TRI LOKA
Tri Loka, Tiga kelompok alam semesta, merupakan pembagian atau lapisan dari alam semesta (bhuwana agung) berdasarkan atas tiga kelompok yaitu :
1. Swah Loka = Alam Sorga (atman), para dewa dan Hyang Widhi.
2. Bwah Loka = Dunia kita ini dan kisah titi ugal agil.
3. Bhur Loka = Alam Neraka.
Dalam teks Hindu, lapisan Bhur Loka disebut juga Sapta Petala, namun Bvah Loka dan Svah Loka digabung jadi satu yang disebut Sapta Loka yaitu 7 alam atas.
Lapisan-lapisan dimensi alam ini tidak terletak vertikal (tinggi rendah) satu sama lain, tapi ada sama persis dengan kita sekarang. Hanya saja sebagian besar berada di dimensi (lapisan) yang halus (bukan alam materi).
Alam Halus disini dimaksudkan diluar kemampuan indriya dan pikiran kita untuk melihatnya, sehingga kita yang masih di alam materi ini tidak bisa melihat, merasakan atau mengetahuinya.
Kecuali bagi mereka yang memiliki indriya ekstra dan orang-orang yang sidha. Alam-alam halus ini semakin positif kehalusannya semakin halus, semakin negatif kehalusannya semakin kasar.
Komposisi alam semesta (bhuwana agung) ini sesungguhnya mirip dengan komposisi seluruh lapisan badan kita (bhuwana alit).
Ketika kita mati, kita akan memasuki salah satu dari lapisan-lapisan alam halus ini, sesuai dengan tingkat kemurnian bathin kita sendiri (badan halus).
Kita tidak bisa pergi dan menetap lama-lama di alam-alam yang berbeda dengan tingkat kemurnian bathin kita.
Analoginya mungkin bisa dikatakan seperti kalau kita naik pesawat terbang terbuka, kita akan mengalami kesulitan untuk bernafas pada ketinggian dimana oksigen tipis, kita akan megap-megap, tapi bagi orang yang sudah biasa tinggal di pegunungan tinggi hal ini tidak masalah.
Ketiga alam ini merupakan lapisan-lapisan mayoritas yang dibentuk oleh mental dan ketika kita mati, kita berpisah dengan sthula sarira (badan fisik) kita.
Akibatnya semua rekaman atau memory dari seluruh kehidupan kita (yang tersimpan di karana sarira) muncul dan jebol semua, karena tidak ada lagi badan fisik yang menjadi penghalang (membuat kita lupa).
Seluruh akumulasi pengalaman hidup muncul dari segala sudut pikiran, kejadian demi kejadian. Seperti film yang diputar cepat. Semua kejadian dan pengalaman hidup kita akan terlihat sangat jelas dan detail layaknya kita menonton film layar lebar.
Akumulasi pikiran buruk dan memory buruk (marah/krodha, dendam, iri hati, hawa nafsu, serakah, dll) akan membawa kita menuju wilayah-wilayah yang negatif.
Akumulasi pikiran baik dan memory baik, welas asih, dan kebaikan akan membawa kita menuju wilayah-wilayah yang positif. Dan bathin yang sudah bebas (jivan-mukti) akan membawa kita menuju pembebasan (moksha).
Karena tubuh dan lingkungan kita di alam kematian dibentuk oleh bahan-bahan divine energy yang sama dengan yang membentuk pikiran kita.
Sehingga kita kemudian akan tinggal di salah satu lapisan alam-alam halus yang paling sesuai dengan kualitas dan kecenderungan pikiran kita sendiri.
Ketiga dunia ini yaitu Bhur, Bhuwah dan Swah Loka yang dikenal dengan nama Tri Loka (Tiga dunia) ini juga tercantum dalam puja Gayatri mantram dan Tri Sandhya yang diucapkan dalam sembahyang sehari-hari.
TRI LOKA
(Tiga kelompok Alam Semesta)
Di Hindu kita mengenal ajaran tentang alam semesta (bhuwana agung) beserta seluruh lapisan-lapisan dimensinya. Ada alam materi [dimana kita sekarang berada] dan ada alam-alam halus.
Secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi tiga, yang disebut Tri Loka, yaitu Bhur Loka [lapisan-lapisan dimensi alam negatif], Bvah Loka [lapisan-lapisan dimensi siklus samsara, siklus kehidupan-kematian] dan Svah Loka [lapisan-lapisan dimensi alam positif]. Bhur Loka dalam beberapa teks-teks Hindu disebut juga Sapta Petala. Bvah Loka dan Svah Loka dalam beberapa teks-teks Hindu digabung jadi satu dan disebut Sapta Loka.
Lapisan-lapisan dimensi alam ini tidak terletak vertikal [tinggi rendah] satu sama lain, tapi ada sama persis dengan kita sekarang. Hanya saja sebagian besar berada di dimensi [lapisan] yang halus [bukan alam materi]. Halus disini dimaksudkan diluar kemampuan indriya-indriya dan pikiran kita untuk melihatnya, sehingga kita yang masih di alam materi ini tidak bisa melihat, merasakan atau mengetahuinya. Kecuali bagi mereka yang memiliki indriya ekstra dan orang-orang yang sidha. Alam-alam halus ini semakin positif kehalusannya semakin halus, semakin negatif kehalusannya semakin kasar.
Komposisi alam semesta [bhuwana agung] ini sesungguhnya mirip dengan komposisi seluruh lapisan badan kita [bhuwana alit]. Ketika kita mati, kita akan memasuki salah satu dari lapisan-lapisan alam halus ini, sesuai dengan tingkat kemurnian bathin kita sendiri [badan halus]. Kita tidak bisa pergi dan menetap lama-lama di alam-alam yang berbeda dengan tingkat kemurnian bathin kita. Analoginya mungkin bisa dikatakan seperti kalau kita naik pesawat terbang terbuka, kita akan mengalami kesulitan untuk bernafas pada ketinggian dimana oksigen tipis, kita akan megap-megap, tapi bagi orang yang sudah biasa tinggal di pegunungan tinggi hal ini tidak masalah.
KEMATIAN
Sebelumnya perlu dijelaskan kembali bahwa faktor kunci di alam kematian adalah kecenderungan pikiran kita sendiri [vasana]. Alam kematian adalah lapisan-lapisan alam yang mayoritas dibentuk oleh mental. Ketika kita mati, kita berpisah dengan sthula sarira [badan fisik] kita. Akibatnya semua rekaman atau memory dari seluruh kehidupan kita [yang tersimpan di karana sarira] muncul dan jebol semua, karena tidak ada lagi badan fisik yang menjadi penghalang [membuat kita lupa]. Seluruh akumulasi pengalaman hidup muncul dari segala sudut pikiran, kejadian demi kejadian. Seperti film yang diputar cepat. Semua kejadian dan pengalaman hidup kita akan terlihat sangat jelas dan detail layaknya kita menonton film layar lebar.
Akumulasi pikiran buruk dan memory buruk [marah, dendam, iri hati, hawa nafsu, serakah, dll] akan membawa kita menuju wilayah-wilayah yang negatif. Akumulasi pikiran baik dan memory baik [welas asih dan kebaikan] akan membawa kita menuju wilayah-wilayah yang positif. Dan bathin yang sudah bebas [jivan-mukti] akan membawa kita menuju pembebasan [moksha]. Mengapa demikian ? Karena tubuh dan lingkungan kita di alam kematian dibentuk oleh bahan-bahan divine energy yang sama dengan yang membentuk pikiran kita. Sehingga kita kemudian akan tinggal di salah satu lapisan alam-alam halus yang paling sesuai dengan kualitas dan kecenderungan pikiran kita sendiri.
TRI LOKA PERTAMA :
BHUR LOKA [ALAM HALUS NEGATIF, ALAM BAWAH]
Bhur loka atau alam halus negatif ini adalah alam yang dihuni oleh jiwa-jiwa yang bathinnya gelap, hidupnya tidak benar atau menyalahgunakan kesaktian semasa hidupnya. Umumnya kita menyebut mereka sebagai para ashura atau mahluk-mahluk bawah [bhuta kala].
Bhur Loka [disebut juga Sapta Petala atau naraka] adalah alam mental-energi negatif, bukan seperti alam fisik. Kita disini sangat tersiksa karena proyeksi mental-energi negatif dari isi pikiran-pikiran kita sendiri [pikiran buruk dan memory buruk]. Bisa dikatakan seperti mengalami mimpi sangat buruk, tapi lebih nyata dari mimpi buruk, karena pikiran-pikiran buruk kita terproyeksikan menjadi begitu nyata oleh energi-energi negatif di alam ini. Jiwa-jiwa ini semuanya mengalami siksaan, namun tentu saja tidak ada yang terluka atau apa dalam artian fisik, karena itu tak ada bedanya seperti orang yang bermimpi sangat buruk [dalam tidur].
Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah sukshma sarira. Jiwa-jiwa yang lahir di alam ini setelah mati sebenarnya bukanlah sebagai hukuman, melainkan hanya hukum alam yang bekerja bahwa kita akan tiba di tempat yang paling sesuai dengan kondisi bathin kita sendiri. Analoginya mungkin bisa dikatakan seperti minyak yang akan berkumpul dengan minyak dan air yang akan berkumpul dengan air secara otomatis.
Di masing-masing petala ini kita akan bertemu dengan jiwa-jiwa yang kualitas negatif-nya sejenis dengan kita. Dan perlu diketahui bahwa di alam ini terjadi perbudakan mental [cuci otak] oleh jiwa-jiwa yang sakti atau cerdas [jiwa-jiwa gelap penguasa neraka] kepada jiwa-jiwa yang lainnya. Kita dipengaruhi agar marah, membenci, sombong, terikat pada nafsu keinginan, dll. Tujuannya agar jiwa-jiwa ini tetap terjebak di alam ini dan mereka menjadi penguasa disini. Itu juga salah satu sebabnya kenapa sekali sang jiwa terperosok disini, dia akan tinggal untuk jangka waktu yang sangat lama, sebelum bisa lahir kembali di alam material untuk kembali melanjutkan evolusi bathin. Durasinya bisa antara ribuan tahun, jutaan tahun, milyaran tahun atau bahkan selamanya sampai maha pralaya [kehancuran alam semesta]. Jiwa-jiwa sangat sulit keluar dari sana karena hirarki jiwa-jiwa gelap yang menjadikan dirinya penguasa neraka, mempengaruhi pikiran mereka agar tetap negatif, sehingga terus terkurung disana.
Bhur Loka atau Sapta Petala terdiri dari tujuh lapisan dimensi alam. Semakin negatif atau kasar lapisan dimensi bhur loka yang kita masuki, lingkungannya semakin tidak mendukung bagi jiwa untuk mengalami kebahagiaan dan kedamaian. Jiwa-jiwa yang terperosok ke alam ini adalah apa yang biasa kita sebut sebagai para ashura atau mahluk-mahluk bawah [bhuta kala].
Berikut penjelasan mengenai Bhur Loka atau Sapta Petala :
1. Atala.
Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia baik secara fisik maupun melalui perkataan [hinaan, fitnah, penipuan, manipulasi, ajaran spiritual palsu, hasutan, dll], menyebabkan seseorang mengalami kesengsaraan berkepanjangan. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah pikiran dan memory akan rasa marah, tersinggung, rasa sakit fisik, rasa bersalah, dll. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan memory akan kasih sayang dan kebaikan yang pernah dilakukan.
2. Witala.
Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia baik secara fisik maupun melalui perkataan [hinaan, fitnah, penipuan, manipulasi, ajaran spiritual palsu, hasutan, dll], menyebabkan sekelompok orang mengalami kesengsaraan berkepanjangan. Misalnya saja [hanya contoh] melakukan penipuan besar kepada sekelompok orang, mengeksploitasi tenaga kerja, dll. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah pikiran dan memory akan berbagai keinginan-keinginan pikiran yang tidak terpenuhi seperti karir, pendidikan, rasa sayang dari anak-anak, dll. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan memory akan keuntungan besar dalam bisnis, kekayaan seperti rumah megah, mobil mewah, baju bagus, HP canggih, dll.
3. Sutala.
Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia baik secara fisik maupun melalui perkataan [hinaan, fitnah, penipuan, manipulasi, ajaran spiritual palsu, hasutan, dll], menyebabkan banyak orang mengalami kesengsaraan berkepanjangan. Misalnya saja [hanya contoh] meracuni makanan atau obat-obatan [formalin, methanol, zat berbahaya, obat dengan dosis tidak sehat], memproduksi narkoba, melakukan korupsi dengan dampak besar, dll. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah pikiran dan memory akan berbagai keinginan-keinginan badan dan pikiran yang tidak terpenuhi. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan memory akan keinginan-keinginan badan dan pikiran yang terpenuhi.
4. Talatala.
Kita mulai memasuki lapisan alam negatif [pertama] yang merupakan habitat bagi jiwa-jiwa yang sedikit punya rasa kasih sayang dan dominan punya bathin gelap seperti : kemarahan, dendam, iri hati dan kebencian. Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia melakukan, menghasut, mengatur, memanipulasi atau mengorganisir kebencian pada orang lain [melalui orasi, ideologi, ajaran spiritual, dll] yang berujung pada terjadinya aksi kekerasan fisik fatal kepada sekelompok orang. Sang jiwa di alam ini mulai merasakan kesengsaraan mental yang mendalam, akibat proyeksi mental-energi yang tidak terhingga di alam ini. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah pikiran dan memory akan puasnya melampiaskan amarah yang menyebabkan orang lain menderita.
5. Mahatala.
Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia melakukan, menghasut, mengatur, memanipulasi atau mengorganisir kebencian pada orang lain [melalui orasi, ideologi, ajaran spiritual, dll] yang berujung pada terjadinya aksi kekerasan fisik fatal kepada banyak orang. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah akibat perbudakan mental dari jiwa-jiwa gelap penguasa alam petala serta sang jiwa merasa putus asa akibat kecilnya peluang untuk bisa bebas dari alam ini. Sumber kebahagiaan utama di alam ini adalah setitik harapan kecil bahwa suatu hari akan ada yang menolong dari kesengsaraan mendalam ini.
6. Rasatala.
Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia melakukan, menghasut, mengatur, memanipulasi atau mengorganisir kebencian pada orang lain [melalui orasi, ideologi, ajaran spiritual, dll] yang berujung pada terjadinya aksi kekerasan fisik fatal kepada banyak orang di suatu wilayah besar dari suatu negara atau bangsa. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah siksaan mental yang sangat berat akibat dari kesengsaraan mental yang ekstrim. Tidak ada kebahagiaan di alam ini.
7. Patala.
Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia melakukan, menghasut, mengatur, memanipulasi atau mengorganisir kebencian pada orang lain [melalui orasi, ideologi, ajaran spiritual, dll] yang berujung pada terjadinya aksi kekerasan fisik fatal kepada banyak orang di satu negara atau lintas negara [beberapa negara atau bangsa]. Sumber kesengsaraan di alam ini adalah siksaan mental yang sangat berat akibat dari kesengsaraan mental yang ekstrim. Tidak ada kebahagiaan di alam ini.
Catatan :
Tidak ada kegelapan yang bisa dihilangkan dengan kegelapan [rasa takut, sedih, marah, benci, penuh keinginan, dll], kegelapan hanya bisa hilang dengan cahaya terang. Sehingga satu-satunya hal yang bisa menyelamatkan dan mengeluarkan kita dari alam ini adalah pikiran yang bersih [tenang-seimbang, bebas dari sad ripu] serta penuh welas asih dan kebaikan tidak terbatas kepada semua. [Melakukan meditasi atau japa mantra tertentu juga cukup membantu]. Sehingga ketika ada mahluk-mahluk suci dari alam-alam luhur atau dari dunia material [yang karena welas asih-nya] kemudian datang kesini untuk menunjukkan jalan menuju cahaya [menyelamatkan kita], kita bisa secepatnya keluar dari sini. Tapi tanpa bathin kita sendiri bersih serta penuh welas asih dan kebaikan, mereka juga tidak akan bisa mengeluarkan kita dari sini.
TRI LOKA KEDUA :
BVAH LOKA [ALAM SIKLUS SAMSARA, KEHIDUPAN-KEMATIAN]
Bvah loka seing diistilahkan sebagai alam tengah. Terdiri dari alam material dimana kita saat ini berada dan alam halus Bvah Loka, tempat para jiwa-jiwa antre untuk reinkarnasi kembali.
1. Mayapada [dunia material-fisikal dimana saat ini kita berada].
Bedanya antara alam negatif, alam positif dan dunia material dimana saat ini kita berada adalah, bahwa di dunia material ini adalah tempat percampuran mahluk-mahluk dari berbagai kualitas tingkatan jiwa [kemurnian bathin]. Kalau di alam negatif dan alam positif cenderung seragam kualitas jiwa-nya. Setelah kita mati kita akan pergi ke salah satu alam yang paling sesuai dengan tingkat kemurnian bathin kita sendiri.
Lahir ke dunia material ini sebagai manusia sangat sangat penting artinya, karena inilah satu-satunya lapisan dimensi alam dimana evolusi bathin kita [dari kegelapan menuju kemurnian bathin] bisa maju sangat pesat. Inilah lapisan dimensi alam tempat kita melatih jiwa, memurnikan bathin. Pertama karena di dunia material ini, dengan bantuan tubuh fisik kita dapat melakukan banyak hal untuk meningkatkan evolusi bathin kita. Kedua karena di dunia ini antara kebahagiaan dan kesedihan seimbang. Di alam positif kebahagiaan terlalu mendominasi, di alam negatif kesengsaraan terlalu mendominasi. Jadi lahir ke dunia ini sebenarnya adalah kesempatan yang sangat baik untuk merealisasi moksha [pembebasan]. Bahkan para dewa-pun akan lahir ke bumi jika ingin merealisasi moksha.
Diantara alam materi dan alam halus, terdapat alam transisi yang disebut :
Mrtya Loka [Alam Kematian]
Mrtya Loka atau alam kematian ini adalah alam yang kebanyakan akan dilewati oleh orang mati yang tempatnya adalah di alam halus bvah loka. Sebelumnya kita runut dahulu fase-fase kematian secara singkat. Setelah seseorang mati dia akan meninggalkan sthula sarira [badan fisik] dan pranamaya kosha [badan energi kehidupan], lalu kesadaran pindah ke linga sarira [lapisan halus badan fisik] dan masih berada di alam material [dalam bahasa umum : menjadi hantu]. Sebelum kemudian meninggalkan lingsa sarira dan alam material, dia akan melewati fase sushupti [tidur lelap tanpa mimpi]. Setelah terbangun dari fase ini, kesadaran sudah pindah dari linga sarira ke sukshma sarira [badan astral] dan berada di Mrtya Loka.
Mrtya Loka ini didominasi oleh rangkaian cahaya dan aliran gelombang energi berwarna ungu dan merah. Energi inilah yang membantu sang jiwa mengurai keinginan dan keterikatan dalam badan halus [badan pikiran] sang jiwa.
Mrtya Loka adalah alam transisi antara alam material dengan berbagai alam-alam halus. Sang jiwa akan melewati alam-alam ini dengan perlahan-lahan untuk melepaskan sisa-sisa keterikatan terhadap kehidupan duniawi dan kekasaran pikiran. Bagi mereka yang evolusi bathinnya maju [bathinnya bersih], karena lapisan badan halusnya begitu halus, mereka melesat dengan cepat melewati Mrtya Loka ini dan langsung lahir di alam-alam luhur [Svah Loka] seperti Svarga Loka, Maha Loka, dll. Sebaliknya bagi yang bathinnya penuh kekotoran dan akan lahir di alam bawah [alamnya para ashura atau Bhur Loka], mereka juga tidak akan terlalu banyak menghabiskan waktu di Mrtya Loka ini, karena lapisan badan halusnya begitu kasar untuk bisa lama berada disini.
Dalam teks-teks Hindu ada kisah jiwa-jiwa yang baru meninggal yang harus melewati sungai Vaitarna sebelum memasuki alam halus alam tengah. Kisah ini benar adanya, karena Mrtya Loka ini adalah alam yang identik dengan unsur air dari alam semesta. Atau kisah titi ugal-agil dalam lontar-lontar Bali, disebutkan bahwa jiwa-jiwa yang ingin keluar dari neraka harus melewati jembatan ini agar bisa terlahir kembali. Kisah ini juga benar adanya, karena jika sang jiwa ingin keluar dari neraka ia harus melewati Mrtya Loka ini kembali agar bisa sampai di alam halus alam tengah [bvah loka], dimana jiwa-jiwa antre untuk bisa terlahir kembali [reinkarnasi]. Mrtya Loka ini berfungsi untuk melepaskan sisa-sisa keterikatan terhadap kehidupan duniawi dan kekasaran pikiran.
Suasana alam ini dominan berwarna ungu kemerahan. Kadang terlihat corat-coret kasar ungu dan merah, kadang jalinan benang-benang berwarna ungu kemerahan, kadang terlihat partikel-partikel halus rajas-tamas atau kadang terlihat awan ungu kemerahan. Akan tetapi walaupun alam ini berwarna ungu dan merah, banyak juga jiwa-jiwa yang melewati alam ini hanya melihat kegelapan pekat. Hal ini disebabkan sukshma sarira sang jiwa ditutupi kabut dari pikiran yang negatif [keterikatan, keinginan, ego, dll]. Analoginya seperti mata kita ditutup kain hitam sehingga yang kita lihat hanya kegelapan pekat.
Sukshma sarira [badan halus] sang jiwa akan pontang-panting dan diguncang-guncang di lapisan alam ini, karena tekanan tinggi di alam ini dan karena alam ini benar-benar baru bagi dia [belum beradaptasi].
Catatan :
Ingat konteks simbolik titi ugal-agil atau jembatan yang bergoyang-goyang dalam teks-teks lontar Bali]. Karena adanya tekanan tinggi dia harus bergerak, tapi dia tidak tahu harus ke arah mana.
Kunci untuk melewati alam transisi ini adalah adaptasi sukshma sarira untuk menyesuaikan diri dengan tekanan lingkungan serta kecenderungan pikiran kita sendiri [vasana]. Saat kita mati dan harus melintasi Mrtya Loka ini, idealnya kita harus bersikap sepenuhnya tenang, damai, pasrah dan biarkan gelombang energi ini masuk dan melewati kita. Jangan takut. Biarkan diri kita menjadi satu dengan rangkaian cahaya, warna dan gelombang energi ini. Dalam moment ini kita mungkin akan tergoda dengan kemunculan memory kehidupan kita, kemunculan alam yang indah, warna-warni, suara-suara atau orang-orang tertentu yang kita kenal dalam hidup kita.
JANGAN TERTARIK dengan semua hal dunawi yang muncul. Cukup bersikap sadar terhadap semua riak-riak pikiran kita sendiri, itu saja. Bila kita mampu bersikap demikian, perjalanan di alam ini akan jauh lebih mudah.
Sampai kemudian pada suatu fase dimana gelombang bercahaya terlihat muncul dari dalam sukshma sarira. Disinilah sang jiwa mulai mengetahui cara untuk melewati Mrtya Loka [alam kematian] ini. Sukshma sarira [badan halus] sang jiwa dapat melewatinya dengan menggunakan kekuatan gelombang bercahaya dari dalam sukshma sarira ini. Hingga kemudian sukshma sarira mencapai lapisan puncak atmosfer Mrtya Loka ini yang disebut Antariksha. Alam atmosfer ini memiliki energinya sendiri yang akan membuat kita melesat laksana komet menuju alam halus Bvah Loka. Suara gemuruh laksana angin badai terdengar di alam atmosfer ini.
Waktu yang dihabiskan di Mrtya Loka bagi jiwa-jiwa yang mati yang akan pergi ke alam halus bvah loka umumnya berkisar antara beberapa bulan s/d bertahun-tahun.
Faktor terpenting yang mempengaruhi durasi lamanya berada di Mrtya Loka ini adalah :
– Putaran karma dan tingkat kebersihan bathin sang jiwa.
Inilah faktor yang sebenarnya paling penting dan menentukan. Tapi kita yang masih hidup juga bisa membantu perjalanan sang jiwa dengan cara-cara berikut dibawah.
– Tingkat kerelaan untuk melepaskan keterikatan duniawi oleh sang jiwa.
Itulah sebabnya di Bali ada tradisi meluasang [nunas bawos] atau nuwunang roh keluarga yang baru saja meninggal. Tujuannya kalau-kalau seandainya sang jiwa masih ada ganjalan dalam hidupnya. Sehingga ketika ganjalan-ganjalan tersebut dibantu diselesaikan oleh yang masih hidup, sang jiwa mungkin akan lebih rela menyambut kematiannya dan melepaskan kehidupan duniawi.
– Upakara atau persembahyangan yang dibuatkan oleh keluarganya atau orang lain bagi sang jiwa.
Bukan besarnya banten dan upakara yang menentukan [utamaning upakara],
sama sekali tidak. Faktor pertama adalah pentingnya melakukan kremasi [pembakaran mayat], karena kremasi mempercepat kembalinya [terurai] tubuh fisik menjadi unsur panca maha bhuta, yang sangat membantu perjalanan sang jiwa. Faktor kedua adalah dihantar dengan upakara yang dilakukan dengan baik dan benar [bisa dibandingkan dan dilihat pada tulisan : Tips Mebanten yang terang dan indah]. Bukan besarnya banten dan upakara, melainkan : sumber bahannya baik [bukan hasil korupsi atau mencuri, pinjam uang, hasil jual tanah atau rumah, dll], proses pembuatannya baik [tidak ada yang bertengkar, saling menjelekkan, dll] dan dipuput oleh sulinggih atau pemangku yang memiliki bathin bersih [bukan sulinggih atau pemangku bisnis, dll]. Semua ini sangat membantu perjalanan sang jiwa, karena dengan demikian sang jiwa bisa ditunjukkan jalan yang benar [menuju cahaya atau jyoti] di alam kematian.
2. Antarabhava [Alam Halus Bvah Loka]
Alam halus Bvah Loka ini adalah alam tempat jiwa-jiwa antre untuk reinkarnasi kembali. Dalam artian punya kesempatan besar untuk lahir sebagai manusia, mengalami evolusi bathin dan naik tingkat lagi. Karena sekali masuk ke bhur loka [alam neraka], besar kemungkinan sang jiwa akan terperosok disana untuk jangka waktu yang sangat lama. Antara ribuan tahun, jutaan tahun, milyaran tahun atau bahkan terjebak selamanya disana sampai maha pralaya [kehancuran alam semesta].
Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah sukshma sarira. Di alam halus Bvah Loka ini keadaannya cukup mirip dengan di bumi. Kita mengalami kerinduan akan keinginan-keinginan duniawi, serta mengalami kesedihan dan kebahagiaan yang sama seperti halnya di bumi. Sehingga kadang jiwa-jiwa yang mendiami lapisan alam ini tidak sabar dan mencoba melakukan kontak dengan dunia material [melalui mimpi seseorang, melalui perjalanan lintas dimensi, dll]. Hal ini sebenarnya aktifitas yang sangat berbahaya bagi sang jiwa sendiri, karena dengan demikian jiwa-jiwa gelap [ashura] yang menguasai neraka bisa memanfaatkan sang jiwa atau bahkan menariknya ke alam Bhur Loka.
Jangka waktu rata-rata [kebanyakan] untuk reinkarnasi kembali berkisar antara 50 sampai 400 tahun. Tapi bisa lebih cepat atau lebih lambat, penyebabnya adalah sang jiwa harus antre dan sang jiwa hanya dapat lahir kembali ketika ada moment dan tempat yang tepat untuk lahir kembali sesuai putaran karmanya sendiri.
TRI LOKA KETIGA :
SVAH LOKA [ALAM HALUS POSITIF, ALAM ATAS, ALAM LUHUR]
Svah Loka atau alam positif ini adalah alam yang dihuni oleh jiwa-jiwa yang bathinnya bersih, serta hidupnya penuh welas asih dan kebaikan. Umumnya kita menyebut mereka sebagai pitara, betara atau dewa. Di lapisan alam ini kita merasakan kebahagiaan dan kedamaian luar biasa, karena proyeksi mental-energi positif dari isi pikiran-pikiran kita sendiri [pikiran polos dan memory baik], terproyeksikan menjadi nyata oleh energi-energi luhur di alam ini.
Sebelumnya perlu dijelaskan kembali bahwa beberapa saat setelah kematian ada beberapa fase kosmik yang kita lalui, yang terpenting adalah ketika muncul cahaya terang [jyoti], yang merupakan gerbang jalan bagi jiwa menuju alam-alam luhur svah loka atau bahkan moksha [pembebasan]. Akan tetapi durasi kemunculan cahaya ini sangat bervariasi bagi setiap orang. Tergantung kepada vasana [kecenderungan pikiran] kita sendiri di moment-moment menjelang kematian. Bagi yang di moment kematian pikirannya cenderung buruk, cahaya terang ini muncul hanya mulai dari setengah detik s/d 30 menit saja. Bagi yang di moment kematian pikirannya cenderung tenang dan damai, cahaya terang ini bisa muncul selama sekitar 30 menit s/d beberapa jam. Sang jiwa harus bergerak menuju cahaya ini untuk dapat memasuki Svah Loka. Jiwa yang bersih akan mudah atau bahkan ditarik menuju cahaya ini, jiwa yang kotor mungkin akan gagal.
Svah Loka terdiri dari lima lapisan dimensi alam. Semakin positif dan halus lapisan dimensi Svah Loka yang kita masuki, semakin dalam kebahagiaan dan kedamaian yang dirasakan sang jiwa.
Berikut penjelasan mengenai Svah Loka :
1. Svarga Loka [Svah loka lapisan atau dimensi pertama].
Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah karana sarira [sukshma sarira sudah terurai bersih]. Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia bathinnya bersih dan banyak melakukan kebaikan. Sang jiwa akan merasakan kebahagiaan dan kedamaian yang berlimpah. Jauh melebihi kebahagiaan dan kedamaian dalam kehidupan biasa yang kita rasakan di bumi. Hal ini tidak bisa dijelaskan, kecuali kalau kita pernah mengalami samadhi dalam meditasi, sedikit banyak akan paham maksudnya. Akan tetapi lahir di Svarga Loka belum menghentikan roda samsara, ada waktunya nanti sang jiwa harus kembali lahir ke dunia untuk melanjutkan evolusi bathinnya serta menyelesaikan sisa putaran karmanya sendiri.
2. Maha Loka [Svah loka lapisan kedua].
Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah vijnanamaya kosha [karana sarira sudah terurai bersih]. Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia merealisasi kesadaran, hanya saja belum sempurna. Lahir di Maha Loka berarti roda samsara [siklus kehidupan-kematian] telah berhenti. Sang jiwa bisa melanjutkan evolusi bathinnya dan menyelesaikan sisa putaran karmanya di lapisan alam ini juga. Akan tetapi banyak juga jiwa yang lahir di lapisan alam ini karena welas asih memutuskan untuk reinkarnasi kembali. Lahir ke dunia menjadi satguru yang terang dan membebaskan bagi umat manusia, sekaligus untuk melanjutkan evolusi bathinnya.
3. Jana Loka [Svah loka lapisan ketiga].
Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah vijnanamaya kosha. Sang jiwa akan lahir di alam ini karena dalam hidupnya dia merealisasi kesadaran [lebih sadar dari jiwa yang lahir di Maha Loka], tapi tetap saja belum sempurna. Lahir di Jana Loka berarti roda samsara [siklus kehidupan-kematian] telah berhenti. Sang jiwa bisa melanjutkan evolusi bathinnya dan menyelesaikan sisa putaran karmanya di lapisan alam ini juga. Akan tetapi banyak juga jiwa yang lahir di lapisan alam ini karena welas asih memutuskan untuk reinkarnasi kembali. Lahir ke dunia menjadi satguru yang terang dan membebaskan bagi umat manusia, sekaligus untuk melanjutkan evolusi bathinnya.
4. Tapa Loka [Svah loka lapisan ke-empat].
Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah vijnanamaya kosha. Sang jiwa yang lahir di alam ini menjadi apa yang disebut kesadaran kosmik. Dengan cara yang rahasia [tidak perlu turun lahir ke dunia] beliau selalu membimbing umat manusia, semua mahluk-mahluk lainnya, serta termasuk membimbing para dewa di ketiga Svah Loka sebelumnya menuju penerangan dan pembebasan.
5. Satya Loka [Svah loka lapisan kelima].
Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah anandamaya kosha [vijnanamaya kosha sudah terurai bersih]. Sang jiwa yang lahir di alam ini menjadi apa yang disebut maha-kesadaran kosmik. Kesadaran beliau sedikit lagi sempurna untuk bisa menyatu [manunggal] dengan yang maha tidak terpikirkan [Brahman]. Dengan cara yang rahasia [tidak perlu turun lahir ke dunia] beliau selalu membimbing umat manusia, semua mahluk-mahluk lainnya, serta termasuk membimbing para dewa di ke-empat Svah Loka sebelumnya menuju penerangan dan pembebasan.
(Sumber referensi : Rumah Dharma – Hindu Indonesia)
KONSEP TRI LOKA (VERSI PRASADA)
Prasada, ruang konsentrasi yang sarat nilai secara arkaik dan filosofinya.
Arkaik adalah kuno, sudah ketinggalan zaman atau sudah tidak lazim dipakai lagi.
Sebutan Bali sebagai pulau seribu pura memang tidak salah untuk disematkan, seringkali keberadaan pura di Bali menyimpan tinggalan arkeologis yang tidak ternilai harganya. Begitu Pula dengan keberadaan Pura Ntegana di Desa Adat Tegal, Desa Darmasaba yang menyimpan tinggalan arkeologis berupa bangunan prasada.
Bangunan ini berdiri kokoh di halaman utama/jeroan Pura Ntegana, keberadaanya masih bersifat living monument dan difungsikan sebagaimana mestinya oleh masyarakat sekitar.
Mendengar kata prasada mungkin masih sangat asing di telinga kita, ditambah lagi kita belum pernah melihat wujudnya secara visual. Hal ini dapat saya wajarkan karena tidak semua pura memiliki bangunan prasada di dalamnya. Jika dilihat secara seksama bangunan ini memiliki kesamaan bentuk dengan candi-candi di Pulau Jawa.
Persamaan antara kedua bangunan ini tidak hanya berhenti pada bentuknya saja, bahkan dari segi fungsi bangunan prasada dan candi memiliki beberapa kesamaan yakni sebagai media konsentrasi untuk memuja para dewa. Selain itu tempat penghormatan (pendharmaan) yang ditujukan kepada roh seorang raja.
Fungsi mendasar dari Prasada di Pura Ntegana yakni sebagai media konsentrasi untuk mendekatkan diri kehadapan tuhan dalam konteks ini adalah Sang Hyang Wisnu dan Hyang Pasupati. Oleh pengempon pura, beliau disebut Ida Ratu Agung.
Pada dasarnya bangunan prasada merupakan representasi dari sebuah gunung. Hal ini terpancar pada strukturnya yang menjulang tinggi serta bagian atapnya yang berbentuk tumpang, semakin keatas semakin mengerucut layaknya sebuah gunung.
Gunung sebagai titik tertinggi dianggap sebagai tempat paling suci, anggapan ini sudah berkembang jauh sebelum pengaruh agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia. Agaknya anggapan ini pertama kali muncul dan berkembang pada zaman megalitik yang dibuktikan dengan adanya bangunan punden berundak sebagai salah satu produk kebudayaan dari masa tersebut. Tidak mengherankan jika Prasada Pura Ntegana difungsikan sebagaimana yang telah saya tulis diatas, karena melihat peran gunung sebagai suatu titik yang sangat vital dan suci.
Pembagian tiga struktur utama pada prasada bermakna bahwa dalam siklus alam semesta terdapat tiga alam (tri loka) yang memiliki peran dan penghuninya masing-masing. Bagian pondasi atau kaki prasda bermakna adanya dunia bawah (bhur loka) yang dihuni oleh Asura, Bhuta Kala atau kekuatan alam yang bersifat negatif.
Pada bagian tengah atau badan prasada (bhwah loka) memiliki makna sebagai dunia penghubung. Ketika manusia menjalankan hidupnya dalam hal ini terdapat dua pilihan antara ingin melanjutkan hidup ke dunia atas atau tetap terjebak di dunia bawah.
Bagian terakhir adalah atap prasada (swah loka) melambangkan alam para dewa yang mana merupakan tempat tertinggi dan paling suci. Tiga tingkatan ini juga dapat diartikan sebagai perjalanan hidup manusia dalam mencari arti kesucian, pelepasan diri dari ikatan keduniawian, dan moksa sebagai tujuan terakhir.
Bangunan Prasada Pura Ntegana sebagai hasil dari cipta karsa nenek moyang kita tidak hanya dapat kita nikmati keindahannya. Jika ditelisik lebih dalam, banyak sekali makna yang tersematkan pada bangunan ini.
Hal ini sebagai penanda bagaimana pola pikir nenek moyang kita dalam usahanya untuk menerjemahkan kepercayaan terhadap kesucian sebuah gunung dan ajaran-ajaran agama Hindu dalam hal ini meliputi konsep tri loka, yang mana direalisasikan sebagai media pemujaan yang berbentuk prasada. (Sumber referensi : Arkeologi Prasada Pura Ntegana)