NYEKAR
Pada umumnya menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat Nusantara khususnya Djawa biasanya berbondong-bondong (direwang-rewangi adoh-adoh dengan tekad rekodoyo) untuk nyekar (ziarah kubur) ke makam keluarga dekat yang telah menghadap Sang Kholiq. Istilah ini lazim disebut dengan nyekar.
Dalam menyambut datangnya bulan Ramadan dan Syawal, masyarakat menyambutnya dengan berbagai tradisi yang unik dan sekaligus merepresentasikan kesukacitaan mereka akan hadirnya bulan suci, bulan penuh ampunan, bulan seribu bulan yang penuh rahmat dan berkah ini. Berbagai kegiatan dan upacara tradisi dilaksanakan, tidak hanya yang indah dinikmati oleh yang masih hidup, semisal menata dan memperindah tempat tinggal dan tempat ibadah, tetapi juga menyuguhkan sajian lezat bagi mereka yang sudah tiada. Seperti berdoa secara massal, dan juga ziarah kubur keluarga secara bersama dengan menabur bunga, atau lazim disebut dengan istilah nyekar. Dalam peradaban tradisi ini muncul berkat akulturasi budaya Islam Jawa Hindu, yang mana dalam kepercayaan Jawa, roh adalah abadi dan selalu pulang menemui keluarga pada setiap bulan Ruwah (dalam kalender Islam disebut Sya’ban), Ruwah berasal dari kata arwah bentuk plural dari Ruh yang berarti roh. Sehingga, menurut kepercayaan ini, bulan Ruwah merupakan momentum untuk saling bertegur sapa antara mereka yang sudah meninggal dengan mereka yang masih hidup. Hindu juga memiliki sapaan khas dengan roh leluhur dengan beragam sesaji, salah satunya adalah bunga (sekar). Kemudian dalam Islam, ziarah kubur merupakan hal yang sangat positif dilakukan sebagai wahana mengingat akan kematian. Sehingga, dari sisi ritual, tradisi nyekar ini merupakan hal yang sangat positif, di samping sebagai wahana memperkuat tali silaturrahmi dimensi lintas alam juga menjadi sarana mempertebal keimanan akan kehidupan setelah dunia. Interpretasi terhadap makna tradisi nyekar ini memang harus lebih produktif. Nyekar bukan hanya realitas dari praktik keagamaan atau kepercayaan, tetapi bahkan lebih luas dari itu, tradisi nyekar melibatkan ranah kebudayaan, sosial, bahkan ekonomi juga manembah marang sak podo-podo dan manembah marang Gusti Pengeran Tuhan Semesta Alam. Karena tradisi nyekar di samping merupakan bentuk akulturasi dan model budaya keislaman pribumi, nyekar juga merupakan ajang merajut kembali akar historis serta merefleksikan masa depan. Artinya, dengan nyekar yang dimaknai secara lebih mendalam, seseorang diharapkan dapat merefleksikan sisi-sisi historis eksistensinya, dari mana dia berasal serta bagaimana dia dibesarkan dan dilimpahi kasih sayang oleh orang-orang yang dia datangi di maqbarahnya itu. Dengan begitu, diharapkan timbul rasa sayang, iba, dan harapan besar akan ampunan dari Tuhan untuk mereka yang telah kembali tersebut. Dan di sinilah ketulusan dan keikhlasan terwujud. Tidak hanya itu, tradisi nyekar juga diharapkan dapat merefleksikan apa yang harus diperbuat seseorang untuk masa depan, yang telah berada di dalam kubur pasti telah meninggalkan banyak pekerjaan yang belum terselesaikan, bisa berbentuk cita-cita perjuangan, atau bahkan hal-hal yang mungkin harus diperbaiki dalam kehidupan ke depan. Yang masih hidup inilah yang harus meneruskan cita dan harapan tersebut serta memperbaiki semuanya. Kemudian yang tak boleh terlupakan bahwa tradisi nyekar harus menjadi wahana mengingat kematian, yang mana kematian adalah hal yang pasti, tetapi mati dengan tenang dan husnul khatimah bukanlah sesuatu yang mudah. Untuk mencapai ujung hidup yang indah harus pula terwujud upaya maksimal yang indah pula. Karena dalam bahasa agama, hanya yang kita perbuatlah yang nanti kita bawa sebagai bekal menghadap-Nya, berupa amal yang tiada putus pahalanya (amal jariyah), ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang senantiasa mendoakan. Saat ini, tidak lagi relevan membicarakan apakah tradisi nyekar adalah merupakan hal yang halal atau haram, sunnah atau bid’ah, dianjurkan atau bahkan terlarang. Karena dalam realitas kebangsaan dan keberagamaan di Nusantara, akulturasi budaya selalu menjadi hal yang bahkan memperkaya dimensi-dimensi kehidupan. Tradisi nyekar dengan mengunjungi makam tertentu, apakah makam saudara, kerabat, tokoh-tokoh hebat, dan lainnya, ditambah dengan upacara tabur bunga di atasnya, ternyata telah terpraktekkan sepanjang sejarah peradaban bangsa ini, lantas, apa yang salah ?
Yang salah hanyalah apabila terjadi disorientasi dalam tradisi tersebut. Tradisi nyekar yang semula diniatkan untuk selalu mengenang jasa dan cita-cita mereka yang telah tiada, yang asalnya dimaksudkan sebagai wahana mengingat kematian dan kehidupan setelah kematian, sebagai ajang refleksi dan interospeksi diri, serta sebagai wahana balas budi dengan sebanyak-banyaknya serta seikhlas-ikhlasnya mengirim untaian doa pengampunan, malah berubah menjadi praktik-praktik kemusyrikan, menyembah kuburan, meminta-minta kepada kuburan, bahkan menggantungkan urusan hidup dan kehidupan dengan wangsit dari kuburan. Inilah yang perlu diluruskan. Nyekar harus selalu dilakukan sebagai wujud masyarakat yang berbudaya, yang keberagaman dan keberagamaannya terlihat syi’ar lahir-batin. Dengan tradisi nyekar akan terlihat adanya komunikasi yang selalu terbangun antara mereka yang telah meninggal dan mereka yang masih hidup, dan itu seharusnya menjadi bukti nyata bahwa mereka yang telah kembali ke hadirat-Nya adalah orang-orang yang terkenang dan bukan yang terlupakan, sekaligus membuktikan bahwa mereka yang masih hidup dan mengunjungi dengan taburan bunga dan untaian doa-doa merupakan generasi shalih yang selalu mendoakan. Tradisi nyekar (terlebih yang dilakukan di akhir sya’ban, mengahadapi ramadhan) juga menjadi pengingat secara kultural bahwa kita harus bersiap memasuki bulan yang penuh berkah, rahmah, dan ampunan, sehingga untuk mencapai itu semua, perlu yang namanya pembersihan diri (tazkiyatun nafs), di atara caranya adalah dengan memperbanyak istighfar, membaca ayat-ayat suci, minta maaf pada sanak saudara baik yang hidup maupun yang telah meninggal, serta mengingat akan kematian dan kehidupan setelah kematian, dan langkah-langkah semacam ini terwadahi dalam satu ritual yaitu nyekar. Begitu pula yang dilakukan di akhir ramadhan (menghadapi syawwal), seakan-akan mengingatkan bahwa bulan termulya sebentar lagi meninggalkan kita, sehingga sudah seharusnya kita tetap mempertahankan berkah, rahmah, dan ampunan yang insya Allah telah kita raih di Ramadhan kemarin, dengan tetap menjaga kesucian diri menuju fitrah, tidak melupakan istighfar, tidak melalaikan membaca ayat-ayat suci, tetap mengenang dan mendoakan mereka yang telah kembali pada-Nya, serta tetap menjaga silaturrahmi lintas-alam sebagaimana ramai dan hangatnya tempat-tempat pemakaman pada hari-hari tersebut. Inilah syi’ar budaya, yang sudah selayaknya kita apresiasi sebagai sebuah tradisi yang mengingatkan, meramaikan, serta mencerahkan syi’ar keagamaan kita.
Tata cara ziarah kubur sesuai sunnah :
1 Berwudhu.
2. Mengucapkan salam pada ahli kubur.
3. Menghadap kiblat saat dzikir.
4. Mengirimkan doa untuk almarhum.
5. Membaca ayat pendek.
6. Jangan duduk atau menginjak bagian atas kuburan.
7. Jangan melakukan hal yang berlebihan.
Berbeda dengan tradisi ziarah yang ditujukan kepada tokoh-tokoh ulama atau wali yang dianggap keramat, sebagai penghormatan dan upaya mengambil berkah, subjek ziarah dalam nyekar ini umumnya adalah makam leluhur keluarga seperti kakek nenek, orang tua, dan saudara.
Nyekar berasal dari kata Jawa sekar yang berarti kembang atau bunga. Dalam praktiknya, memang ziarah ini melibatkan penaburan bunga di atas makam yang dikunjungi. Bahkan sebagian masyarakat tertentu ada yang menyertakan dupa dan kemenyan. Tetapi aspek ritual yang terakhir ini, belakangan ini sudah jarang dilakukan, meski tidak berarti hilang sama sekali.
Di dalam nyekar, yang pasti dan umum terjadi, adalah (besik) pembersihan makam dan pembacaan himpunan doa atau bagian dari surat Al-Quran, yang pendek-panjangnya, bervariasi satu sama lain. Ini juga membuat waktu yang dibutuhkan dalam nyekar berbeda-beda dari yang singkat sekitar belasan menit, hingga hitungan jam, bahkan ada yang seharian penuh.
Jika mereka yang nyekar ini tidak ada yang bisa membaca doa sendiri umumnya dalam bahasa Arab di pemakaman umum biasanya ada juru kunci atau guru agama yang bisa membantu memimpin dan memandu pembacaan ini.
Nyekar bisa dilakukan kapan pun sepanjang tahun. Misal pada waktu tahun pertama dari anggota keluarga yang meninggal, di mana ikatan-ikatan emosional dengan orang yang telah mendahului itu masih sangat kuat. Nyekar juga biasa dilakukan seseorang menjelang pelaksanaan upacara lingkaran hidup seperti perkawinan, di mana ia menjadi semacam permohonan doa restu.
Nyekar ke leluhur ini juga umum dilakukan oleh mereka yang ingin memohon doa restu dan kekuatan batin karena menghadapi suatu tugas dan tanggung jawab yang berat, akan bepergian jauh, atau karena ada hajat dan keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang besar sekali.
Tetapi yang sering, terpenting dan terutama, nyekar dilakukan sekitar seminggu sebelum bulan Ramadan tiba atau setelah lebaran, pada minggu pertama Syawal. Ini bisa dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama dengan anggota keluarga lain, baik laki-laki maupun perempuan.
Tradisi nyekar sebelum Ramadan ini muncul dari keinginan umat Islam untuk memasuki Bulan Suci dengan keadaan bersih dan penuh kekuatan. Mereka ingin segala kesalahan dan kekeliruan yang telah dilakukan, baik sengaja maupun tidak sengaja, dimaafkan oleh teman-teman, saudara-saudara, dan seluruh keluarga agar mereka bisa menjalani puasa dengan lancar, tenang, dan tulus.
Permohonan maaf ini juga mereka tujukan pada anggota keluarga dan leluhur mereka yang sudah meninggal sekaligus untuk meringankan beban anggota-anggota keluarga yang sudah wafat itu.
Nyekar akan mengingatkan diri mereka bahwa setiap manusia kelak juga akan mengalami kematian.
Di beberapa tempat, kegiatan nyekar ini didahului dengan semacam slametan kecil yang diisi dengan pembacaan doa, dzikir-tahlil, atau bagian Quran lainnya dan diakhiri dengan makan bersama. Kenduri ini biasa digelar di rumah, langgar, masjid atau di tempat makam itu sendiri. Karena dilakukan pada bulan Sya’ban atau dalam Bahasa Jawa disebut Sadran, maka sebagian kalangan menyebut praktik ini sebagai nyadran. Ruwah juga dipakai oleh orang Jawa untuk menyebut Sya’ban.
Sulit untuk mengetahui, kapan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul. Diyakini bahwa tradisi ini diperkenalkan oleh para wali yang di satu sisi meneruskan tradisi penghormatan kepada roh leluhur di kalangan masyarakat Jawa yang masih menganut ajaran Hindu Budha saat itu dan di sisi lain menyelaraskan dan membingkainya dengan ajaran Islam.
Nyekar atau nyadran karena itu bisa dikatakan suatu bentuk dari pribumisasi Islam, akomodasi Islam pada tradisi lokal. Secara teologis, tradisi ini memang masih memiliki hubungan dengan akidah Islam tentang kematian bahwa setelah manusia meninggal, rohnya akan meninggalkan jasad dan akan berada di alam barzakh hingga nanti hari kebangkitan atau hari kiamat.
Sedangkan ziarah kubur juga memiliki dasar-dasarnya di dalam Islam sebagaimana termaktub dalam hadits nabi yang diriwayatkan Muslim, Abu Dawud, dan at-Tarmizi :
Dahulu aku telah melarangmu berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat. (Hairus Salim HS).
DOA NYEKAR (ZIARAH KUBUR)
Ziarah kubur biasanya dilaksanakan bersama-sama dengan keluarga. Ziarah menurut Islam hanyalah salah satu sarana agar seorang Muslim agar selalu beriman dan mengingat kematian. Dengan ziarah kubur, umat Islam akan mengingat bahwa kematian itu nyata.
Selain itu, ziarah kubur dilakukan dengan mendoakan orang yang berada dalam kubur, bukan minta doa atau pertolongan. Hal ini karena ziarah kubur ditujukan untuk membaca doa dan berzikir sehingga orang yang meninggal tersebut mendapatkan pahalanya.
Ziarah kubur adalah amalan sunah yang sangat dianjurkan dalam Islam, apalagi berziarah ke makam orang tua sendiri. Ziarah kubur termasuk ibadah yang mulia di sisi Allah SWT. Oleh karena itu, perlu juga mengenali doa dan tata cara ziarah kubur sesuai sunah.
HUKUM ZIARAH KUBUR MENURUT ISLAM
Sebelum mengenal bacaan doa ziarah kubur dan tata caranya sesuai sunah, kamu tentunya perlu mengetahui hukum tentang ziarah kubur terlebih dahulu.
Rasulullah bersabda dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yang artinya, (Dulu) Aku melarang kalian ziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kalian ke kuburan, sesungguhnya ziarah kubur membuat kalian zuhud di dunia dan mengingatkan kalian pada akhirat. (HR. Ibnu Majah)
Namun saat ziarah kubur, peziarah harus mendoakan orang yang berada dalam kubur, bukan minta doa atau pertolongan. Sebab doa dan zikir yang dibacakan oleh peziarah dengan niat pahalanya ditujukan pada orang yang telah meninggal, menurut kesepakatan para ulama pasti sampai pada orang yang meninggal.
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya, Al-Adzkar, bahwa para ulama sepakat bahwa doa kepada orang yang meninggal, bermanfaat dan sampai pada mereka.
Diriwayatkan dari Nabi Muhammad bahwa sesungguhnya beliau bersabda, 'Tidak ada perumpamaan mayit di kuburnya kecuali seperti orang tenggelam yang ingin ditolong. Mayit menunggu doa yang ditujukan padanya baik dari anaknya, saudaranya ataupun temannya. Ketika doa itu telah tertuju padanya, maka doa itu lebih ia cintai daripada dunia dan seisinya'. (Syekh Nawawi Al-Bantani, Nihayat al-Zain, hal. 281)
Tata Cara Ziarah Kubur Sesuai Sunah.
1. Berwudhu terlebih dahulu
Tata cara ziarah kubur sesuai sunah yang pertama adalah berwudhu. Sebelum pergi ziarah kubur, hendaknya peziarah berwudhu terlebih dahulu.
2. Mengucapkan salam kepada ahli kubur.
Tata cara ziarah kubur sesuai sunah yang kedua adalah mengucapkan salam. Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk mengucapkan salam yang juga sekaligus doa ketika masuk ke dalam area pemakaman.
Assalamu’alaikum ahlad-diyaar minal mu’miniina wal muslimiin. yarhamulloohul mustaqdimiina minnaa wal musta’khiriin. wa inna insyaa alloohu bikum la-laahiquun. wa as alullooha lanaa walakumul ‘aafiyah.
Artinya: "Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan. Kami insya Allah akan menyusul kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.
3. Mengirimkan doa untuk almarhum.
Tata cara ziarah kubur sesuai sunah yang ketiga adalah menghadap ke kiblat saat berdoa untuk almarhum. Saat akan mendoakan mayat, hendaknya menghadap kiblat. Dianjurkan juga untuk membaca tasbih, takbir, tahmid, dan zikir.
Tata cara ziarah kubur sesuai sunah adalah berdoa untuk almarhum. Setelah itu membaca tasbih, takbir, tahmid, zikir dan doa yang dikhususkan untuk mayat. Kemudian mendoakan mayat yang diakhiri dengan bacaan al-Fatihah sebagai penutup. Kamu bisa melihat doa ziarah kubur di halaman terakhir.
TATA CARA ZIARAH KUBUR SESUAI SUNAH
1. Membaca ayat-ayat pendek.
Tata cara ziarah kubur sesuai sunah yang keempat adalah membaca ayat ayat pendek. Seperti riwayat al-Marwazi dari Ahmad bin Hanbal, beliau mengatakan: "Bila kalian masuk ke dalam taman makam (kuburan), maka bacalah al-Fatihah, Surat Ikhlash dan al-Muawwidzatain (al-Falaq dan an-Naas). Jadikanlah pahalanya untuk mayat-mayat kuburan tersebut, karena sungguh pahalanya sampai kepada mereka."
2. Jangan duduk atau menginjak bagian atas kuburan.
Tata cara ziarah kubur sesuai sunah yang kelima adalah jangan duduk atau menginjak bagian atas kuburan. "Janganlah kalian salat (berdoa) kepada kuburan, dan janganlah kalian duduk di atasnya." (HR. Muslim).
3. Jangan melakukan hal-hal yang berlebihan.
Tata cara ziarah kubur sesuai sunah yang keenam adalah jangan melakukan hal-hal yang berlebihan. Salah satu contoh bentuk sikap yang berlebihan dalam konteks di kuburan adalah menjadikan makam seperti masjid.
Hadis di atas mengatakan bahwa manusia tidak boleh meminta sesuatu kepada kuburan karena itu adalah perbuatan syirik. Padahal melakukan ritual salat di kuburan sangat dilarang karena akan mengikis makna ibadah yaitu menyembah hanya pada Allah SWT.
Hal berlebihan lainnya saat ziarah kubur adalah mencium batu nisan atau menangis sambil meratapi makam di depannya. Bersikap berlebihan dalam urusan agama adalah hal yang terlarang, termasuk dalam melaksanakan ritual ziarah kubur ini.
BACAAN DOA ZIARAH KUBUR
Bacaan Doa Ziarah Kubur Beserta Artinya menurut Islam :
“A'udzubillahi minasyaithoonir rojim. Bismillahirrohmannirrohim.
Alhamdullilahi robbil 'alamin, hamdan syakiriin, hamdannaa'imiin, hamdan yuwaafiini'amahu wayukaafii mazidah, yaa robbanaa lakal hamdu kamaa yanbaghi lijalali wajhika wa'adzimi sultonik, allohumma shoolli wasalim 'ala sayyidina muhammad wa'ala alii sayyidina muhammad.
Alloh humma taqobal wa ausil sawaaaba maa qoro, nahu minal qur'anil 'adzim, wa maa halalna wa maa sabahna wamastaghfarnaa wamaa sholaina 'atsayyidina muhammad sollallohu'alaihi wasallam, hadiyatan wasilatan, warohmatan najilatan wa barokatan samilatan ilaa hadoroti habibina wasafi'ina waquroti a'ayuninaa sayyidina wamaulanaa muhammadin sollallohu 'alaihi wa sallam, wa ila jami'ii ikhwanihi minal anbiyaai walmursaliina wal auliyaai, wassuhadai, wassolihina, wassohabati wattabi'ina wal'ulamail 'alimina wal mushonnafiinal mukhlisiina wa jami'il mujaa-hidiina fi sabilillahi robbil 'alaminn, wal malaikatil muqorrobina khusushan ila sayyidina syaih abdul qodir zailanii.
Summa ilaa jami'i ahlil qubur, minal muslimiina wal muslimati, wal mu miniina wal mu minaati, min masaarikil ardhi ila magooribiha barriha wabahriha khusushan ila aabaaina wa ummahaa tiinaa, wa ajdaadina, wanakhussu khusushan manijtam'anaa hahunaa bisababihi waliajlihi.
Alloh hummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu anhu wa akrim nujulahu wawasi' madholahu, waghsilhu bilmai wassalji wal barodi wanaqihi minal khotooya, kama yunaqqo saubul abyadu minaddannasi wa abdilhu, darron khoiron min daarihi wa ahlan khoiron min ahlihi wa jaujan khoiron min jauzihi wa adhilhul jannata wa 'aidhu min 'adzabil qobri wa fitnatihi wa min 'adzabinnar, allohhumaghfir lihayyina wa mayyitina wa sahhidiina wa ghoniina washogiirona wa kaabirona wadakirona wa ansana, allohumma man ahyaitahu minna fa ahyihi 'alal islami wa man tawafaitahu minna fatawafahu alal iiman allohumma la tuhrimna azrohu wa laa tudillanaa ba'dahu birohmatikayaa arhamarroohimiin, wal hamdu lillahi robbil 'aalamiin.”
Artinya:
"Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah penguasa alam semesta, sebagaimana orang-orang yang bersyukur dan orang-orang yang mendapat banyak kenikmatan memuji-Nya. Dengan pujian yang sepadan dan nikmat-Nya dan memungkinkan pertambahannya. Wahai Tuhan kami, pujian hanyalah untuk-Mu, sebagaimana yang layak akan kemuliaan Dzat-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu. Ya Allah, limpahkanlah kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad junjungan kami dan kepada keluarga beliau.
Ya Allah, terimalah dan sampaikanlah pahala Alquran yang kami baca, tahlil kami, tasbih kami, istighfar kami dan shalawat kami kepada Nabi Muhammad SAW sebagai hadiah yang menjadi penyambung, sebagai rahmat yang turun dan sebagai berkah yang menyebar kepada kekasih kami, penolong kami dan buah hati kami, pemuka dan pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad SAW, juga kepada seluruh kawan-kawan beliau dari kalangan para Nabi dan Rasul, para wali, para syuhada', orang-orang shalih, para sahabat, para tabi'in, para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah Tuhan semesta alam, serta para malaikat yang selalu beribadah, khususnya ditujukan kepada Syekh Abdul Qadir Jailani.
Kemudian kepada seluruh penghuni kubur dari kalangan orang-orang Islam laki-laki dan perempuan, orang mukmin laki-laki dan perempuan, dari belahan bumi timur dan barat, di laut dan di darat, terutama kepada bapak-bapak dan ibu-ibu kami, kakek dan nenek kami, lebih utamakan lagi kepada orang yang menyebabkan kami berkumpul di sini.
Wahai Allah, ampunilah, rahmatilah, bebaskanlah dan lepaskanlah dia. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah dia. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah jalan masuknya, cucilah dia dengan air yang jernih lagi sejuk, dan bersihkanlah dia dari segala kesalahan bagaikan baju putih yang bersih dari kotoran, dan gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada yang ditinggalkannya, dan keluarga yang lebih baik, dari yang ditinggalkan, serta suami (istri) yang lebih baik dari yang ditinggalkannya pula. Masukkanlah dia kedalam surga, dan lindungilah dari siksanya kubur serta fitnahnya, dan dari siksa api neraka.
Wahai Allah berikanlah ampun, kami yang masih hidup dan kami yang telah meninggal dunia, kami yang hadir, kami yang ghoib, kami yang kecil-kecil kami yang dewasa, kami yang pria maupun wanita. Wahai Allah, siapapun yang Engkau hidupkan dari kami, maka hidupkanlah dalam keadaan iman. Wahai Allah janganlah Engkau menghalangi kami, akan pahala beramal kepadanya dan janganlah Engkau menyesatkan kami sepeninggal dia dengan mendapat rahmat-Mu wahai Tuhan lebih belas kasihan. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.