Tembang pangkur
Mingkar mingkuring angkara
Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karanan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa,
Agama ageming aji.
Artinya :
Menahan diri dari nafsu angkara,
karena berkenan mendidik putra
disertai indahnya tembang,
dihias penuh variasi,
agar menjiwai tujuan ilmu luhur,
yang berlaku di tanah Jawa (nusantara)
agama sebagai landasan perbuatan.
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
Mangka nadyan tuwa pikun
Yen tan mikani rasa,
yekti sepi asepa lir sepah, samun,
Samangsane pasamuan
Gonyak ganyuk nglilingsemi.
Artinya :
Agar tidak miskin pengetahuan
walaupun tua pikun
jika tidak memahami rasa (sirullah)
niscaya sepi tanpa guna
bagai ampas, percuma,
pada tiap pertemuan
sering bertindak ceroboh, memalukan.
Nggugu karsaning priyangga,
Nora nganggo peparah lamun angling,
Lumuh ing ngaran balilu,
Uger guru aleman,
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
Sinamun ing samudana,
Sesadon ingadu manis
Artinya :
Mengikuti kemauan sendiri,
Bila berkata tanpa pertimbangan (asal bunyi),
Tak mau dianggap bodoh,
senang mendapat pujian
namun bagi yang sudah cermat akan ilmu
justru selalu merendah diri,
selalu berprasangka baik.
Mangkono ngelmu kang nyata,
Sanyatane mung weh reseping ati,
Bungah ingaran cubluk,
Sukeng tyas yen denina,
Nora kaya si punggung anggung gumrunggung
Ugungan sadina dina
Aja mangkono wong urip.
Artinya :
Demikianlah ilmu yang nyata,
sesungguhnya memberikan ketentraman hati,
Gembira dibilang bodoh,
Tetap gembira jika dihina
Tembang pangkur Mingkar mingkuring angkara (serat wedhatama)
Seperti yang kita ketahui Serat Wedhatama ini terdiri dari 100 pupuh tembang macapat, yang dibagi dalam lima lagu, yaitu :
Nama-nama dan bunyi not (titi laras) pada saron laras pelog dan slendro
Karya Sastra Jawa Kuno Terbaik sepanjang masa (Nama Kitab yang berbentuk tembang dan Pengarangnya)
Pangkur (14 pupuh, I - XIV)
Sinom (18 pupuh, XV - XXXII)
Pocung (15 pupuh, XXXIII - XLVII)
Gambuh (35 pupuh, XLVIII - LXXXII)
Kinanthi (18 pupuh, LXXXIII - C)
Isinya adalah merupakan falsafah kehidupan, seperti hidup bertenggang rasa, bagaimana menganut agama secara bijak, menjadi manusia seutuhnya, dan menjadi orang berwatak ksatria. Pada kesempatan kali ini saya akan menghadirkan tafsir tembang Pangkur yang cukup populer di bait 1 dalam serat wedhatama karangan KGPAA Mangkunegara IV :
Mingkar mingkuring angkara = Menghindarkan diri dari angkara
Akarana karenan mardi siwi = Bila akan mendidik putra
Sinawung resmining kidung = Dikemas dalam keindahan syair
Sinuba sinukarta = Dihias agar tampak indah
Mrih kretarta pakartining ngèlmu luhung = Agar tujuan ilmu luhur ini tercapai
Kang tumrap ning tanah Jawa = Yang berlaku di tanah Jawa
Agama ageming aji = Agama pegangan para pemimpin.
Perlu diketahui bahwa dalam tembang pangkur ini terdapat nilai religius/keagamaan bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki tiang agama yang kokoh agar terhindar dari angkara (keburukan).
Makna dari Mingkar Mingkuring Angkara yang Wajib Diketahui
Kalimat mingkar mingkuring angkara, merupakan sepenggal bait yang ada di lagu Pangkur. Pangkur adalah salah satu dari lagu atau tembang Macapat yang mana setiap lagu mempunyai wataknya sendiri. Artikel ini akan mengulas makna dari sepenggal bait di lagu Pangkur tersebut.
Sebelum mengetahui makna dari bait tersebut, perlu terlebih dahulu mengerti tembang Pangkur serta wataknya. Tujuannya supaya bait demi bait lebih bisa dipahami dan direnungi maknanya. Sebab, biasanya maknanya tidak tersurat. Untuk lebih jelasnya, simak uraian berikut :
1. Definisi Tembang Pangkur Beserta Watak dan Aturannya.
Tembang-tembang yang ada dalam Macapat, pada dasarnya menggambarkan manusia dalam berbagai fase kehidupan di dunia. Tembang Pangkur sendiri, mempunyai makna mundur atau mengundurkan diri. Tembang ini menggambarkan manusia telah berada di fase meninggalkan kehidupan ragawi, untuk kemudian memasuki kehidupan spiritual.
Tidak hanya itu, Pangkur juga kerap diartikan sebagai pengungkapan dari penyingkiran nafsu duniawi yang menyesatkan. Penggalan bait mingkar mingkuring angkara menjadi salah satu contoh dari penyingkiran nafsu tersebut. Watak dari tembang Pangkur yakni bernuansa nasehat atau pitutur, cinta, dan pertemanan.
Selain memiliki watak yang khas, tembang ini juga mempunyai aturan baku yang membedakan Pangkur dengan tembang Macapat lainnya.
2. Memiliki 7 guru gatra, artinya dalam setiap tembang terdiri atas 7 larik kalimat.
Mempunyai guru wilangan yang urutannya yakni 8, 11, 8, 7, 12, 8, 8, Menunjukkan bahwa suku kata pada larik atau baris pertama berjumlah 8. Lalu, jumlah suku kata pada baris kedua adalah 11, berlaku begitu seterusnya.
Memuat guru lagu dengan urutan a, i, u, a, u, a, i.
Hal itu, menunjukkan larik pertama harus diakhiri oleh vokal a. Larik kedua harus diakhiri oleh vokal i, berlaku demikian seterusnya.
Usai mengerti dan memahami definisi, watak, serta aturan tembang Pangkur, selanjutnya akan diulas tembang Pangkur untuk dipahami. Makna tembang atau lagunya, akan disajikan dalam bentuk bait per bait kemudian secara utuh sebagai satu kesatuan.
3. Makna Penggalan Bait Mingkar Mingkuring Angkara pada Tembang Pangkur.
Bait mingkar mingkuring angkara merupakan bait pertama dalam lagu Pangkur karangan dari KGPAA. Mangkunegara IV yang tercantum dalam serat Wedhatama. Tembang Pangkur secara utuh dari penggalan bait tersebut dapat disimak sebagai berikut :
Mingkar mingkuring angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kretarto, pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawi
Agama-ageming aji
Perlu diketahui bahwa tiap bait memuat maknanya masing-masing. Adapun makna dari tiap bait tembang Pangkur sebagai berikut :
Bait pertama, bermakna disingkur oleh angkara.
Bait kedua bermakna “oleh karena puas dengan anak didik.
Makna bait ketiga yaitu dihiasi nyanyian yang resmi.
Bait atau larik keempat memiliki makna disambut diselamatkan.
Larik kelima bermakna agar selamat, budi pekerti ilmu luhur.
Bait keenam memuat makna bagi orang tanah Jawa.
Bait terakhir atau bait ketujuh memiliki makna agama dan pedomannya.
Makna tersebut apabila disajikan satu kesatuan, memuat petuah untuk menghindari nafsu ketika ingin mendidik anak melalui keindahan lagu. Dihiasi dengan beraneka warna, agar memahami bahwa hidup merupakan ilmu yang mulia. Ilmu tersebut diterapkan di Jawa, dan agama menjadi pakaian kehidupan.