SESAJEN WUJUD RASA SYUKUR
Dalam upacara tradisi (sesajen, sajen, sajian, semah, semahan) adalah makanan dan benda lain, seperti kelengkapan sesajen, yang dipersembahkan dalam upacara wujud rasa syukur kepada Tuhan (Allah SWT) yang dilakukan secara simbolis dengan tujuan rasa penghormatan tinggi terhadap alam semesta serta salah satu perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Seruan Alam. Sesajen merupakan persembahan berisi berbagai makanan yang dipersembahkan untuk leluhur. Menurut kepercayaan masyarakat, sesajen dapat mendatangkan keberuntungan, menangkal bala, juga sebagai lambang rasa syukur serta bentuk penghormatan pada leluhur. Penghormatan manusia dan berterimakasih pada alam semesta seperti pohon-pohon yang telah memberi oksigen untuk napas kita, juga pada air, api dan semua unsur alam ini. Ini bukan berarti kita menyembah, tapi lebih pada bentuk keselarasan. Sajen atau sesajen berasal dari kata saji-sajian yang disajikan. Tentu dari kata yang ada itu mempunyai makna yang dalam penjabarannya sangat luas karena nenek moyang bangsa Jawa cara adab berdo'a dan menyampaikan do'anya kebanyakan melalui bahasa non verbal atau cukup diwakilkan dengan bentuk benda (Simbolis).
Sesajen memang bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat Jawa dan sudah menjadi tradisi yang melekat sejak lama.
Sajen atau sesaji bagi sebagian orang, terutama Muslim Jawa meletakkan saji menjadi proses ritual sebagai wujud pengabdian yang tulus kepada Tuhan. Bentuk pengabdian tersebut diwujudkan melalui symbol-simbol yang merepresentasikan makna kedekatan antara pencipta dan yang diciptakan. Dengan begitu terbangunlah suatu relasi khusus, hal itu merupakan wujud aktualisasi dari pikiran dan keinginan supaya relasi yang sudah terbangun menjadi semakin kuat dan harmonis saling menjaga dalam keseimbangan alam semesta ciptaan-Nya. Harus diakui pula bahwa sebagian symbol tersebut mengandung perpaduan budaya dan agama terdahulu, yaitu Hindu Jawa, Budha Jawa dan Islam Jawa. Hal lumrah terjadi dalam masyarakat bahwa setiap agama yang masuk, akan menyesuaikan diri dengan budaya yang sudah ada. Umumnya sering disebut sinkretisme. Jadi tidak langsung menghilangkan namun justru berpadu saling melengkapi sehingga menjadikan sesuatu percampuran budaya yang unik. Inilah kekhasan dan kekayaan kultur Jawa. Tidak hanya sampai disitu, pengaruh ini pun terwujud dalam perilaku manusia dalam membangun relasi dengan alam dan sesamanya.
Kegiatan mempersembahkan sajian ini disebut dengan bersaji.
Tujuan dari kegiatan sesaji ini sebagai wujud syukur kepada Tuhan Sang Pencipta, karena telah melimpahkan rejeki kepada masyarakat. Harapannya, rejeki berupa kesehatan, panen yang melimpah kedepannya jauh lebih baik. Salah wujud itu dalam acara Sesaji. Tuhan memberikan fasilitas untuk kehidupan manusia melalui alam. Jadi sesaji yang disajikan bisa bermaksud berterima kasih, doa kepada Hyang Murbeng Jagad (Penguasa Jagad Raya / Gusti Allah SWT) dengan simbol produk alam yang jelas itu semua sudah dititahkan Tuhan. Sesajen merupakan warisan budaya tradisional yang biasa dilakukan untuk perwujudan rasa syukur kepada Sang Pencipta dengan harapan mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan, seperti penghormatan upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan). Upacara nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai Selatan pulau Jawa atau tempat-tempat tertentu seperti gunung, makam babat desa/alas.
Sesajen atau sajen merupakan salah satu ritual kebudayaan yang telah lama hidup di masyarakat Indonesia. Bukan hanya di Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu tetapi, juga di seantero jawa bahkan di hampir seluruh penjuru Indonesia.
Di beberapa daerah sesajen identik dengan ritual persembahan yang diberikan untuk dewa, leluhur. Namun, ada juga ritual sesajen yang sudah mengalami akulturasi nilai dengan agama Islam, misalnya dan nilainya diubah menjadi sedekah. Intinya tetap memohon kepada Sang Pencipta Alam Semesta.
Sesajen memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayainya, Tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah kepada Sang Pencipta. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap ada keramat mempunyai nilai histori karena tempat bersemayamnya tokoh / babat alas dan mempunyai nilai magis yang tinggi. Prosesi tersebut telah terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan berasal dari nenek moyang kita yang mempercayai adanya pemikiran-pemikiran yang mistis. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya do'a-do'a biasanya lebih bersifat untuk keselamatan dan tolak balak secara umum masyarakat sekitarnya.
Masyarakat Jawa diajarkan untuk selalu menghargai, menghormati, serta memperlakukan seluruh makhluk hidup dan benda-benda tidak hidup dengan adil, bijaksana, dan welas asih. Sesajen sendiri dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur dan sikap welas asih kepada penghuni jagad raya.
Menurut Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun yang dikenal sebagai tokoh intelektual muslim Indonesia juga pernah mengatakan bahwa ada seseorang menyebut sesajen merupakan suatu bentuk menentang syariat. Menanggapi hal tersebut, ia pun mengungkapkan bahwa tidak ada yang bilang bahwa adanya sesajen itu sebagai upaya menyembah hal-hal selain Allah, melainkan hanya menghormati ciptaan-Nya saja.
FILOSOFI SESAJEN
Aneka sesajian yang disajikan banyak filosofi.
Contohnya, misalkan dalam sesaji itu ada beras, maka filosofisnya sebagai bentuk rasa sukur karena telah diberi pangan yang disimbulkan dengan dewi kemakmuran yaitu Dewi Sri.
Ada juga kelapa itu melambangkan kegunaan. Mulai dari akar sampai ujung daun kelapa berguna semua. Jadi manusia harus berguna bagi siapapun adalah makna filosofisnya.
Pisang juga mempunyai makna lebih yakni pengabdian, pisang tidak akan mati jika belum berbuah. Pisang raja mengandung makna harapan supaya dalam hidup bisa sukses bak menjadi raja.
Daun sirih atau Suruh mempunyai makna supaya weruh (Supaya Tahu) temu roso, supaya ketemu rasanya (harmoni).
Filosofi sajen yang didalamnya ada berbagai empon-empon (Bumbu Dapur) maknanya adalah isian dunia, dalam arti aneka kehidupan harus bisa selaras.
Itu semua diambil dari alam yang menggambarkan hubungan sangat erat dan tidak bisa dipisahkan antara manusia dan semesta.
Sesaji merupakan tradisi turun temurun masyarakat Jawa. Simbol-simbol dalam sesaji memperlihatkan ungkapan estetika yang merefleksikan arti, makna, pesan, atau nilai-nilai budaya.
Sesaji merupakan media untuk mendekatkan diri kepada alam dan penciptanya. Berikut adalah makna filosofi yang terkandung setiap simbol yang ada pada sesaji :
1. Bunga.
Bunga atau dikenal sebagai kembang oleh masyarakat Jawa sering digunakan sebagai uborampe atau perlengkapan ritual. Energi spiritual akan mudah melekat pada sesuatu yang wangi. Maka dari itu, bunga selalu dijadikan sebagai salah satu uborampe dalam suatu ritual. Dalam sesajen, bungga dijadikan simbol atau harapan yang diberkahi oleh leluhur.
2. Kelapa.
Kelapa sendiri beemakna filosofis dalam kehidupan sehari-hari. Tanaman kelapa dapat memberikan manfaat untuk manusia, mulai dari pohonnya, daun, buah, batok dan lainnya.
Karenanya, kelapa dijadikan sebagai simbol kehidupan yang sejahtera dan makmur. Begitu pun dalam tradisi orang Jawa yang disebut cengkir.
Kata cengkir diambil dari kencenging pikir atau yang artinya adalah tekad yang sudah bulat.
Penyajian kelapa pada sesajen juga dimaknai sebagai harapan untuk tetap memiliki niat dalam mencapai sebuah keinginan atau cita-cita.
3. Pisang.
Buah pisang juga selalu hadir dalam penyajian sesajen. Bahkan menurut leluhur, pisang merupakan buah yang sangat dihormati bagi umat Hindu.
Keistimewaan pisang juga ada pada pohonnya yang tidak akan mati sebelum berbuah. Karena itu, pisang dijadikan sebagai simbol kemakmuran.
4. Kopi Hitam.
Kopi hitam merupakan minuman kesukaan para leluhur di zaman dahulu. Karenanya kopi hitam sering ada di sesajen. Itu sengaja dihidangkan untuk arwah para leluhur.
Tujuannya agar arwah para leluhur yang mengunjungi dan kembali pulang ke rumah untuk sementara waktu merasakan bahwa dirinya masih ingat, dihargai dan dihormati.
5. Beras.
Beras yang diolah menjadi nasi merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, beras juga dipakai untuk sesajen karena dianggap sebagai simbol kehidupan manusia.
MAKNA SESAJEN DALAM TRADISI
Di bumi Nusantara ini, hampir semua upacara adat menggunakan sesajen. Upacara pernikahan adat Jawa, misalnya. Dalam tradisi Jawa, sesajen biasanya akan disiapkan sebelum pemasangan tarub dan bekletepe. Sesajen yang disajikan diantaranya berupa nasi tumpeng, berbagai macam buah-buahan, lauk-pauk, penganan (kue jajan pasar), minuman, bunga, jamu, daging kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera. Umumnya perangkat dan isi sesajen hampir serupa pada setiap daerah.
Sajen atau sesaji adalah tradisi yang masih menjadi perdebatan. Bukan karena dianggap kono dan aneh tetapi sesajen memiliki makna dan spirit unik, dinilai sangat sakral. Ritual yang merupakan warisan dari budaya Hindu dan Budha ini juga dilakukan sebagian masyarakat Jawa yang masih memegang teguh nilai-nilai tradisi. Lebih dikenal dengan Kedjawen.
Dalam Kedjawen, sesajen merupakan bentuk sopan santun kepada Mahluk Halus yang termasuk dalam kategori Pihak Lain (Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb) yang ada di sekitar kita. Oleh sebab itu, masih banyak yang menganggap tradisi sesajen kedjawen sirik dan dipandang mistik.
Budaya sesajen harus diluruskan, yakni makanan harus diberikan kepada orang lain agar tak mubazir. Selain itu stigma masyarakat akan tradisi sesajen harus diubah. Bukan lagi sebagai bentuk menghormati para sesepuh tetapi sebagai rasa syukur Kurunia Nya.
Sehingga kegiatan dalam upacara adat, termaksud kedjawen bisa dimasukan sebagai sebuah kebudayaan yang patut dilestarikan dengan tujuhan menarik wisatawan. mengingat Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki beragam kebudayaan dan budaya yang masih berkembang hingga saat ini. Adanya beragam suku, dan agama di masyarakat jawa dan di temukan sistem nilai-nilai budaya.
Hampir semua Adat pernikahan di Indonesia ada ritual turun temurun ajaran nenek moyang.
Jika di jawa atau kedjawen sesajen masih menjadi perdebatan, bagi Buddahisme sesajen merupakan alat sarana untuk menghormat para makhluk-makhluk yang ada dialam neraka. Bentuk penghormatan yang ada dalam ajarannya karena agama Buddha mengajarkan tentang belas kasihan kepada semua makhluk.
Sedang bagi masyarakat Bali sesaji ialah bentuk rasa syukur kepada para Dewa yang telah memberikan kesejahteraan bagi kehidupan mereka. Jika datang atau berlibur ke Bali akan banyak ditemukan sesajen bunga di pantai, di teras rumah atau penginapan, di depan pintu masuk, di jalan ataupun di trotoar.
Bunga memiliki makna filosofis, harum semerbak bunga dikiaskan berkah yang berlimpah dari para leluhur, dapat mengalir kepada keturunan. Aroma bunga, dapat menjadi ciri khas masing-masing leluhur.
Bali memikat para wisatawan bukan hanya lewat pesona alam yang indah tetapi juga kebudayaan masyakatnya. Harusnya masyarakat jawa juga bisa memandang dan merubah tradisi Kedjawen menjadi suatu tradisi budaya yang menarik dan menghibur agar diera grobalisasi ini tradisi kedjawen tidak punah digerus zaman.
CARA DAKWAH WALI SONGO
Sesaji atau biasa disebut sesajen masih menjadi tradisi yang masih dipraktikkan sebagian masyarakat Indonesia.
Sesajen amat lekat dengan praktik upacara adat melalui selamatan atau kenduri untuk berbagai keperluan.
Upacara selamatan atau kenduri umumnya diselenggarakan untuk memperingati orang meninggal, pernikahan, upacara kehamilan hingga kelahiran bayi, dan sebagainya.
Selain doa bersama yang dipimpin tokoh yang dituakan, sesaji berupa makanan akan menjadi pelengkap bergantung tujuan upacara adat rasa sujud syukur kepada Tuhan.
SESAJEN MERUPAKAN KOMUNIKASI HARMONIS DENGAN ALAM
Antropolog Argo Twikromo menyampaikan, pada umumnya bagi masyarakat Jawa, sesaji adalah hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari.
Sesajen amat terkait dengan pemahaman atau pandangan masyarakat Jawa itu sendiri tentang dunia ini.
Kehidupan di dunia ini dijalani dengan bagaimana kita menciptakan hubungan yang harmonis dengan cara menjalin relasi-relasi harmonis. Relasi harmonis itu ialah antara manusia dengan sesama, alam, maupun Tuhan. Alam ini bagi masyarakat Jawa, bisa yang kasat mata atau tidak kasat mata. Masyarakat zaman dulu cenderung percaya adanya penghuni atau sejenisnya yang mendiami suatu tempat, sehingga merasa perlu menjalin komunikasi yang harmonis, layaknya menjalin hubungan baik dengan tetangga. Maka dari itu, dilakukan pemberian sesajen yang isinya akan disesuaikan dengan tempat peletakannya. Jadi sesaji itu memberi sesuatu yang tepat, ataupun mungkin ketika masyarakat mengenal daerah itu, apa ya kira-kira yang tepat di situ, mungkin bentuk sesajinya akan berbeda-beda. Bentuk dan istilahnya, sajen tetaplah menjadi esensi kehidupan tentang bagaimana manusia membangun relasi yang selaras dengan alam.
Apabila memberikan sesuatu yang baik, pasti berharap timbal balik yang baik pula, termasuk menjaga keselamatan bersama. Bahwa pemberian sesajen tidak selalu berhubungan dengan sesuatu yang menyembah.
Melainkan kembali lagi pada tujuan sebenarnya yang diturunkan oleh leluhur, yaitu bagaimana manusia bisa berhubungan secara harmonis dan selaras dengan alam. Sehingga bagaimanapun perkembangannya, tradisi sesajen akan ikut terus dalam kehidupan manusia.
WUJUD RASA SYUKUR
Bersyukur adalah berterima kasih. Apakah perintah Allah untuk bersyukur berarti Allah mengharapkan rasa terima kasih
Allah tidak memerlukan ucapan terima kasih kita. Dia tidak membutuhkan apa pun dari hamba-Nya.
Pengertian syukur adalah bagian dari rasa berterimakasih, lega, senang, bangga, dan masih banyak lagi. Dalam Islam, pengertian syukur adalah dekat dengan ibadah. Mulai dari terus memuji asma Allah SWT, mengingat-ingat nikmat-Nya, dan senantiasa bersujud kepada-Nya.
Allah SWT berfirman:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al-Baqarah ayat 152).
Abu Sai’d al-Kharraz dalam buku berjudul Dahsyatnya Energi Syukur, Istigfar, Muhasabah oleh Muhammad Azhar mengungkap pengertian syukur adalah mengakui nikmat kepada yang memberi nikmat dan menyatakannya secara rabubiyahnya.
Pengertian Syukur dalam Islam
Memahami pengertian syukur adalah wujud perasaan berterimakasih yang sesungguhnya. Syukur adalah bagian dari perasaan lega, senang, bangga, dan masih banyak lagi lainnya. Secara bahasa, pengertian syukur berasal dari bahasa Arab “syakaro-yaskuru-syukron” yang artinya pujian kepada pemberi kebaikan.
Dalam buku berjudul Ajaibnya Tafakkur Dan Tasyakkur untuk Percepatan Rezeki oleh Ahmad Zainal Abidin, pengertian syukur adalah ungkapan rasa terima kasih kepada Allah SWT karena telah diberikan sebuah kenikmatan. Perilaku dari pengertian syukur, umumnya dapat digambarkan dari tindakan, aktivitas, dan wujud ketaatan seseorang kepada Tuhannya.
Abu Sai’d al-Kharraz dalam buku berjudul Dahsyatnya Energi Syukur, Istigfar, Muhasabah oleh Muhammad Azhar mengungkap pengertian syukur adalah mengakui nikmat kepada yang memberi nikmat dan menyatakannya secara rabubiyahnya. Bersyukur berarti sadar bahwa segala bentuk nikmat yang akan datang tak mungkin dari selain Allah SWT.
Bersyukur bisa dimulai dengan menyadari keberadaan anggota tubuh yang dimiliki. Mengutip dari buku berjudul Mutiara Ihya’ ‘Ulumuddin oleh Sang Hujjatul Islam, contoh perilaku yang menggambarkan pengertian syukur adalah mensyukuri kenikmatan mata untuk menutupi seluruh aib yang terlihat dan tidak menggunakannya dalam kemaksiatan.
Kemudian mensyukuri kenikmatan telinga dengan menutup aib-aib yang didengar kecuali pada hal-hal yang diperbolehkan. Itulah pengertian syukur dan contohnya yang perlu diketahui.
Tanpa rasa terima kasih dari kita pun Allah tetap Maha Agung. Seperti dilansir buku Belajar Bersyukur oleh Rahmat Kurniawan, kita bersyukur kepada Allah tujuannya agar nikmat-nikmat dari Allah terus ditambah.
Hal ini sesuai janji Allah SWT dalam Surat Ibrahim ayat 7:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS Ibrahim ayat 7).
Nikmat-Nya yang telah diberikan kepada kita sudah terhitung banyaknya. Namun Allah berjanji akan menambah nikmat-Nya lagi jika kita bersyukur.
Bersyukur merupakan berterima kasih atas segala yang telah diberikan, yang sedang diberikan dan yang akan diberikan oleh Allah kepada kita. Semua yang telah diberikan Allah kepada kita, patut disyukuri baik berupa rezeki atau nikmat lainnya.
Allah menurunkan kenikmatan dan Allah menurunkan pula aturan-Nya. Tujuannya agar kita dapat menikmati secara lebih optimal atas nikmat tersebut.
Syukuri satu hal saja maka akan datang syukur-syukur lain yang tidak terhitung jumlahnya.
BENTUK RASA SYUKUR
Ada tiga bentuk rasa syukur yang bisa dipahami seperti diungkap dalam buku berjudul Dahsyatnya Energi Syukur, Istigfar, Muhasabaholeh Muhammad Azhar. Mulai dari syukur hati, syukur lisan, dan syukur anggota badan. Ini penjelasannya:
1. Syukur Hati.
Wujud dari pengertian syukur hati adalah mengingat-ingat kembali kenikmatan yang mencakup nikmat lahir maupun batin. Lalu segala yang nampak maupun tak tampak seperti iman, nafas, nyawa, darah, dan seluruh organ yang kita miliki adalah kumpulan “spare part organ tubuh” yang tak ternilai harganya.
2. Syukur Lisan.
Wujud dari pengertian syuku lisan adalah memuji Sang pemberi nikmat dengan mengucapkan pujian atas nikmat yang disandang. Inilah mengapa setiap selesai melakukan sesuatu aktivitas, agama mengajarkan untuk mengucapkan pujian.
Misalnya saja setelah berpakaian kita memuji-Nya sebab betapa banyak orang yang tidak berpakaian, setiap naik kendaraan kita memuji- Nya sebab betapa banyak yang tak mempunyai kendaraan, ketika pagi kita memuji-Nya sebab betapa banyak mereka yang tak sempat menikmati pagi, dan seterusnya.
3. Syukur Anggota Badan.
Wujud dari pengertian syukur anggota badan adalah senantiasa membalas nikmat sesuai dengan kewajiban masing-masing organ itu sendiri.
CARA BERSYUKUR
Ada berbagai macam cara bersyukur dalam Islam yang bisa dilakukan, sesuaikan saja dengan kemampuan. Dalam Islam, pengertian syukur adalah dekat dengan ibadah.
1. Berterima Kasih kepada Orang Lain.
Salah satu cara untuk mensyukuri nikmat Tuhan adalah dengan berterima kasih kepada manusia yang telah menjadi perantara sampainya nikmat Allah pada Anda.
2. Merenungkan Nikmat-Nikmat Tuhan.
Di dalam Al-Qur’an sering kali Tuhan menggugah hati manusia, bahwa ternyata banyak sekali nikmat yang dilimpahkan-Nya sejak umat manusia datang ke Bumi, agar sadar dan bersyukur kepada Allah SWT. Tuhan pun berfirman:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl:78).
3. Qana’ah.
Coba untuk selalu merasa cukup atas nikmat yang ada pada diri Anda. Hal ini akan membuat Anda selalu bersyukur kepada Allah SWT. Sebaliknya, saat Anda senantiasa merasa tidak puas, selalu merasa kekurangan, merasa Allah tidak pernah memberi kenikmatan padanya sedikitpun, maka begini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi hamba yang paling berbakti. Jadilah orang yang qana’ah, maka engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur.” (HR. Ibnu Majah no.3417, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
4. Sujud Syukur.
Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa syukur adalah dengan melakukan sujud syukur.
5. Berzikir
Merupakan salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Ada beberapa dzikir tertentu yang diajarkan oleh Rasulullah khusus mengungkapkan rasa syukur Anda kepada Allah SWT.