BEGAWAN SABDOWOLO
Lakon wayang Begawan Sabdowolo berkisah saat terjadi kekacauan setelah Pandawa diharuskan menjalani hukuman 13 tahun ke Hutan Kamyaka. Rakyat Amarta terlantar dan banyak tindak kriminal terjadi setelah kerajaan tersebut di ambil alih oleh Kurawa. Saat itulah turun seorang ksatria sakti mandraguna yang bergelar Begawan Sabdowolo.
Kisah ini menceritakan tentang Kerajaan Amarta yang mengalami kekacauan setelah Pandawa diharuskan menjalani hukuman 13 tahun ke Hutan Kamyaka. Rakyat Amarta terlantar dan banyak tindak kriminal terjadi setelah kerajaan tersebut di ambil alih oleh Kurawa.
Petruk menyaksikan keadaan itu dengan miris dan prihatin. Hatinya menjerit namun tak bisa berbuat apa-apa. Ia kemudian mengadu pekada Dewata. Langitpun berguncang karena doa Petruk, seorang yang papa dan tulus. Raden Wisanggeni turun ke bumi menemui Petruk dan rohnya menyatu ke tubuh Petruk.
Petruk menjadi sakti layaknya seorang Begawan dan dikenal sebagai Begawan Sabdawala. Banyak orang datang dan ingin menjadi murid Begawan Sabdawala, termasuk para putra Pandawa seperti Raden Abimanyu, Gatotkaca, Antareja dan Antasena. Dengan pendekatan budaya Begawan Sabdawala membangun ketahanan mental para putra Pandawa yang sedang kehilangan panutan. Akhirnya setelah Amarta menjadi tentram, Wisanggeni keluar dari tubuh Petruk dan kembali ke Kahyangan.
Begawan Sabdawala adalah petruk ketika menjadi brahmana. Petruk mendapatkan kesaktian karena Sang Hyang Wenang masuk ke badan petruk. Begawan Sabdawala memiliki siswa yaitu : Anoman, Gatutkaca, Antasena, Antareja, dan Setyaki. Ketika Begawan Sabdawala “Madheg Brahmana” mendapat tentangan dari fihak kurawa. yang mengira sabdawala akan melengserkan Prabu Duryudana di Astina. Namun dapat dikalahkan berkat para siswanya. Pada akir cerita sabdawala berubah wujud menjadi petruk lagi karena bertemu Semar.
PETRUK
Petruk adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa, di pihak keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata dari India. Keberadaan tokoh ini dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli masyarakat Jawa. Di ranah Pasundan (Jawa Barat), tokoh Petruk lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel.
Bambang Pecruk Pecukilan
Welgeduwelbeh Tongtongsot, Surogendelo jambulita/jambuletaJenis kelaminPriaPosisiPunakawanKarakteristikBerhidung panjang, Tinggi, Berlengan panjangKeistimewaanSenang bergurau, bertarung adu jago, membela tuannyaKeluargaKyai Ki Lurah Semar Badranaya (bapak)
Prabu Sri Bathara Kresna (mertua)
Kyai Ki Lurah Nala Gareng (kakak)
Kyai Ki Lurah Bagong (adik)
Dewi Prantawati (istri)
Bambang Lengkungkusuma (anak),SenjataKyai Pethel (kapak bercelurit).
Menurut pedalangan, ia adalah anak Raja Gandarwa raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Pecruk Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi atau Bambang Sukasti dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling menghantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Janggan Smarasanta (Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara Ismaya. Mereka diberi petuah dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama.
Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.
Petruk mempunyai istri bernama Dewi Prantawati, putri Prabu Sri Bathara Kresna , Raja Negara Kerajaan Dwarawati. Dalam perkawinan ini mereka mempunyai anak lelaki dan diberi nama Bambang Lengkungkusuma.
Dalam cerita Gareng Dadi Ratu, sebagai syarat jika Petruk berhasil mengalahkan Prabu Pandupragolamanik (yang tidak lain adalah kakaknya sendiri, Nala Gareng), ia meminta imbalan berupa anak ayam cemani pemberian Sang Hyang Wenang (Sang Hyang Asip Prono /Rono) yang diberikan kepada Petruk lalu diberikan kepada Kresna. Hadiah ini terwujud dalam cerita Petruk Nagih Janji, di mana dengan susah payah ia berhasil mengalahkan saingan berat dari Astina, yaitu Lesmana Mandrakumara, Putra Prabu Duryudana dengan Dewi Banowati dan berhasil pula memperistri salah satu putri Kresna yang bernama Dewi Prantawati.
Oleh karena Petruk merupakan tokoh pelawak/dagelan (Jawa), kemudian oleh seorang dalang digubah suatu lakon khusus yang penuh dengan lelucon-lelucon dan kemudian diikuti dalang-dalang lainnya, sehingga terdapat banyak sekali lakon-lakon yang menceritakan kisah-kisah Petruk yang menggelikan, contohnya lakon Pétruk Ilang Pethèlé (Petruk kehilangan kapaknya.
Dalam kisah Ambangan Candi Spataharga/Saptaraga, Dewi Mustakaweni, putri dari Prabu Niwatakawaca (Nirbita) Raja negara Kerajaan Imantaka/Imanimantaka atau Manikmantaka , berhasil mencuri pusaka Kyai Jamus Kalimasada dengan jalan menyamar sebagai kerabat Pandawa (Gatutkaca), sehingga dengan mudah ia dapat membawa lari pusaka tersebut. Kalimasada kemudian menjadi rebutan antara kedua negara itu. Di dalam kekeruhan dan kekacauan yang timbul tersebut, Petruk mengambil kesempatan menyembunyikan Kalimasada, sehingga karena kekuatan dan pengaruhnya yang ampuh, Petruk dapat menjadi raja menduduki singgasana Kerajaan Lojitengara dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh. Lakon ini terkenal dengan judul Petruk Dadi Ratu (Petruk Menjadi Raja). Prabu Welgeduwelbeh/Petruk dengan kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu Pandupragola, raja negara Tracanggribig, yang tidak lain adalah kakaknya sendiri, yaitu Nala Gareng. Dan sebaliknya Bagong-lah yang menurunkan Prabu Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan Lojitengara dan terbongkar rahasianya menjadi Petruk kembali. Kalimasada kemudian dikembalikan kepada pemilik aslinya, Prabu Puntadewa.
Petruk dan panakawan yang lain (Semar, Gareng dan Bagong) selalu hidup di dalam suasana kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah satu sama lain. Mengenai Punakawan, punakawan berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring. Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam pedalangan, saksi atau punakawan itu memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu Semar dan Bagong bagi trah Witaradya.
Sebelum Sanghyang Ismaya menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta (Semar), kecuali Semar dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukodadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya menjelma kepada Janggan Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya punakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nama parepat/prapat.
Raden Wisanggeni selaku Grand Design
(weruh sak durunge winarah)
WISANGGENI
Bambang Wisanggeni adalah nama seorang tokoh pewayangan Jawa. Tokoh ini merupakan sisipan dalam kisah Mahabharata versi pewayangan, karena kisahnya tidak terdapat dalam naskah wiracarita Mahabharata karya Krishna Dwaipayana Byasa dari India, dan nama "Wisanggeni" tidak ditemukan dalam naskah Mahabharata berbahasa Sanskerta (terjemahan Kisari Mohan Ganguli). Tokoh Wisanggeni diciptakan khusus oleh pujangga Jawa untuk kisah pewayangan. Dalam kisah pewayangan, ia dikenal sebagai putra Arjuna yang lahir dari seorang bidadari bernama Batari Dresanala, putri Batara Brama. Wisanggeni merupakan tokoh istimewa dalam pewayangan Jawa. Ia dikenal pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa.
Kisah kelahiran Wisanggeni diawali dengan kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna yang telah menikahi Batari Dresanala. Dewasrani merengek kepada ibunya supaya memisahkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada suaminya, yaitu Batara Guru, raja para dewa. Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brama menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih membela Arjuna.
Brama yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke alam dunia dengan alasan Dresanala hendak dijadikan Batara Guru sebagai penari di kahyangan utama. Arjuna pun menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna pergi, Brama pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang dikandungnya secara paksa.
Dresanala pun melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani datang menjemputnya, sementara Brama membuang cucunya sendiri yang baru lahir itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.
Narada diam-diam mengawasi semua kejadian tersebut. Ia pun membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna racun api.