REJEKI
Itulah
mengapa Allah mengingatkan manusia bahwa nikmat (rizki) Allah terhadap manusia
sungguh tidak akan pernah bisa dihitung. Sebab, Allah telah menyediakan untuk
umat manusia apa saja yang manusia perlukan pada segala situasi dan kondisi.
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan
Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).”
(QS: Ibrahim [14]: 34).
Allah
memang memberikan rizki kepada semua makhluk-Nya, tetapi tidak semua
mendapatkan rizki yang mulia dari-Nya. Lantas, siapa sajakah mereka itu?
“Maka
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka ampunan dan rizki yang
mulia” (QS. 22 : 50).
Terhadap
ayat tersebut, Ibn Katsir mengutip pernyataan Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi.
“Apabila engkau mendengar firman Allah Ta’ala (wa rizqun karim) ‘Dan rizki yang
mulia,’ maka rizki yang mulia itu adalah surga.
Dengan
demikian, maka sebaik-baik rizki adalah surga. Jadi, dalam kehidupan dunia ini
kita harus mengutamakan dua perkara penting, yakni iman dan amal sholeh. Karena
hanya keduanyalah yang dapat mengantarkan setiap jiwa mendapatkan rizki yang
mulia.
Sangat
tidak patut bahkan sangat tercela bila ada seorang Muslim merasa terhina hanya
karena kurang harta. Apalagi kalau sampai berani mengambil keputusan tidak
benar dalam hidupnya karena alasan kemiskinan. Sebab, rizki yang paling mulia
adalah surga, bukan harta atau benda.
Itulah
mengapa, para Nabi dan Rasul tidak pernah berbangga dengan harta dan benda.
Bahkan para Nabi dan Rasul itu lebih memilih hidup susah demi rizki yang mulia
di sisi-Nya. Namun demikian, Islam tidak mengharamkan umatnya kaya raya. Karena
kekayaan yang disertai iman juga bisa mengantarkan seseorang pada derajat yang
mulia di sisi-Nya.
Makna Rejeki seakan-akan sudah menjadi nyawa dari
kehidupan manusia di bumi ini, sebab banyak di antara manusia hidup konon
katanya mencari Rezeki, ada juga yang mengatakan dia tidak bisa hidup tanpa
Rezeki. Hampir semua orang mengartikan Rejeki dalam bentuk materi belaka, bahkan
ada pula yang mengatakan Rejeki ialah money. Jelas kalau seperti inilah makna
Rejeki yang di fahami maka bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki
sarana materi? dan bagaimana pula dengan mereka yang jelas tidak memiliki
kekuatan Materi ataupun Money? Lantas tidak bisakah mereka meng-Infaqqan atau
memberi Rejeki yang dia miliki kepada yang membutuhkannya? kalau beginilah
sudah pengertian seluruh manusia, maka sudah bisa saya pastikan bahwa: manusia,
terutama kita yang mengaku umat Islam, jelas sudah tidak lagi berpegang kepada
pedoman Kitabullah dan Sunnah Rosul. Sebab di Al Qur'an tidak ada di katakan
Allah bahwa Rejeki adalah Money, bahkan tidak semua Rejeki yang di berikan
Allah kepada makhluknya berupa unsur Materi saja. Saya ingin memberitahu kepada
anda semua para Ustadz, Ulama, Mubaligh cobalah dengan Arrif, dan Taqwa lagi
mengartikan isi dari Al Qur'an, sebab bila penyampaian kita salah maka akan
mengakibatkan pemahaman yang salah, dan akan berakibat fatal pada kehidupan
kita sehari-hari. Allah adalah Sang Pemberi Rejeki kepada semua makhlukNya
sebab Dia adalah Ar Rozaq. Jadi jelas kalau selama ini pemahaman yang
mengatakan Rejeki berupa Materi dan Money sangat keliru, sebab ada perintah di
dalam Al Qur'an untuk memberikan sebahagian Rejeki yang sudah Allah berikan
kepada kita, ini adalah perintah Allah kepada semua manusia tanpa terkecuali.
Alangkah sudah tak bermoralnya manusia bila hidupnya hanya bergantung pada
nilai-nilai finansial ataupun material belaka, sungguh sudah
terjerumusnya kita saat ini bila mengatakan money adalah segala-galanya,
padahal tadinya money di sepakati hanyalah alat tukar / barter, namun sekarang
sudah jauh bergeser dari kesepakatan awal dan melupakan nilai-nilai
substansial. Mumpung belum terlambatnya manusia untuk sadar akan arti dari Rejeki
yang sesungguhnya, ada baiknya lagi bila kita semua bersikap lebih
memagari,membatasi diri dalam memaknai Rezeki yang sebatas material atau money
tersebut. Berhati-hatilah untuk menterjemahkan,mengartikan isi dari Al Qur’an.
Sebab semua itu nantinya akan di mintai pertanggung jawabanya oleh Allah Sang
Pemilik hidup dan kehidupan alam jagat raya. Lagi-lagi ini merupakan tanda dari
sudah krisisnya manusia akan pedoman petunjuk hidupnya. Saya berpesan kepada
seluruh umat Islam untuk belajarlah bijak dan berusahalah untuk memahami secara
tuntas isi dari Al Qur’an dan aplikasikanlah semua yang kita Ilmui tersebut di
dalam kehidupan yang sementara ini dan hanya merupakan jembatani menuju hidup
yang lebih abadi.
PENYUMBAT ALIRAN REJEKI
Allah SWT menciptakan semua makhluk telah sempurna dengan
pembagian rezekinya. Tidak ada satu pun yang akan ditelantarkan-Nya, termasuk
kita. Kerana itu, rezeki kita yang sudah Allah jamin pemenuhannya. Yang
diperlukan adalah mahu atau tidak kita mencarinya yang lebih tinggi lagi, betul
atau tidak cara mendapatkannya. Rezeki di sini tentu bukan sekadar materi/uang.
Ilmu, kesihatan, ketenteraman jiwa,
pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula
rezeki, bahkan lebih tinggi nilainya berbanding materi/uang.
Walau bagaimanapun, ada ramai orang yang dipusingkan
dengan masalah pembahagian rezeki ini. "Kenapa rezeki saya seret banget,
padahal sudah mati-matian mencari?" "Mengapa ya saya gagal terus
dalam perniagaan?" "Mengapa hati saya tidak pernah tenang?" Ada
banyak penyebab, mungkin cara mencari yang kurang profesional, kurang serius
mengusahakannya, atau ada keadaan yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla
"menahan" rezeki yang bersangkutan. Mata terakhir inilah yang akan
kita bahas. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apa saja penyebabnya?
Allah adalah Dzat Pembagi Rezeki. Tidak ada setetes pun
air yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin-Nya. Kerana itu, jika Allah SWT
sampai menahan rezeki kita, pasti ada prosedur yang salah yang kita lakukan.
Sekurang-kurangnya ada lima hal yang menghalang aliran rezeki.
Pertama, lepasnya ketawakalan dari hati.
Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri
kepada selain Allah. Kita berusaha, namun usaha yang kita lakukan tidak
dikaitkan dengan-Nya. Padahal Allah,SWT itu sesuai prasangka hamba-Nya. Ketika seorang
hamba berprasangka buruk kepada Allah, maka keburukan-lah yang akan ia terima.
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah nescaya Allah akan mencukupkan
(keperluan) nya.
Demikian janji Allah dalam Surah At-Talaq [63] ayat 3.
Kedua, dosa dan maksiat yang kita lakukan.
Dosa adalah penghalang datangnya rezeki. Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki disebabkan oleh
perbuatan dosanya." (HR Ahmad). Saudaraku, bila dosa menyumbat aliran
rezeki, maka tobat akan membukanya. Andai kita semak, doa minta hujan isinya
adalah permintaan taubat, doa Nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan adalah
permintaan taubat, demikian pula doa memohon anak dan Lailatul Qadar adalah
taubat. Kerana itu, bila rezeki terasa seret, perbanyaklah tobat, dengan hati,
ucapan dan perbuatan kita.
Ketiga, maksiat saat mencari nafkah.
Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang
halal, apakah benar dalam mencari dan menjalaninya? Tanyakan selalu hal ini.
Kecurangan dalam mencari nafkah, entah itu korupsi (waktu, wang), memanipulasi
timbangan, amalan mark up, dan sebagainya akan membuat rezeki kita tidak
berkah. Mungkin wang kita dapat, namun berkat dari wang tersebut telah hilang.
Apa ciri rezeki yang tidak berkat? Mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak
membawa ketenangan, sukar digunakan untuk taat kepada Allah serta membawa
penyakit. Bila kita terlanjur melakukannya, akan bertaubat dan kembalikan harta
tersebut kepada yang berhak menerimanya.
Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingati Allah.
Bertanyalah, apakah aktiviti kita selama ini membuat
hubungan kita dengan Allah makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa
solat (atau minimal jadi telat), lupa membaca Al-Quran, lupa mendidik keluarga,
adalah isyarat-isyarat pekerjaan kita tidak berkat. Jika sudah demikian, jangan
heran bila rezeki kita akan tersumbat. Idealnya, semua pekerjaan perlu membuat
kita semakin dekat dengan Allah. sibuk boleh, tetapi jangan sampai hak-hak
Allah kita abaikan. Bencana sesungguhnya bukanlah bencana alam yang menimpa
orang lain. Bencana sesungguhnya adalah saat kita semakin jauh dari Allah.
Kelima, enggan bersedekah.
Siapapun yang pelit, nescaya hidupnya akan sempit,
rezekinya mampet. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala, penyubur kebaikan
serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh
tangkai, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Ertinya, Allah
yang Maha Kaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali ganda (Surah Al-Baqarah
[2]: 261). Tidakkah kita tertarik dengan janji Allah ini? Maka pastikan, tiada
hari tanpa sedekah, tiada hari tanpa kebaikan. Insya Allah, Allah SWT akan
membuka pintu-pintu rezeki-Nya untuk kita.
Semua Rezeki
Datangnya dari Allah SWT
Umat Islam perlu yakin dengan sepenuh-penuhnya bahawa
rezeki terletak dalam kekuasaan Allah atau di tangan Allah, bukan di tangan
makhluk.
Mahfum Firman Allah (Saba’:24)
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepada mu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah”, dan Sesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepada mu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah”, dan Sesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
Mahfum Firman Allah (Al-Ankabut:60)
Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Mahfum Firman Allah (Ali Imran:26):
Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Memang banyak ayat-ayat Al-Quran yang merujuk kepada
rezeki sebenar yang kita peroleh atau yang hilang daripada kita semuanya
dikembalikan kepada Allah SWT.
Adapun yang dirujuk kepada saya dalam soalan ini,
seolah-olah memberi makna bahawa ada manusia yang berikhtiar menutup rezeki
orang lain dan membuka rezeki seseorang.
Dengan erti kata lain, ada manusia boleh mengkayakan atau
memiskinkan manusia dengan kebolehannya, maka tentulah logiknya dia juga boleh
membuka rezeki dirinya (untuk memperkayakan diri sendiri), bahawa dengan
kekayaan itu dia boleh, membantu orang yang susah dan bukan menyusahkan orang
yang sudah senang.
Secara logiknya, membuka rezeki lebih mudah daripada
menutupnya. Contohnya, membuat sebuah bangunan lebih susah daripada membukanya.
Memasang satu pintu mengambil masa yang lama dan sukar, sebaliknya memecahkan
pintu adalah mudah dan sekejap sahaja.
Pada saya mungkin, restoran yang pertama, dibuka awal,
tiada saingan, maka dengan sendirinya ramai pelanggan. Manakala restoran lain
dibuka, dengan cara yang berbeza, layanan dan makanannya mungkin lebih
berkualiti, muka ramai yang tertarik dan mengubah selera.
Sememangnya ada orang mengadu kepada saya bahawa premis
perniagaannya tidak dapat dilihat oleh pelanggan, seolah-olah telah ditutup.
Terpaksa berpindah ke tempat lain. Sedangkan restoran itu sebenarnya masih
dibuka.
Mungkin juga pelanggan tidak perasan wujudnya restoran
tersebut. Mungkin juga pelanggan hilang konsentrasi. Sebagai contoh ada ketika
kita pernah kehilangan seuatu benda (cermin mata misalnya), lalu kita
mencarinya di merata-rata tempat, setelah puas mencari tidak berjumpa.
Maka isteri, bertanya, “Apakah yang kita cari, kita
menjawab mencari cermin mata. Lalu dia memberitahu, “Itu cermin mata ada di
atas meja”.
Mengapa selepas kita puas mencari tidak bertemu? Apakah
kita disihirkan orang sehingga benda yang begitu mudah tidak dijumpai? Mungkin
benar ada orang mengusahakan seperti meletakkan sesuatu yang dipercayai boleh
menyekat rezeki, tetapi yakini lah bahawa semua itu adalah usaha jahat manusia,
walhal punca rezeki sebenar-benarnya di tangan Allah.
Bagaimanapun kita mesti berusaha menghindarkan perbuatan
jahat manusia, seperti dengki khianat sebagaimana yang disebut dalam Surah
an-Naas. Oleh itu, mohonlah kepada Allah, mohon perlindungan kepada-Nya.
Carilah sebab-sebabnya mengapa Allah takdirkan keadaan sedemikian berlaku.
MEMANEN REJEKI YANG DIBERIKAN ALLAH SWT
Sumber rezeki sangatlah luas dan dalam. Seluas bentangan
bumi dan kedalaman samudra. Sungguh, di setiap jengkal hamparan bumi dan laut
terdapat rezeki yang bisa dikais. Permasalahannya, kerap kali manusia lebih
berorientasi menunggu rezeki daripada menjemputnya.
Lebih mementingkan selera pribadi dalam memilih sumber rezeki
ketimbang merebut kesempatan di depan mata. Lebih mengutamakan cara yang cepat
daripada berletih-letih dalam menggapainya.
Liku-liku kehidupan memang tak bisa dikalkulasi dengan
hitungan. Seakan manusia telah lalai, bahwa segala yang terhampar di jagat raya
ini ada Dzat yang mengaturnya.
Allah Ta’ala telah berfirman, artinya :
“Dan tidaklah yang melata di muka bumi ini melainkan Alloh-lah yang
memberi rezkinya” (QS. Hud :
6)
Karena itu, Islam menekankan setiap Muslim agar menjemput
rezeki dengan mengguna kan semua potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Yang
pasti, dua kebaikan perlu diperhatikan.
Pertama,
rezeki yang didapatkan adalah yang baik.
(QS Al-Baqarah 2:
127)
“Hai, orang-orang yang
beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada
kalian”
Terkait ayat di atas, Ahmad Musthafa Al-Maraghi
menyatakan betapa pentingnya seorang Muslim mengonsumsi makanan yang halal,
bersih, dan lurus.
Halal maksudnya adalah tidak mengandung kedurhakaan
terhadap Allah SWT. Bersih bermakna tidak mengandung perkara yang melupakan
Allah. Sedangkan, lurus berarti rezeki tersebut mampu menahan nafsu dan
memelihara akal.
Kedua,
untuk mendapatkan rezeki yang baik, hendaknya proses yang dilakukan dengan
menggunakan cara-cara yang baik pula. Islam melarang segala bentuk upaya
mendapatkan rezeki dengan cara-cara yang zalim
Riba (Al-Baqarah
[2]: 278-279)
Maka jika kamu tidak mengerjakan
[meninggalkan sisa riba], maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat [dari pengambilan
riba], maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak [pula]
dianiaya. (279)
Judi (Al-Maidah
[5]: 90)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
[meminum] khamar, berjudi, [berkorban untuk] berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (90)
Penipuan (gharar), Suap (risywah), dan Maksiat.
Mengapa Islam menekankan pentingnya rezeki yang halal?
Karena, setiap asupan yang masuk ke dalam tubuh manusia
akan memengaruhinya, baik secara fisik, emosional, psikologis, maupun
spiritual.
Rezeki yang halal menghadirkan ketenangan jiwa. Hidup
akan lebih terarah dan menjadikan pintu-pintu keberkahan terbuka semakin lebar.
Selain itu, rezeki yang halal merupakan syarat
diterimanya setiap doa oleh Allah SWT. Rezeki yang halal akan menciptakan
tatanan mayarakat dan bangsa yang kuat.
Saat ini, sebagai bangsa dengan penduduk Muslim terbesar
di dunia, sepatutnya kita tidak memfasilitasi setiap anak negeri mengais rezeki
dengan cara-cara yang dilarang Allah SWT.
Mengikuti arus global, kapitalisme, dan melupakan
cara-cara nenek moyang dahulu melakukan aktivitas ekonomi. Yakni, sistem bagi
hasil, maro, atau paron ditinggalkan.
Manipulatif, spekulatif, dan ribawi dipraktikkan. Karena
itu, kini, kita selalu berada dalam sistem ekonomi yang sangat rentan dan
goyah. Krisis demi krisis selalu siap menerjang sepanjang waktu. Petaka demi
petaka berlangsung di depan mata.
Kini, saatnya kita kembali kepada sistem yang berkeadilan
dalam mencari rezeki dan berupaya meneguhkan kembali jati diri bangsa. Semua
itu bermuara pada pentingnya rezeki yang halal. Wallahu a’lam.
Keyakinan yang mantap adalah bekal utama dalam menjalani
asbab (usaha) mencari rezeki. Ar Rahman yang menjadikan dunia ini sebagai
negeri imtihan (ujian), telah memberikan jalan keluar terhadap problem yang
dihadapi manusia. Diantaranya:
1. Berusaha dan Bekerja
Allah berfirman, artinya :
“Kalau telah ditunaikan
shalat Jum’at maka bertebaranlah di muka bumi dan ingatlah Alloh
sebanyak-banyaknya agar kalian bahagia.” (QS. Al Jumu’ah : 10)
2. Taqwa
(Mengikuti Perintahnya dan Laranganya)
(Mengikuti Perintahnya dan Laranganya)
Allah berfirman, artinya :
“Dan barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan
memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thala : 2)
3. Tawakkal
(Menyerahkan urusannya kepada Allah)
(Menyerahkan urusannya kepada Allah)
Allah berfirman, artinya :
”Dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Dia akan mencukupi (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq : 3)
4. Bersabar dan Syukur
Allah berfirman, artinya :
“Kalau seandainya kalian
bersyukur, sungguh-sungguh Kami akan menambah untuk kalian (nikmat-Ku) dan jika
kalian mengingkarinya, sesungguhnya adzab-Ku sangat keras.” (QS. Ibrahim : 7)
5. Berinfaq / Sadaqah / Zakat
Allah berfirman, artinya :
“Dan apa-apa yang kalian
infaqkan dari sebagian harta kalian, maka Allah akan menggantinya.” (QS. Saba: 39)
6. Silaturahmi
Rasulullah bersabda, artinya :
”Barangsiapa yang
berkeinginan untuk dibentangkan rezeki baginya dan dipanjangkan umurnya, maka
hendaklah menyambung silaturohmi.” (HR. Bukhori Muslim)
7. Ber Do’a dan Istigfar
Rasulullah bersabda, artinya:
“Ya Allah aku meminta
kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang diterima.” (HR. Ibnu Majah dan yang selainnya)
Allah berfirman, artinya :
“Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai.” (QS. Nuh:
10-12)
Rasulullah bersabda, artinya:
“Barang siapa memperbanyak
istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap
kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah
akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan
al-Hakim)
8. Berbuat Kebaikan
Allah berfirman, artinya :
“Barang siapa yang datang
dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada
kebaikannya itu; dan barang siapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka
tidaklah diberi pembalasan kepada orang orang yang telah mengerjakan kejahatan
itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Al qashash: 84)
Rasulullah bersabda, artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak
akan zalim pada hambaNya yang berbuat kebaikan. Dia akan dibalas dengan diberi
rezeki di dunia dan akan dibalas dengan pahala di akhirat.” (HR. Ahmad)
9. Berdagang
Rasulullah bersabda, artinya:
“Berniagalah, karena sembilan
dari sepuluh pintu rezeki itu ada dalam perniagaan.” (Riwayat Ahmad)
10. Bangun Pagi
Fatimah (Puteri Rasulullah) berkata bahwa saat Rasulullah
melihatnya masih terlentang di tempat tidurnya di pagi hari, beliau (S.A.W)
mengatakan kepadanya,
“Puteriku, bangunlah dan
saksikanlah kemurahan hati Allah, dan janganlah menjadi seperti kebanyakan
orang.
Allah membagikan rezeki setiap harinya pada waktu antara mulainya subuh
sampai terbitnya matahari.”
(HR. Al-Baihaqi)
Karenanya apapun
rezeki yang kita harapkan maka akan selalu ada langkah yang harus kita
usahakan. Dan yang paling utama adalah selalu memelihara rasa syukur terhadap
semua yang sedang kita miliki sekarang.