Keris Kanjeng Kyai Jokominulyo Empu Brojoguno
Dalam babad Tanah Jawi disebutkan, karya-karya Mpu Brojoguno sangat mengagumkan, salah satunya adalah keris Kanjeng Kyai Jokominulyo (Mpu Brojoguno III) atau cucu Mpu Brojoguno.
Putra mahkota sangat senang dengan pusaka tosan aji, salah satunya adalah keris Kanjeng Kyai Joko Minulyo yasan Mpu Brojoguno III yang dipersembahkan.
Keris Kanjeng Kyai Jokominulyo berbentuk gandhik melambangkan kebesaran putra mahkota, mirip figur Adipati Karno dengan mahkota raja muda yang sangat indah. Keris ini terkenal amat perkasa, karena bilahnya tebal dan kandungan bajanya tinggi berkualitas. Konon dikabarkan, keris sakti ini mampu menembus perisai lawan dalam perang tanding. Ukurannya juga lebih panjang dibanding keris Mataram yang lain, karena ini melambangkan keperkasaan bagi si pemilik pusaka tersebut.
Dalam catatan, keris ini juga pernah ditanyakan oleh Sinuhun Paku Buwono lV kepada putera mahkota, ketika terjadi salah paham dan menghadap minta kejelasan bahwa ramandanya ingin memulangkan ibundanya tercinta ke Madura.
Yang membuat gundah putra mahkota pada waktu itu, dan dengan ketekadan yang tinggi menciptakan perahu Rajamala untuk mengimbangi perahu milik ayahandanya. Untunglah Sinuhun Paku Buwono lV dengan bijak menjawabnya, semua itu tidak benar. Bahkan dikabarkan, putra mahkota telah membuat perahu yang besar, juga keris pusaka yang hebat dan ampuh buatan Mpu Brojoguno III. Kalau itu semua betul, ramanda ingin berpesiar bersama menikmati indahnya aliran Bengawan Solo dengan perahu ciptaannya dan ingin melihat karya Mpu Brojoguno yang amat tersohor tersebut.
Dengan jawaban sinuhun yang lemah lembut itulah, konon hati sang pangeran menjadi luluh dan tertunduk. Wibawa seorang raja telah mengalahkan emosi sang pangeran, dan selanjutnya memberi sembah yang sangat takzim. Sang pangeran pun lantas bersedia ngemban dhawuh ayahandanya melakukan pesiar melayari Bengawan Solo, juga bersedia memperlihatkan pusaka andalannya keris Kanjeng Kyai Jokominulyo.
Mpu Brojoguno III
Kanjeng Pangeran Adipati Anom kemudian jumeneng nata sebagai Sinuhun Paku Buwono V. Banyak punggawa setia berasal dari Madura, daerah kelahiran ibundanya. Salah satunya adalah Mpu Brojoguno, yang telah mengabdi secara turun-temurunn di Keraton Surakarta Hadiningrat. Karya Mpu Brojoguno III atau cucu Brojoguno 1 adalah sebuah keris yang dinamakan Kanjeng Kyai Jokominulyo, konon dipesembahkan khusus kepada putera mahkota. Bagaimana ceriteranya?
Dalam babad Tanah Jawi disebutkan, karya-karya Mpu Brojoguno sangat mengagumkan, salah satunya adalah keris Kanjeng Kyai Jokominulyo (Mpu Brojoguno III) atau cucu Mpu Brojoguno 1. Putra mahkota sangat senang dengan pusaka tosan aji, salah satunya adalah keris Kanjeng Kyai Joko Minulyo yasan Mpu Brojoguno III yang dipersembahkan.
Keris Kanjeng Kyai Jokominulyo berbentuk gandhik melambangkan kebesaran putra mahkota, mirip figur Adipati Karno dengan mahkota raja muda yang sangat indah. Keris ini terkenal amat perkasa, karena bilahnya tebal dan kandungan bajanya tinggi berkualitas. Konon dikabarkan, keris sakti ini mampu menembus perisai lawan dalam perang tanding. Ukurannya juga lebih panjang dibanding keris Mataram yang lain, karena ini melambangkan keperkasaan bagi si pemilik pusaka tersebut.
Dalam catatan, keris ini juga pernah ditanyakan oleh Sinuhun Paku Buwono lV kepada putera mahkota, ketika terjadi salah paham dan menghadap minta kejelasan bahwa ramandanya ingin memulangkan ibundanya tercinta ke Madura.
Yang membuat gundah putra mahkota pada waktu itu, dan dengan ketekadan yang tinggi menciptakan perahu Rajamala untuk mengimbangi perahu milik ayahandanya. Untunglah Sinuhun Paku Buwono lV dengan bijak menjawabnya, semua itu tidak benar. Bahkan dikabarkan, putra mahkota telah membuat perahu yang besar, juga keris pusaka yang hebat dan ampuh buatan Mpu Brojoguno III. Kalau itu semua betul, ramanda ingin berpesiar bersama menikmati indahnya aliran Bengawan Solo dengan perahu ciptaannya dan ingin melihat karya Mpu Brojoguno yang amat tersohor tersebut.
Nah, dengan jawaban sinuhun yang lemah lembut itulah, konon hati sang pangeran menjadi luluh dan tertunduk. Wibawa seorang raja telah mengalahkan emosi sang pangeran, dan selanjutnya memberi sembah yang sangat takzim. Sang pangeran pun lantas bersedia ngemban dhawuh ayahandanya melakukan pesiar melayari Bengawan Solo, juga bersedia memperlihatkan pusaka andalannya keris Kanjeng Kyai Jokominulyo
Keris Brojoguno, Dipercaya Mampu Menembus Pelat Baja
Keris sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Jawa sejak ratusan tahun yang lalu. Bagi masyarakat Jawa, keris bukan hanya senjata. Mereka menggunakannya sebagai ageman untuk menunjukkan kelas sosial hingga barang pusaka untuk sipat kandel.
Berbagai mahakarya telah dihasilkan oleh empu-empu ternama, salah satunya keris karya empu ternama Keraton Surakarta, Empu Brojoguno. Keris ini dibuat dengan bentuk dan bahan khusus yang menjadikan karya itu menjadi senjata yang sangat kuat dan tajam.
Kekuatan Keris Brojoguno membuat senjata tersebut diyakini mampu menembus perisai baja. Hal itu yang menjadikan Keris Brojoguno disebut-sebut sebagai karya yang dirancang untuk berperang.
Bahwa Keris Brojoguno merupakan keris yang dibuat oleh Empu Brojoguno. salah satu empu di era Keraton Surakarta.
"Awalnya di era Kartasura, Pakubuwono (PB) I mendatangkan Empu Brojokaryo dari Madura. Dari Brojokaryo, dilanjutkan Brojoguno I di era PB II saat peralihan Kartasura ke Surakarta. Kemudian berlanjut Brojoguno II, III dan seterusnya. Bahkan sampai PB X masih ada penerusnya.
Empu Brojoguno ini melahirkan konsep keris yang menjadi acuan untuk tangguh PB Surakarta. Keris tersebut banyak dibuat dengan dhapur leres (tanpa lekukan) dan terkesan lebih besar dan gagah.
Brajaguna melahirkan prototipe keris tangguh Surakarta yang dikenal dengan konsep nggodhong pohung atau seperti daun singkong, mengacu konsep agraris.
Keris terus berkembang dari era Brojoguno I hingga III. Di masa Brojoguno I, keris buatannya masih agak kaku, dengan kualitas pamor agak kusam.
Kemudian, di masa Brojoguno II, keris terlihat lebih indah namun masih mengedepankan pola garap. Sedangkan Brojoguno III sudah mampu menciptakan keris dengan proporsi garapan dan pamor yang indah.
Di masa PB IV ada tiga Brojoguno yang hidup bersamaan. Saat itulah masa kejayaan Brojoguno hingga menghasilkan berbagai varian. Di era ini juga lahir dhapur parungsari yang mengiringi perjalanan PB IV ke Madura, lahir juga tombak berkualitas tinggi. Era ini juga mulai ditemukan keris luk buatan Brojoguno, walaupun agak sulit ditemukan sekarang," katanya.
Mitos Brojoguno
Terkait mitos Keris Brojoguno untuk perang, Basuki mengaku belum menemukan literatur yang terpercaya. Sebab di era PB IV, keris dinilai sudah tidak pas jika difungsikan untuk peperangan.
Mitos itu masih hipotesis, karena di era PB IV sudah lebih difungsikan sebagai simbol keagungan raja. Kalau di era Brojokaryo memang untuk melahirkan senjata yang bisa mencongkel pintu gerbang. Produknya tidak hanya keris, tapi juga tombak.
Sementara itu, pakar keris asal Solo, Adi Sulistyono, meyakini bahwa Keris Brojoguno tidak dipakai sebagai senjata. Menurutnya, keris sejak lama dibuat sebagai simbol ketuhanan, yakni sebagai doa kepada Tuhan.
"Mungkin saja kemampuannya bisa menembus baja, tapi fungsinya bukan untuk itu, karena memang sebetulnya keris dibuat bukan untuk senjata. Dibuat runcing ke satu titik itu sebagai simbol ketuhanan. Di tiap bagiannya ini memiliki filosofi dan doa," kata Adi.
Menjadi fenomena
Adi menjelaskan bahwa Keris Brojoguno tersebut adalah keris fenomenal karena bentuknya yang tak biasa. Salah satu yang khas adalah bilahnya didominasi oleh ada-ada.
Ada-ada lebih mendominasi pada bilah. Jadi kalau dilihat dari samping, ketebalan ada-ada sampai ke atas penurunannya secara kasatmata tidak terlihat, padahal itu semakin tipis, jadi terlihat seperti linggis.
Menurutnya, kebanyakan Keris Brojoguno memiliki dhapur leres. Ada beberapa yang memiliki lekukan, namun masih berciri khas Brojoguno.
Yang dhapur leres nggak pakai tungkakan, gandhik lugas, pada ganja bawah ada pamor sumber berupa bulatan-bulatan. Kemudian di ujung besi ada tanda silang atau plus. Kalau yang berlekuk ada yang luk sembilan, itu pakai tungkakan, tapi gandhik tetap lugas.