.
Rumah adat Kampung adalah rumah bagi masyarakat suku Jawa dari kalangan menengah ke bawah. Sehingga, di daerah-daerah masih cukup mudah ditemukan. Rumah ini memiliki bentuk yang hampir sama dengan Panggang Pe yang disatukan. Hanya saja ada dua teras di depan dan belakang rumah.
Ciri khusus lain pada rumah Kampung adalah tiang yang berjumlah kelipatan 4. Mulai dari 8, 12, 16 dan seterusnya. Model rumah Kampung adalah bangunan standar yang bisa dimodifikasi jadi bentukan lain atau pun dikombinasikan dengan model baru yang lebih klasik.
Bentukan atap rumah ini adalah segitiga yang apabila dilihat dari sisi samping dengan atap, ada penghubung yang menggunakan “wuwungan” atau “bubungan”. Keseluruhan dari struktur rumah memakai tiang penyangga berupa balok, usuk, atau kayu reng dari kayu jati atau kayu lain yang sama kuatnya seperti nangka, mahoni, dan sebagainya.
Rumah Kampung merupakan rumah adat Jawa tengah yang dimiliki oleh rakyat biasa. Rumah Kampung memiliki beberapa jenis, meliputi, Kampung Pokok, Dara Gepak, Pacul Gowang, Lambang Teplok, Cere Gencet dan juga Apitan.
3. RUMAH ADAT TAJUG.
Fungsi dari rumah Tajug adalah sebagai tempat ibadah dan tempat-tempat sakral. Sehingga, orang biasa tidak boleh membangun rumah dengan bentuk Tajug karena kekhususan tersebut. istilah Tajug juga sering digunakan untuk menyebut mushola, masjid, dan juga surau di beberapa daerah di Jawa.
Ciri khas dari rumah Tajug ada pada atap yang berbentuk bujur sangkar dan memiliki ujung yang runcing. Layaknya rumah adat Jawa Tengah yang lain, Tajug juga memiliki beberapa jenis meliputi, Lambang Sari, Semar Sinongsong, Mangkurat, dan juga Semar Tinandu.
Saat ini kita masih dapat menyaksikan maha karya bentuk rumah Tajug yaitu pada Masjid Agung Demak yang didirikan oleh Walisongo pada masa Kerajaan Demak tempo dulu.
4. RUMAH ADAT LIMASAN.
Disebut dengan rumah Limasan karena memiliki bentuk atap limas. Rumah adat ini memiliki empat sisi pada bagian atap. Desain dari rumah Limasan terkenal sederhana tapi indah. Kelebihan dari bangunan Limasan ada pada sifatnya yang dapat meredam gempa.
Rumah adat Jawa memiliki ciri khas pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan juga berbentuk lengkungan terpisah antara satu ruang dengan yang lainnya. rumah limasan dibangun dari empat tiang utama. Bangunan tradisional ini masih menggunakan banyak elemen natural.
sedangkan kemampuannya dalam meredam gempa dikarenakan sistem struktur yang dipakai. Struktur limasan berupa rangka yang memperlihatkan batang kayu. Juga dengan menerapkan bentuk kubus yang beratap limas, didasarkan pada sifat sambungan kayu, semua bersifat mengantisipasi gaya tarik.
Sistem tumpuan dan sambungannya membuat rumah Limasan dapat meredam goncangan. Sistem tumpuannya adalah pada sendi. Hal ini berfungsi untuk mengimbangi struktur atas yang bersifat jepit. Sambungannya pun tidak menggunakan paku melainkan lidah alur yang lebih bertoleransi terhadap gaya pada batang kayu.
Toleransi ini akan menimbulkan friksi, sehingga bangunan lebih akomodatif menerima gaya gempa.
Ada beberapa jenis rumah adat Limasan, yaitu :
1. Limasan Lambang Sari.
2. Limasan Lambang Gantung.
3. Limasan Trajumas.
4. Limasan Lambang Teplok.
5. Limasan Semar Tinandhu.
6. Limasan Gajah Ngombe.
7. Limasan Lambang Gantung Rangka Kutuk Ngambang.
RUMAH ADAT DJAWA.
(JOGLO - KASEPUHAN - KEBAYA - BADUI)
Rumah Adat Jawa.
Pulau Jawa adalah pulau terpadat di Indonesia. Jawa merupakan pusat ekonomi dan pusat pemerintahan Indonesia. Bahkan sejak beratus-ratus tahun yang lalu, Pulau Jawa merupakan tempat salah satu kerajaan paling kuat di nusantara, yaitu kerajaan Majapahit. Di masa pemerintahan kolonial Belanda pun Pulau Jawa dijadikan pusat pemerintahan, tepatnya di Batavia.
Tanah Jawa kaya akan budaya. Unsur kebudayaan yang di Jawa terbagi menjadi 3 wilayah utama, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketiga wilayah ini memiliki keragaman budaya yang berbeda dengan ciri khas masing-masing. Salah satunya dapat dilihat dari arsitektur rumah adat Jawa. Rumah tradisional merupakan warisan budaya yang terus dilestarikan hingga saat ini.
RUMAH ADAT DJAWA.
Meskipun berada di satu pulau yang sama, wilayah Jawa yang terpisah-pisah menjadikan tradisi masing-masing daerah memiliki ciri khas tersendiri, begitu pula dengan rumah adatnya.
Berikut ini beberapa rumah adat yang ada di Pulau Jawa, antara lain :
1. Rumah Adat Joglo.
Rumah Joglo kerap kali menjadi ikon rumah adat Jawa. Sebab rumah Joglo merupakan rumah adat yang berasal dari 3 provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun menjadi rumah adat di 3 provinsi yang berbeda, namun tidak ada perbedaan signifikan dari ketiga bentuk rumah tersebut.
Di Jawa Tengah sebenarnya terdapat 4 jenis :
1. Rumah adat Panggang PE.
2. Bentuk Kampung.
3. Limasan.
4. Joglo.
Joglo adalah bangunan rumah tradisional yang paling dikenal luas, kemudian disusul oleh Limasan.
Di masa lalu, rumah Joglo hanya bisa dimiliki oleh raja, pangeran, dan kalangan bangsawan. Oleh karena itu, rumah Joglo sekaligus menjadi penentu status sosial di masyarakat. Rumah Joglo tidak mungkin dimiliki oleh rakyat biasa karena membutuhkan biaya yang besar dalam pembangunannya.
Rumah Joglo adalah bangunan berbentuk persegi dengan 4 tiang pokok di bagian tengah yang dinamakan Saka Guru dan terbuat dari kayu. Untuk menopang tiang menggunakan blandar bersusun yang dinamakan Tumpang Sari.
Bahan dasar rumah Joglo adalah kayu dari berbagai macam pohon. Beberapa jenis kayu yang paling umum digunakan adalah kayu jati, sengon, serta kayu glugu. Rumah Joglo yang terbuat dari kayu jati mempunyai tingkat keawetan paling baik dan mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Atap rumah Joglo terbuat dari genteng tanah liat. Dahulu kala juga menggunakan ijuk, jerami, atau alang-alang pada bagian atapnya. Bahan alami tersebut membuat rumah terasa sejuk dan nyaman. Ciri khas rumah Joglo yang bisa langsung kita kenail adalah bentuk atapnya. Paduan 2 bidang atap berbentuk segitiga dan dua bidang trapesium.
2. Rumah Kasepuh.
Menuju ke Jawa Barat yang juga merupakan bagian dari tanah Jawa, terdapat rumah adat bernama rumah Kasepuh. Sejarah rumah Kasepuh pertama kali didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Cakrabuana.
Rumah ini merupakan bentuk yang disempurnakan dari rumah adat sebelumnya, yaitu Keraton Pakungwati. Rumah Kasepuh merupakan peninggalan dari kerajaan Islam di Jawa Barat, khususnya dari Cirebon.
Rumah Kasepuh masih bisa kita temukan hingga saat ini. Karena di masa lalu, rumah ini hanya dimiliki oleh kaum bangsawan. Sehingga hanya dibuat dari bahan-bahan yang berkualitas tinggi dan tahan lama.
Contohnya adalah bangunan rumah di Keraton Kasepuhnan Cirebon, rumah ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
a. Pintu Gerbang Keraton.
Pintu gerbang keraton seringkali disebut Kreteg Pangrawit oleh masyarakat sekitar. Nama tersebut berarti jembatan yang menjadi pintu masuk menuju kawasan Keraton Kasepuhan.
b. Pancaratna.
Setelah melewati puntu gerbang utama dan sebuah jembatan, tempat pertama yang akan ditemui adalah bangunan bernama Pancaratna. Letaknya di sebelah kiri. Bangunan ini memiliki atap yang disangga oleh 4 tiang besar. Luas bangunan Pancaratna adalah sekitar 8 x 8 meter.
c. Pangrawit.
Selanjutnya terdapat bangunan Pangrawit yang ukurannya kira-kira sama dengan Pancaratna, yaitu sekitar 8 x 8 meter. Lantai di banggunan Pangrawit terbuat dari tegel berukuran seragam.
d. Halaman Pertama.
Setelah melewati bangunan Pancaratna dan Pangrawit, maka kita akan bertemu dengan Gapura Adi dan Gapura Beteng. Setelah itu, kita akan memasuki halaman pertama keraton.
e. Halaman Kedua.
Bagian terakhir dari Keraton Kasepuhan Cirebon adalah halaman kedua. Halaman ini dibatasi oleh tembok yang terbuat dari batu bata. Di sebelah utara terdapat pintu gerbang yang dinamakan Regol Pengada dan Gapura Lonceng.
3. Rumah Kebaya.
Rumah kebaya adalah rumah adat Jawa dari Suku Betawi yang ada di Jakarta. Hingga kini rumah Kebaya masih bisa dijumpai dan masih ditinggali, terutama di daerah Setu Babakan yang merupakan kampung budaya Betawi. Beberapa rumah Kebaya dibangun untuk kepentingan syuting film atau sinetron televisi.
Rumah ini dinamakan Kebaya karena bentuk atapnya menyerupai pelana. Dari samping, atapnya terlihat seperti kebaya. Ciri khas lain dari rumah Kebaya adalah halaman dan teras yang luas. Teras digunakan untuk menerima tamu dan berkumpul dengan seluruh anggota keluarga. Di bagian depan rumah biasanya terdapat sumur, Sedangkan di bagian samping rumah biasanya digunakan untuk makam keluarga.
RUMAH KEBAYA.
Rumah Kebaya memiliki dinding yang terbuat dari panel-panel yang dapat dibuka dan digeser jika dibutuhkan. Tujuan dibuat dinding panel tersebut agar rumah terasa lebih luas dan rapi.
Secara umum, rumah Kebaya terdiri dari 2 bagian. Bagian depan bisa dilihat oleh siapa pun, sementara bagian belakang rumah bersifat pribadi. Kita bisa melihat ke dalam hanya jika diizinkan masuk oleh pemilik rumah.
Suku Betawi sebenarnya juga memiliki rumah adat lainnya, yaitu rumah Joglo dan rumah Gudang. Namun rumah Kebaya adalah rumah adat resmi Betawi sekaligus menjadi rumah adat yang paling populer dari Suku Betawi.
4. Rumah Badui.
Bergeser ke Banten dan Jawa Barat, terdapat rumah adat yang dinamakan rumah Badui. Rumah ini banyak terdapat di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Ditinggali oleh Urang Kanekes atau Orang Baduy yang saat ini populasi mereka sekitar 26.000 orang.
Suku Baduy adalah salah satu suku di tanah air yang masih mengisolasi diri dari dunia luar, serta memegang teguh tradisi dan hukum adat.
Pada umumnya, rumah Badui terbuat dari bahan-bahan alami yang dapat ditemukan di alam dengan material utama bambu. Bahan pelengkap rumah tradisional ini adalah batu, kayu, dan ijuk.
Pondasi rumah Badui terbuat dari batu datar yang dipendam di dalam tanah. Batu ini biasanya diambil dari sungai yang mengalir di sepanjang pedesaan. Batu digunakan sebagai pondasi rumah Badui karena kuat dan tidak mudah lapuk.
Jika pondasi terbuat dari tiang kayu dan langsung bersentuhan dengan tanah, maka kayu akan cepat lapuk. Karena itulah digunakan batu sebagai pondasi. Baru kemudian digunakan tiang kayu yang kuat, seperti dari kayu jati, mahoni, atau akasia.
Untuk dindingnya, biasanya terbuat dari anyaman bambu yang disebut sebagai Bilik. Anyaman bambu digunakan dengan tujuan agar hawa di dalam rumah sejuk, karena udara segar dari luar bisa masuk melalui sela-sela anyaman. Oleh sebab itulah rumah Badui tidak memiliki jendela.
Biasanya rumah Badui berukuran tidak terlalu luas. Di bagian depan ada teras yang tidak luas. Saat memasukinya hanya ada satu ruangan yang difungsikan untuk berkumpul bersama keluarga, tidur, makan, dan lain-lain.
Di bagian samping kiri terdapat sedikit ruang untuk tempat tungku, sehingga ruangan kecil ini berfungsi sebagai dapur. Tidak ada toilet di dalam rumah Badui, karena segala kegiatan mandi dan lain sebagainya dilakukan di sungai.