HASTA
DASA PARATEMING PRAMU
(Hasta
Dasa Paramiteng Prabu Majapahit)
Seiring
dengan kakayaan tradisi berbagai suku bangsa di Indonesia terkandung pula
sumber-sumber nilai dan etika kepemimpinan. Hal itu karena kepemimpinan sebagai
produk sebuah peradaban tebentuk dan terinternalisasi berdasar nilai-nilai
masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai tradisional kepemimpinan ini perlu terus
digali untuk dijadikan dasar pembentukan watak kepemimpinan peserta didik
Gerakan Pramuka, agar menjadi pribadi yang tangguh di masa depan.
Hasta Brata
Delapan
laku/tindak merupakan nilai-nilai kepemimpinan yang bersumber dari ephos
Ramayana yaitu ketika Sri Rama memberi petuah/nasehat kepada Bharata sang adik
sebelum menjadi raja. Kedelapan nilai kepemimpinan tersebut adalah :
1.
Indra Brata : pemimpin harus mampu memberi kepuasan jasmani dan ruhani
2.
Yama Brata : pemimpin harus berpihak ada keadilan dan kepastian hukum
3.
Surya Brata : pemimpin harus mampu memberi rangsangan
kepada anak buah untuk bergerak, berkarya dan berprestasi
4.
Caci Brata : pemimpin harus mampu memberi kesempatan
anak buah untuk mengembangkan aspek ruhaniah
5.
Bayu Brata : pemimpin harus mampu menunjukan keteguhan
mendidik dan rasa tidak segan untuk turut merasakan kesukaran/penderitaan anak
buah
6.
Dhanaba Brata: pemimpin harus mampu melahirkan sikap
segan, patut dihormati dan patut dituruti
7.
Panca Brata : pemimpin harus mampu menunjukan
kelebihan dalam hal pengetahuan, pendidikan dan ketrampilan
8.
Agni Brata : pemimpin harus mampu menunjukan sifat
memberi semangat, memotivasi dan mendorong anak buah untuk maju.
Pustaka Hasta Parateming Prabu
Pitutur
luhur 18 nilai dan ilmu kepemimpinan yang
diterapkan Maha patih Gajah Mada pada zaman keemasan Kerajaan Majapahit
di bumi Nusantara ini, yaitu :
1.
Wijaya :
pemimpin harus mempunyai jiwa tenang, sabar dan bijaksana serta tidak
lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan. Hanya dengan jiwa yang
tenang masalah akan dipecahkan.
2.
Mantriwira :
pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan
tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun.
3.
Natangguan : pemimpin harus mendapat kepercayaan dari
masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai
tanggung jawab dan kehormatan.
4.
Satya Bhakti Prabhu : pemimpin harus memiliki
loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi dan bertindak dengan penuh
kesetiaan demi nusa dan bangsa.
5.
Wagmiwak :
pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai
berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan serta mampu menggugah
semangat masyarakatnya.
6.
Wicaksaneng Naya :
pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan
siasat.
7.
Sarjawa Upasama : pemimpin harus rendah hati, tidak
boleh sombong, congkak, mentang-mentang jadi pemimpin dan tidak sok berkuasa.
8.
Dhirotsaha : pemimpin harus rajin dan tekun bekerja,
memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi pada kepentingan
umum.
9.
Tan Satresna : pemimpin tidak boleh pilih kasih
terhadap salah satu golongan, tetapi harus mampumengatasi segala paham
golongan, sehingga dengan demikianakan mampu mempersatukanseluruh potensi
masyarakatnya untuk mensukseskan cita-cita bersama.
10.
Masihi SamHasta Bhuwana : pemimpin mencintai alam
semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia Tuhan dan
mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.
11.
Sih SamHasta Bhuana : pemimpin harus bisa dicintai
oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin mencintai rakyatnya.
12.
Negara Gineng Pratijna : pemimpin harus senantiasa mengutamakan
kepentingan negara daripada kepentingan
pribadi ataupun golongan, maupun keluarga.
13.
Dibyacitta :
pemimpin harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain
atau bawahannya (akomodatif dan aspiratif).
14.
Sumantri :
pemimpin harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa.
15.
Nayaken Musuh : pemimpin harus mampu menguasai musuh-musuh, baik yang dating dari
dalam maupun dari luar, termasuk juga yang ada di dalam dirinya sendiri.
16.
Ambek Parama Artha : pemimpin harus pandai menentukan
prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting bagi kesejahteraan dan
kepentingan umum.
17.
Waspada Purwa Artha :
pemimpin harus selalu waspada dan mau melakukan mawas diri (introspeksi)
untuk melakukan perbaikan.
18.
Prasaja : pemimpin agar supaya berpola hidup sederhana
(Aparigraha), tidak berfoya-foya atau serba gemerlap.
HASTA DASA PARATEMING PRAMU
Nenek
moyang bangsa di Nusantara ini mempunyai beberapa pegangan untuk dipergunakan
di dalam memimpin masyarakatnya. Kebanyakan sudah terkristalisasi dalam
berbagai bentuk tembang dan juga nasihat luhur. Di antara yang paling menonjol
adalah pegangan yang dipergunakan oleh Mahapatih Gajahmada ketika memimpin
Majapahit.
“Pustaka
Hasta Dasa Parateming Prabu” atau 18 ilmu kepemimpinan. Pitutur luhur ini
pernah diterapkan Maha Patih Gajah Mada pada zaman keemasan Kerajaan Majapahit
di bumi Nusantara ini. Seperti juga digelar di dalam Istana Jawa Org, ke-18
prinsip-prinsip kepemimpinan tersebut permulaannya disebut :
1.
‘Wijaya’. Artinya pemimpin harus mempunyai jiwa
tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai
macam persoalan. Hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dapat dipecahkan.
2.
Yang kedua ‘Mantriwira’; Artinya pemimpin harus berani
membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh tekanan dari
pihak manapun.
3.
Ketiga ‘Natangguan’; Artinya pemimpin harus mendapat
kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan
tersebut sebagai tanggung jawab dan kehormatan.
4.
Keempat ‘Satya Bhakti Prabhu’; Pemimpin harus memiliki
loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi dan bertindak dengan penuh
kesetiaan demi nusa dan bangsa.
5.
Kelima ‘Wagmiwak’; Pemimpin harus mempunyai kemampuan
mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan
sopan serta mampu menggugah semangat masyarakatnya.
6.
Keenam ‘Wicaksaneng Naya’; Artinya pemimpin harus
pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan siasat.
7.
Ketujuh ‘Sarjawa Upasama’; Artinya seorang pemimpin
harus rendah hati, tidak boleh sombong, congkak, mentang-mentang jadi pemimpin
dan tidak sok berkuasa.
8.
Kedelapan ‘Dhirotsaha’ ; Artinya pemimpin harus rajin
dan tekun bekerja, memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi
kepada kepentingan umum.
9.
Kesembilan ‘Tan Satrsna’ ; Maksudnya seorang pemimpin
tidak boleh pilih kasih terhadap salah satu golongan, tetapi harus mampu
mengatasi segala paham golongan, sehingga dengan demikian akan mampu
mempersatukan seluruh potensi masyarakatnya untuk menyukseskan cita-cita
bersama.
10.
Kesepuluh ‘Masihi SamHasta Bhuwana’; Maksudnya seorang
pemimpin mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai
karunia Tuhan dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi
kesejahteraan rakyat.
11.
Kesebelas ‘Sih SamHasta Bhuwana’; Maksudnya seorang
pemimpin dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin
mencintai rakyatnya.
12.
Keduabelas ‘Negara Gineng Pratijna’; Maksudnya seorang
pemimpin senantiasa mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan
pribadi ataupun golongan, maupun keluarganya.
13.
Ketigabelas ‘Dibyacitta’ ; Maksudnya seorang pemimpin
harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain atau bawahannya
(akomodatif dan aspiratif).
14.
Keempatbelas ‘Sumantri’ ; Maksudnya seorang pemimpin
harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa.
15.
Kelimabelas ‘Nayaken Musuh’ ; Maksudnya dapat
menguasai musuh-musuh, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, termasuk
juga yang ada di dalam dirinya sendiri.
16.
Keenambelas ‘Ambek Parama Artha’; Maksudnya pemimpin
harus pandai menentukan prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting
bagi kesejahteraan dan kepentingan umum.
17.
Ketujubelas ‘Waspada Purwa Artha’; pemimpin selalu
waspada dan mau melakukan mawas diri (introspeksi) untuk melakukan perbaikan.
18.
Kedelapan belas ‘Prasaja’ :Artinya seorang pemimpin
supaya berpola hidup sederhana (Aparigraha), tidak berfoya-foya atau serba
gemerlap.
Pustaka Hasta Dasa Parateming Prabu: sebagai pegangan atau merupakan
ajaran Maha Patih Gajah Mada
Ajaran
Kepemimpinan Hindu Edisi 5 (Hasta Dasa Paramiteng Prabu-Majapahit)
Pada
masa silam Nusantara pernah mengalami kejayaan terutama pada masa keemasan
kerajaan Majapahit. Kepemimpinan Gajah Mada selaku Mahapatih negara Majapahit
sangat disegani di seluruh wilayah kerajaannya. Dia telah menerapkan dan
mengajarkan prinsip-prinsip kepemimpinan pada seluruh bawahannya, ilmu
kepemimpinanyang tidak kalah dengan buah karya dari negeri seberang.
Ilmu
kepemimpinan yang diterapkan oleh Maha Patih Gajah Mada ini di kenal dengan Hasta
Dasa Paramiteng Prabu (18 Ilmu Kepemimpinan) antara lain :
Wijaya
Artinya
seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang tenang, sabar dan bijaksana serta
tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan karena hanya dengan
jiwa yang tenang masalah akan dapat dipecahkan.
Mantriwira
Artinya
seorang pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan
tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun.
Natangguan
Artinya
seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha
menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai tanggung jawab dan
kehormatan.
Satya Bhakti Prabhu
Artinya
seorang pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi
dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa.
Wagmiwak
Artinya
seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai
berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan serta mampu menggugah
semangat masyarakatnya.
Wicaksaneng Naya
Artinya
seorang pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan
siasat.
Sarjawa Upasama
Artinya
seorang pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong, congkak,
mentang-mentang jadi pemimpin dan tidak sok berkuasa.
Dhirotsaha
Artinya
seorang pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, pemimpin harus memusatkan rasa,
cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi kepada kepentingan umum.
Tan Satrsna
Maksudnya
seorang pemimpin tidak boleh memihak/pilih kasih terhadap salah satu golongan
atau memihak saudaranya, tetapi harus mampu mengatasi segala paham golongan,
sehingga dengan demikian akan mampu mempersatukan seluruh potensi masyarakatnya
untuk mensukseskan cita-cita bersama.
Masihi SamHasta Bhuwana
Maksudnya
seorang pemimpin mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup
sebagai karunia dari Tuhan/Hyang Widhi dan mengelola sumber daya alam dengan
sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.
Sih SamHasta Bhuwana
Maksudnya
seorang pemimpin dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya
pemimpin mencintai rakyatnya.
Negara Gineng Pratijna
Maksudnya
seorang pemimpin senantiasa mengutamakan kepentingan negara dari pada
kepentingan pribadi ataupun golongan, maupun keluarganya.
Dibyacitta
Maksudnya
seorang pemimpin harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain
atau bawahannya (akomodatif dan aspiratif).
Sumantri
Maksudnya
seorang pemimpin harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa.
Nayaken Musuh
Maksudnya
dapat menguasai musuh-musuh, baik yang datang dari dalam maupun dari luar,
termasuk juga yang ada di dalam dirinya sendiri (nafsunya/sadripu).
Ambek Parama Artha
Maksudnya
seorang pemimpin harus pandai menentukan prioritas atau mengutamakan hal-hal
yang lebih penting bagi kesejahteraan dan kepentingan umum.
Waspada Purwa Artha
Maksudnya
seorang pemimpin selalu waspada dan mau melakukan mawas diri (Instropeksi)
untuk melakukan perbaikan.
Prasaja
Artinya
seorang pemimpin supaya berpola hidup sederhana (Aparigraha), tidak
berfoya-foya atau serba gemerlap.
SEMBURAT CAHYA
(Sebuah Perenungan)
Wacana
kembali terbedah, rasa mulai cemas, langit pun tak bersedia tersenyum cerah,
gunung-gunung berujar sabda, dan mentari tak seindah racikan misteri sebuah
puisi. Bahkan kajian-kajian ulang mengetuk pintu-pintu masa silam.
Ya,
masa silam yang mulai diselami kembali oleh sebuah masa.
Di
reruntuhan batin bahkan di reruntuhan pola pikir tersandung segala macam
ketidakpuasan diri.
Lengah
berkepanjangan.
Memori
masa silam mulai bangkit kembali.
Tengoklah
Jawa Dwipa.
Tengoklah
Jawa Dipa.
Menyelami
arus jaman yang tak pernah habis godaan dan cobaannya.
Mungkin
inilah kehidupan.
Harus
kita bedah sejak sedini mungkin.
Kehidupan
dengan siklusnya.
Kehidupan
dengan Cakramanggilingannya.
Tentu
saja membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan tidak segampang menulis sebuah
artikel, kolom, ataupun sebuah esai.
Membaca
Semesta Raya.
Menengok
kembali falsafah agung dari Raden Ngabehi Ranggawarsita atau bahkan mengkaji
Ajaran Tassawuf dari Sultan Agung mengenai Serat Sastra Gendingnya bahkan
meluangkan waktu untuk menengok serta mendalami inti hakekat barang lima menit
saja mengenai ajaran R.M.P Sosro Kartono.
Namun
kita tetap diterpa oleh jaman.
Namun,
kunci masa depan terkandung di dalam hakekat inti masa silam.
Karena
kemunculan cahaya terletak pada titik kelembutan sebuah kegelapan.
Estining
Panembah, Hasta Dasa Parateming Pramu, Kawruh Wisesa Jati, Kawruh Pamiyak,
mengarungi kejernihan untuk membuka masa depan yang lebih cerah dari apa yang
kita bayangkan sebelumnya.
Memayu
hayuning pribadi.
Memayu
hayuning sesami.
Memayu
hayuning bawana.
Adalah
harapan kita bersama.
Salam
tenteram.
Imajiner
Nuswantoro