RADEN WIJAYA CIKAL BAKAL KERAJAAN MAJAPAHIT TITISAN DEWA AHLI STRATEGI PERANG SERTA TATA PEMERINTAH KEKUASAAN NUSWANTORO
Sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit bermula dari permohonan Raden Jayawijaya kepada Jayakatwang untuk membuka hutan di daerah Tarik.
Jayakatwang merupakan raja Kerajaan Gelanggelang.
Ia adalah sosok yang berpengaruh terhadap keruntuhan Kerajaan Singasari.
Asal-usul penamaan Majapahit adalah saat para pekerja mulai membuka hutan Tarik, banyak ditemukan buah maja (wilwa) dan saat dimakan terasa pahit (tikta).
Raden Wijaya dan Wirajaya akhirnya mampu membangun kekuatan untuk menyerbu Jayakatwang.
Apalagi, kala itu, mereka mendengar kabar kedatangan tentara Tartar dari Mongol.
Pasukan tersebut sebenarnya hendak menyerbu Raja Kertanegara yang telah dibunuh oleh tentara Jayakatwang.
Oleh Raden Wijaya dan Wirajaya, pasukan Tartar diajak bekerja sama.
Gabungan pasukan itu akhirnya berhasil menjatuhkan Jayakatwang.
Kerajaan Gelanggelang pun runtuh.
Raden Wijaya lantas mengambil alih kekuasan dan memimpin wilayah Jawa dari Majapahit.
Sebelum diangkat menjadi Raja Majapahit, Wijaya terlebih dulu mengusir pasukan Tartar.
MENGUPAS TEKA-TEKI MBUMI KADHIRI NUSWANTORO :
1. KUBULAI KHAN PASUKAN TATAR/MONGOL.
2. RAJA TUMAPEL KERTANEGARA SINGHASARI (Ganter Malang).
3. RADEN WIJAYA CIKAL BAKAL MAJAPAHIT (mantan panglima Singhasari).
4. RAJA JAYAKATWANG ADIPATI GELANGGELANG (sekitar Madiun).
Ada keeratan bangsa China hingga kini di tanah Jawa. Menurut kronologi sejarah semua sudah qodrat dan irodat Gusti Pengeran Kang Akaryo Djagad mempunyai rencana yang sungguh amat elok dan manusia tidak dapat menjongka.
Serangan Mongol ke Jawa adalah sebuah invasi militer oleh pasukan Mongol yang berasal dari China untuk menyerang Jawa.
Serbuan yang dilakukan pada 1293 ini dipimpin oleh Kubilai Khan, penguasa Kekaisaran Mongol dari Dinasti Yuan.
Kala itu, Kubilai Khan mengirim sekitar 30.000 tentaranya ke Jawa untuk menghukum Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari.
Namun, serangan besar-besaran ini justru berakhir dengan kekalahan Mongol.
PENYEBAB MONGOL MENYERANG KE JAWA
Ketika berkuasa, Kubilai Khan melakukan upaya perluasan wilayah dengan mengirim utusan ke berbagai negara.
Utusan tersebut diperintah untuk meminta negara-negara yang dikunjunginya supaya tunduk di bawah kekuasaan Mongol dan membayar upeti.
Men Shi atau Meng-qi, yang dikirim ke Kerajaan Singasari tidak diterima dengan baik oleh Raja Kertanegara.
Raja Kertanegara menolak untuk tunduk dan memperlakukan Men Shi seperti pencuri, yaitu dipotong telinganya dan diusir dari kerajaan.
Hal inilah yang membuat Kubilai Khan marah dan mengirim ekspedisi ke Jawa untuk menghukum Raja Kertajaya.
MAKSUD LAIN KUBILAI KHAN DATANG KE JAWA
Apabila Jawa berhasil ditaklukkan, maka negeri-negeri disekitarnya juga akan tunduk dan Dinasti Yuan dapat menguasai jalur perdagangan laut Asia.
KEKUATAN PASUKAN MONGOL
Dalam rangkan serangan Mongol ke Jawa, Kubilai Khan menyiapkan sekitar 20.000-30.000 pasukan dan 1.000 kapal yang dilengkapi perbekalan untuk satu tahun.
Ekspedisi ini dipimpin oleh Ike Mese, orang Uyghur yang berpengalaman dalam pelayaran ke luar negeri, dan Gaoxing.
Pasukan Mongol bertolak dari Quanzhou, China, menyusuri Champa hingga Sumatera, kemudian berlayar menuju Karimunjawa dan berakhir di Tuban.
Di Tuban, mereka diduga sempat menjarah desa yang terletak di pesisir pantai.
Setelah itu, komandan membagi pasukannya menjadi dua, yaitu pasukan darat dan pasukan yang menggunakan perahu untuk menyusuri sungai.
TAKTIK PASUKAN MONGOL DAN MAJAPAHIT HANCURKAN KERAJAAN KEDIRI RAJA JAYAKATWANG
Sepeninggalan utusan Mongol ke Kerajaan Singhasari, kekaisaran Mongol di bawah pimpinan Khubilai Khan dibuat berang. Pasalnya utusan mereka Meng Khi diperlakukan sewenang-wenang dan diusir oleh Kertanegara yang memimpin Kerajaan Singasari.
Kekaisaran Mongol pun mengirimkan sebanyak 20 ribu pasukan untuk menyerbu wilayah Pulau Jawa. Kedatangan Kekaisaran Mongol mengirimkan pasukan akibat hinaan oleh Kerajaan Singasari di masa raja Kertanegara. Saat itu Singasari tak mau tunduk dengan Kekaisaran Mongol dibawah pimpinan Khubilai Khan.
Kedatangan tentara Tartar sebutan pasukan Kekaisaran Mongol terjadi pada 1292 Masehi. Saat itu pasukan Tartar dipimpin oleh Shihpi, Kau Hsing, dan Ike Mese atau Ji-ko mosu, lengkap dengan kapal pengangkut dan kapal perang, serta membawa segala perlengkapan peran dan bahan makanan untuk jangka waktu setahun lamanya.
Tentara Tartar juga membawa segala tanda jasa dan hadiah para pahlawan, berupa kain sutra yang mahal sekali harganya. Kedatangan mereka untuk menghukum raja Kertanegara atas tindakan sewenang-wenang dengan mengusir utusan dari Mongol.
Konon sebelum berangkat ke Jawa, tentara Tartar terlebih dahulu menerima rintangan berupa badai dan angin ribut di laut. Hal ini membuat banyak pasukan yang mabuk, hanya tertidur di sepanjang perjalanan dan tidak mau makan.
Singkat cerita, armada pasukan Tartar di bawah pimpinan Ike Mese terlebih dahulu menyusun skenario untuk memasuki Pulau Jawa melalui Karimun Jawa. Armada tersebut kemudian menuju Tuban, di sana sebagian prajurit mendarat tapi sebagian yang lain bergerak menuju ke timur di bawah pimpinan Shihpi, menuju muara sungai di daerah Sedayu, Gresik
Kerajaan Singasari sudah tamat akibat serangan dari Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya yang melarikan dari Singasari kemudian menetap di Majapahit. Di sanalah nantinya utusan Mongol ini menemui Raden Wijaya.
Dari muara sungai inilah, Ike Mese dan prajurit Mongol mengirimkan tiga orang perwira menuju jembatan Majapahit. Tiga perwira itu diberi perintah untuk menyampaikan pesan kaisar kepada Raden Wijaya.
Tiga perwira itu berhasil menemui Raden Wijaya, namun di sisi lain Raden Wijaya tengah menghadapi serangan dari Jayakatwang. Raden Wijaya bersedia menyanggupi permintaan utusan Mongol dengan tunduk kepada Khubilai Khan, dengan persyaratan.
Kepada Khubilai Khan melalui utusan Mongol Ike Mese, Raden Wijaya pun meminta bantuan kepada Khubilai Khan. Kepada Khubilai Khan, ia menceritakan bahwa ia tengah dalam pengejaran Jayakatwang dari Kediri. Mendapat kabar itu, Khubilai Khan memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Majapahit.
Di bawah pimpinan Ike Mese tentara Tartar menyiapkan serangan ke Daha ibukota Kerajaan Kediri. Tentara Tartar dibagi menjadi tiga pasukan. Satu pasukan berlayar ke hulu sungai, satu pasukan lagi di bawah pimpinan Ike Mese menuju Daha dari jurusan timur, sedangkan pasukan Kau Hsing menyerang dari arah barat.
Telah ditetapkan bahwa pada hari yang keempat, kota Daha pun diserang dari tiga arah. Keraton Raja Jayakatwang dikepung, hingga akhirnya Jayakatwang menyerah. Selang 14 hari kemudian tentara Tartar yang sedang berangkat ke Majapahit, mendapat serangan dari tentara Raden Wijaya.
Konon akibat serangan berulang kali tentara Majapahit ke tentara Tartar ini membuat tentara Tartar terpecah-belah dan berhasil dipukul mundur. Tiga pekan kemudian tentara Tartar akhirnya meninggalkan Pulau Jawa dengan membawa tawanan perang terdiri dari putra dan perwira Raja Jayakatwang, peta dan surat yang bertuliskan emas yang diserahkan oleh raja kepada pimpinan tentara Tartar.
SIASAT RADEN WIJAYA MAJAPAHIT
Strategi tipu muslihat ini ditunjukkan oleh Raden Wijaya Majapahit saat menghadapi tentara Mongol yang menyerang Jawa.
Cerita sejarah kerajaan Majapahit di Indonesia yang sempat diserang oleh tentara Mongol.
Isi cerita penyerangan tentara Mongol di bawah Kublai Khan ke Jawa ternyata penuh intrik cerdik dari tokoh-tokoh kerajaan Indonesia.
Awalnya Kublai Khan minta upeti dari Singhasari. Waktu itu raja Singhasari masih dipegang Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara Wikrama Dharmatunggadewa atau nama kerennya Raja Kertanegara.
Kisah berlanjut dengan datangnya tentara Kublai Khan berjumlah 3000 orang lengkap dengan 1000 armada kapalnya.
Usut punya usut ternyata tentara Mongol bermaksud melakukan balas dendam atas apa yang dilakukan Kertanegara yang menolak semua kunjungan diplomatik dari Mongol.
Bahkan, sebelum kirim tentara, salah satu diplomat Mongol dibakar/dilukai mukanya dan dipotong kuping sama hidungnya sama Kertanegara sendiri.
Para pasukan Mongol itu baru tiba di Jawa setelah tiga tahun berlayar dari daratan China.
Raja Kertanegara yang menjadi target mereka ternyata sudah meninggal. Kerajaan Singosari yang dipimpinnya pun sudah jatuh ke tangan Kediri.
Alih-alih pulang dengan tangan hampa, tentara Mongol pun maah menyerang Kediri yang sebenarnya tidak tahu menahu soal urusan Kertanegara dan Kubilai Khan.
Usah menaklukan Kediri, sebuah surat datang dari pewaris tahta Singhasari yakni Raden Wijaya.
Raden Wijaya ini ngaku sebagai anak tiri / menantu dari Kertanegara. Selain itu dia juga ngaku kalau dia keturunan / Reinkarnasi Dewa Wisnu.
Sebelum pasukan Mongol tiba di Jawa, ternyata Raja Kertanegara telah terbunuh akibat pemberontakan adipati Kediri bernama Jayakatwang.
Peristiwa itu membuat takhta Kerajaan Singasari menjadi kosong dan diambil alih oleh Jayakatwang.
Selain memindahkan kekuasaannya ke Kediri, Jayakatwang juga mengasingkan keluarga Kertanegara ke Madura, termasuk menantunya yang bernama Raden Wijaya.
Raden Wijaya yang tidak terima dengan perlakuan Jayakatwang, segera menyusun strategi untuk menggulingkannya.
Dengan kecerdikannya, Raden Wijaya mengajak pasukan Mongol yang hendak menghukum Kertanegara untuk bergabung bersamanya menyerang Jayakatwang.
Apabila serangan mereka berhasil, Raden Wijaya berjanji akan tunduk dan menghadiahi dua orang putri untuk Dinasti Yuan.
Permintaan itu disetujui oleh pasukan Mongol, dan mereka pun bersatu untuk menyerang Jayakatwang.
SERBUAN YUAN-MONGOL KE JAWA
Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa adalah invasi Kekaisaran Tiongkok-Mongol di bawah Dinasti Yuan ke tanah Jawadwipa / Jawa. Pada tahun 1293, Kubilai Khan, Khan Agung Kekaisaran Mongol dan pendiri Dinasti Yuan, mengirim invasi besar ke pulau Jawa dengan 20.000, sampai 30.000 tentara. Serbuan ini merupakan ekspedisi untuk menghukum Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari, yang menolak membayar upeti dan bahkan melukai utusan Mongol.
Kubilai Khan, penguasa Kekaisaran Mongol dan kaisar Dinasti Yuan, mengirim utusan ke banyak negara untuk meminta mereka tunduk di bawah kekuasaannya dan membayar upeti. Men Shi atau Meng-qi (孟琪), salah satu utusannya yang dikirim ke Jawadwipa, tidak diterima dengan baik di sana.
Penguasa Kerajaan Singhasari, Kertanagara, tidak bersedia tunduk kepada Mongol. Kertanegara lalu mengecap wajah sang utusan dengan besi panas seperti yang biasa dilakukan terhadap pencuri, memotong telinganya, dan mengusirnya secara kasar.
Kubilai Khan sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Pada tahun 1292, dia pun memerintahkan dikirimkannya ekspedisi untuk menghukum Kertanegara, yang dia sebut orang barbar. Serangan ini juga memiliki tujuan lain. Menurut Kubilai khan sendiri, jika pasukan Mongol mampu mengalahkan Jawa, negara-negara lain yang ada di sekitarnya akan tunduk dengan sendirinya. Dengan begitu, Dinasti Yuan Mongol dapat menguasai jalur perdagangan laut Asia, karena posisi geografis Nusantara yang strategis dalam perdagangan.
Berdasarkan naskah Yuan Shi, yang berisi sejarah Dinasti Yuan, 20.000-30.000 prajurit dikumpulkan dari Fujian, Jiangxi dan Huguang di Tiongkok selatan, bersama dengan 1.000 kapal serta bekal untuk satu tahun. Pemimpinnya adalah Shi-bi, orang Mongol, Ike Mese, orang Uyghur yang berpengalaman dalam pelayaran ke luar negeri, dan Gaoxing, orang Tiongkok.
Sementara itu, setelah mengalahkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada tahun 1290, Kerajaan Singhasari menjadi kerajaan terkuat di daerah itu. Akan tetapi Jayakatwang, Adipati di Kediri, negara vasal Singhasari, memberontak dan berhasil membunuh Kertanagara.
Sebagian besar kerabat dan bekas keluarga kerajaan membencinya. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, diampuni oleh Jayakatwang dengan bantuan wali dari Madura, Arya Wiraraja. Raden Wijaya kemudian diberi tanah hutan di Tarik. Dia membuka hutan itu dan mendirikan sebuah desa di sana. Desa itu diberi nama Majapahit, yang diambil dari nama buah maja di sana yang memiliki rasa yang pahit, sehingga jadilah namanya Majapahit (maja+pahit).
PASUKAN
Kubilai memilih pasukan dari Tiongkok Selatan, karena mereka memakai baju perang ringan. Baju perang ringan dianggap lebih cocok di Jawa, yang merupakan negara tropis, sementara unit berzirah berat tidak cocok, seperti yang dicatat oleh Khan sendiri.
Ada 5.000 orang yang dikomandani oleh Shi Bi, 2.000 dari pasukan di Provinsi Fujian, dan tentara dari provinsi Jiangxi, Fujian, dan Huguang. Pasukan intinya adalah Tentara Han Utara, sedangkan sisanya adalah pasukan yang baru menyerah dari Dinasti Song Selatan. Mereka akrab dengan lingkungan yang lembab, panas dan hujan di selatan. Jumlah kepemilikan baju besi tentara Yuan yang baru hanya 20%, dan tentara dari Tiongkok Utara sedikit lebih dari itu. Mereka memiliki banyak busur dan perisai, dan mereka juga memiliki banyak penembak, para infanteri berbaju besi penjaga belakang mereka dipersenjatai dengan tombak dan kapak yang berat. Tentara Mongolia juga membawa kuda.
Yuan Shi juga menyebutkan penggunaan senjata bubuk mesiu, dalam bentuk meriam (Bahasa Tiongkok: 炮 - "Pào"). Jenis kapal yang digunakan tidak disebutkan dalam Yuan Shi, tetapi Worcester memperkirakan kapal jung Dinasti Yuan memiliki lebar 11 meter dan panjang lebih dari 30 m. Dengan perbandingan jumlah kapal dan jumlah prajurit, setiap kapal kemungkinan dapat membawa paling banyak 30 atau 31 orang.
Yuan Shi mencatat bahwa tentara Jawa memiliki lebih dari 100.000 orang. Ini adalah angka yang dilebih-lebihkan, karena medan lokal menentukan bahwa mereka tidak dapat ditempatkan di medan perang pada saat yang sama. Perkiraan modern menunjukkan bahwa kekuatan tentara Jawa adalah sebanding dengan tentara Mongol, sekitar 20,000 sampai 30,000 orang.
Tentara di berbagai bagian Laut Tiongkok Selatan terutama didominasi oleh infanteri ringan sampai orang-orang Arab membawa teknik penempaan dan senjata yang lebih canggih. Sebagian besar tentara Jawa dimobilisasi sementara dari petani dan beberapa prajurit bangsawan.
Para bangsawan berbaris di garis depan, dan pasukan belakang yang besar berformasi T terbalik. Tentara petani Jawa berpakaian setengah telanjang dan ditutupi dengan kain katun di bagian pinggangnya (sarung). Sebagian besar senjata adalah busur dan panah, tombak bambu, dan pedang pendek.
Kaum aristokrat sangat dipengaruhi oleh budaya India, biasanya dipersenjatai dengan pedang dan tombak, dan berpakaian putih. Namun, angkatan laut Jawa lebih maju daripada Tiongkok. Jung jawa memiliki panjang lebih dari 50 m, mampu membawa 500-1000 orang. Kapal ini dibangun dengan beberapa papan tebal yang membuat tembakan artileri tidak mampu merusaknya.
ILUSTRASI KAPAL JUNG DINASTI YUAN
Pasukan Yuan berangkat dari Quanzhou bagian selatan, lalu menyusuri pesisir Dai Viet dan Champa untuk menuju sasaran utama mereka. Negara-negara kecil di Malaya dan Sumatra tunduk dan mengirim utusan kepada mereka, dan komandan Yuan meninggalkan beberapa darughachi di sana. Diketahui bahwa pasukan Yuan sempat berhenti di Ko-lan (Biliton, sekarang Pulau Belitung) pada bulan Januari 1293 untuk merencanakan penyerangan mereka. Pada Februari 1293, Ike Mese dan salah seorang komandan bawahannya berangkat terlebih dahulu untuk membawa perintah Kaisar ke Jawa.
Pasukan utama lalu berlayar ke Karimunjawa, dan dari sana berlayar ke Tuban. Berdasarkan Kidung Panji-Wijayakrama, pasukan Yuan kemungkinan sempat menjarah desa Tuban dalam perjalanan mereka. Setelah itu, para komandan memutuskan untuk membagi pasukan menjadi dua. Pasukan pertama akan turun ke darat, yang kedua akan mengikuti mereka menggunakan perahu. Shi Bi berlayar ke muara Sedayu, dan dari sana pergi ke sungai kecil bernama Kali Mas (yang merupakan percabangan sungai Brantas). Pasukan darat di bawah Gao Xing dan Ike Mese, yang terdiri dari kavaleri dan infantri, pergi ke Du-Bing-Zu. Tiga komandan berlayar menggunakan kapal cepat dari Sedayu ke jembatan terapung Majapahit dan kemudian bergabung dengan pasukan utama dalam perjalanan ke Kali Mas.
Ketika pasukan Yuan tiba di Jawadwipa, Raden Wijaya mengirim seorang utusan dari Madura dan memberitahu mereka bahwa Kertanagara telah tewas dalam kudeta istana dan perampas takhtanya, Jayakatwang, saat ini memerintah di tempatnya. Wijaya berusaha bersekutu dengan mereka untuk melawan Jayakatwang. Dia memberi pasukan Mongol peta daerah Kalang (Gelang-gelang, nama lain Kediri). Berdasarkan, Yuan-shi, Raden Wijaya pada awalnya sudah berusaha menyerang Jayakatwang sendirian namun tidak berhasil, sampai kemudian dia mendengar tentang kedatangan pasukan Yuan. Raden Wijaya lalu meminta bantuan mereka. Sebagai balasannya, Raden Wijaya berjanji akan tunduk pada kekuasaan Yuan, dan juga menjanjikan menghadiahi 2 orang putri jika tentara mereka berhasil menghancurkan Kediri.
Pada tanggal 1 Maret, semua pasukan telah berkumpul di Kali Mas. Di hulu sungai terdapat istana raja Tumapel (Singhasari). Sungai ini adalah jalan masuk ke Jawa, dan di sini mereka memutuskan untuk bertempur. Seorang menteri Jawa.
[Catatan 1]
Menghalau sungai dengan menggunakan perahu. Para komandan Yuan kemudian membuat perkemahan berbentuk bulan sabit di tepi sungai. Mereka menginstruksikan pasukan air, kavaleri dan infantri untuk bergerak maju bersama, yang kemudian berhasil menakuti menteri Jawa. Sang menteri meninggalkan perahunya dan melarikan diri di malam hari. Lebih dari 100 perahu besar yang digunakan untuk memblokir sungai berhasil direbut oleh pasukan Yuan.
Setelah itu, sebagian besar tentara ditugaskan untuk menjaga muara Kali Mas, sementara pasukan utama bergerak maju. Utusan Raden Wijaya mengatakan bahwa raja Kediri telah mengejarnya ke Majapahit dan memohon pasukan Yuan untuk melindunginya. Karena posisi tentara Kediri tidak dapat ditentukan, tentara Yuan kembali ke Kali Mas. Setelah mendengar informasi dari Ike Mese bahwa pasukan musuh akan tiba malam itu, tentara Yuan berangkat ke Majapahit.
Pada 7 Maret, pasukan Kediri tiba dari 3 arah untuk menyerang Wijaya. Pada pagi hari tanggal 8, Ike Mese memimpin pasukannya untuk menyerang musuh di barat daya, tetapi tidak dapat menemukan mereka. Gao Xing bertempur melawan musuh di arah tenggara, akhirnya memaksa mereka melarikan diri ke pegunungan. Menjelang tengah hari, pasukan musuh datang dari tenggara. Gao Xing menyerang lagi dan berhasil mengalahkan mereka di sore hari.
Pada 15 Maret, pasukan dibagi menjadi 3 untuk menyerang Kediri, dan disepakati bahwa pada tanggal 19 mereka akan bertemu di Daha untuk memulai serangan setelah mendengarkan tembakan pao (meriam). Pasukan pertama berlayar menyusuri sungai, pasukan kedua yang dipimpin oleh Ike Mese berjalan di tepi sungai bagian timur sementara pasukan ketiga yang dipimpin oleh Gao Xing berjalan di tepi sungai barat. Raden Wijaya dan pasukannya berjalan di belakang.
Tentara tiba di Daha pada 19 Maret. Di sana, pangeran Kediri mempertahankan kotanya dengan pasukannya. Pertempuran berlangsung dari pukul 6.00 hingga pukul 14.00. Setelah menyerang 3 kali, pasukan Kediri dapat dikalahkan dan melarikan diri. Sementara pasukan Mongol dan Kediri sedang bertempur, pasukan Majapahit menyerang kota dari arah lain dan dengan cepat mengalahkan penjaganya. Istana Jayakatwang dijarah dan dibakar. Beberapa ribu pasukan Kediri mencoba menyeberangi sungai dan tenggelam, sementara 5.000 tewas dalam pertempuran. Raja Jayakatwang mundur ke bentengnya, dan menemukan bahwa istananya telah terbakar. Pasukan Mongol kemudian mengepung kota Daha dan meminta Jayakatwang menyerah. Pada sore hari, Jayakatwang menyatakan takluk kepada bangsa Mongol. Tentara Yuan menangkap Jayakatwang, putranya, istrinya dan semua perwiranya, dan merampas harta yang bernilai 50 juta yuan.
Setelah Jayakatwang dikalahkan oleh pasukan Mongol, Raden Wijaya kembali ke Majapahit, berpura-pura hendak menyiapkan pembayaran upeti untuk Mongol, dan meninggalkan sekutu Mongolnya berpesta merayakan kemenangan mereka. Shi-bi dan Ike Mese mengizinkan Raden Wijaya kembali ke daerahnya untuk menyiapkan upeti serta surat penyerahan diri, namun Gaoxing tidak menyukai hal ini dan dia memperingatkan dua komandan lainnya. Raden Wijaya kemudian meminta sebagian pasukan Yuan untuk datang ke negaranya tanpa membawa senjata, karena kedua putri yang dijanjikan tidak tahan melihat senjata-senjata.
Akhirnya, dua ratus prajurit Yuan yang tak bersenjata dan dipimpin oleh dua orang perwira dikirim ke negara Raden Wijaya. Akan tetapi pada tanggal 19 April Raden Wijaya dengan cepat memobilisasi pasukannya dan menyergap rombongan pasukan Yuan. Setelah itu Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju kamp utama pasukan Yuan dan melancarkan serangan tiba-tiba. Dia berhasil membunuh banyak prajurit Yuan sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka. Setelah mencapai sebuah candi, tentara Yuan disergap oleh tentara Jawa yang telah menunggu mereka. Mereka berhasil menerobos di bagian tengah, melanjutkan pelarian 123 km.
[Catatan 2]
Mereka ke arah timur dengan jalur sebelumnya. Raden Wijaya tidak menyerang Mongol secara langsung, sebaliknya ia menggunakan semua taktik yang memungkinkan untuk mengacaukan dan mengurangi pasukan musuh sedikit demi sedikit. Selama pelarian, tentara Yuan kehilangan semua rampasan yang ditangkap sebelumnya.
Djong Jawa bertiang tiga di Banten. Ilustrasi ini berasal dari tahun 1610.
Di pantai, armada pasukan Jawa yang dipimpin oleh rakryan mantri.
[Catatan 3]
Aria Adikara juga menghancurkan sejumlah kapal Mongol. Pasukan Yuan mundur secara kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di pulau Jawa untuk enam bulan berikutnya. Setelah semua pasukan naik ke kapal di pesisir, mereka bertarung di laut dengan armada Jawa.
[Catatan 4]
Setelah berhasil menghalaunya mereka berlayar ke Quanzhou selama 68 hari. Akibat dari serangan itu, pasukan Han Utara Shi Bi kehilangan lebih dari 3.000 orang, sementara pasukan yang baru dibentuk kehilangan lebih banyak.
Penelitian modern oleh Nugroho memperkirakan 60% tentara Yuan terbunuh (total 12.000-18.000 orang terbunuh), dengan jumlah orang yang ditawan tidak diketahui dan sejumlah kapal hancur. Pada Juni 1293, pasukan mereka tiba di Cina. Mereka membawa anak-anak Jayakatwang dan beberapa perwiranya, yang berjumlah lebih dari 100. Mereka juga memperoleh peta negara, catatan populasi dan sebuah surat dengan huruf emas emas yang dituliskan oleh sang raja.
AKIBAT
Tiga jenderal Yuan, kehilangan semangat karena terusir dari tanah Jawadwipa dan kehilangan banyak prajurit elit, akhirnya kembali ke Tiongkok bersama sisa pasukan yang selamat. Mengetahui bahwa pasukannya gagal, Kubilai Khan menjadi sangat marah. Dia menghukum Shi-bi dengan 70 cambukan dan menyita sepertiga harta kekayaannya karena membiarkan bencana itu terjadi. Ike Mese juga dihukum dan sepertiga harta kekayaannya disita. Sementara Gaoxing mengalami nasib yang berbeda, dia dihadiahi 50 tael emas karena melindungi pasukan dari kehancuran total. Di kemudian hari, Shi-bi dan Ike Mese dimaafkan, dan kaisar mengembalikan reputasi serta harta kekayaan mereka.
Kegagalan ini sekaligus merupakan ekspedisi militer terakhir Kubilai Khan. Sebaliknya, Majapahit kemudian menjadi negara paling kuat pada masanya di Nusantara. Kublai khan merencanakan invasi lain ke Jawa dengan kekuatan 100.000 tentara, tetapi rencana ini dibatalkan setelah kematian Kublai Khan. Akan tetapi, tokoh lain yang melewati Nusantara, yaitu Ibn Battuta dan Odoric dari Pordenone, melaporkan bahwa Jawa diserang beberapa kali oleh Mongol, tetapi selalu berhasil digagalkan. Selain itu, prasati Gunung Butak (tahun 1294 M) menyebutkan bahwa Aria Adikara berhasil mencegat invasi laut Dinasti Yuan selanjutnya dan mengalahkannya, sebelum mereka sampai di Jawa.
Serangan ini memperkenalkan senjata mesiu ke kepulauan Nusantara :245 yang mana Mahapatih Gajah Mada akan manfaatkan dalam armada angkatan laut Jawa selama penaklukan Majapahit : 57.
RADEN WIJAYA MENGALAHKAN JAYAKATWANG DAN PASUKAN MONGOL
Pada 19 Maret 1293, gabungan pasukan Raden Wijaya dan Mongol bertemu di Daha.
Mereka kemudian menyerang pasukan Kediri dan dengan cepat berhasil membakar istana Jayakatwang.
Jayakatwang yang telah mundur ke bentengnya kemudian dikepung dan didesak supaya menyerah.
Setelah mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya meminta izin kepada pasukan Mongol untuk kembali ke Majapahit.
Raden Wijaya mengaku akan mengambil upeti dan minta dikawal oleh pasukan Mongol.
Dalam perjalanan kembali ke Majapahit, Raden Wijaya segera menghabisi 200 pasukan Mongol yang mengawalnya.
Setelah itu, ia balik menyerang pasukan Mongol yang tengah berpesta merayakan kemenangan atas Jayakatwang.
Dalam serangan mendadak itu, Raden Wijaya berhasil membunuh banyak pasukan Mongol, sementara sisanya segera melarikan diri ke kapal.
Pada akhirnya, pasukan Mongol memilih untuk berlayar meninggalkan tanah Jawa.
MONGOL MENGALAMI KEKALAHAN DI JAWA
Selain mengalami kekalahan, pasukan Mongol juga kehilangan banyak pasukannya dalam pertempuran di Jawa.
Diperkirakan sekitar 60 persen pasukan Mongol terbunuh, sementara sebagian lainnya menjadi tawanan.
Kekalahan ini membuat Kubilai Khan murka dan Ike Mese harus menerima hukuman.
Lain halnya dengan Gaoxing, yang justru dihadiahi emas karena dianggap telah melindungi pasukan dari kehancuran total.
Setelah serangan Mongol ke Jawa pada 1293, Kubilai Khan sebenarnya merencanakan menyerang/sebagai kerajaan bawahan.
Akan tetapi, rencana tersebut tidak pernah terealisasi karena Kubilai Khan lebih dulu meninggal.
BERIKUT HUBUNGAN PENGUASA DAN RAJA-RAJA DALAM KENDALI STRATEGI PERANG RADEN WIJAYA MAJAPAHIT
A. KUBILAI KHAN
Kubilai Khan (bahasa Mongol: Хубилай Хан), Khubilai Khan, Kublai Khan atau Khan Besar Terakhir, bahasa Mongolia Tengah: Qubilai Qaγan,
Raja Qubilai, Hanzi: 元世祖,
Pinyin: Yuán Shìzǔ,
Wade–Giles: Yüan Shih-tsu, pendiri Kerajaan Yuan,
Hanzi: 忽必烈,
Pinyin: Hūbìliè, juga dieja Khubilai; (23 September 1215 - 18 Februari 1294) adalah kaisar Mongol (1260-1294) dan juga pendiri Dinasti Yuan (1279-1294). Terlahir sebagai putra kedua dari Tului dan Sorghatani Beki, cucu dari Jenghis Khan. Ia menggantikan kakaknya Mongke pada tahun 1260. Saudaranya yang lain, Hulagu, menguasai Persia dan mendirikan Il-Khanate.
MASA KECIL
Kubilai adalah cucu Jenghis Khan. Masa mudanya dihabiskan untuk mempelajari kebudayaan Tiongkok. Saat Mongke menjadi kaisar, Kubilai menjadi gubernur daerah Selatan Mongol. Saat menjabat, Kubilai meningkatkan hasil bumi provinsi Henan dan meningkatkan kesejahteraan sosial Xi'an.
Pada tahun 1253, Kubilai menyerang Yunnan. Kemudian ia menguasai dan menghancurkan kerajaan Dali. Pada tahun 1258, Mongke menunjuk Kubilai untuk memimpin Pasukan dari Timur untuk membantu menaklukkan Sichuan dan Yunnan. Sebelum tiba (1259), ada berita bahwa Mongke wafat. Saat itu Kubilai tetap menyerang Wuhan. Tak lama ia mendengar bahwa adiknya merebut tahta. Kubilai langsung berdamai dengan negeri Sung dan pulang ke arah utara padang Mongolia.
Kubilai dan adiknya masing-masing lalu mengangkat diri menjadi Khan. Pertempuran keduanya berlangsung selama 3 tahun, di mana Kubilai muncul sebagai pemenang. Saat itulah gubernur Yizhou, Li memberontak melawan Mongol. Kejadian ini menimbulkan rasa tidak percaya Kubilai terhadap bangsa Han. Saat berkuasa, Kubilai mengeluarkan hukum anti Han, seperti larangan gelar bagi penguasa daerah di Tiongkok.
DINASTI YUAN
Kubilai Khan kemudian mengangkat dirinya bukan saja sebagai Khan dari Kekaisaran Mongolia, tetapi juga sebagai Kaisar China, dan membangun Dinasti Yuan di tanah China. Ia lalu memerintahkan untuk memindahkan ibu kota Mongol ke Beijing. Pada saat itu kerajaan Mongol mencapai zaman keemasannya di mana pedagang dari China dapat pergi berdagang di Eropa dengan aman. Para pedagang Eropa yang haus akan kain sutra pun dapat datang membeli barang dagangan di China dengan aman tenteram. Marco Polo dari Italia tiba di China pada masa Dinasti Yuan, dan pernah dijadikan gubernur oleh Kubilai Khan. Hal inilah menandakan perdagangan langsung pertama kalinya muncul antar Eropa dan China, di mana permintaan Eropa akan porselein, ukiran, dan sutra dari China melaju tinggi.
Berbagai invasi ke negeri-negeri Asia Timur dan Asia Tenggara dilancarkan oleh pasukan-pasukan Kublai Khan. Tujuan utamanya ialah untuk memperluas pengaruh kekuasaan, melancarkan perdagangan dan menerima upeti dari negara-negara lain di Asia. Kekaisaran Dinasti Yuan mencapai batas terluasnya saat di bawah kekuasaan Kublai Khan, dengan penaklukan tuntasnya atas Dinasti Sung, yang terjadi pada tahun 1279.
Kubilai Khan tidak hanya disibukan oleh peperangan, tetapi ia juga mempelajari tradisi China. Ia senang dengan kehidupan dan adat istiadat China. Artis, tukang pahat, tukang masak terbaik semua dikumpulkan di Beijing untuk memacu adat-istiadat negara. Marco Polo dikabarkan juga membawa banyak kekayaan budaya seperti sutra dan resep memasak dari China ke Italia.
MENYERANG KE KOREA
Pasukan Mongol memasuki wilayah Korea pada tahun 1216. Pada saat itu hubungan berlangsung baik dikarenakan pasukan Mongol diperintahkan untuk menghancurkan angkatan perang Khitan. Pada saat itu hubungan antar kerajaan Koryo (Korea) dan kerajaan Khitan tidaklah berlangsung baik. Angkatan perang Khitan yang tidak mendapat bantuan pangan dari kerajaan Korea mengambil langkah untuk merebut pangan dari desa-desa di Korea untuk melawan kerajaan Mongolia. Raja Koryo memutuskan untuk bergabung dengan pasukan Mongolia dalam menghancurkan pasukan Khitan. Setelah perang usai, raja Koryo membuat perjanjian damai terhadap kerajaan Mongolia dan mengirim upeti tahunan. Namun upeti tersebut dirampas oleh kawanan perampok dan duta besar Mongolia terbunuh. Hal itu mengakibatkan kerajaan Mongol marah dan mengirim pasukan penghukumnya untuk memasuki wilayah Korea yang kedua kalinya.
Pertempuran terjadi sengit pada tahun 1231. Pasukan Mongol berhasil menawan raja Korea dan mendirikan perkemahan Mongol untuk mengamankan wilayah jajahannya. Kemudian sebagian besar pasukan mereka kembali ke negeri Mongol. Namun perkemahan tersebut diserang oleh para pemberontak. Hal itu menimbulkan invasi ketiga pada tahun 1254 yang mengakhiri hidup kerajaan Korea. Pada tahun 1258 seluruh wilayah Korea berhasil dikuasai oleh kerajaan Mongol. Raja Korea yang kabur ke pulau kecil Cheju, lalu mengawinkan putrinya kepada kerajaan Mongol pada tahun 1273. Pulau itulah yang kemudian dipakai oleh pihak Mongol untuk rencana invasi ke negeri Jepang.
MENYERANG KE JEPANG
Invasi ke tanah Jepang dilakukan jauh sebelum invasi ke kerajaan di Asia Tenggara. Invasi ini berlangsung dua kali. Invasi pertama dilakukan pada tahun 1274 di mana pasukan Mongol bergabung dengan pasukan Korea (pada umumnya budak) mendarat di teluk Hakata. Ribuan pasukan yang berangkat dari Pusan (Korea) melewati pulau Tsushima dan Iki dengan mudah. Namun pada saat mereka hendak mencapai tanah Jepang, mereka diserang oleh badai Tsunami yang menghancurkan pasukan serta pangan mereka hingga tiga per empatnya. Pasukan yang mendarat di teluk Hakata tidak memiliki pangan dan senjata yang cukup untuk melawan pasukan Jepang. Mereka dihancurkan oleh pasukan Samurai. Kaisar Jepang memerintahkan pasukan China untuk dibebaskan karena mereka adalah penduduk dari Tang (kerajaan China pada zaman dinasti Tang mempunyai hubungan baik dengan Jepang). Sedangkan pasukan Mongolia dan Korea semuanya dihukum penggal. Pasukan Mongol yang dikirim ke Jepang itu berupa gabungan dari tentara Mongolia sendiri dan budak-budak dari China dan Korea.
Pada tahun 1281 ratusan ribu pasukan Mongol mendarat untuk kedua kalinya ditanah Jepang. Pasukan Samurai Jepang saat itu tidak mengerti dengan taktik perang Mongol. Menurut tradisi Jepang, sebelum perang dimulai, mereka harus mengadakan duel (satu lawan satu) antar panglima diatas kuda untuk mengukur kekuatan dan semangat lawan. Namun pada saat itu, tidak ada orang yang bisa berbicara bahasa Mongol dari jajaran pasukan Jepang. Pasukan Mongol sendiri tidak mengerti bahasa Jepang. Sehingga pada saat tantangan duel diteriakkan, ribuan pasukan Mongol maju menyerang secara membabi buta. Pasukan Samurai juga menderita oleh serangan Mongol yang berupa hujan anak panah. Secara tradisi pasukan Samurai berperang dengan memanah musuh secara akurat tidak seperti Mongol yang memanah musuh secara membabi buta dan dengan jumlah yang besar. Pasukan Mongol juga menggunakan senjata guntur (bom) untuk menghancurkan jajaran pasukan Samurai. Senjata guntur itu pertama kali diciptakan oleh kerajaan China. Senjata itu terbuat dari tanah liat dan dengan bentuk bola yang besar. Di dalam tanah liat tersebut diisi penuh dengan bubuk mesiu. Kemudian bola tanah liat itu diikat dengan tali dan diayukan kearah musuh. Ledakan bola tanah liat itu bagaikan guntur dan menakuti jajaran pasukan samurai dan kuda-kuda yang mereka tunggangi.
Setelah perang dimenangkan, ratusan ribu pasukan Mongol kembali ke perkemahan mereka di daerah pantai serta membakar desa-desa disekitarnya. Pada malam harinya terjadi Tsunami ganda yang menghancurkan perkemahan mereka serta kapal-kapal mereka lebih parah dengan apa yang terjadi pada tahun 1274. Tsunami ganda tersebut dinamakan Kamikaze, yang kemudian nama itu digunakan oleh kerajaan perang sebagai kode tempur dalam perang pasifik pada perang dunia ke 2. Pasukan Mongol yang tersisa sedikit tersebut kemudian dihancurkan oleh pasukan Jepang. Hal itu menandakan akhir invasi Mongol ke Jepang. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa kaisar Jepang mengakui kedaulatan Mongol serta mengirimkan upeti, hal itulah yang membuat Kubilai Khan puas dan mulai mengarahkan pandangannya ke negeri-negeri di Asia Tenggara (Jawa, Vietnam, Kamboja, dsb).
MENYERANG KE ANNAM (VIETNAM UTARA)
Kubilai Khan menaruh perhatiannya ke wilayah Asia tenggara setelah ia berhasil menguasai seluruh wilayah Asia Timur. Ia mulai mengirim duta besarnya kepada puluhan kerajaan kecil untuk meminta upeti tahunan. Namun hal itu tidak berlangsung baik, karena banyak kerajaan yang tidak mengenal Mongolia dan bahkan mempermalukan duta besar mereka. Pasukan Mongolia lalu dikirimkan untuk menghancurkan kerajaan Champa, tetapi mereka tidak diperbolehkan untuk memasuki wilayah Annam. Hal ini menimbulkan amarah Kubilai Khan setelah pasukannya diserang secara tiba-tiba 1285. Pada tahun 1287 pasukan gelombang kedua tiba dan berhasil mengepung serta menghancurkan ibu kota Annam, Hanoi. Raja Annam berhasil kabur ke selatan. Iklim tropis yang panas dan lembap di daerah itu memaksa pasukan Mongol untuk meninggalkan keberhasilan mereka setelah merebut kota Hanoi. Pada tahun 1288 panglima Mongol merasa tidak puas dan menyerang wilayah Annam untuk ketiga kalinya. Walaupun raja Annam berhasil melarikan diri, ia sadar bahwa pasukan Mongol tidak akan pernah berhenti menyerang tanpa adanya perjanjian damai. Raja Annam kemudian mengakui kekuatan Mongol dan mengirimkan upeti.
MENYERANG KE CHAMPA (VIETNAM SELATAN) DAN CAMBODIA
Setelah kerajaan Annam berhasil dikuasai Mongol, pasukannya mulai berekspedisi ke arah selatan. Dalam tahun yang sama, raja Champa menyerah dan menyerahkan kekuasaan ketangan Mongolia seperti raja Annam. Mereka menjadi raja boneka yang dikontrol sepenuhnya oleh Kubilai Khan.
MENYERANG KE TIBET DAN MUANGTHAI
Invasi ini berlangsung damai. Hal tersebut dikarenakan raja dari kerajaan tersebut mengakui kedaulatan Mongolia dan setuju untuk mengirimkan upeti terhadap kerajaan Mongol. Pada saat itu, Kubilai Khan juga disibukkan oleh berbagai perang dengan kerajaan lain, sehingga tidak ada pasukan yang dikirim untuk mendiami wilayah Tibet maupun Muangthai / Thailand.
MENYERANG KE MYANMAR
Invasi ini berlangsung dikarenakan duta besar Mongol yang dibunuh oleh raja Burma (Sekarang Myanmar). Kerajaan Burma pada saat itu sedang dalam zaman keemasan dengan memiliki pasukan yang berlimpah. Pasukan Burma pada umumnya berupa pasukan gajah. Namun hal itu tidak menjadi tantangan besar oleh pasukan Mongolia. Pada tahun 1277 dan 1283, pasukan Burma mengadakan invasi ketanah Mongolia di China untuk menunjukkan kekuatan mereka. Pasukan penghukum yang dipimpin oleh Temur (cucu Kubilai Khan) meratakan ibu kota Burma, Pagan. Raja Myanmar berhasil kabur dari pertempuran tersebut, tetapi pada tahu 1287 seluruh wilayah Burma berada dalam kekuasaan Mongolia.
MENYERANG KE JAWA DWIPA
Pada akhir tahun 1292 angkatan perang Mongol mulai dikirim ke tanah Jawa, karena duta besar mereka dipermalukan oleh kerajaan Singhasari di bawah rajanya Kertanagara. Pada tahun 1293 angkatan perang tersebut mendarat di Rembang dan mulai melaju ke arah Jawa Timur. Pada saat mereka tiba, tanah Jawa dipenuhi dengan kehancuran yang diakibatkan oleh perang, jauh sebelum mereka tiba. Kerajaan Singhasari sendiri sudah jauh hari dihancurkan oleh kerajaan Kediri. Pasukan Mongol yang tidak tahu apa yang harus mereka perbuat itu disiasati oleh Raden Wijaya untuk membantunya memberontak melawan kerajaan Kediri. Raja Jayakatwang akhirnya tertangkap, dan Raden Wijaya mendirikan kerajaan yang diberi nama Majapahit. Pasukan Mongolia kemudian diserang oleh Raden Wijaya sendiri dan diusir dari tanah Jawa. Panglima Mongol, Ike Mese, yang sudah kehilangan sedikitnya 3000 tentara dan dipengaruhi dengan iklim tropis yang lembap dan panas itu memutuskan untuk berlayar kembali ke tanah Mongolia dengan berbekal emas, budak dan hasil rampasan perang lainnya dari tanah Jawa. Namun setelah ia kembali, Kubilai Khan menjadi marah besar setelah mendengar cerita ekspedisinya. Panglima tersebut diberi hukuman 16 cambukan dan setengah dari kekayaannya disita kerajaan.
WARISAN BUDAYA
Kubilai Khan pernah memerintahkan berbagai bumbu makanan dari pelosok dunia Eropa, India, dan Arab dikirimkan ke Beijing untuk membuat makanan baru. Pada saat itu juga, makanan terkenal dinamakan Bebek Panggang Beijing (Peking Roast Duck) ditemukan dan sampai sekarang ini makanan itu dikenal seluruh dunia sebagai salah satu makanan terenak dari China. Salah satu legenda yang umum, ialah tentang resep masak dan cara membuat mie (bakmie), yang telah dipakai oleh rakyat China selama lebih dari 4000 tahun. Dikatakan bahwa makanan aneh tersebut kemudian dinamakan Spaghetti dan menjadi makanan nasional Italia
Walaupun Kubilai Khan gemar mempelajari budaya Tiongkok, tetapi tidak semua panglimanya memiliki minat yang sama. Banyak sekali panglima perang atau tentara Mongol yang selalu menjarah desa-desa dan kota. Banyak pula wanita yang diculik ataupun dibawa paksa untuk dijadikan budak digurun Mongolia. Desa-desa sering kali dibakar dan penduduknya terbantai sebagai sarana olahraga atau permainan yang diadakan oleh pasukan Mongol. Adapula panglima Mongol yang memerintahkan agar setiap rumah tangga harus dikawal oleh satu tentara Mongol. Setiap orang dilarang untuk berhubungan dengan tetangganya. Hal ini menimbulkan amarah penduduk setempat, yang kemudian menyiasatkan sebuah taktik, yaitu dengan cara menyembunyikan surat rahasia kedalam kue-kue yang kemudian dibagikan kepada setiap rumah sebagai peringatan pesta bulan penuh. Dalam surat itu menyatakan tindak pemberontakan dan setiap penduduk diminta untuk membunuh tentara Mongol yang menjaga rumah mereka pada saat yang sama. Hari peringatan tersebut kemudian dijadikan hari adat-istiadat nasional di China, dan bahkan dirayakan oleh orang Tionghoa seluruh dunia sebagai Perayaan Kue Bulan - Moon Cake Festival (Perayaan Tiong Chiu).
AKHIR KERAJAAN MONGOL
Kerajaan Mongol diakhiri oleh perebutan kekuasaan dan pemberontakan diseluruh jajaran wilayah Mongolia. Setelah kehancuran Dinasti Yuan di China, Kaisar Zhu Yuanzhang dari China mendirikan kerajaan Ming dan memerintahkan untuk mengadakan operasi balas dendam terhadap Mongolia. Ibu kota Mongolia diratakan dengan tanah berserta seluruh harta karunnya. Setelah kerajaan Mongolia hancur, sejarah mencatat bahwa hanya dalam 1-2 generasi, rakyat China dan Eropa hilang hubungan dan tidak mengetahui sesamanya. Setelah itu Eropa tidak pernah tahu keberadaan negeri China, dan sebaliknya. Marco Polo yang pulang ke Italia dan memberitakan ekspedisi yang ia alami selama di China, di mana ia melihat vihara yang beratapkan emas, kerajaan yang berlimpah akan makanan dan harta itu, tidak dipercayai oleh orang Eropa. Namun ada seseorang yang percaya akan legenda yang diceritakan oleh Marco Polo. Ia adalah Columbus, yang mengadakan pelayaran untuk mencari dunia yang diceritakan oleh Marco Polo, dan akhirnya mendarat di benua baru yang dinamakan benua Amerika.
ORANG-ORANG TARTAR
Tatar atau Tartar adalah anggota yang orang-orangnya terdiri dari beberapa masyarakat berbahasa Turki.
Secara kolektif, mereka berjumlah lebih dari 5 juta pada akhir abad ke-20.
Mereka bermukim di barat-tengah Rusia di sepanjang jalur tengah Sungai Volga dan anak sungainya, Kama, serta Pegunungan Ural.
Bangsa Tartar juga menetap di Kazakhstan dan sedikit di Siberia barat.
Nama Tatar pertama kali muncul di antara suku-suku nomaden yang tinggal di timur laut Mongolia dan daerah sekitar Danau Baikal dari abad ke-5.
Tidak seperti orang Mongol, orang-orang ini berbicara dalam bahasa Turki
Setelah mereka menjadi bagian dari pasukan penakluk Mongol Genghis Khan pada awal abad ke-13, perpaduan unsur-unsur Mongol dan Turki terjadi.
Penjajah Mongol dari Rusia dan Hongaria dikenal oleh orang Eropa sebagai Tartar.
Setelah kekaisaran Genghis Khan bubar, orang-orang Tartar secara khusus diidentifikasikan dengan bagian barat wilayah Mongol.
Wilayah tersebut mencakup sebagian besar Rusia Eropa dan disebut Gerombolan Emas.
ORANG-ORANG TARTAR INI MULAI MASUK ISLAM SUNMI ABAD KE 14.
Karena perpecahan internal dan berbagai tekanan asing, Gerombolan Emas terpecah pada akhir abad ke-14 menjadi kelompok Tartar Kazan dan Astrakhan di Sungai Volga, Sibir di Siberia barat, dan Krimea.
Rusia menaklukkan 3 kelompok ini pada abad ke-16, tetapi khanat Krimea menjadi negara bawahan Turki Utsmani sampai dianeksasi ke Rusia oleh Catherine the Great pada tahun 1783.
Mereka kemudian mengembangkan organisasi sosial yang kompleks, dan kaum bangsawan mempertahankan kepemimpinan.
Kepala pemerintahannya diisi oleh khan dari Tartar terkemuka (Kazan khanat), yang sebagian keluarganya bergabung dengan bangsawan Rusia melalui persetujuan langsung pada abad ke-16.
Stratifikasi dalam masyarakat Tartar ini berlanjut hingga Revolusi Rusia tahun 1917.
Selama abad ke-9 hingga ke-15, ekonomi Tartar didasarkan pada pertanian campuran dan penggembalaan hewan ternak.
Orang-orang Tartar juga mengembangkan tradisi pengerjaan kayu, keramik, kulit, kain, logam dan telah lama dikenal sebagai pedagang.
Selama abad ke-18 dan ke-19, mereka mulai mendapat posisi dalam Kekaisaran Rusia sebagai agen komersial dan politik, guru, dan administrator wilayah Asia Tengah yang baru dimenangkan.
Lebih dari 1,5 juta Tartar Kazan masih tinggal di wilayah Volga dan Ural, dan mereka merupakan sekitar setengah dari populasi di republik Tatarstan.
Mereka sekarang dikenal sebagai Volga Tatar dan merupakan kelompok Tatar terkaya yang paling maju secara industri.
Hampir satu juta lebih Tartar tinggal di Kazakhstan dan Asia Tengah, sedangkan Tartar Siberia, yang jumlahnya hanya sekitar 100.000, hidup tersebar di Siberia barat.
B. RADEN WIJAYA
Raja dan Pendiri Kerajaan Majapahit
Raden Wijaya atau disebut juga Dyah Wijaya (wafat: Majapahit, 1309) adalah pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Sri Kertarajasa Jayawardana, atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana.
Menurut Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Campaka, seorang pangeran dari Kerajaan Singhasari. Menurut Negarakertagama, Raden Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, yang merupakan anak dari Mahisa Campaka (Narasinghamurti). Ia dibesarkan di lingkungan Kerajaan Singhasari.
Sejarah Kerajaan Singhasari hingga berdirinya Kerajaan Majapahit dari segi pelaku utamanya dapat dipandang dari munculnya 3 dahan silsilah dalam pohon wangsa Rajasa. Dahan pertama adalah dari jalur Tunggul Ametung dengan Ken Dedes yang menurunkan Anusapati, Wisnuwardhana, Kertanegara hingga ke-empat putri yang menjadi ibu yang melahirkan raja-raja Majapahit dan menjadi anggota utama keluarga Majapahit. Dahan yang kedua dan ini menjadi penting adalah dari jalur Ken Arok dengan Ken Dedes yang menurunkan Bhatara Parameswara, Narasinghamurti, Dyah Lembu Tal, hingga Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Dahan ketiga adalah jalur dari Ken Arok dan Ken Umang yang menurunkan Tohjaya.
Menurut prasasti Balawi dan Nagarakretagama, Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singhasari, yaitu Tribhuwaneswari, NarendraduhitaJayendradewi, dan Gayatri.
Sedangkan menurut Pararaton, Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja, serta seorang putri dari Kerajaan Malayu bernama Dara Petak, yaitu salah satu dari dua putri yang dibawa dari Melayu oleh pasukan yang dikirim oleh Kertanagara, dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Mahisa Anabrang pada masa kerajaan Singhasari. Dara Petak merupakan salah seorang putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa Raja Melayu dari Kerajaan Dharmasraya.
Menurut prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki seorang putra dari Tribhuwaneswari bernama Jayanagara. Sedangkan Jayanagara menurut Pararaton adalah putra Dara Petak, dan menurut Nagarakretagama adalah putra Indreswari. Sementara itu, dari Gayatri lahir dua orang putri bernama Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat.
Namun ada juga pendapat lain, dimana Raden Wijaya juga mengambil Dara Jingga yang juga salah seorang putri Kerajaan Melayu sebagai istrinya selain dari Dara Petak, karena Dara Jingga juga dikenal memiliki sebutan sira alaki dewa dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa.
DESA MAJAPAHIT
Kematian Kertanegara
Menurut Prasasti Kudadu, pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang terhadap kekuasaan Kerajaan Singhasari. Raden Wijaya ditunjuk Kertanegara untuk menumpas pasukan Gelanggelang yang menyerang dari arah utara Singhasari. Raden Wijaya berhasil memukul mundur musuhnya. Namun pasukan pemberontak yang lebih besar datang dari arah selatan dan berhasil menewaskan Kertanagara.
Menyadari hal itu, Raden Wijaya melarikan diri, berlindung ke Terung di sebelah utara Singhasari. Namun karena terus dikejar-kejar musuh ia kemudian pergi ke arah timur. Dengan bantuan kepala desa Kudadu, ia berhasil menyeberangi Selat Madura untuk bertemu Arya Wiraraja, penguasa Songeneb (nama lama Sumenep), penasehat raja Kertanegara yang merupakan murid dari Mahisa Campaka (Narasinghamurti), kakek Raden Wijaya.
HUTAN TARIK
Bersama Arya Wiraraja, Raden Wijaya merencanakan siasat untuk merebut kembali takhta dari tangan Jayakatwang. Wijaya berjanji, jika ia berhasil mengalahkan Jayakatwang, maka daerah kekuasaannya akan dibagi dua untuk dirinya dan Wiraraja. Siasat pertama pun dijalankan. Mula-mula, Wiraraja menyampaikan berita kepada Jayakatwang bahwa Wijaya menyatakan menyerah kalah. Jayakatwang yang telah membangun kembali kerajaan leluhurnya, yaitu Kerajaan Kadiri menerimanya dengan senang hati. Ia pun mengirim utusan untuk menjemput Wijaya di pelabuhan Jungbiru
Siasat berikutnya, Wijaya meminta Hutan Tarik di sebelah timur Kadiri untuk dibangun sebagai kawasan wisata perburuan. Wijaya mengaku ingin bermukim di sana. Jayakatwang yang gemar berburu segera mengabulkannya tanpa curiga. Wiraraja pun mengirim orang-orang Songeneb yang dipimpin oleh anaknya, Ranggalawe, untuk membantu Wijaya membuka hutan tersebut. Menurut Kidung Panji Wijayakrama, salah seorang Madura menemukan buah maja yang rasanya pahit. Oleh karena itu, desa pemukiman yang didirikan Wijaya tersebut pun diberi nama Majapahit.
BERTAHTAH RAJA MAJAPAHIT
Catatan Dinasti Yuan mengisahkan, pada tahun 1293, pasukan Mongol sebanyak 20.000 orang yang dipimpin Ike Mese, Kau Hsing dan Shih Pi mendarat di Jawa untuk menyerang Kertanagara, karena pada tahun 1289 Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan raja Mongol.
Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol ini untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk bekerjasama. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Wangsa Rajasa di Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol.
Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol, Majapahit dan Madura bergerak menyerang Daha, ibu kota Kerajaan Kadiri. Jayakatwang akhirnya kalah dan ditawan bersama putranya Ardharaja dalam kapal Mongol.
PERANG MELAWAN YUAN MINGOL
Setelah Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin pada pihak Mongol untuk kembali ke Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga. Sesampainya di Canggu, Majapahit, Wijaya dan pasukannya membunuh para prajurit Mongol yang mengawalnya
Pada 19 April 1293, Raden Wijaya memimpin pasukannya menyerang tentara Mongol. Tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha diserbu oleh pasukan Majapahit. Setelah kehilangan 3.000 orang tentaranya, Ike Mese memutuskan mundur. Sisa pasukan Mongol akhirnya meninggalkan Jawa pada 24 April 1293.
Kemudian Wijaya menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit yang pertama dengan gelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardana. Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan tersebut terjadi pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 12 November 1293.
MASA KEKUASAAN
Dalam memerintah Majapahit, Raden Wijaya mengangkat para pengikutnya yang dulu setia dalam perjuangan. Arya Wiraraja dan Ranggalawe sebagai pasangguhan, Nambi diangkat sebagai patih Majapahit, Lembu Sora sebagai patih Daha.
Pada tahun 1294 Wijaya juga memberikan anugerah kepada pemimpin desa Kudadu di wilayah Gunung Butak yang dulu melindunginya saat pelarian menuju Pulau Madura. Raden Wijaya juga membentuk Dharmaputra, pasukan elit yang beranggotakan tujuh orang, yaitu Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
Pada tahun 1295, Raden Wijaya mengangkat anaknya, Jayanagara, sebagai yuwaraja atau raja muda di Kadiri atau Daha. Pemerintahannya diwakili oleh Lembu Sora yang disebutkan dalam Prasasti Pananggungan menjabat sebagai patih Daha.
PEMBERONTAKAN RONGGOLAWE
Pada tahun 1295 seorang tokoh licik bernama Mahapati menghasut Ranggalawe untuk memberontak. Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai patih, dan menjadi perang saudara pertama yang melanda Majapahit. Setelah Ranggalawe tewas, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya mengabulkannya. Maka, sejak saat itu, wilayah kerajaan Majapahit terbagi menjadi dua, di mana Majapahit sebelah barat dikuasai oleh Wijaya dan di timur dikuasai oleh Wiraraja dengan ibu kota di Lamajang (nama lama Lumajang).
PEMBUNUHAN LEMBU SORA
Pada tahun 1300 terjadi peristiwa pembunuhan Lembu Sora, paman Ranggalawe. Pada saat pemberontakan Ranggalawe, Lembu Sora berada di pihak Majapahit. Namun, pada pertempuran Tambak Beras ketika Ranggalawe dibunuh dengan kejam oleh Kebo Anabrang, Sora yang merupakan paman Ranggalawe merasa tidak tahan, kemudian berbalik membunuh Anabrang.
Peristiwa terbunuhnya Kebo Anabrang dijadikan alasan oleh Mahapati untuk menghasut Nambi, bahwa Lembu Sora akan memberontak terhadap Majapahit, sehingga terjadi suasana perpecahan antara Lembu Sora dan Nambi. Pada puncaknya, Lembu Sora dan kedua kawannya, yaitu Gajah Biru dan Jurudemung tewas dibantai kelompok Nambi sewaktu dalam perjalanan menuju istana Majapahit.
AKHIR HAYAT
Menurut Nagarakretagama, Raden Dyah Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Ia dimakamkan di Antahpura dan dicandikan di Simping, Blitar, sebagai Harihara, atau perpaduan Wisnu dan Siwa.
Raden Dyah Wijaya digantikan Jayanagara sebagai raja penerusnya.
NAMA RADEN WIJAYA
Raden Wijaya merupakan nama yang lazim dipakai para sejarawan untuk menyebut pendiri Kerajaan Majapahit. Nama ini terdapat dalam Pararaton yang ditulis sekitar akhir abad ke-15. Kadang Pararaton juga menulisnya secara lengkap, yaitu Raden Harsawijaya. Padahal menurut bukti-bukti prasasti, pada masa kehidupan Wijaya (abad ke-13 atau 14) pemakaian gelar raden belum populer.
Nagarakretagama yang ditulis pada pertengahan abad ke-14 menyebut pendiri Majapahit bernama Dyah Wijaya. Gelar "dyah" merupakan gelar kebangsawanan yang populer saat itu dan menjadi cikal bakal gelar "Raden". Istilah Raden sendiri diperkirakan berasal dari kata Ra Dyah atau Ra Dyan atau Ra Hadyan.
Nama asli pendiri Majapahit yang paling tepat adalah Nararya Sanggramawijaya, karena nama ini terdapat dalam prasasti Kudadu yang dikeluarkan oleh Wijaya sendiri pada tahun 1294. Gelar Nararya juga merupakan gelar kebangsawanan, meskipun gelar Dyah lebih sering digunakan.
SILSILAH RADEN WIJAYA
Dyah Wijaya dalam prasasti Balawi tahun 1305 menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa. Menurut Nagarakretagama, Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Sedangkan menurut Pararaton, Narasinghamurti alias Mahisa Campaka adalah putra Mahisa Wonga Teleng putra Ken Arok pendiri Wangsa Rajasa.
Nagarakretagama menyebut bahwa Dyah Lembu Tal adalah seorang laki-laki, putra Narasinghamurti. Naskah ini memuji Dyah Lembu Tal sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah dari Raden Dyah Wijaya. Jadi bisa di pastikan Raden Wijaya berdarah Singasari (Jawa) tulèn, bukan berdarah campuran dari Singasari (Pihak Ibu) dan Sunda (Pihak Ayah) seperti menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara karangan Kesultanan Cirebon. Menurut Nagarakertagama Dyah Lembu Tal merupakan seorang laki-laki dan bukan seorang perempuan. Dyah Lembu Tal merupakan Ayah dari Wijaya yang juga berasal dari Singhasari dan bukan berasal dari Sunda.Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, Raden Wijaya masih keturunan Sunda karena ayahnya adalah putra dari raja Kerajaan Sunda Galuh.
Dyah Lembu Tal putra Mahisa Campaka, dari Kerajaan Singasari, juga disebut Dyah Singamurti
Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, Raden Wijaya masih keturunan Sunda karena ayahnya adalah putra dari raja Kerajaan Sunda Galuh.
PERMAISURI
Tribhuwana putri sulung Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singasari. Bergelar Sri Prameswari Dyah Dewi Tribhuwana-iswari, biasa disingkat Tribhuwaneswari
SELIR
1. Mahadewi bergelar Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita atau disebut dengan Narendraduhita
2. Jayendradewi istri yang paling setia. Bergelar Sri Jayendra Dyah Dewi Prajña Paramita atau disebut dengan Prajna Paramita.
3. Gayatri putri bungsu Kertanegara. Bergelar Rajapatni
4. Dyah Gitarja bergelar Bhre Kahuripan, setelah naik tahta bergelarSri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani, disebut juga Ratu Kencana Wungu
5. Dyah Wiyat bergelar Rajadewi Maharajasa Bhre Daha
6. Dara Petak putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa, dari Kerajaan Dharmasraya. Bergelar Indra-iswari atau Indreswari
7. Jayanagara bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara.
C. JAYAKATWANG
Jayakatwang adalah Adipati Gelanggelang (kini Madiun) yang pada tahun 1292 memberontak dan meruntuhkan Kerajaan Singhasari, yang kemudian ingin membangkitkan kembali kerajaan leluhurnya, yaitu Kerajaan Kadiri, tetapi hanya bertahan selama setahun sebelum dihancurkan oleh pasukan gabungan Mongol dan Majapahit.
Jayakatwang wafat1293 Wangsa Isyana, ayah Sastrajaya (putra Jayashaba putra Kertajaya) dari pasangan Hurukbali anak Ardharaja.
Jayakatwang juga sering kali disebut dengan nama Sanjaya, Aji Katong, atau Jayakatyeng.
Dalam berita Tiongkok ia disebut Ha-ji-ka-tang.
Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan Jayakatwang adalah keturunan Kertajaya raja terakhir Kadiri. Dikisahkan pada tahun 1222 Ken Arok mengalahkan Kertajaya. Sejak itu Kadiri menjadi bawahan Singhasari di mana sebagai bupatinya adalah Jayasabha putra Kertajaya. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
Ayah Jayakatwang, Sastrajaya, menikah dengan saudara perempuan Wisnuwardhana, karena dalam prasasti Mula Malurung Jayakatwang disebut sebagai keponakan Seminingrat (nama lain Wisnuwardhana). Prasasti itu juga menyebutkan nama istri Jayakatwang adalah Hurukbali putri Seminingrat. Dari prasasti Kudadu diketahui Jayakatwang memiliki putra bernama Ardharaja, yang menjadi menantu Kertanagara. Jadi hubungan antara Jayakatwang dengan Kertanagara adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan.
PENGUASA GELANGGELANG
Nagarakretagama, Pararaton, Kidung Harsawijaya, dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Jayakatwang adalah raja bawahan di Kadiri yang memberontak terhadap Kertanagara di Singhasari. Naskah prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan menyebut Jayakatwang pada saat memberontak masih menjabat sebagai adipati Gelang-Gelang (berkuasa1271 - 1293).
Setelah Singhasari runtuh, baru kemudian ia menjadi raja di Kadiri.
Sempat muncul pendapat bahwa Gelang-Gelang merupakan nama lain dari Kadiri. Namun gagasan tersebut digugurkan oleh naskah prasasti Mula Malurung (1255). Dalam prasasti itu dinyatakan dengan tegas kalau Gelang-Gelang dan Kadiri adalah dua wilayah yang berbeda. Prasasti itu menyebutkan kalau saat itu Kadiri diperintah Kertanagara sebagai yuwaraja (raja muda), sedangkan Gelang-Gelang diperintah oleh Hurukbali dan Jayakatwang.
Lagi pula lokasi Kadiri berada di daerah Kediri, sedangkan Gelang-Gelang ada di daerah Madiun. Kedua kota tersebut terpaut jarak puluhan kilometer.
PEMBERONTAKAN JAYAKATWANG
Pararaton dan Kidung Harsawijaya menceritakan Jayakatwang menyimpan dendam karena leluhurnya Kertajaya Kadiri dikalahkan Ken Arok pendiri Singhasari. Suatu hari ia menerima kedatangan Wirondaya putra Aria Wiraraja yang menyampaikan surat dari ayahnya sebagai balasan "formal" terhadap permintaan pertimbangan yang diajukan Jayakatwang sebelumnya, mengingat Aria Wiraraja adalah dianggap sesepuh Jayakatwang. Dimana isi pertanyaan surat sebelumnnya mungkinkah Jayakatwang bisa melakukan balas dendam terhadap Kertanegara akibat kekuasaan Kadiri yang merupakan leluhur Jayakatwang telah ditaklukkan Singhasari leluhur dari Kertanegara, Atas pertanyaan ini Aria Wiraraja menyarankan supaya Jayakatwang jika telah terpikirkan secara matang segera melakukan penyerangan karena saat itu Singhasari sedang dalam keadaan kosong, ditinggal sebagian besar pasukannya ke luar Jawa. Adapun Aria Wiraraja adalah mantan pejabat Singhasari yang dimutasi ke Sumenep karena dianggap sebagai penentang politik Kertanagara. Yang pada akhirnya di kemudian hari Aria Wiraraja menyayangkan dan sangat menyesali terhadap apa yang dilakukannya dengan Jayakatwang.
Jayakatwang melaksanakan saran Aria Wiraraja. Ia mengirim pasukan kecil yang dipimpin Jaran Guyang menyerbu Singhasari dari utara. Mendengar hal itu, Kertanagara segera mengirim pasukan untuk menghadapi yang dipimpin oleh menantunya, bernama Raden Wijaya. Pasukan Jaran Guyang berhasil dikalahkan. Namun sesungguhnya pasukan kecil ini hanya bersifat pancingan supaya pertahanan kota Singhasari kosong.
Pasukan kedua Jayakatwang menyerang Singhasari dari arah selatan dipimpin oleh Patih Mahisa Mundarang. Dalam serangan tak terduga ini, Kertanagara tewas di dalam istananya.
Menurut prasasti Kudadu, Ardharaja putra Jayakatwang yang tinggal di Singhasari bersama istrinya, ikut serta dalam pasukan Raden Wijaya. Tentu saja ia berada dalam posisi sulit karena harus menghadapi pasukan ayahnya sendiri. Ketika mengetahui kekalahan Singhasari, Ardaraja berbalik meninggalkan Raden Wijaya dan memilih bergabung dengan pasukan Gelang-Gelang.
KEKALAHAN JAYAKATWANG
Peristiwa kehancuran Singhasari terjadi tahun 1292. Jayakatwang lalu menjadi raja, dengan Kadiri sebagai pusat pemerintahannya. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi alas Trik (Hutan Tarik, Sidoarjo) untuk dibuka menjadi kawasan wisata perburuan.
Sesungguhnya Aria Wiraraja telah berbalik melawan Jayakatwang. Saat itu Wiraraja ganti membantu Raden Wijaya untuk merebut kembali takhta peninggalan mertuanya. Pada tahun 1293 pasukan Mongol datang untuk menghukum Kertanagara yang telah berani menyakiti utusan Kubilai Khan tahun 1289. Pasukan Mongol tersebut diterima Raden Wijaya di desanya yang bernama Majapahit. Raden Wijaya yang mengaku sebagai ahli waris Kertanagara bersedia menyerahkan diri kepada Kubilai Khan asalkan terlebih dahulu dibantu mengalahkan Jayakatwang.
Berita Tiongkok menyebutkan perang terjadi pada tanggal 20 Maret 1293. Gabungan pasukan Mongol dan Majapahit menggempur kota Kadiri sejak pagi hari. Sekitar 5000 orang Kadiri tewas menjadi korban. Akhirnya pada sore harinya, Jayakatwang menyerah dan ditawan di atas kapal Mongol.
Dikisahkan kemudian pasukan Mongol ganti diserang balik oleh pihak Majapahit untuk diusir keluar dari tanah Jawa. Sebelum meninggalkan Jawa, pihak Mongol sempat menghukum mati Jayakatwang dan Ardharaja di atas kapal mereka.
Menurut kitab Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama, Jayakatwang yang telah menyerah lalu ditawan di benteng pertahanan Mongol di Hujung Galuh. Menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya, ia meninggal di dalam tahanan penjara Hujung Galuh setelah menyelesaikan sebuah karya sastra berjudul Kidung Wukir Polaman.
D. KISAH KEN AROK HINGGA RAJA KERTAJAYA
Sejarah Kerajaan Singasari terkait erat dengan sosok Ken Arok (1222-1247) yang konon sebagai pendirinya. Masa kejayaan kerajaan Hindu yang terletak di Jawa bagian timur ini terjadi saat dipimpin oleh Kertanegara (wafat tahun 1292) sekaligus menjadi raja terakhirnya.
Nama sebenarnya dari Kerajaan Singasari adalah Kerajaan Tumapel yang beribukota di Kutaraja. Asal-usul penamaan Singasari bermula saat Raja Wisnuwardhana menunjuk anaknya yang bernama Kertanegara sebagai putra mahkota dan mengganti nama pusat pemerintahan kerajaan menjadi Singasari.
Singasari yang sebenarnya merupakan nama ibu kota justru lebih terkenal daripada nama kerajaannya yakni Tumapel. Pada akhirnya, orang terbiasa menyebut Kerajaan Tumapel dengan nama Kerajaan Singasari.
Kerajaan Singasari mengalami puncak keemasan pada era raja terakhirnya yakni Kertanegara dan memiliki wilayah kekuasaan yang amat luas. Kertanegara kala itu ingin menyatukan sebagian wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari.
Dengan pusat pemerintahan di Jawa bagian timur, wilayah kekuasaan Singasari pada era Kertanegara disebut-sebut mencakup Bali, Sunda, sebagian Kalimantan, bahkan sebagian Sumatera hingga kawasan Selat Malaka.
Ken Arok Menjadi Raja
Mulanya, Tumapel bukan sebuah kerajaan, melainkan daerah bawahan Kerajaan Kadiri (Kediri). Menurut Kitab Paraton, wilayah Tumapel dipimpin oleh Tunggul Ametung yang menjabat sebagai akuwu (setara camat). Tunggul Ametung memiliki istri bernama Ken Dedes.
Tahun 1222, masih disebutkan dalam Pararaton, Tunggul Ametung mati dibunuh oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok. Ken Arok kemudian menikahi Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung. Anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung ini nantinya diberi nama Anusapati.
Selain beristrikan Ken Dedes yang merupakan janda Tunggul Ametung, Ken Arok punya satu istri lagi bernama Ken Umang yang kelak melahirkan anak laki-laki bernama Tohjaya.
Dikutip dari buku yang mengambil judul Pararaton (1965) karya R. Pitono, setelah membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes, Ken Arok menjadi penguasa baru Tumapel. Ken Arok berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Terjadilah peperangan sengit antara Tumapel melawan Kadiri. Tumapel di bawah pimpinan Ken Arok memenangkan perang tersebut yang kemudian mendeklarasikan diri sebagai raja dengan gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.
2 VERSI RAJA-RAJA SINGHASARI
Ada dua versi dalam dalam mengidentifikasi sejarah Kerajaan Tumapel atau Singasari menurut dua kitab, yakni Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama. Perbedaan ini meliputi daftar penguasa dan angka tahunnya
1. Menurut Kitab Pararaton.
Dikisahkan dalam Pararaton, Anusapati yang merupakan putra Tunggul Ametung (1185-1222) dan Ken Dedes ingin membalas dendam terhadap Ken Arok yang telah membunuh ayahnya.
Pada 1247, Ken Arok mati di tangan Anusapati yang kemudian berkuasa di Tumapel. Namun, pada 1249, gantian Anusapati yang tewas, dihabisi oleh Tohjaya yang tidak lain adalah anak Ken Arok dari Ken Umang.
Tohjaya naik singgasana sebagai raja Tumapel atau Singasari setelah Anusapati tiada. Akan tetapi, takhta Tohjaya hanya berlangsung singkat. Pada 1250, pemerintahannya digulingkan oleh pasukan khusus yang dihimpun oleh Ranggawuni atau yang nantinya dikenal sebagai Wisnuwardhana.
Ranggawuni atau Wisnuwardhana adalah anak dari Anusapati dan melanjutkan lingkaran dendam yang melingkupi takhta Kerajaan Singasari.
Wisnuwardhana dinobatkan sebagai raja selanjutnya hingga kemudian mewariskan kekuasaan kepada putranya yang bernama Kertarajasa.
Daftar Raja Tumapel/Singasari Versi Pararaton :
1). Tunggul Ametung (1185-1222) | Pemimpin Tumapel
2). Ken Arok (1222-1247) | Pemimpin Tumapel, membunuh Tunggul Ametung
3). Anusapati (1247-1249) | Putra Tunggul Ametung & Ken Dedes, membunuh Ken Arok
4). Tohjaya (1249-1250) | Putra Ken Arok dari Ken Umang, membunuh Anusapati
5). Wisnuwardhana (1250-1272) | Putra Anusapati, menggulingkan Tohjaya
6). Kertanagara (1272-1292) | Putra Wisnuwardhana.
2. Menurut Kitab Negarakertagama.
Negarakertagama tidak pernah menyebut nama Tunggul Ametung maupun Ken Arok. Penguasa Tumapel yang mengalahkan Kerajaan Kadiri, menurut Negarakertagama, adalah Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222-1227).
Rangga Rajasa memiliki putra bernama Anusapati (1227-1248) yang kemudian bertakhta di Tumapel alias Singasari. Anusapati digantikan oleh putranya yang bernama Wisnuwardhana pada 1248 dan memerintah hingga 1254.
Selanjutnya, raja terakhir Singasari adalah Kertanagara, putra Wisnuwardhana, yang memimpin hingga wafatnya pada 1292 sekaligus mengakhiri riwayat kerajaan ini lantaran terjadinya pemberontakan dari dalam.
Dengan demikian, Negarakertagama tidak menyebut sosok Tunggul Ametung, Ken Arok, Ken Dedes, Ken Umang, maupun Tohjaya dalam sejarah Kerajaan Tumapel alias Singasari, seperti yang termaktub dalam Pararaton.
Daftar Raja Tumapel/Singasari Versi Negarakertagama :
1). Rangga Rajasa (1222-1227) | Penguasa Tumapel
2). Anusapati (1227-1248) | Putra Rangga Rajasa
3). Wisnuwardhana (1248-1254) | Putra Anusapati
4). Kertanagara (1254-1292) | Putra Wisnuwardhana