MENGULAS KASUS PEMALSUAN SERTIFIKAT PEMBERIAN GELAR KEBANGSAWANAN
(Becik Ketitik Olo Kethoro)
1. Dilansir dari Merdeka.com -Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah (Jateng) dan Polresta Solo menggeledah sebuah tempat di Keraton Kasunanan Surakarta. Penggeledahan yang dilakukan selama sekitar tiga jam tersebut atas laporan kubu Raja Paku Buwono (PB) XIII terkait dugaan pemalsuan sertifikat pemberian gelar kebangsawanan atau kekancingan.
"Kami mengamankan beberapa barang bukti. Antara lain stempel, satu perangkat komputer dan printer, blangko kekancingan, satu bendel surat permohonan, serta dokumen yang terkait dengan penerbitan kekancingan," ujar Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Djarot Padakova.
Lebih lanjut ia mengatakan, polisi menerima laporan dari kubu PB XIII pada 10 April 2017. Dalam surat tersebut, sebagai pelapor berinisial DK dan sebagai terlapor adalah KM. Dugaan pemalsuan pemberian gelar kekancingan dilakukan sejak 2013 hingga sekarang.
Djarot menjelaskan, barang bukti selanjutnya akan diteliti keabsahannya. Selanjutnya akan dimasukan ke berita acara. "Ini untuk membuktikan apakah memang benar terjadi dugaan pemalsuan surat dan apakah masuk dalam pasal 263 (KUHP)," tandasnya.
Tak hanya penggeledahan, polisi juga mengosongkan keraton. Seluruh abdi dalem diminta keluar dari keraton. Sementara adik-adik PB XIII yang tergabung dalam Lembaga Dewan Adat juga ikut keluar. Mereka kemudian dipertemukan dengan kubu PB XIII untuk melakukan mediasi.
"Kita sudah dipertemukan dengan PB XIII, intinya kita sepakat dulu untuk tanggal 22 akan diadakan acara Tingalan Dalem Jumenengan. Setelah itu nanti kita rembug lagi," pungkas KP Edy Wirabumi, dari Lembaga Dewan Adat.
2. Dilansir dari sumber Kabar24.com, SEMARANG - Polda Jawa Tengah memanggil ulang Pengageng Sasono Wilopo Keraton Surakarta Gusti Kanjeng Raden (GKR) Wandansari alias Koes Murtiyah sebagai saksi terlapor dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat pemberian gelar bangsawan atau "Kekancingan" Keraton Surakarta.
"Dipanggil ulang untuk hadir pada 20 April," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Djarod Padakova di Semarang, Rabu (19/4/2017) .
Sebelumnya, Koes Murtiyah tidak memenuhi panggilan pertama Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah pada 17 April.
Selain Koes Murtiyah, penyidik juga memeriksa saksi lain dalam perkara tersebut hari ini.
Menurut Djarod, saksi yang diperiksa hari ini yakni Pelaksana Tugas Paku Buwono XIII Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger.
"Ada 74 pertanyaan yang diajukan," katanya.
Saksi lain yang juga dimintai keterangan oleh penyidik yakni para penerima gelar bangsawan yang diduga dipalsukan tersebut.
Namun, Djarod belum bersedia mengungkapkan nama-nama penerima gelar bangsawan itu.
Dalam penyidikan perkara ini, kepolisian juga telah menggeledah Keraton Surakarta.
Dalam penggeledahan Keraton Surakarta pada 15 April 2017 diamankan sejumlah barang bukti, seperti stempel keraton, seperangkat komputer, serta surat permohonan pemberian gelar.
3. Dilarsir dari sumber : detikNewsBerita Jawa Tengah
Geledah Keraton Surakarta, Polisi Amankan Blangko Kekancingan
Bayu Ardi Isnanto - detikNews
Sabtu, 15 Apr 2017 15:07 WIB
Penjagaan polisi di area Keraton Surakarta.
Solo - Aparat Polda Jawa Tengah dan Polresta Surakarta menggeledah Keraton Kasunanan Surakarta. Penggeledahan dilakukan atas laporan kubu Pakubuwono (PB) XIII terkait dugaan pemalsuan sertifikat pemberian gelar kebangsawanan atau kekancingan.
Penggeledahan dilakukan sejak pukul 09.00 WIB selama sekitar tiga jam. Polisi mengamankan beberapa barang yang terkait dengan laporan mulai dari stempel hingga blangko kekancingan.
"Bukti yang kita amankan, stempel, satu perangkat komputer dan printer, blangko kekancingan, satu bendel surat permohonan, serta dokumen yang terkait dengan penerbitan kekancingan," kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Djarod Padakova, Sabtu (15/4/2017).
Djarot mengatakan, laporan diterima 10 April 2017. Sebagai pelapor yaitu DK dan sebagai terlapor adalah KM. Menurut laporan, dugaan pemalsuan kekancingan telah dilakukan sejak 2013 hingga sekarang.
Untuk diketahui, pihak keraton selalu memberikan gelar kebangsawanan kepada ratusan orang setiap peringatan kenaikan tahta raja atau tingalan jumenengan.
"Barang bukti nanti kita lakukan penelitian keabsahan dan kita rangkai dalam sebuah berita acara. Ini untuk membuktikan apakah terjadi dugaan pemalsuan surat tersebut apakah masuk dalam pasal 263 (KUHP)," tuturnya.
Sejak pagi kawasan Keraton Kasunanan Surakarta telah dijaga ketat oleh polisi. Setidaknya ada 500 aparat diterjunkan dalam pengamanan keraton.
Selain penggeledahan, polisi juga mengosongkan Keraton Kasunanan Surakarta. Seluruh abdi dalem diminta keluar dari keraton.
Sedangkan adik-adik PB XIII yang tergabung dalam dewan adat keluar menggunakan mobil. Mereka langsung dipertemukan dengan kubu PB XIII untuk dimediasi.
PEMALSUAN
Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau dokumen-dokumen, dengan maksud untuk menipu.
Kejahatan yang serupa dengan penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk melalui penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan.
Memiliki ijazah dan KTP palsu. Apakah pelanggaran dan ancaman hukumannya ?
Pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya pada ketentuan ayat [2].
Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :
Pasal 263
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Menurut pakar ahli hukum R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan bahwa yang diartikan dengan surat dalam ketentuan tersebut adalah segala surat baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik dan lain-lainnya. Selain itu, surat yang dipalsu itu harus suatu surat yang :
- Dapat menerbitkan suatu hak (misalnya : ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dll);
- Dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya : surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dsb);
Dapat menerbitkan suatu pembebasan utang (kuitansi atau surat semacam itu);
- atau Suatu surat yang boleh dipergunakan sebagai suatu keterangan bagi sesuatu perbuatan atau peristiwa (misalnya : surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi dan masih banyak lagi).
Lebih jauh, R. Soesilo menjelaskan bahwa penggunaan surat palsu itu harus dapat mendatangkan kerugian.
Kerugian tersebut tidak hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehormatan dsb.
Masih menurut R. Soesilo, yang dihukum menurut pasal ini tidak saja “memalsukan” surat (ayat 1), tetapi juga “sengaja mempergunakan” surat palsu (ayat 2). “Sengaja” maksudnya, bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu.
Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Tentunya terkait dengan tahu atau tidak tahunya pemohon itu harus dibuktikan dalam pemeriksaan oleh penyidik maupun dalam persidangan.
Khusus untuk ijazah, di luar KUHP sudah ada pengaturannya tersendiri, Pasal 69 ayat [1] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur bahwa “Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Jadi, untuk pemalsuan KTP, pemohon dapat dikenakan pidana pemalsuan surat dan/atau menggunakan surat palsu (dalam KUHP) dengan ancaman pidana penjara 6 (enam) tahun.
Dan untuk penggunaan ijazah palsu, pemohon dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum :
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
- Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.