WAYUH
Wayuh / poligami merupakan sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dulu waktu yang bersamaan.
Makna arti lain yang luas dalam masyarakat Jawa terdapat juga perkawinan poligami atau wayuh yakni seorang pria memiliki istri lebih dari seorang.
Wayuh disebut juga satu orang laki-laki memiliki banyak isteri.
WAYUH DAN FERTILITAS
Wayuh merupakan istilah Jawa. Kata ini disematkan pada laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu atau poligami. Praktik wayuh adalah tradisi kuno masyarakat Jawa yang diwariskan secara turun-temurun. Lazimnya wayuh dilakukan dua kali sehingga memiliki dua istri yang dianggap sah. Selebihnya dilakukan secara diam-diam (nikah siri).
Menurut sejarah, tradisi wayuh sudah ada sejak zaman kerajaan di Jawa. Para Raja memiliki istri banyak. Istri pertama disebut permaisuri. Istri kedua dan seterusnya dikenal dengan sebutan selir. Kerajaan Singosari misalnya, Ken Arok memiliki 2 istri yaitu Ken Dedes dan Ken Umang.
Selain raja, pemimpin bangsa seperti Soekarno, juga diketahui beristri lebih dari satu. Selain Fatmawati, Presiden pertama Republik Indonesia ini memiliki istri Oetari Tjokroaminoto, Ratna Sari Dewi, Kartini Manoppo.
Adapun dari kalangan agamawan, artis, penguasa, budayawan, pegawai plat merah bahkan masyarakat tingkat bawah/umum, ada banyak yang melakukan wayuh/poligami.
Praktik wayuh banyak dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari kalangan bangsawan, agamawan maupun kalangan bawah.
Secara sepintas, poligami memang diperbolehkan, baik secara agama maupun hukum negara. Tetapi tradisi wayuh sangat berdampak serius terhadap kependudukan di Indonesia. Utamanya, pada tingginya fertilitas yang kemudian mempengaruhi jumlah penduduk. Praktik wayuh, tetap eksis pada masyarakat Jawa hingga saat ini. Masyarakat Jawa memandang wayuh sebagai sesuatu yang legal.
Adapun syarat dan ketentuan yang tertuang dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 4 ayat (2) menjelaskan bahwa pengadilan hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari satu apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri memiliki cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat memberikan keturunan.
Meskipun praktik wayuh diperbolehkan, namun banyak kalangan masyarakat yang tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari adanya praktik wayuh yaitu meningkatkan angka kelahiran bayi.
Perempuan memiliki kemampuan secara alamiah dalam melahirkan bayi yang disebut fekunditas. Periode reproduksi perempuan adalah sejak menstruasi sampai menopause. Sehingga selama masa subur perempuan dapat melahirkan bayi dalam jumlah banyak apabila tidak dibatasi. Dari setiap perempuan yang menikah akan menyumbang pertambahan penduduk. Karena sesuatu yang diharapkan dari pernikahan adalah memiliki keturunan untuk regenerasi.
Asumsi ini diperkuat dengan budaya patriarki yang cenderung menginginkan anak laki-laki. Jika perempuan belum bisa memberikan anak laki-laki, maka diupayakan sedemikian rupa demi mendapatkan anak laki-laki yaitu dengan cara menambah anak maupun melakukan wayuh. Mereka menganggap anak laki-laki bisa menjadi pemimpin keluarga, menjadi penerus keluarga, dan diharapkan bisa membantu perekonomian keluarga serta legitimasi lain yang melekat pada budaya patriarki.
Dampak dari adanya praktik wayuh menyebabkan angka kelahiran bayi meningkat di Indonesia. Data BPS Jawa Timur menyebutkan terdapat 157 laki-laki melakukan poligami. Jika di asumsikan setiap laki-laki memiliki 2 istri minimalnya. Maka dari setiap istri tersebut dapat melahirkan bayi yang jelas menyumbang kepadatan penduduk. Bayangkan jika setiap tahun terdapat kasus demikian, itupun hanya satu sampel yang dianalisis. Adapun dari daerah lain baik yang terdata maupun tidak, yang resmi maupun yang melakukan poligami secara diam-diam.
Hasil Survey Penduduk 2020 yang dilakukan BPS, mencatat penduduk Jawa Timur sebanyak 40,67 juta jiwa. Artinya ada kenaikan 3,19 juta jiwa dibandingkan Survey Penduduk 2010 yang tercatat sebanyak 37,48 juta jiwa. Pertambahan ini dilatarbelakangi oleh berbagai aspek seperti faktor biologis, sosial, budaya, dan lainnya. Dari adanya pertambahan penduduk yang terus meningkat menyebabkan berbagai masalah sosial muncul, seperti kemiskinan, kriminalitas, gizi buruk, kematian, kualitas sumber daya manusia rendah, dan lain-lain.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pertambahan penduduk akan terus mengalami kenaikan setiap tahunnya, karena sifat naluriah manusia yang ingin memiliki keturunan sebagai regenerasi. Akan tetapi kita harus memperhatikan aspek lain seperti terbatasnya sumber daya alam sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, penting untuk membatasi kelahiran bayi pada ibu melalui alat kontrasepsi. Meskipun praktik wayuh diperbolehkan alangkah lebih baik jika tidak dilakukan.
KONTRADIKTIF WAYUH
Kebulatan tekad untuk mengarungi bahtera rumah dan memilih pasangan terbaik adalah tindakan mulia. Agama juga memerintahkan bahwa setiap pasangan harus berperilaku baik. Hal tersebut yang nantinya akan melahirkan keluarga harmonis.
Demikian pula, tindakan sebaliknya harus dihindari agar rumah tangga tidak berantakan. Segala sikap dan sifat yang ujung-ujungnya menyakiti pasangan, harus dihindari. Apalagi angka perceraian saat ini semakin tinggi. Kepada sang perempuan untuk menjadi istri yang selalu berusaha membuat senang hati suami, apapun caranya. Karena bila suami hatinya senang, suami akan mampu berpikir dan beraktivitas dengan baik dalam menjalankan kewajibannya. Sehingga suami bisa memberi manfaat yang maksimal bagi dunia profesinya.
Sementara itu, sebagai suami hendaknya menjaga hati istri. Sebab, jika hati istri tersakiti, maka besar kemungkinan akan melampiaskan kemarahannya kepada anak. Poligami/ wayuh sebenarnya suatu tindakan dan keputusan menyakiti istri. Sekali lagi tindakan yang paling berpotensi menyakiti hati istri adalah wayuh (menambah istri).
Dalam doktrin Islam baik itu Alquran maupun Hadis, poligami memang disebutkan secara terang benderang. Tapi saya malah memahaminya perilaku ini dilarang karena syaratnya sangat berat yaitu harus bisa bersikap adil. Bahkan karena sulitnya berlaku adil maka Alquran menyarankan agar beristri satu saja.
Juga dalam kenyataannya, kebanyakan suami yang melakukan poligami dimulainya dengan melakukan kebohongan sehingga mengakibatkan kekerasan kepada anggota keluarga baik istri maupun anak-anaknya.
PANDANGAN TENTANG WAYUH/POLIGAMI
Dalam bukunya berjudul Ijtihad Kyai Husein menyebut ada tiga pandangan terhadap poligami yaitu :
1. Pertama, poligami adalah Sunnah alias mengikuti perilaku nabi Muhamad. Keadilan yang eksplisit disebut dalam Alquran cenderung diabaikannya atau hanya sebatas argumen verbal belaka.
2. Kedua, pandangan yang memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat yang ketat.
3. Ketiga, pandangan yang melarang poligami secara mutlak. Perbedaan pandangan ini berkaitan dalam menafsirkan Surat An-Nisa ayat 3 : Dan jika kamu takut tidak bisa berbuat adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (ketika kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senang, dua, tiga atau empat, jika kamu tidak bisa berbuat adil, maka cukup seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Pandangan Profesor Quraish Syihab adalah seorang ulama yang bisa dianggap mewakili pandangan kedua. Menurutnya, ayat ini tidak juga menganjurkan apalagi mewajibkan poligami. Ayat tersebut hanya bicara tentang bolehnya poligami, dan itu pun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh siapa yang sangat amat membutuhkan, dan dengan syarat yang tidak ringan.
Argumen di atas merupakan salah satu argumen dari pandangan ketiga yang menolak perilaku poligami. Dengan memberikan dalil-dalil yang berasal dari penafsiran atas ayat-ayatnya Alquran dan Hadis menyatakan bahwa Islam memilih sistem monogami. Tidak ada ayat Alquran yang mengapresiasi perilaku poligami, apalagi mengaitkan poligami dengan ukuran ketakwaan seseorang. Dalam ayat di atas jelas dan tegas menolak poligami Yang demikian itu (monogami) lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Kata Prof. Quraish, bila kita belajar dan merujuk pada pernikahan Nabi Muhamad secara utuh, beliau menikah monogami (satu istri) dengan Khadijah selama 25 tahun. Kehidupan poligami Nabi hanya 8 tahun. Jika demikian, mengapa bukan masa yang lebih banyak yang diteladani ? Bahkan dengan terang-terangan Nabi tidak mengizinkan puterinya, Fatimah, dimadu oleh suaminya, Ali bin Thalib. Ali pun taat dan hidup monogami sampai Fatimah wafat. Alasan Nabi melarang Ali mempoligami puterinya karena itu menyakiti hati puterinya, bila hati puterinya sakit maka beliau juga sakit.