Ziarah Ke Makam Kuno Pasarean Sentono Boto Putih Surabaya
Situs makam Boto Putih atau Pasarean Agung Sentono Boto Putih lokasinya tidak jauh dari situs makam Sunan Ampel. Dari makam Sunan Ampel bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih 7 menit (750 m) melewati pasar souvenir yang menghubungkan makam Sunan Ampel dengan Sentono Boto putih.
Situs makam dengan luas kurang lebih 4000 meter persegi ini, terdiri dari 2 kompleks makam besar, yang pertama makam pangeran Lanang Dangiran, keturunan ke-8 dari Brawijaya V yang wafat pada tahun 1638.
Tokoh-tokoh yang dimakamkan di situs kompleks pemakaman ini, dan bentuk cungkup makam yang beragam mengikuti perkembangan zaman karena menurut penjaga makam yang kami temui kompleks pemakaman ini telah ada sejak abad ke-14 dan hingga saat ini, sebagian lokasi masih di gunakan sebagai lokasi pemakaman umum.
Kata ‘Sentono’ berasal dari bahasa sanskrta ‘stana‘ yang artinya tempat yang besar. Dalam bahasa Jawa kuno disebut pula ‘Hastana’ atau Astana. Hastana dalam lidah penduduk jawa disebut juga atau ‘Stono’ yang artinya Kompleks pemakaman besar atau Necropolis. Kompleks pemakaman yang dibangun indah adalah salah satu cara dan tradisi penduduk nusantara pada masa lalu untuk menghormati leluhur.
Selain Astana/Astono/Sentono, terdapat berbagai macam istilah pemakaman lain yang seringkali digunakan leluhur nusantara pada masa lalu, dan bertahan hingga saat ini, diantaranya; Pasarean artinya tempat peristirahatan, Pasarean Agung artinya tempat peristirahatan yang luas atau tempat pejabat besar dimakamkan. Kramat yaitu makam ulama yang disucikan. Jirat/Cungkup yaitu ruangan tertutup berisi lebih dari 2 makam.
Sekarang Nama-nama ini sebagian sudah tinggal nama wilayah, yang menandakan bahwa wilayah tersebut pada masa lalu pernah menjadi lokasi pemakaman. Sayangnya pendidikan sejarah yang kurang memadai di negeri kita menyebakan banyak generasi saat ini dan bahkan sebelumnya yang kurang memahami arti kata-kata tersebut, kecuali mungkin para peminat sejarah.
Kembali ke Pasarean Agung Sentono Boto Putih, bentuk kompleks makam ini seperti umumnya komplek situs pemakaman kuno terdiri dari beberapa lapis gapura dan jalan setapak yang menghubungkan antar kompleks makam yang dikelilingi dinding dan gapura paduraksa. Beberapa gapura ada yang masih lengkap dengan pintu kayu, beberapa ada diganti dengan pintu besi atau hanya tinggal gapuranya saja.
Pasarean Agung Sentono Boto putih sesuai dengan namanya besar kemungkinan pada masa lalu tediri dari dinding dan gapura yang terbuat dari bata putih. Bata putih dan bata merah adalah bata yang umum digunakan pada masa lalu untuk bangunan benteng keraton, masjid dan kompleks pemakaman. Renovasi tanpa memperhatikan aspek keaslian sejarah menyebabkan struktur bangunan yang menggunakan bata putih sudah sulit ditemukan, namun demikian masih terdapat beberapa makam di Jawa Timur yang menggunakan bata putih. Dari namanya ‘Pasarean Agung Sentono Boto Putih’, dapat kita ketahui pada awalnya bangunan pada situs kompleks makam ini terbuat dari bata putih.
Dilihat dari kedekatan jarak antara makam Sunan Ampel dengan Pasarean Agung Sentono Boto Putih sangat besar kemungkinan bahwa wilayah ini pada awalnya satu, di tambah lagi bila dilihat dari namanya ‘Pasarean Agung’ yang artinya tempat peristirahatan yang luas, dapat dipastikan bahwa makam Sunan Ampel termasuk bagian dari Pasarean Agung Sentono Boto Putih. Alih generasi, renovasi yang tidak melihat aspek sejarah, dan penduduk yang terus bertambah menyebabkan 2 lokasi situs makam kuno ini menjadi terpisah.
Tokoh-tokoh yang dimakamkan di Sentono Boto Putih
Sentono Boto putih, seperti umumnya situs makam-makam kuno, terdiri dari beberapa kompleks makam. Pada tiap kompleks makam terdapat gapura paduraksa dan dinding yang mengitari makam yang disebut cungkup makam. Satu cungkup makam terdiri lebih dari 1 makam, biasanya dari satu keluarga. Cungkup makam ini memisahkan kompleks makam yang satu dan lainnya. Keberadaan cungkup makam yang unik yang tersebar di Nusantara sering kali dikatakan sebagai bangunan bercirikan Hindu atau Budha, padahal agama apapun tidak memiliki kaitan dengan bentuk bangunan. Bangunan terkait dengan budaya dan lingkungan dimana masyarakat tersebut berada.
Terdapat beberapa tokoh penting yang dimakamkan di Sentono Boto Putih ini. Berikut 5 tokoh yang cukup terkenal dan banyak diziarahi diantaranya :
1. Pangeran Lanang Dangiran/Kiai Ageng Brondong, w 1638. Seorang ulama dan pemimpin dukuh Botoputih. Beliau keturunan Brawijaya dan leluhur dari trah Kanoman dan Kasepuhan Surabaya (dukuh = wilayah setingkat kecamatan).
2. Mas Adipati Panji Djoyodirono. Wafat 1758. Beliau adalah cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera ke-13 dari 14 putera Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Semasa hidup beliau menjabat sebagai Bupati Kanoman di Wonokromo Surabaya, 1746-1758.
3. Raden Tumenggung Adipati Aryo Tjondronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono). Wafat sekitar akhir abad ke-17.
5. Maulana Mohammad Syaifuddin. Beliau adalah Sultan Banten ke XVII / yang terakhir yang wafat pada tanggal 3 Rajab 1318 H/11 November 1899.
Ziarah ke Situs Makam Pangeran Lanang Dangeran di Pasarean Agung Sentono Boto Putih.
Pangeran Lanang Dangiran dikenal pula dengan sebutan Kiai Ageng Brondong dan Sunan Boto Putih.
Ketiga nama di atas bukan nama asli beliau. Pangeran Lanang Dangiran adalah seorang tokoh ulama yang mengajarkan nilai-nilai Islam dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Pangeran Lanang Dangiran adalah 1 dari 5 bersaudara, putra dari Pangeran Kedawung atau Sunan Tawangalun. Dalam kisah babad, beliau disebut juga dengan penguasa atau Raja Blambangan. Pada usia 18 tahun pangeran Lanang Dangiran berguru kepada Kyai Kendhilwesi di Sedayu.
Hingga tulisan ini kami bagikan, kami baru menemukan sekilas biografi dan silsilah beliau berdasarkan silsilah keturunan beliau dan silsilah versi babad, namun sayangnya dari beberapa versi silsilah ini kami belum menemukan nama asli beliau. Silsilah keluarga dari keturunan beliau yang kami temukan pun kemungkinan bersumber dari versi babad, seperti silsilah keluarga yang banyak kami temukan di Indonesia. Salah satu ciri silsilah versi babad umumnya tidak menyertakan nama asli tokoh nasab. Nama yang digunakan umumnya julukan, gelar jabatan, tempat asal, tempat tokoh dimakamkan atau tempat wafatnya. contoh : Joko Tingkir, Jaka Sembung, Rakeyan Sancang, Pamanah Rasa dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa silsilah yang kami temukan beliau adalah generasi ke-8 keturunan Brawijaya yang bernama asli wan Abu Abdullah, penguasa terakhir Champa dari tahun 1471-1478. Nama asli Brawijaya terakhir hingga leluhur beliau keatas kami dapat dari silsilah keluarga keturunan Raden Fatah (yang bernama asli Raden Hasan).
Berikut silsilah beliau :
1. Raden Sumana/Singhawardhana/Bhre Paguhan, nama asli beliau Abdullah Khan, Kerajaan Paguhan meliputi wilayah sekitar Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo, Jawa Timur. Raden Sumana berputra
2. Wikramawardhana/ Raden Gagak Ali, nama asli beliau Ahmad Syah Jalal, berputra
3. Kertawijaya/Brawijaya I (Bhre Tumapel III) W 1451, nama asli beliau Jamaluddin Husein al Akbar, dalam karya sastra dan pewayangan beliau dikenal juga sebagai Prabusiliwangi terakhir, wafat di tahun yg sama dengan Brawijaya I.
4. Raden Rajasawardhana Dyah Wijayakumara / Brawijaya II + Putri Indu Dewi Purnamawulan (Bhre Lasem sang Halemu) W 1382, nama asli beliau Ali Nurul Alam, dalam kisah babad atau pewayangan dikenal sebagai Patih Gajah Mada. Keterangan nama asli ini didapat dari keturunan beliau yang berada di Kesultanan Kelantan, pada masa lalu disebut juga Kesultanan Chermin (sekarang Kelantan).
5. Bhre Kertabhumi / Raden Alit /Brawijaya V/ Ongkowijoyo/ Arya Dillah / Arya Damar / Damar Wulan nama aslinya adalah wan Abu Abdullah W 1478 (penguasa Champa terakhir) berputra
6. Raden Sudjana / Lembu Niroto. Gelarnya Adipati Blambangan (saudara Raden Fatah/Raden Hasan) berputra
7. Menak Simbar / Adipati Puger, berputra
8. Menak Sumende. Gelar : Adipati Blambangan, berputra
9. Menak Gadru. Gelar : Adipati Blambangan, berputra
10. Menak Werdati / Menak Lampor = eyang/kakek dari Raden Paku Sunan Giri pancer trah Dermoyudo. Gelar : Jumeneng Bupati Blambangan, berputra
11. Sunan Rebut Payung / Menak Beduyu. Gelarnya adalah Adipati Blambangan Timur, berputra
12. Pangeran Kedawung / Pangeran Tawangalun / Adipati Blambangan Timur, berputra
13. Pangeran Lanang Dangiran / Ki Ageng Brondong W 1638
14. Anggawangsa Adipati Jangrana (Jayeng Rono) Bupati Surabaya.
15. Sawung Galing, Joko Berek, Joko Tangkeban (Panembahan Panotogomo).
Nama asli Brawijaya terakhir kami dapat dari silsilah keluarga keturunan Raden Fatah (Raden Hasan).
Nama asli pada silsilah Brawijaya ke atas sengaja hurufnya kami tebalkan agar bisa membedakan nama asli tokoh pada silsilah keluarga dengan nama yang tercantum pada silsilah versi babad, yang umumnya tidak menyertakan nama asli beliau.
Catatan ini juga kami khususkan bagi keturunan keluarga pangeran Lanang Dangiran, yang kebetulan membaca tulisan kami.
Silsilah keluarga yang lengkap dengan nama asli tokoh leluhur di Indonesia sangat penting dalam penelitian sejarah. Namun sayangnya silsilah keluarga yang lengkap ini agak sulit ditemukan, diantara penyebabnya adalah faktor keamanan. Keturunan dari tokoh-tokoh terkenal umumnya anti kolonial dan selalu menjadi pemimpin perlawanan kepada pemerintah kolonial. Karena faktor inilah pada masa lalu, untuk melindungi keturunan tokoh-tokoh terkenal ini sengaja dirahasiakan nama aslinya. Tentunya hal tersebut saat ini sudah tidak berlaku lagi, fungsi nasab saat ini lebih sebagai ilmu bantu penelitian sejarah, namun sayangnya menyamarkan nama asli tokoh leluhur akhirnya menjadi tradisi yang bahkan dikalangan keturunannya sendiri pun banyak yang tidak mengetahui seperti sebagian besar keturunan Raden Fatah dan Pangeran Lanang Dangiran pada umumnya.
Selain alasan keamanan, salah satu tujuan penyamaran nama pada silsilah versi babad juga bertujuan untuk menghormati sang tokoh yang juga leluhur Nusantara karena kisah babad adalah sumber kisah pewayangan yang dikisahkan berulang ulang dari masa ke masa.
Sumber referensi :
1. https://id.rodovid.org/wk/Orang:238670 (silsilah keturunan pangeran Lanang Dangiran)
2. Silsilah keluarga keturunan Raden Fatah / Brawijaya V
3. Beragam silsilah versi babad dan silsilah versi keluarga sebagai bahan perbandingan.
4. Zoetmulder, P.J, Kamus Jawa Kuna-Indonesia/P.J Zoetmulder, S.O. Robson; penerj.Darusuprapta, Sumarti Suprayitna-Jakarta; Gramesia Pustaka Utama, 1995, 1536 hlm;24 cm
5. Tjandrasasmita. Uka, Arkeologi Islam Nusantara, Cet.1, 2009, Kepustakaan Populer Gramedia.