MIJIL
Poma kaki padha dipun eling
Ing pitutur ingong
Sira uga satriya arane
Kudu anteng jatmika ing budi
Ruruh sarta wasis
Samubarangipun
ꦩꦶꦗꦶꦭ꧀
ꦥꦺꦴꦩꦏꦏꦶꦥꦣꦝꦶꦥꦸꦤ꧀ꦌꦭꦶꦁ
ꦆꦁꦥꦶꦠꦸꦠꦸꦂꦆꦔꦺꦴꦁ
ꦱꦶꦫꦈꦒꦱꦠꦿꦶꦪꦄꦫꦤꦺ
ꦏꦸꦣꦸꦄꦤ꧀ꦠꦼꦁꦗꦠ꧀ꦩꦶꦏꦆꦁꦧꦸꦣꦶ
ꦫꦸꦫꦸꦃꦱꦂꦠꦮꦱꦶꦱ꧀ꦱꦩꦸꦧꦫꦔꦶꦥꦸꦤ꧀
MIJIL
Poma kaki padha dipun eling
Ing pitutur ingong
Sira uga satriya arane
Kudu anteng jatmika ing budi
Ruruh sarta wasis samubarangipun
Aksara Jawanipun :
ꦩꦶꦗꦶꦭ꧀
ꦥꦺꦴꦩꦏꦏꦶꦥꦣꦝꦶꦥꦸꦤ꧀ꦌꦭꦶꦁ
ꦆꦁꦥꦶꦠꦸꦠꦸꦂꦆꦔꦺꦴꦁ
ꦱꦶꦫꦈꦒꦱꦠꦿꦶꦪꦄꦫꦤꦺ
ꦏꦸꦣꦸꦄꦤ꧀ꦠꦼꦁꦗꦠ꧀ꦩꦶꦏꦆꦁꦧꦸꦣꦶ
ꦫꦸꦫꦸꦃꦱꦂꦠꦮꦱꦶꦱ꧀ꦱꦩꦸꦧꦫꦔꦶꦥꦸꦤ꧀
Tembang mijil termasuk kedalam salah satu dari 11 tembang macapat yang ada. Tembang macapat merupakan tembang yang berisi tentang nasehat dan petuah hidup kepada manusia bagaimana kita seharusnya menjadi manusia yang beakhlak mulia, isi dari ke 11 tembang macapat ini menceritakan kehidupan manusia dari mulai awal dilahirkan hingga akhirnya meninggal dunia.
Salah satu tembang tersebut adalah tembang mijil, tembang mijil ini terdiri dari 6 guru gatra(baris), dan juga memiliki guru wilangan dan guru lagu 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6a. Tembang mijil harus selalu mengikuti aturan guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu tersebut. Mijil memiliki arti yaitu lahirnya manusia ke dunia
Lirik tembang mijil :
Poma kaki podo dipun eling (tingkah laku harus diperhatikan)
Ing pitutur ingong (di perkataan dan perbuatan)
Sira uga satriya arane (bertindak yang adil)
Kudu anteng jatmiko ing budi (harus anteng di tingkah laku)
Ruruh sarta wasis (berpengetahuan tinggi)
Samubarangipun (segala galanya)
Contoh diatas merupakan salah satu lirik tembang mijil yang umum kita jumpai,berdasarkan arti tiap larik nya tembang mijil ini menceritakan sebuah nasehat atau pitutur kang luhur yang diberikan kepada sang anak yang baru lahir. Saat bayi pertama kali lahir baru mengenal dunia pertama kali, ia diberikan wewenang untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Ia dihadirkan agar dapat menjadi manusia hingga nanti suatu saat pasti kembali kepada-Nya dengan damai.
Tembang macapat mijil memiliki watak welas asih, pengharapan, laku prihatin dan tentang cinta. Tembang macapat mijil banyak sekali digunakan untuk media sebagai pemberi nasihat, cerita cinta, dan ajaran kepada manusia untuk selalu kuat serta tabah menjalani hidup.
Tembang mijil menggambarkan salah satu fase dari kehidupan kita di dunia ini, jika kita cermati lagi ke-11 tembang macapat yang ada memiliki nilai-nilai luhur yang sangat tinggi yang harus kita jaga kelestariannya, kita sebagai generasi muda indonesia, kita sebagai generasi penerus bangsa seharusnya mencintai budaya yang ada di indonesia, karna budaya ini merupakan identitas kita sebagai bangsa indonesia. Jika tidak maka unsur-unsur budaya yang benilai tinggi iniakan hilang terkikis oleh waktu.
Tembang mijil. adalah tembang asli Jawa kedua setelah maskumambang. Mijil menceritakan tentang anak diharapkan menjadi anak yang baik. mijil merupakan tembang nasehat.
Mijil :
Guru gatra: 6
Guru wilangan, lan guru lagu : 10i, 6o, 10e, 10i, 6i, 6a.
Lirik tembang mijil :
Poma kaki podo dipun eling (tingkah laku harus diperhatikan)
Ing pitutur ingong (di perkataan dan perbuatan)
Sira uga satriya arane (bertindak yang adil)
Kudu anteng jatmiko ing budi (harus anteng di tingkah laku)
Ruruh sarta wasis (berpengetahuan tinggi)
Samubarangipun (segala galanya)
Makna tembang mijil :
Menurut penyimpulan tembang mijil ini bermakna kita sebagai manusia itu harus hidup dengan sopan, santun, menjaga perkataan, perbuatan, serta tindakan harus adil. dan juga harus berpengetahuan tinggi terhadap segalanya.
Contoh Tembang Mijil
Guru Gatra = 6
Mijil memiliki 6 larik atau baris kalimat.
Guru Wilangan = 10, 6, 10, 10, 6, 6
Kalimat pertama berjumlah 10 suku kata, Kalimat ke dua berjumlah 6 suku kata, dan seterusnya hingga kalimat ke 6 berjumlah 6 suku kata.
Guru Lagu = i, o, e, i, i, o
Akhir suku kata dari masing-masing kalimat bervokal i, o, e, i, i, o.
Aturan guru gatra, guru lagu dan guru wilangan Tembang Mijil yaitu:
10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6o
Watak: watake wedharing rasa pangrasaning ati. Cocok kanggo pasemon crita kang ngemu pitutur, lan uga cocok kanggo tembang ngungrum (gandrung). Watak Mijil atau karakter rasa yang digambarkan adalah tentang keterbukaan pikiran, sehingga tembang ini sangat cocok digunakan untuk mengajarkan tentang nasehat, dan juga kisah tentang kasih sayang juga asmara.
Mijil merupakan tembang Macapat kedua setelah Maskumambang. Mijil juga memiliki pengertian sama dengan pamjil, wijil, wiyos, raras, medal, sulastri yang artinya keluar/lahir. Ini adalah fase bayi, dimana kita mulai mengenal kehidupan dunia. Kita belajar bertahan di alam baru.
Mijil menceritakan sebuah bagian kisah kehidupan manusia yang menggambarkan tentang sebuah biji atau benih yang lahir ke dunia.Gambaran dari dimulainya perjalanan seorang anak manusia yang masih suci dan masih memerlukan perlindungan.
Contoh Tembang Mijil :
Poma kaki dipun eling (10i)
Ing pitutur ingong (6o)
Sira uga satriya arane (10e)
Kudu anteng jatmika ing budi (10i)
Ruruh sarta wasis (6i)
Samubarangipun (6o)
Mijil merupakan satu di antara jenis tembang macapat. Mijil berasal dari kata bahasa Jawa, "wijil", artinya keluar.
Tembang mijil memiliki makna saat anak manusia terlahir ke dunia dari rahim ibunya, pada saat itu anak tidak berdaya dan membutuhkan pelindungan serta kasih sayang dari orang tua.
Penjelasan lain mengatakan bahwa makna lahir di sini adalah munculnya keinginan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Jika kata "mijil", artinya sebagai bayi yang baru lahir atau orang yang ingin memulai berbuat baik, pada dasarnya manusia memiliki sifat yang lemah.
Itulah mengapa manusia membutuhkan nasihat-nasihat, arahan serta perlindungan. Maka, muncul tembang macapat mijil sebagai solusinya.
Macapat mijil banyak digunakan sebagai media untuk memberi nasihat dan ajaran kepada manusia agar selalu kuat serta tabah dalam menjalani kehidupan.
Dalam kandungan lirik mijil, masyarakat Jawa memercayai bahwa tembang tersebut memiliki makna, tata nilai, dan etika yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup.
Berikut beberapa contoh Tembang Mijil :
(1)
Wulang estri kang wus palakrami
Lamun pinitados
Amengkoni mring balewismane
Among putra marusentanabdi
Den angati-ati
Ing sadurungipun
(2)
Madya ratri kentarnya mangikis,
Sira Sang lir sinom,
Saking taman miyos butulane,
Datan wonten cethine udani,
Lampahe lestari,
Wus ngambah marga Gung.
(3)
Angenglengi lelangening langit,
wulan meh mangulon,
lir nganglangi buwana langene,
kalong kalang agolong tumiling,
lir kadya sung peling,
samar dalu dalu.
(4)
Kyeh kadulu lelangening latri,
kang trenggana abyor,
ing gegana ambabar sekare,
lintang wuluh renyep-renyep kadi,
remengga asrining,
seneke kang gelung.
(5)
Geter pater dhedhet herawati,
kilat thathit mawor,
obar-abir ambabar pinggire,
kelap-kelap kelamban belani,
lelidhah lumindhih,
Sang Kusuma ngadhuh.
(6)
Dene lelidhah lidhudhah sedhih,
kelabe tan adoh,
laraping kilat singga angawe,
obar-abir ambabar ing pinggir,
lir kadya ngobori,
mring kang lampah dalu.
(7)
Kumpang-kumpan rame pinggir margi,
lir sabdanig kayon,
rerep angresbarungan walang krek,
singga mudada ingkang lumaris,
beluk miwah kolik,
kadya celuk-celuk.
(8)
Kongkang ngungkung jroning jurang terbis,
barung canggeret nong,
lir pradangga barungan arame,
puyuh meluh saingga nyalahi,
pepelung melingi,
melung lir anulung.
(9)
Wulang estri kang wus palakrami
Lamun pinitados
Amengkoni mring balewismane
Among putra marusentanabdi
Den angati-ati
Ing sadurungipun
Artinya :
Nasihat untuk wanita yang sudah berumah tangga
Hendaknya dapat dipercaya
Melindungi rumah tangganya
Mengasuh anak, maru keluarga dan abdi
Selalu berhati-hati
Sebelum melakukan sesuatu.
(10)
Madya ratri kentarnya mangikis,
Sira Sang lir sinom,
Saking taman miyos butulane,
Datan wonten cethine udani,
Lampahe lestari,
Wus ngambah marga Gung.
Artinya :
Tengah malam suasana mencekam,
Dia Sang pemuda,
Dari taman keluar pintu belakang,
Tidak ada yang menanyai,
Perjalanannya selamat,
Sudah sampai jalan besar.
(11)
Angenglengi lelangening langit,
wulan meh mangulon,
lir nganglangi buwana langene,
kalong kalang agolong tumiling,
lir kadya sung peling,
samar dalu dalu.
Artinya :
Merenungi keindahan langit
Bulan beranjak ke barat
Seperti mengitari bumi indahnya
Samar malam malam
(12)
Kyeh kadulu lelangening latri,
kang trenggana abyor,
ing gegana ambabar sekare,
lintang wuluh renyep-renyep kadi,
remengga asrining,
seneke kang gelung.
(13)
Geter pater dhedhet herawati,
kilat thathit mawor,
obar-abir ambabar pinggire,
kelap-kelap kelamban belani,
lelidhah lumindhih,
Sang Kusuma ngadhuh.
(14)
Dene lelidhah lidhudhah sedhih,
kelabe tan adoh,
laraping kilat singga angawe,
obar-abir ambabar ing pinggir,
lir kadya ngobori,
mring kang lampah dalu.
(15)
Kumpang-kumpan rame pinggir margi,
lir sabdanig kayon,
rerep angresbarungan walang krek,
singga mudada ingkang lumaris,
beluk miwah kolik,
kadya celuk-celuk.
(16)
Kongkang ngungkung jroning jurang terbis,
barung canggeret nong,
lir pradangga barungan arame,
puyuh meluh saingga nyalahi,
pepelung melingi,
melung lir anulung.
(17)
Lawa-lawa maliweran kadi,
ngaweran kang lolos,
pecruk kacer angleper ibere,
saking wuri tumutur nglancangi,
ing ngarsa sang dewi,
lir tuduh marga gung.
(18)
Rangu-rangu risang kadi Ratih,
pan sarwi amirong,
rasa-rasa tumindak lampahe,
kang kudhasih munya ngasih-asih,
pangangsahe kadi,
tangisireng dalu.
(19)
Bang-bang wetan wayahe kang wengi,
mrebabak sumorot,
angenani Sang ayu citrane,
teturutan lir wastra maceti,
singga pangadhanging,
kang pinaran ing kung.
(20)
Ri Sang Parta sesaji asalin,
nira sang lir sinom,
Hyang Aruna saman wijile,
mentas saking wening jalanidhi,
mungup mulep mungging,
udayaning gunung.
(21)
Ngenthit-ngenthit singga ngintip-intip,
marang kang mimba Ion,
kathah kadi dulure lampahe,
wong sapasar maring ing nagari,
nyimpang Sang lir Ratih,
saking ing marga gung.
(22)
Manjing wana tan etang pringganing,
marga jurang sigrong,
grenging ori-ori pepinggire,
nuting ngereng-ereng jurang terbis,
peperenge miring,
parang curi cerung.
(23)
Jurang bambing pinggir anggaligir,
ingkang rompoh-rompoh,
embes-embes barabas rembese,
nginggil bondhot bundhet ri panjalin,
siluk-siluk sungil,
mangap singup-singup.
(24)
Toya mijil saking lambung wukir,
gumrujug toyanjog,
tirta jroning jurang gumarenjeng,
lir tinalang kekalene mili,
tetilase limit,
lelumute lunyu.
(25)
Kang bebaya wus tan bebayani,
margewuh tan ewoh,
sampun langkung Sang Retna lampahe,
saking jroning jurang sigrong ori,
ngambah wana radin,
terataban ngayun.
(26)
Sata wana barungan munya njrit,
manyura nyengunglong,
kadya nguwuh ngampirken lampahe,
myang kukila andon rame mungging,
mandira geng asri,
ngaturi sesuguh.
(27)
Singa warak andanu kang sami,
kapranggul kapregok,
nggiwar ajrih akongas gandane,
wruh kalamun wanodya linuwih,
trah kusuma sayekti,
rumembesing madu.
(28)
Buron ageng-ageng samya nebih,
lumakyeng ngarsa doh,
ana ingkang rumekseng wurine,
miwah ingkang munggeng kanan-keri,
lir kadya njajari,
ngiring ngurung-urung.
(29)
Silir lumreng satepining margi,
sasekaran abyor,
neka warna duk sedheng panjrahe,
argula manglung sekare kadi,
lumaku pinethik,
mring Sang Ratnaning Rum.
(Serat Srikandhi Maguru Manah)
(30)
Dedalane guna lawan sekti,
kudu andhap asor,
Wani ngalah dhuwur wekasane, Tumungkula yen dipun dukani,
Bapang den simpangi,
Ono catur mungkur
(31)
Wulang estri kang wus palakrami
Lamun pinitados
Amengkoni mring balewismane
Among putra marusentanabdi
Den angati-ati
Ing sadurungipun
Artinya:
Nasihat ini diberikan kepada wanita yang sudah berkeluarga
Sebaiknya dapat dipercaya
Menjaga rumah tangganya
Mengasuh anak, maru keluarga dan abdi
Selalu berhati-hati
Sebelum suatu keputusan
(32)
Poma kaki padha dipuneling,
Ing pitutur ingong,
Sira uga satriya arane,
Kudu anteng jatmika ing budi,
Ruruh sarta wasis,
Samubarangipun.
Artinya :
Wahai anakku selalu ingatlah
Atas nasihat yang kuberikan
Dirimu juga seorang satria
Harus tenang dan berbudi luhur
Sabar serta ahli
Dalam segala hal
(33)
Madya wengi kentarnya mangikis,
Sira Sang lir anom,
Saking taman miyos butulane,
Datan wonten cethine udani,
Lampahe lestari,
Wus ngambah marga Gung.
Artinya :
Tengah malam suasana menakutkan
Dia Sang pemuda,
Dari taman lewat pintu belakang,
Tidak ada yang menanyai,
Perjalanannya selamat,
Sudah sampai jalan besar.
(34)
Lan densami mantep maring becik,
lan ta wekas ingong,
aja kurang iya panrimane,
yen wus tinitah maring Hyang Widhi,
ing badan puniki,
wus papancenipun.
Artinya :
Dan selalu mantap dalam kebaikan
Dan juga pesanku
Jangan sampai kurang syukurnya
Jika sudah menjadi kehendak Tuhan
Kepada diri ini
Sudah menjadi ketetapanNya
(35)
Lan den nedya prawira ing batin,
Nanging aja katon,
Sasabana yen durung mangsane,
Kekendelan aja wani mingkis,
Wiweka ing batin,
Den samar den semu
Artinya :
Dan tumbuhkanlah sikap satria di dalam batin
Namun jangan diperlihatkan
Rahasiakan jika sampai pada masanya
Atas keberaniannya jangan sampai dihilangkan
Tatalah dalam batinmu
Agar menjadi samar dan semu.
(36)
Ana wong narima wus titahing,
Hyang pan dadi awon,
lan ana wong tan nrima titahe,
Ing wekasan iku dadi becik,
Kawruhana ugi,
Aja salang surup.
Artinya :
Ada orang yang sudah menerima ketentuan dari
Tuhan namun menjadi tidak baik
Dan ada juga orang yang tidak bisa menerima ketentuan-Nya
Pada akhirnrya ada yang menjadi baik
Pahami juga hal itu
Jangan salah mengartikan
(37)
Lan densami mantep maring becik,
lan ta wekas ingong,
Aja kurang iya panrimane,
Yen wus tinitah maring Hyang Widhi,
Ing badan puniki,
Wus papancenipun.
Artinya :
Dan selalu teguhlah dalam kebaikan
Dan juga wasiatku
Jangan sampai lupa untuk bersyukur
Jika sudah menjadi kehendak Tuhan
Kepada diri ini
Sudah menjadi ketetapanNya
(38)
Yen wong bodho kang tan nedya ugi,
Tatakon titiron,
Anarima ing titah bodhone,
Iku wong narima nora becik,
Dene ingkang becik,
Wong narima iku
Artinya :
Jika orang bodoh yang tidak menginginkan untuk
Bertanya dan meniru
Dan hanya menerima saja atas kebodohannya
Itu orang yang menerima ketetapan tuhan dengan cara tidak baik
Sedangkan yang baik adalah
Orang menerima ketetapan-Nya
(39)
Ana wong narima wus titahing
Hyang pan dados awon
lan ana wong tan nrima gesange
Ing pungkasan iku dadi becik
Kawruhana ugi
Sampun salang surup
Artinya :
Ada orang yang ikhlas menerima ketetapan dari
Tuhan namun kemudian menjadi tidak baik
Dan ada juga orang yang tidak bisa menerima ketentuan-Nya
Pada akhirnrya ada yang menjadi baik
Pahami juga hal itu
Jangan sampai salah mengartikan
(40)
Yen wong bodho kang tan nedya ugi
Tatakon titiron
Anarima ing titah bodhone
Iku wong narima nora becik
Dene ingkang becik
Wong ngupaya iku.
Artinya :
Jika orang bodoh yang tidak berusaha untuk
Bertanya dan mencontoh
Dan hanya ikhlas dengan kebodohannya
Itulah orang yang ikhlas tetapi tidak baik
Sedangkan yang baik adalah
Orang berusaha mengubahnya
Imajiner Nuswantoro


