Amanat Galunggung (Prabu Guru Darmasiksa)
Amanat Galunggung adalah sebuah naskah kuno Sunda dari abad ke-15 yang berisi nasihat moral dan petunjuk untuk mempersiapkan masa depan dengan mengingat masa lalu. Naskah ini mengandung ajaran tentang pentingnya mempertahankan tanah air, menghormati leluhur, pentingnya kesadaran sejarah ($'hana nguni hana mangke'), serta nasihat untuk berbuat bijaksana, bersikap rendah hati seperti padi, dan menjaga silaturahmi.
Isi dan makna utama
- Pentingnya menjaga "kabuyutan":
- Naskah ini menekankan agar tanah yang disakralkan ($kabuyutan), yaitu Galunggung itu sendiri, harus dijaga agar tidak jatuh ke tangan orang asing.
Hubungan masa lalu dan masa depan :
Ungkapan
Hanangunihanamangke,tanhanangunitanhanamangkecap H a n a n g u n i h a n a m a n g k e comma t a n h a n a n g u n i t a n h a n a m a n g k e
𝐻𝑎𝑛𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑖ℎ𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛𝑔𝑘𝑒,𝑡𝑎𝑛ℎ𝑎𝑛𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑖𝑡𝑎𝑛ℎ𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛𝑔𝑘𝑒
" yang berarti "Ada dahulu, ada sekarang; tidak ada dahulu, tidak akan ada sekarang" menjadi moto utama yang menekankan pentingnya mengingat sejarah untuk membangun masa kini dan masa depan.
Nasihat moral:
- Kerendahan hati: "Hendaklah berbuat baik seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk".
- Kejujuran dan kebijaksanaan: Tekad, ucapan, dan tindakan harus bijaksana dan jujur.
- Menghargai leluhur: Pentingnya berbakti kepada para leluhur yang telah berjasa mempertahankan tanah air.
- Kesaktian dan kejayaan:
Disebutkan bahwa siapa yang berhasil mempertahankan Galunggung akan mendapatkan kesaktian, unggul dalam perang, dan kejayaan.
- Penemuan dan penamaan
Penemuan :
Naskah ini ditemukan di sebuah kabuyutan di Kabupaten Garut dan ditulis dalam bahasa dan aksara Sunda Kuna.
Penamaan :
Judul "Amanat Galunggung" diberikan oleh Saleh Danasasmita dan rekan-rekannya (1987) karena isinya dianggap sebagai amanat dari Galunggung.
Pentingnya naskah ini
- Sebagai sumber belajar etika, sejarah, dan nilai-nilai kepemimpinan bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam konteks sejarah Jawa Barat.
- Memberikan pandangan yang mendalam tentang hubungan sebab-akibat dalam sejarah dan bagaimana masa lalu menjadi fondasi masa depan.
Mari kita sejenak menengok kembali jauh ke masa silam. Masa dimana kemanusiaan masih diwarnai oleh kesejatian yang menjunjung tinggi dan memegang teguh nilai dan adab yang telah diwariskan oleh para karuhun dan pepunden.
Petuah, tutur yang diajarkan oleh para karuhun dan pepunden layak untuk dihadirkan kembali sebagai sebuah proses refleksi dan retrospeksi guna menemukan kembali nilai dan adab kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang saat ini telah tergerus oleh nafsu penghambaan keduniawian.
Kisah ini berawal dari Kerajaan Saunggalah I (Wilayah Kuningan sekarang) yang keberadaannya ditengarai sejak awal abad 8M seperti yang tercatat dalam naskah lama Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa dengan nama Saunggalah. Adalah Rahyang Sempakwaja Penguasa Galunggung, sang ayahanda, yang mendudukkan Resiguru Demunawan kakak kandung Purbasora (Raja di Galuh 716-732M) menjadi raja di Saunggalah I.
Penyebutan gelar Resiguru dalam sejarah Sunda hanya diberikan kepada tiga orang tokoh, yaitu :
1. Resiguru Manikmaya (Raja di Kendan, 536-568M),
2. Resiguru Demunawan (di Saunggalah I/Kuningan, awal abad 8M) dan
3. Resiguru Niskala Wastu Kancana (Raja di Kawali, 1371-1475M).
Resiguru adalah gelar yang sangat terhormat bagi seorang raja yang telah membuat/menurunkan suatu “AJARAN” (philosophy grondslag, the way of live) yang menjadi pedoman hidup bagi keturunannya.
Dengan gelaran Resiguru yang disandangnya tentu Resiguru Demunawan pun menurunkan“AJARAN”-nya. Adalah seorang keturunannya yang kemudian menjadi Raja di Saunggalah I (Kuningan) dan kemudian pindah menjadi raja di Saunggalah II (Mangunreja/Sukapura) yaitu PRABUGURU DARMASIKSA (1175-1297 M, 122 tahun!) yang nantinya kemudian mengaktualisaksikan ajaran-ajaran karuhunnya.
Prabuguru Darmasiksa pertama kali memerintah di Saunggalah I (persisnya sekarang di desa Ciherang, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan selama beberapa tahun) yang selanjutnya diserahkan kepada puteranya dari istrinya yang berasal dari Darma Agung, yang bernama Prabu Purana (Premana?).
Setelah Prabuguru Darmasiksa hijrah ke Saunggalah II (sekarang daerah Mangunreja di kaki Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya), kerajaan lalu diserahkan kepada putranya yang bernama Prabu Ragasuci. Adapun Prabuguru Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Karajaan Sunda (Pakuan) sampai akhir hayatnya.
Prabuguru Darmasiksa adalah tokoh yang kemudian berperan besar dalam mengkompilasi dasar-dasar pandangan Hidup/ajaran hidup berupa nasehat dan pitutur dalam suatu naskah tertulis. Naskah yang dikenal sebagai AMANAT DARI GALUNGGUNG atau disebut juga sebagai NASKAH CIBURUY (nama tempat di Garut Selatan tempat ditemukan naskah Galunggung tsb) diidentifikasi sebagai KROPAK No.632, yang ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar dimana terdiri atas 12 halaman; menggunakan aksara Sunda Kuna. Naskah ini kemudian lebih dikenal sebagai “AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA”.
Amanat Prabuguru Darmasiksa dirangkum dari setiap halaman yang diberi nomor sesuai dengan terjemahan Saleh Danasasmita dkk, 1987.
Sistematika rangkuman tersebut terbagi dalam 4 pokok :
1. Amanat yang bersifat pegangan hidup /cecekelan hirup.
2. Amanat yang bersifat perilaku yang negatif (non etis) ditandai dengan kata penafikan “ulah” (jangan).
3. Amanat yang bersifat perilaku yang positif (etis) ditandai dengan kata imperatif “kudu” (harus).
4. Kandungan nilai, sebagai interpretasi penulis.
AMANAT PRABU GURU DARMASIKSA
HALAMAN 1
Pegangan Hidup:
Prabu Darmasiksa menyebutkan lebih dulu 9 nama-nama raja leluhurnya.
Darmasiksa memberi amanat ini adalah sebagai nasihat kepada: anak, cucu, umpi (turunan ke-3), cicip (ke-4), muning (ke-5), anggasantana (ke-6), kulasantana (ke-7), pretisantana (ke-8), wit wekas ( ke-9, hilang jejak), sanak saudara, dan semuanya.
Kandungan Nilai:
-:Mengisyaratkan kepada kita bahwa harus menghormati/mengetahui siapa para leluhur kita. Ini kesadaran akan sejarah diri.
- Mengisyaratkan pula kesadaran untuk menjaga kualitas keturunannya dan seluruh insan-insan masyarakatnya.
HALAMAN 2
Pegangan Hidup:
Perlu mempunyai kewaspadaan akan kemungkinan dapat direbutnya kemuliaan (kewibawaan dan kekuasaan) serta kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.
Perilaku Yang Negatif:
- Jangan merasa diri yang paling benar, paling jujur, paling lurus.
- Jangan menikah dengan saudara.
- Jangan membunuh yang tidak berdosa.
- Jangan merampas hak orang lain.
- Jangan menyakiti orang yang tidak bersalah.
- Jangan saling mencurigai.
Kandungan Nilai:
- Sebagai suatu bangsa harus tetap waspada, tidak boleh lengah jangan sampai kekuasaan dan kemuliaan kita/Sunda direbut/didominasi oleh orang asing.
- Kebenaran bukan untuk diperdebatkan tapi untuk diaktualisasikan.
- Pernikahan dengan saudara dekat tidak sehat.
- Segala sesuatu harus mengandung nilai moral.
HALAMAN 3
Pegangan Hidup:
- Harus dijaga kemungkinan orang asing dapat merebut kabuyutan (tanah yang disakralkan).
- Siapa saja yang dapat menduduki tanah yang disakralkan (Galunggung), akan beroleh kesaktian, unggul perang, berjaya, bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
- Bila terjadi perang, pertahankanlah kabuyutan yang disucikan itu.
- Cegahlah kabuyutan (tanah yang disucikan) jangan sampai dikuasai orang asing.
- Lebih berharga kulit lasun (musang) yang berada di tempat sampah dari pada raja putra yang tidak bisa mempertahankan kabuyutan/tanah airnya.
Perilaku Yang Negatif:
- Jangan memarahi orang yang tidak bersalah.
- Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang telah mampu mempertahankan tanahnya (kabuyutannya) pada jamannya.
Kandungan Nilai:
- Tanah kabuyutan, tanah yang disakralkan, bisa dimaknai sebagai tanah air (ibu pertiwi).
- Siapa yang bisa menjaga tanah airnya akan hidup bahagia.
- Pertahankanlah eksistensi tanah air kita itu. Jangan sampai dikuasai orang asing.
- Alangkah hinanya seorang anak bangsa, jauh lebih hina dan menjijikan dibandingkan dengan kulit musang -yang berbau busuk- yang tercampak di tempat sampah, bila anak bangsa tersebutsb tidak mampu mempertahankan tanah airnya.
- Hidup harus memilikii etika.
HALAMAN 4
Pegangan Hidup:
- Hindarilah sikap tidak mengindahkan aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri.
- Orang yang melanggar aturan, tidak tahu batas, tidak menyadari akan nasihat para leluhurnya, sulit untuk diobati sebab diserang musuh yang “halus”.
- Orang yang keras kepala, yaitu orang yang ingin menang sendiri, tidak mau mendengar nasihat ayah-bunda, tidak mengindahkan ajaran moral (patikrama). Ibarat pucuk alang-alang yang memenuhi tegal.
Kandungan Nilai:
- Hidup harus tunduk kepada aturan, termasuk mentaati “pantangan” diri sendiri. Ini menyiratkan bahwa manusia harus sadar hukum, bermoral dan tahu batas serta dapat mengendalikan dirinya sendiri.
- Orang yang moralnya rusak sulit diperbaiki, sebab terserang penyakit batin (hawa nafsunya), termasuk orang yang keras kepala.
HALAMAN 5
Pegangan Hidup:
- Orang yang mendengarkan nasihat leluhurnya akan tenteram hidupnya, berjaya. Orang yang tetap hati seibarat telah sampai di puncak gunung.
- Bila kita tidak saling bertengkar dan tidak merasa diri paling lurus dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia akan tenteram, ibarat gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening airnya; seperti kita kembali ke kampung halaman tempat berteduh.
- Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan hidup kita semua.
- Jangan kosong (tidak mengetahui) dan jangan merasa bingung dengan ajaran keutamaan dari leluhur.
- Semua yang dinasihatkan bagi kita semua ini adalah amanat dari Rakeyan Darmasiksa.
Kandungan Nilai:
- Manusia harus rendah hati jangan angkuh.
- Agama sebagai pegangan hidup harus ditegakkan.
- Pengetahuan akan nilai-nilai peninggalan para leluhur harus didengar dan dilaksanakan.
HALAMAN 6
Pegangan Hidup:
- Sang Raja Purana merasa bangga dengan ayahandanya (Rakeyan Darmasiksa), yang telah membuat ajaran/pegangan hidup yang lengkap dan sempurna.
Bila ajaran Darmasiksa ini tetap dipelihara dan dilaksanakan maka akan terjadi :
- Raja pun akan tenteram dalam menjalankan tugasnya;
- Keluarga/tokoh masyarakat akan lancar mengumpulkan bahan makanan.
- Ahli strategi akan unggul perangnya.
- Pertanian akan subur.
- Panjang umur.
SANG RAMA (tokoh masyarakat) bertanggung jawab atas kemakmuran hidup.
SANG RESI (cerdik pandai, berilmu), bertanggung jawab atas kesejahteraan.
SANG PRABU (birokrat) bertanggung jawab atas kelancaran pemerintahan.
Perilaku Yang Negatif:
- Jangan berebut kedudukan.
- Jangan berebut penghasilan.
- Jangan berebut hadiah.
Perilaku Yang Positif:
- Harus bersama- sama mengerjakan kemuliaan, melalui: perbuatan, ucapan dan itikad yang bijaksana.
Kandungan Nilai:
- Seorang ayah/orang tua harus menjadi kebangagan puteranya/keturunannya.
- Melaksanakan ajaran yang benar secara konsisten akan mewujudkan ketenteraman dan keadil-makmuran.
- Bila tokoh yang tiga (Rama, Resi dan Prabu), biasa disebut dengan Tri Tangtu di Bumi (Tiga penentu di Dunia), berfungsi dengan baik, maka kehidupan pun akan sejahtera.
- Hidup jangan serakah.
- Kemuliaan itu akan tercapai bila dilandasi dengan tekad, ucap dan lampah yang baik dan benar.
HALAMAN 7
Pegangan Hidup:
- Kita akan menjadi orang terhormat dan merasa senang bila mampu menegakkan agama/ajaran.
- Kita akan menjadi orang terhormat/bangsawan bila dapat menghubungkan kasih sayang/silaturahmi dengan sesama manusia.
- Itulah manusia yang mulia.
- Dalam ajaran patikrama (etika), yang disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja, yaitu apa yang kita kerjakan.
- Buruk amalnya ya buruk pula tapanya, sedang amalnya ya sedang pula tapanya; sempurna amalnya/kerjanya ya sempurna tapanya.
- Kita menjadi kaya karena kita bekerja, berhasil tapanya.
- Orang lainlah yang akan menilai pekerjaan/tapa kita.
Perilaku Yang Positif:
- Tekad, ucapan dan tindakan haruslah bijaksana.
- Harus bersifat hakiki, bersungguh-sungguh, memikat hati, suka mengalah, murah senyum, berseri hati dan mantap bicara.
Perilaku Yang Negatif:
- Jangan berkata berteriak, berkata menyindir-nyindir, menjelekkan sesama orang dan jangan berbicara mengada-ada.
Kandungan Nilai:
- Manusia yang mulia itu adalah yang taat melaksanakan agama/ajaran dan mempererat silaturahmi dengan sesama orang.
- Dalam pemahaman budaya Sunda, yang disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja/berkarya.
- Etika dan tatakrama dalam bermasyarakat perlu digunakan.
HALAMAN 8
Pegangan Hidup:
- Bila orang lain menyebut kerja kita jelek, yang harus disesali adalah diri kita sendiri.
- Tidak benar, karena takut dicela orang, lalu kita tidak bekerja/bertapa.
- Tidak benar pula bila kita bekerja hanya karena ingin dipuji orang.
- Orang yang mulia itu adalah yang sempurna amalnya, dia akan kaya karena hasil tapanya itu.
- Camkan ujaran para orang tua agar masuk surga di kahiyangan.
- Kejujuran dan kebenaran itu ada pada diri sendiri.
- Itulah yang disebut dengan kita menyengaja berbuat baik.
Perilaku Yang Positif:
Yang disebut berkemampuan itu adalah :
- Harus cekatan, terampil, tulus hati, rajin dan tekun, bertawakal, tangkas, bersemangat, seperti perwira/berjiwa pahlawan, cermat, teliti, penuh keutamaan dan berani tampil. Yang dikatakan semua ini itulah yang disebut orang yang BERHASIL TAPANYA, BENAR-BENAR KAYA, KESEMPURNAAN AMAL YANG MULIA.
Kandungan Nilai:
- Manusia perlu inward looking untuk melakukan refleksi, introspeksi dan retrospeksi.
- Jangan menyalahkan orang lain.
- Berkerja harus ikhlas jangan karena ingin dipuji orang.
- Orang yang mulia itu adalah orang yang bekerja/beramal/berkarya.
- Kejujuran dan kebenaran ada di dalam diri pribadi, itu adalah hati nurani.
- Manusia yang mulia itu adalah mereka yang mempunyai kualitas kemanusiaan prima.
HALAMAN 9
Pegangan Hidup:
- Perlu diketahui bahwa yang mengisi neraka itu adalah manusia yang suka mengeluh karena malas beramal; banyak yang diinginkannya tetapi tidak tersedia di rumahnya; akhirnya meminta-minta kepada orang lain.
Perilaku Yang Negatif:
- Arwah yang masuk ke neraka itu dalam tiga gelombang, berupa manusia yang pemalas, keras kepala, pandir/bodoh, pemenung, pemalu, mudah tersinggung/barbarian, lamban, kurang semangat, gemar tiduran, lengah, tidak tertib, mudah lupa, tidak punya keberanian/pengecut, mudah kecewa, keterlaluan/luar dari kebiasaan, selalau berdusta, bersungut-sungut, menggerutu, mudah bosan, segan mengalah, ambisius, mudah terpengaruh, mudah percaya padangan omongan orang lain, tidak teguh memegang amanat, sulit hat, rumit mengesalkan, aib dan ista.
Kandungan Nilai:
- Manusia perlu menyadari keadaan dirinya.
- Jangan konsumtif tetapi harus produktif dan pro aktif, beretos kerja tinggi serta mempunyai kepribadian dan berkarakater yang positif.
- Karater yang negatif membawa kesengsaraan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
HALAMAN 10
Pegangan Hidup:
- Orang pemalas tetapi banyak yang diinginkannya selalu akan meminta dikasihani orang lain. Itu sangat tercela.
- Orang pemalas seperti air di daun talas, plin-plan namanya. Jadilah dia manusia pengiri melihat keutamaan orang lain.
- Amal yang baik seperti ilmu padi makin lama makin merunduk karena penuh bernas.
- Bila setiap orang berilmu padi maka kehidupan masyarakat pun akan seperti itu.
- Janganlah meniru padi yang hampa, tengadah tapi tanpa isi.
- Jangan pula meniru padi rebah muda, hasilnya nihil, karena tidak dapat dipetik hasilnya.
Kandungan Nilai:
- Minta dikasihani orang itu adalah tercela.
- Manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan dan berakhlak mulia, sehingga kualitas dirinya prima, seperti padi yang bernas.
- Orang yang pongah, tidak berilmu dan berkarakter rendah tak ubahnya seperti padi hampa.
HALAMAN 11
Pegangan Hidup:
- Orang yang berwatak rendah, pasti tidak akan hidup lama.
- Sayangilah orang tua, oleh karena itu hati-hatilah dalam memilih pasangan, memilih hamba agar hati orang tua tidak tersakiti.
- Bertanyalah kepada orang-orang tua tentang agama hukum para leluhur, agar hidup tidak tersesat.
- Ada dahulu (masa lampau) maka ada sekarang (masa kini), tidak akan ada masa sekarang kalau tidak ada masa yang terdahulu.
- Ada pokok (pohon) ada pula batangnya, tidak akan ada batang kalau tidak ada pokoknya.
- Bila ada tunggulnya maka tentu akan ada batang (catang)-nya.
- Ada jasa tentu ada anugerahnya. Tidak ada jasa tidak akan ada anugerahnya.
- Perbuatan yang berlebihan akan menjadi sia-sia.
Kandungan Nilai:
- Orang berwatak rendah akan dibenci orang mungkin dibunuh orang, hidupnya tidak akan lama, namanya pun tidak dikenang orang dengan baik.
- Hormatilah dan senangkanlah ahti orang tua.
- Banyak bertanya agar hidup tidak tersesat.
- Kesadaran akan waktu dan sejarah.
- Kesadaran akan adanya “reward” yang harus diimbangi dengan jasa/kerja.
HALAMAN 12
Pegangan Hidup:
- Perbuatan yang berlebihan akan menjadi sia- sia, dan akhirnya sama saja dengan tidak beramal yang baik.
- Orang yang terlalu banyak keinginannya, ingin kaya sekaya-kayanya, tetapi tidak berkarya yang baik, maka keinginannya itu tidak akan tercapai.
- Ketidak-pastian dan kesemerawutan keadaan dunia ini disebabkan karena salah perilaku dan salah tindak dari para orang terkemuka, penguasa, para cerdik pandai, para orang kaya; semuanya salah bertindak, termasuk para raja di seluruh dunia.
- Bila tidak mempunyai rumah/kekayaan yang banyak ya jangan beristri banyak.
- Bila tidak mampu berproses menjadi orang suci, ya jangan bertapa.
Kandungan Nilai:
- Pekerjaan yang sia-sia sama saja dengan tidak berkarya.
- Tanpa berkarya tak akan tercapai cita-cita.
- Ketidak tenteraman di masyarakat karena para cerdik pandai, birokrat dan orang-orang kaya salah dalam berperilaku dan bertindak.
- Pandailah mengukur kemampuan diri, agar tidak sia-sia.
HALAMAN 13
Pegangan Hidup:
- Keinginan tidak akan tercapai tanpa berkarya, tidak punya keterampilan, tidak rajin, rendah diri, merasa berbakat buruk. Itulah yang disebut hidup percuma saja.
- Tirulah wujudnya air di sungai, terus mengalir dalam alur yang dilaluinya. Itulah yang tidak sia-sia. Pusatkan perhatian kepada cita-cita yang diinginkan. Itulah yang disebut dengan kesempurnaan dan keindahan.
- Teguh semangat tidak memperdulikan hal-hal yang akan mempengaruhi tujuan kita.
Kandungan nilai:
- Perhatian harus selalu tertuju/terfokus pada alur yang dituju.
- Senang akan keelokan/keindahan.
- Kuat pendirian tidak mudah terpengaruh.
- Jangan mendengarkan ucapan-ucapan yang buruk.
- Konsentrasikan perhatian pada cita-cita yang ingin dicapai.
Itulah intisari naskah AMANAT DARI GALUNGGUNG (KROPAK 632), yang disebut dengan AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA. Tuntunan ajaran para karuhun dan pepunden yang harus dijiwai kembali oleh para anak bangsa dan menjadi bekal untuk mewujudkan Indonesia yang adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan.
Amanat Galunggung
(Prabu Darmasiksa / Prabu Sanghyang Wisnu 962 M)
Batari Hyang memimpin Kerajaan Galunggung dengan bijaksana. Kepemimpinannya mampu membawa Kerajaan Galunggung pada kegemilangan, dan nasihat-nasihatnya tentang kehidupan, menjadi rujukan generasi berikutnya, tidak hanya di lingkungan Kerajaan Galunggung, tetapi juga dalam lingkup yang lebih besar. Asumsi ini didasari oleh keterangan yang bisa dibaca dari naskah Amanat Galunggung.
Dalam Amanat Galunggung, terdapat kalimat “jaga isos di carék nu kwalyat, ngalalwakon agama nu nyusuk na Galunggung, marapan jaya pran jadyan tahun, heubeul nyéwana, jaga makéyana patikrama, paninggalna sya séda”.
Terjemahannya :
Tetaplah mengikuti ucap orang tua, melaksanakan ajaran yang membuat parit pertahanan di Galunggung, agar unggul perang, serta tumbuh tanam-tanaman, lama berjaya panjang umur, sungguh-sungguhlah mengikuti patikrama warisan dari para suwargi.
Keterangan tersebut menunjukan bahwa isi amanat yang terdapat pada naskah Amanat Galunggung bersumber dari petuah-petuah Batari Hyang, yakni “yang membuat parit pertahanan di Galunggung”. Salah satu peringatan Sang Batari dalam amanatnya ialah agar anak-turunannya dapat selalu menjaga ajaran leluhur, dan jika tidak mampu maka lebih mulia kulit lasun di tempat sampah (muliana kulit lasun di jaryan).
Dalam Amanat Galunggung, juga terdapat ajaran Tri Tangtu Di Buana yaitu, Rama, Resi dan Ratu/Prabu. Ketiganya mempunyai tugas yang berbeda, tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, tidak ada di antara mereka yang berkedudukan lebih tinggi dari yang lainnya. Tugasnya setara dan sama-sama mulia, ketiga pemimpin tersebut harus bersama-sama menegakkan kebajikan dan kemuliaan melalui ucapan dan perbuatan.

Rama bertanggungjawab menentukan dan membentuk suatu ketentuan berdasarkan sifat dasar kebenaran untuk menjaga kemakmuran/ketenteraman, wilayah kekuasaannya disebut Jagad Daranan, memiliki sifat asih dan spiritualisme yang tinggi dan bijaksana serta meninggalkan kepentingan yang bersifat duniawi/ lahiriah.
Resi bertanggungjawab mempertahankan ketentuan berdasarkan sifat dasar kebaikan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup, wilayah kekuasaannya disebut Jagad Kreta. Memiliki sifat asah, berjiwa sebagai pendidik/guru yang berperan dalam bidangnya masing-masing untuk melatih keterampilan agar memiliki keahlian sesuai fungsinya masing-masing.
Sedangkan Ratu/Prabu bertanggungjawab melaksanakan tugas pemerintahan/kepemimpinan berdasar sifat manfaat/efektif, wilayah kekuasaannya disebut Jagad Palangka. Memiliki sifat asuh yang tugasnya mengasuh seluruh kegiatan tata negara dan menjaga sumber kekayaan negara, mereka disebut juga sebagai Pamong. Jagat daranan di sang rama, jagat kreta di sang resi, jagat palangka di sang prabu, demikian tertulis dalam naskah tersebut.
Dalam Amanat Galunggung juga banyak ajaran yang ditujukan untuk semua kalangan masyarakat. Antara lain tentang pentingnya memelihara sikap rendah hati, seperti yang dikenal sekarang dengan sebutan ilmu padi.
Na twah ra(m)pés dina urang, agamani(ng) paré, ma(ng)sana jumarun, telu daun, ma(ng)sana dioywas, gedé paré, ma(ng)sana bulu irung, beukah, ta karah nunjuk lang/ng/it, tanggah ta karah, kasép nangwa tu iya ngaranya, umeusi ta karah lagu tu(ng)kul, harayhay asak, tak karah ca(n)dukur, ngarasa manéh kaeusi.
Ada pun amal yang sempurna pada diri kita (adalah) ilmu padi: pada saat bertunas (sebesar jarum), keluar daun (tiga daun), saat disiangi, tumbuh dewasa, keluar kuncup (seperti bulu hidung), mekar buah, ya menunjuk langit, ya menengadah; indah tampang namanya. Setelah berisi tiba saat mulai merunduk, menguning masak ya makin runduk, karena merasa diri telah berisi.
Salah satu bagian yang tertulis dalam Amanat Galunggung dan banyak dikutip sebagai bait penuh makna tentang pentingnya menghargai sejarah, mengenal leluhur atau nenek moyang, adalah bagian berikut ini:
Hana nguni hana mangke
Tan hana nguni tan hana mangke Aya ma baheula hanteu tu ayeuna Hanteu ma beheula hanteu tu ayeuna Hana tunggak hana watang
Han hana tunggak tan hana watang Hana ma tunggulna aya tu catangna
Ada dahulu ada sekarang
Bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang Karena ada masa silam maka ada masa kini Bila tiada masa silam tak akan ada masa kini Ada tonggak tentu ada batang
Bila tak ada tonggak tak akan ada batang Bila ada tunggulnya tentu ada catangnya.
Amanat Galunggung memuat ajaran yang sangat luhur. Bisa jadi, amanat ini merupakan intisari dari ajaran Sunda yang dijadikan ageman para resi, prabu, rama, dan rakyat Sunda pada masa itu. Amanat Sang Batari Galunggung, semakin jelas dan menyebar lebih luas oleh penerusnya yang bernama Prabu Darmasiksa.
Naskahna
Naskah anu asalna ti Kabuyutan Ciburuy, Garut Kidul. Kiwari diteundeun di Perpustakaan Nasional RI kalawan nomor koleksi L 632 Peti 16 atawa koropak 632. Naskahna ditulis dina daun gebang atawa nu ku para ahli sok disebut nipah ngagunakeun mangsi hideung. Aksara nu digunakeun pikeun nuliskeun ieu naskah nyaéta aksara Sunda kuna, sedeng basana nyaéta basa Sunda kuna. Kandelna naskah aya 7 lambaran daun nipah atawa 13 kaca, unggal kaca ngandung 4 jajar tulisan. Ditulis dina wangun prosa.
Panalungtikan
Panalungtikan kana naskahna dimimitian ku Holle, Pleyte, jeung R.Ng. Poerbatjaraka, nyaéta ku cara ngalih-aksarakeun tur narjamahkeun dina basa Walanda. Naon nu dipilampah ku para sarjana éta téh teu ngawengku sakabéh naskah. Hasil panalungtikan C.M. Pleyte dijudulan “Een Pseudo Padjadjaransche Kroniek” (Kronik Palsu Pajajaran).
Atja jeung Saléh Danasasmita nuluykeun hanca panalungtikan ku cara ngalih-aksarakeun tur narjamahkeun naskah sakabéhna kana basa Indonésia dina taun 1987. Nya Atja jeung Saléh Danasasmita anu ngajudulan ieu naskah Amanat Galunggung téh, sok sanajan éta kecap teu disebut dina naskahna mah.
Eusi Naskah
Eusi naskahna mangrupa papagon hirup pikeun para pamingpin dina wangun pépéling, nyaéta pépélingna Rakéan Darmasiksa, anu dianggap idéntik jeung raja Sunda nu nyekel kakawasaan taun 1175-1197, ka para putrana katut rundayanana.
Sababaraha piwuruk anu nyangkaruk dina ieu naskah téh, diantarana:
Ulah pacogrégan, ulah paheuras-heuras, sakuduna rukun gawé sauyunan boh dina laku lampah boh dina udagan hirup;
Ulah marebutkeun perkara jeung jelema anu geus bener, jujur, jeung hadé haté.
Ulah maéhan nu teu boga dosa, ngarebut hak nu teu boga dosa, nganyenyeri nu teu tuah teu dosa, ulah silih curiga.
Ulah marebutkeun kalungguhan atawa kakawasaan, jsté.
Prabu Darmasiksa
(Prabu Sanghyang Wisnu)
Lahir : tahun 962 M.
Gelar : Sang Rakéyan Darmasiksa, Pangupatiyan Sanghiyang Wisnu, Inya Nu Nyieun Sanghiyang Binayapanti, Nu Ngajadikeun Para Kabuyutan Ti Sang Rama, Ti Sang Resi, Ti Sang Disri, Ti Sang Tarahan, Tina Parahiyangan.
Raja Sunda Galuh ke - 25 : 1175 - 1297 M.
Orang Tua : ♂️Prabu Darmakusumah, ♀️Ratna Wisesa.
Istri : ♀️Puteri Saungggalah, ♀️Puteri Darmageng, ♀️Puteri Dewi Suprabha (Sriwijaya).
Anak : ♂️Prabu Raga Suci/ Sang Moketeng Taman, ♂️Rakeyan Jayadarma - Putra Mahkota Pakuan Pajajaran ( almarhum), ♂️Raja Purana.
Wafat : Pakwan, Sunda 1297 M.
Makam : Situs Badigul, Rancamaya.
Keterangan :
Raja Kerajaan Sunda Galuh bersatu yang memerintah antara tahun 1175 hingga 1297 di Pakuan, Bogor. Sebelumnya didahului oleh ayahnya, Prabu Darmakusuma (1157-1175) M.
Prabu Darmasiksa putra Prabu Darmakusuma Cucu Batari Hyang Janapati dari Kerajaan Galunggung. Ibunya Ratna Wisesa putri Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155-1157) penguasa Kerajaan Sunda Galuh. Prabu Darmasiksa mempunyai 3 orang isteri, yaitu:
Puteri Saungggalah, memperoleh putera Raja Purana, lahir tahun 1168 Masehi;
Puteri Darmageng, memperoleh putera, di antaranya Ragasuci yang bergelar Rahiyang Saunggalah;
Puteri Dewi Suprabha (Sriwijaya), memperoleh putera, Rahiyang Jayagiri atau Rahiyang Jayadarma.
Sang Darmasiksa, tahun 1175 Masehi, menggantikan tahta ayahnya, dengan nama nobat: Prabu Guru Darmasiksa Paramarta Sang Mahapurusa atau Sang Prabu Sanghyang Wisnu. la memerintah Kerajaan Sunda (termasuk Galuh dan Galunggung), beribu kota di Saunggalah I, Kuningan (persisnya sekarang di desa Ciherang,Kadugede, Kuningan, Kec. Kadugede, Kuningan, Kabupaten Kuningan selama beberapa tahun) yang selanjutnya diserahkan kepada puteranya dari istrinya yang berasal dari Darma Agung, yang bernama Prabu Purana.
Kemudian Prabuguru Darmasiksa pindah ke Saunggalah II (sekarang daerah Mangunreja di kaki Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya), yang nantinya kerajaan diserahkan kepada putranya yang bernama Prabu Ragasuci. Adapun Prabuguru Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Kerajaan Sunda (Pakuan) dan kedudukan pusat pemerintahan Kerajaan Sunda Galuh tahun 1187 Masehi, pindah ke Pakuan, Bogor sampai akhir hayatnya.
Imajiner Nuswantoro

