TAKDIR - ABSOLUT - HARI PEMBALASAN
(MAKNA SEBUAH MIMPI)
TAKDIR
(ketetapan Allah)
Takdir (Arab: قدر, qodar) adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi secara suka dan tidak karena Allah yang menentukan manusia yang menjalankan Mahsyar kelak.
Kata takdir berasal dari kata qadara yang artinya ketentuan karena sesungguhnya Allah SWT telah menentukan suatu perkara atas kehendak-Nya.
Sedangkan kata qaddara dengan tambahan tasydid diartikan dengan Allah SWT telah menjadikan seseorang itu berkuasa melakukan sesuatu dengan kadarnya atau kemampuannya.
Qodho dan Qodar mungkin sering dianggap sebagai istilah yang berkesinambungan dan bermakna sama, tetapi tidak demikian. Jika disebutkan Qodho saja maka mencakup makna Qodar, demikian pula sebaliknya.
Namun jika disebutkan bersamaan, maka Qodho maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah SWT pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu.
Sedangkan Qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah SWT sejak zaman azali. Dengan demikian Qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan Qodho.
Qadha adalah ketetapan Allah SWT sejak sebelum penciptaan alam semesta (zaman azali). Penetapan qadha sesuai kehendak Allah SWT, tentang berbagai hal yang berhubungan dengan makhlukNya.
Sedangkan qadar adalah perwujudan ketetapan Allah SWT (qadha) yang sering disebut takdir. Qadha adalah rencana dan qadar adalah perwujudan atau kenyataan, yang hubungan keduanya tak mungkin dipisahkan.
"Jadi apa arti iman kepada qada dan qadar? Artinya percaya sepenuh hati pada ketetapan Allah SWT, namun bukan berarti tidak berusaha (ikhtiar). Karena keberhasilan tidak akan tercapai tanpa usaha,"
Adanya qada dan qadar dijelaskan dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 38
مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥ ۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًا
Arab latin: Mā kāna 'alan-nabiyyi min ḥarajin fīmā faraḍallāhu lah, sunnatallāhi fillażīna khalau ming qabl, wa kāna amrullāhi qadaram maqdụrā
Artinya: "Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."
TAKDIR MENURUT ISLAM
Setiap Muslim diwajibkan untuk beriman pada keenam perkara yang tertera dalam rukun iman, termasuk beriman kepada Qodho dan Qodar atau takdir Allah SWT.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.
MACAM-MACAM TAKDIR
Sebagian ulama kemudian membagi takdir menjadi dua macam, meliputi :
1. Takdir Mubram.
Ketetapan ini adalah mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku. Manusia tidak diberi peran untuk mewujudkan takdir ini. Contoh takdir mubram adalah kematian, kelahiran, dan jenis kelamin.
Takdir mubram yaitu takdir yang sudah paten tidak dapat diubah dengan cara apa pun. Hal ini karena Allah SWT telah menjadikan takdir Mubram sebagai ketentuan yang mutlak dan manusia pun tidak diberi peran untuk mewujudkannya .
Misalnya, takdir harus lahir dari orang tua yang mana, di tanggal berapa dan lain sebagainya yang sama sekali tidak ada opsi bagi manusia untuk memilih.
Kematian juga termasuk dalam takdir Mubram. Allah SWT berfirman, “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Al-A'raf: 34)
2. Takdir Mu'allaq.
Ketentuan ini masih bisa diubah melalui usaha, kerja keras, dan doa. Misal belajar dan berusaha untuk memperbaiki prestasi sekolah, taat aturan tiap saat, dan menjalankan pola hidup sehat untuk mencegah sakit.
Takdir mu’allaq, yaitu takdir yang masih bersifat kondisional sehingga bisa diubah dengan ikhtiar manusia.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran suat An-Najm ayat 39-40 yang artinya :
“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”
Misalnya takdir miskin dapat diubah dengan doa dan kerja keras, takdir sakit dapat diubah dengan doa dan berobat, dan sebagainya yang melibatkan ruang usaha bagi manusia.
Dengan beriman pada takdir Allah SWT, maka manusia akan merasa bahwa dirinya tidak boleh sombong karena semua hal telah ditentukan oleh Allah SWT.
Selain itu, manusia akan senantiasa bersyukur dan bersabar atas segala hal yang diberikan Allah SWT.
Ketika umat Islam memercayai atau mengimani takdir Allah SWT, mereka pun akan lebih optimis dan tidak mudah menyerah saat menjalani kehidupan karena ada hal-hal yang bisa diperbaiki jika mau berusaha.
SETIAP MUSLIM WAJIB BERIMAN PADA TAKDIR ALLAH SWT
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap umat Islam wajib beriman pada Qodho dan Qodar atau takdir Allah SWT.
Keimanan terhadap takdir dalam Islam harus mencakup empat prinsip yang harus diimani oleh setiap Muslim, yakni :
1. Prinsip Takdir Pertama.
Prinsip takdir dalam Islam yang pertama ialah mengimani bahwa Allah SWT mengetahui dengan ilmunya yang azali dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang dilakukan oleh Allah SWT maupun perbuatan makhluknya.
Semuanya terjadi dalam pengilmuan Allah SWT.
2. Prinsip Takdir Kedua.
Prinsip takdir dalam Islam yang kedua ialah mengimanai bahwa Allah SWT telah menulis dalam lauhul mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.
Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.
Dalil kedua prinsip di atas terdapat dalam Alquran dan As Sunnah. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman :
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj: 70).
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al An’am: 59).
Sedangkan dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW, “… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR Muslim).
3. Prinsip Takdir Ketiga.
Prinsip takdir dalam Islam yang ketiga ialah mengimani bahwa kehendak Allah SWT meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit maupun di bumi.
Semuanya terjadi atas kehendak Allah SWT, baik itu perbuatan Allah SWT sendiri maupun perbuatan makhluknya.
4. Prinsip Takdir Keempat.
Prinsip takdir dalam Islam yang keempat ialah mengimani dengan penciptaan Allah SWT karena Allah SWT menciptakan segala sesuatu baik yang besar maupun kecil, yang nyata dan tersembunyi.
Ciptaan Allah SWT mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya. Perkataan dan perbuatan makhluk pun termasuk ciptaan Allah SWT.
Dalil kedua prinsip di atas adalah firman Allah SWT, “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 62-63)
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. As Shafat: 96).
DIMENSI KETUHANAN
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al Hadid 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang.
Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya). (Al-Furqan 25:2)
Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah. (Al-Hajj 22:70)
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (Al Maa'idah 5:17)
Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya. (Al-An'am 6:149)
Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. (As-Safat 37:96)
...dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (Luqman 31:22). Allah yang menentukan segala akibat.
DIMENSI KEMANUSIAAN
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Ar Ra'd 13:11)
(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al Mulk 67:2)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih (Al-Baqarah 2:62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi 18:29)
IMPLIKASI IMAN KEPADA TAKDIR
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk mengubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid 57:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.
ALLAH ﷻ MENETAPKAN TAKDIR SESEORANG TERKAIT KEHIDUPAN DI DUNIA
Setiap manusia memiliki takdirnya tersendiri. Lantas demikian apakah segala sesuatu yang terjadi telah termaktub dalam garisan takdir yang tak bisa diubah ?. Dilansir di Masrawy, Kamis (25/11), anggota di Darul Ifta Mesir, Syekh Mahmoud Syalaby, menjelaskan manusia tidak boleh menyibukkan diri dengan apa yang tertulis atau ditakdirkan (qadar).
Sebab menurut beliau, segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada manusia adalah berada di dalam keputusan dan ketetapan Allah ﷻ.
Hal mengenai takdir haruslah diimani manusia, dan apabila mempercayainya maka dia menunjukkan keimanannya. Sebab mempercayai takdir adalah bagian dari menegakkan rukun iman.
Syekh Syalaby juga menambahkan bahwa sudah seharusnya manusia tidak berpaling dari takdir Allah ﷻ kecuali dengan berdoa. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:
لا يرد القدر إلا الدعاء“Laa yaruddul-qadara illa ad-duaa.” Yang artinya, “Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa.”
Dalil ini sekaligus menjadi penjelasan bahwa setiap peristiwa yang terjadi pada manusia telah dituliskan di dalam takdir Allah ﷻ. Syekh Syalaby menyebut bahwa Allah ﷻ bukanlah Dzat yang memiliki waktu, Allah ﷻ tidak seperti manusia.
Dia menekankan bahwa setiap umat Muslim seyogianya tidak menyibukkan diri dengan apa yang tertulis atau diperkirakan melainkan untuk memikirkan amal ibadahnya saja.
Hal ini sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Alquran surat Adz Dzariyat ayat 56, Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Wa maa khalaqtul-jinna illa liya'budun.” Yang artinya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Syekh Syalaby juga menambahkan bahwa yang dituntut dari manusia adalah mencari ampunan dan taubat.
Serta melakukan amalan secara sungguh-sungguh di dalam ketaatan kepada Allah ﷻ. Kemudian setelah itu, manusia harus mendelegasikan permasalahannya kepada Allah ﷻ.
Bukan untuk bermalas-malasan dan mencari pembenaran dari amalan ketidaktaannya kepada Allah ﷻ.
ABSOLUT
Makna kata absolut antara lain adalah tidak terbatas dan sepenuhnya dan tanpa syarat, dan nyata atau tidak dapat diragukan lagi, selain dimaknai sebagai mutlak.
Di dalam filsafat, Maha Benar adalah isstilah yang dipakai untuk yang tertinggi atau yang paling maha agung, biasanya dipahami sebagai ketotalan segala hal, baik yang memang ada dan yang mungkin ada, atau melampaui konsep ada sama sekali. Sementara konsep umum sesuatu yang maha agung sudah ada sejak zaman kuno, istilah tertentu Absolut (Maha Benar) pertama dikemukakan Georg Wilhelm Friedrich Hegel, dan banyak muncul pada karya-karya pengikutnya. Dalam idealisme Maha Benar dan idealisme Inggris, Maha Benar berfungsi sebagai konsep untuk "realita tak bersyarat yaitu dataran rohani segala yang ada atau kesegalaan segala hal yang dipikirkan dalam kesatuan rohani".
AWAL MULA
Konsep maha benar dikemukakan dalam filsafat modern oleh Hegel, yang diartikan sebagai ketotalan segala hal, baik yang memang ada dan yang mungkin ada. Bagi Hegel, menurut Martin Heidegger, Maha Benar adalah roh yang tampak pada dirinya dalam keyakinan tahu diri tak bersyarat. Menurut dimengertinya Hegel oleh Frederick Copleston, Logika mempelajari Maha Benar dirinya sendiri, filsafat Alam mempelajari Maha Benar untuk dirinya, dan filsafat Rohani mempelajari Maha Benar 'dirinya sendiri dan untuk dirinya. Konsepnya juga muncul dalam karya-karya F. W. J. Schelling, dan terantisipasi oleh Johann Gottlieb Fichte. Dalam filsafat Inggris, F. H. Bradley membedakan konsep Maha Benar dengan Tuhan, sedangkan Josiah Royce, pendiri aliran filsafat idealisme Amerika, menyamakan mereka.
AGAMA DHARMIK
Konsep Maha Benar pernah dipakai untuk menafsir teks-teks awal agama Dharmik seperti yang dihubungkan kepada Yajnawalkya, Nagarjuna, dan Adi Shankara.
Dalam Jainisme, Pengetahuan Maha Benar atau Kewalya Gnan, dikatakan dicapai oleh Arihantas dan Tirthankaras, yang berisi tentang pengetahuan mereka 360 derajat kebenaran dan peristiwa masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Semua 24 Tirthankara dan banyak lainnya adalah Kewalya Gnani atau Pembawa Pengetahuan Maha Benar.
Menurut Takeshi Umehara, beberapa teks kuno agama Buddha menyatakan bahwa yang Maha Benar dan Maha Bebas pastilah ketiadaan, kehampaan. Namun, pandit Buddhis awal Nagarjuna, menurut Paul Williams, tidak menghadirkan kekosongan sebagai semacam Maha Benar, melainkan ketidakhadiran (ketidakadaan murni) dari keberadaan melekat di aliran filsafat Buddhis Mādhyamaka.
Menurut Glyn Richards, teks-teks awal agama Hindu menyatakan bahwa Brahman atau Brahman Atman nondual adalah Maha Benar.
Istilah ini juga telah diangkat oleh Aldous Huxley dalam filsafat perenialnya untuk menafsirkan berbagai tradisi keagamaan, termasuk agama-agama India, dan memengaruhi aliran pemikiran nondualistik dan Zaman Baru lainnya.
PENGGUNAAN KATA ABSOLUT
Istilah atau kata absolut tersebut akan lebih sering muncul dan akan lebih sering kita jumpai dan umumnya akan lebih banyak dipergunakan dalam ilmu politik dan ilmu ekonomi. Guna mengetahui mengenai makna kata absolut tersebut dengan secara lebih tepat maka berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan dalam kalimat dan pengertiannya.
KEKUASAAN ABSOLUT
Makna dari kalimat kekuatan absolut itu adalah kekuasaan yang mutlak dan tanpa batas. Jadi makna kata mutlak pada kalimat ini bisa diartikan sebagai mutlak dan tanpa batas, atau jika merujuk pada KKBI maka makna kalimat itu bisa kita artikan sebagai kekuasaan yang nyata, atau kekuasaan yang tanpa syarat, atau kekuasaan yang tidak diragukan lagi, selain dimaknai sebagai kekuasaan yang mutlak dan kekuasaan yang tidak terbatas atau kekuasaan yang sepenuhnya.
PERMINTAAN ABSOLUT
Istilah permintaan absolut ini masuk ke dalam ranah istilah ekonomi, yakni untuk menyebut suatu jenis permintaan yang tanpa disertai dengan daya beli. Jadi tidak bisa jika kita artikan begitu saja, secara serta merta, kalimat atau istilah permintaan absolut itu sebagai permintaan yang tidak terbatas, atau permintaan yang mutlak, atau permintaan sepenuhnya, atau permintaan tanpa batas, atau permintaan yang nyata atau permintaan yang tanpa syarat, atau permintaan yang tidak dapat diragukan lagi.
Hal ini karena bisa menimbulkan salah arti dan bias pemaknaannya akibat definisi katanya yang sedikit bergeser atau agak berbeda. Misalnya seperti jika permintaan absolut mau diartikan sebagai permintaan yang nyata, maka hal ini menjadi kurang tepat, karena permintaan yang nyata dalam ilmu ekonomi itu adalah merupakan permintaan yang didukung oleh daya beli, sedangkan makna dari kalimat atau istilah dari permintaan absolut itu justru adalah permintaan yang tidak disertai atau tidak didukung dengan daya beli.
Juga jika istilah permintaan absolut tersebut jika mau secara serta merta diartikan sebagai permintaan yang tidak terbatas misalnya, maka ini juga menjadi kurang tepat dan bisa menimbulkan salah penafsiran, karena makna permintaan absolut itu justru adalah permintaan yang terbatasi oleh ketidakadaan daya beli.
Demikian pula jika kalimat atau istilah permintaan absolut mau secara merta diartikan sebagai permintaan yang tanpa syarat, karena maksud dari kalimat atau istilah permintaan absolut itu adalah suatu jenis permintaan yang disertai dengan syarat tertentu, yakni berupa ketidakadaan daya beli. Jadi bukannya permintaan yang tanpa syarat, sebenarnya.
KUTIPAN DENGAN ISTILAH ABSOLUT
Berikut ini adalah kutipan kata-kata bijaksana dari beberapa tokoh dengan menggunakan kata absolut, diantaranya :
Tak pernah ada hak yang absolut; mereka bersandar pada persepsi tiap-tiap individu. Dan cara terbaik untuk mengetahui siapa kita kadang adalah dengan dengan mencari tahu bagaimana orang lain memandang kita.
(Paulo Coelho)
Kebenaran guru bukan hal yang absolut, karena murid bukan kerbau yang harus serba nurut.
Tidak gampang marah karena publik rajin menuntut, bekerja dengan dedikasi yang absolut.
(Kata-kata bijak)
HARI PEMBALASAN
(Yaum al-din)
Yaum al-din (hari pembalasan) berarti hari berakhirnya rangkaian alam kehidupan yang pernah dijalani manusia, mulai dari Alam Arwah, Alam Arham, Alam Fana', dan Alam Barzakh (Alam Kubur). Yaum al-din disebut juga dengan yaum al-akhirah (hari akhirat) karena tidak ada lagi jenis kehidupan lain sesudahnya.
Yaum al-din disebut sebagai hari pembalasan karena pada periode kehidupan terakhir bagi umat manusia ini akan diperlihatkan hasil usaha manusia yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya di akhirat.
Yaum al-din (hari pembalasan) berarti hari berakhirnya rangkaian alam kehidupan yang pernah dijalani manusia, mulai dari Alam Arwah, Alam Arham, Alam Fana', dan Alam Barzakh (Alam Kubur). Yaum al-din disebut juga dengan yaum al-akhirah (hari akhirat) karena tidak ada lagi jenis kehidupan lain sesudahnya.
Yaum al-din disebut sebagai hari pembalasan karena pada periode kehidupan terakhir bagi umat manusia ini akan diperlihatkan hasil usaha manusia yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya di akhirat.
Pengertian tersebut di atas sesuai dengan ayat: "Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya". (QS Gafir [40]:17). Ayat ini mengunakan istilah al-yaum, yang lebih tepat diartikan waktu atau masa tertentu, bukan hari dalam arti siklus perputaran matahari atau bulan yang limit waktunya sekitar 12 jam.
Jika waktu itu tiba, maka manusia akan merasakan kebenaran apa yang telah diinformasikan oleh Alquran: "Di tempat itu (Padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnyadan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan" (QS Yunus [10]:30).
Situasi Yaum al-Din digambarkan sepertinya sangat berbeda ketika kita sekarang ini berada di Alam Fana di dunia ini. Di sini kita bisa merasakan kemahapengasihan dan kemahapenyayangan Allah SWT sebagaimana dijelaskan di dalam ayat pertama, kedua, dan ketiga dari S.Al-Hatihah. Tetapi setelah masuk ke ayat ketiga dan seterusnya maka situasi di hari akhirat terkesan lebih tegas.
KEHIDUPAN DI ALAM AKHIRAT
Setelah peristiwa kiamat yang maha dahsyat itu, semua manusia akan mati dan mengalami proses kehidupan di alam akhirat sebagai berikut :
a. Alam Barzakh (alam kubur).
Alam barzakh yang dikenal dengan alam kubur yang merupakan pintu gerbang menuju akhirat atau batas antara alam dunia dan alam akhirat. Di alam kubur manusia akan bertemu, ditanyai, dan diperiksa oleh malaikat Munkar dan Nakir tentang segala amal perbuatannya ketika menjalani kehidupan di dunia.
b. Yaum al-Ba’ats (hari dibangkitkan dari kubur).
Pernahkan kamu melihat benih kecil yang tumbuh di atas tanah? Begitulah kelak Allah Swt. akan membangkitkan kembali seluruh manusia yang telah mati dari alam kubur. Peristiwa itu dinamakan yaumul ba’ats. Yaumul ba’ats adalah hari dibangkitkannya manusia dari alam kubur untuk diarahkan menuju ke padang mahsyar. Kebangkitan manusia ini akan terjadi setelah ditiupkan sangkakala yang kedua oleh Malaikat Israil. Seluruh manusia mulai zaman Nabi Adam sampai manusia terakhir bangkit dari kubur.
c. Yaum al-Hasyr/Mahsyar (hari berkumpul di padang mahsyar).
Setelah bangkit dari kubur, lalu manusia berkumpul di padang Mahsyar.
Pada yaumul mahsyar ini pula manusia menerima catatan amalnya selama hidup di dunia, baik amal yang buruk maupun amal yang baik. Seluruhnya tercatat secara rinci. Orang yang beriman dan beramal saleh mereka merasa gembira melihat catatan amalnya. Sebaliknya, orang yang berbuat jahat dan kerusakan ketika hidup di dunia akan menerima catatan amalnya dengan perasaan sedih serta penuh dengan penyesalan.
Penyesalan hanyalah tinggal penyesalan karena segalanya sudah terjadi. Pada hari itu orang yang tidak beriman sungguh telah putus harapannya karena pertolongan Allah Swt. sudah tidak mungkin lagi datang kepadanya. Sebaliknya bagi orang-orang yang beriman penantiannya di Padang Mahsyar adalah penantian yang penuh harapan akan pertolongan Allah Swt.
d. Yaum al-Mizan/al-Hisab (hari perhitungan amal).
Yaum al-Mizan adalah hari ditimbangnya seluruh amal baik dan buruk manusia untuk menerima keadilan dan alasannya masing-masing. Yaum al-Mizan ini disebut juga dengan Yaum al-Hisab, yaitu hari diperhitungkannya seluruh amal perbuatan manusia, baik amal yang baik maupun amal yang buruk. Pada hari itu manusia akan menerima balasannya masing-masing berdasarkan keadilan dari Allah Swt. Setelah seluruh manusia sampai di Padang Mahsyar, seluruh amal perbuatannya selama hidup di dunia akan dihitung atau ditimbang. Setelah amal manusia ditimbang, maka tibalah pada hari pembalasan (Yaum al-Jaza’). Apa itu yaum al-Jaza’?
e. Yaum al-Jaza (hari pembalasan).
Yaum al-Jaza adalah hari pembalasan seluruh amal manusia yang telah diperbuat selama hidup di dunia. Ini merupakan kelanjutan dari yaum al-mizan. Balasan dari Allah sangat tergantung pada apa yang telah dikerjakan oleh manusia selama di dunia. Bila amalnya baik, balasannya adalah kenikmatan di surga. Namun bila sebaliknya, balasannya adalah siksa neraka. Sekecil apapun amal yang telah kita perbuat di dunia, baik ataupun buruk, Allah Maha Mengetahui dan akan memberikan balasannya.
(Makna sebuah mimpi yang tak pernah hilang dalam ukuran waktu tertentu)
TAKDIR - ABSOLUT - HARI PEMBALASAN
(MAKNA SEBUAH MIMPI)
TAKDIR
(ketetapan Allah)
Takdir (Arab: قدر, qodar) adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi secara suka dan tidak karena Allah yang menentukan manusia yang menjalankan Mahsyar kelak.
Kata takdir berasal dari kata qadara yang artinya ketentuan karena sesungguhnya Allah SWT telah menentukan suatu perkara atas kehendak-Nya.
Sedangkan kata qaddara dengan tambahan tasydid diartikan dengan Allah SWT telah menjadikan seseorang itu berkuasa melakukan sesuatu dengan kadarnya atau kemampuannya.
Qodho dan Qodar mungkin sering dianggap sebagai istilah yang berkesinambungan dan bermakna sama, tetapi tidak demikian. Jika disebutkan Qodho saja maka mencakup makna Qodar, demikian pula sebaliknya.
Namun jika disebutkan bersamaan, maka Qodho maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah SWT pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu.
Sedangkan Qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah SWT sejak zaman azali. Dengan demikian Qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan Qodho.
Qadha adalah ketetapan Allah SWT sejak sebelum penciptaan alam semesta (zaman azali). Penetapan qadha sesuai kehendak Allah SWT, tentang berbagai hal yang berhubungan dengan makhlukNya.
Sedangkan qadar adalah perwujudan ketetapan Allah SWT (qadha) yang sering disebut takdir. Qadha adalah rencana dan qadar adalah perwujudan atau kenyataan, yang hubungan keduanya tak mungkin dipisahkan.
"Jadi apa arti iman kepada qada dan qadar? Artinya percaya sepenuh hati pada ketetapan Allah SWT, namun bukan berarti tidak berusaha (ikhtiar). Karena keberhasilan tidak akan tercapai tanpa usaha,"
Adanya qada dan qadar dijelaskan dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 38
مَّا كَانَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ ٱللَّهُ لَهُۥ ۖ سُنَّةَ ٱللَّهِ فِى ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلُ ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًا
Arab latin: Mā kāna 'alan-nabiyyi min ḥarajin fīmā faraḍallāhu lah, sunnatallāhi fillażīna khalau ming qabl, wa kāna amrullāhi qadaram maqdụrā
Artinya: "Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."
TAKDIR MENURUT ISLAM
Setiap Muslim diwajibkan untuk beriman pada keenam perkara yang tertera dalam rukun iman, termasuk beriman kepada Qodho dan Qodar atau takdir Allah SWT.
Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi.
Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.
MACAM-MACAM TAKDIR
Sebagian ulama kemudian membagi takdir menjadi dua macam, meliputi :
1. Takdir Mubram.
Ketetapan ini adalah mutlak dari Allah SWT yang pasti berlaku. Manusia tidak diberi peran untuk mewujudkan takdir ini. Contoh takdir mubram adalah kematian, kelahiran, dan jenis kelamin.
Takdir mubram yaitu takdir yang sudah paten tidak dapat diubah dengan cara apa pun. Hal ini karena Allah SWT telah menjadikan takdir Mubram sebagai ketentuan yang mutlak dan manusia pun tidak diberi peran untuk mewujudkannya .
Misalnya, takdir harus lahir dari orang tua yang mana, di tanggal berapa dan lain sebagainya yang sama sekali tidak ada opsi bagi manusia untuk memilih.
Kematian juga termasuk dalam takdir Mubram. Allah SWT berfirman, “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Al-A'raf: 34)
2. Takdir Mu'allaq.
Ketentuan ini masih bisa diubah melalui usaha, kerja keras, dan doa. Misal belajar dan berusaha untuk memperbaiki prestasi sekolah, taat aturan tiap saat, dan menjalankan pola hidup sehat untuk mencegah sakit.
Takdir mu’allaq, yaitu takdir yang masih bersifat kondisional sehingga bisa diubah dengan ikhtiar manusia.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran suat An-Najm ayat 39-40 yang artinya :
“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.”
Misalnya takdir miskin dapat diubah dengan doa dan kerja keras, takdir sakit dapat diubah dengan doa dan berobat, dan sebagainya yang melibatkan ruang usaha bagi manusia.
Dengan beriman pada takdir Allah SWT, maka manusia akan merasa bahwa dirinya tidak boleh sombong karena semua hal telah ditentukan oleh Allah SWT.
Selain itu, manusia akan senantiasa bersyukur dan bersabar atas segala hal yang diberikan Allah SWT.
Ketika umat Islam memercayai atau mengimani takdir Allah SWT, mereka pun akan lebih optimis dan tidak mudah menyerah saat menjalani kehidupan karena ada hal-hal yang bisa diperbaiki jika mau berusaha.
SETIAP MUSLIM WAJIB BERIMAN PADA TAKDIR ALLAH SWT
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap umat Islam wajib beriman pada Qodho dan Qodar atau takdir Allah SWT.
Keimanan terhadap takdir dalam Islam harus mencakup empat prinsip yang harus diimani oleh setiap Muslim, yakni :
1. Prinsip Takdir Pertama.
Prinsip takdir dalam Islam yang pertama ialah mengimani bahwa Allah SWT mengetahui dengan ilmunya yang azali dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang dilakukan oleh Allah SWT maupun perbuatan makhluknya.
Semuanya terjadi dalam pengilmuan Allah SWT.
2. Prinsip Takdir Kedua.
Prinsip takdir dalam Islam yang kedua ialah mengimanai bahwa Allah SWT telah menulis dalam lauhul mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat.
Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.
Dalil kedua prinsip di atas terdapat dalam Alquran dan As Sunnah. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman :
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj: 70).
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al An’am: 59).
Sedangkan dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW, “… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR Muslim).
3. Prinsip Takdir Ketiga.
Prinsip takdir dalam Islam yang ketiga ialah mengimani bahwa kehendak Allah SWT meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit maupun di bumi.
Semuanya terjadi atas kehendak Allah SWT, baik itu perbuatan Allah SWT sendiri maupun perbuatan makhluknya.
4. Prinsip Takdir Keempat.
Prinsip takdir dalam Islam yang keempat ialah mengimani dengan penciptaan Allah SWT karena Allah SWT menciptakan segala sesuatu baik yang besar maupun kecil, yang nyata dan tersembunyi.
Ciptaan Allah SWT mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya. Perkataan dan perbuatan makhluk pun termasuk ciptaan Allah SWT.
Dalil kedua prinsip di atas adalah firman Allah SWT, “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 62-63)
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. As Shafat: 96).
DIMENSI KETUHANAN
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al Hadid 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang.
Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya). (Al-Furqan 25:2)
Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah. (Al-Hajj 22:70)
Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. (Al Maa'idah 5:17)
Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya. (Al-An'am 6:149)
Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. (As-Safat 37:96)
...dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. (Luqman 31:22). Allah yang menentukan segala akibat.
DIMENSI KEMANUSIAAN
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Ar Ra'd 13:11)
(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Al Mulk 67:2)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih (Al-Baqarah 2:62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi 18:29)
IMPLIKASI IMAN KEPADA TAKDIR
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manusia hanya tahu takdirnya setelah terjadi.
Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk mengubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid 57:23).
Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.
ALLAH ﷻ MENETAPKAN TAKDIR SESEORANG TERKAIT KEHIDUPAN DI DUNIA
Setiap manusia memiliki takdirnya tersendiri. Lantas demikian apakah segala sesuatu yang terjadi telah termaktub dalam garisan takdir yang tak bisa diubah ?. Dilansir di Masrawy, Kamis (25/11), anggota di Darul Ifta Mesir, Syekh Mahmoud Syalaby, menjelaskan manusia tidak boleh menyibukkan diri dengan apa yang tertulis atau ditakdirkan (qadar).
Sebab menurut beliau, segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada manusia adalah berada di dalam keputusan dan ketetapan Allah ﷻ.
Hal mengenai takdir haruslah diimani manusia, dan apabila mempercayainya maka dia menunjukkan keimanannya. Sebab mempercayai takdir adalah bagian dari menegakkan rukun iman.
Syekh Syalaby juga menambahkan bahwa sudah seharusnya manusia tidak berpaling dari takdir Allah ﷻ kecuali dengan berdoa. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:
لا يرد القدر إلا الدعاء“Laa yaruddul-qadara illa ad-duaa.” Yang artinya, “Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa.”
Dalil ini sekaligus menjadi penjelasan bahwa setiap peristiwa yang terjadi pada manusia telah dituliskan di dalam takdir Allah ﷻ. Syekh Syalaby menyebut bahwa Allah ﷻ bukanlah Dzat yang memiliki waktu, Allah ﷻ tidak seperti manusia.
Dia menekankan bahwa setiap umat Muslim seyogianya tidak menyibukkan diri dengan apa yang tertulis atau diperkirakan melainkan untuk memikirkan amal ibadahnya saja.
Hal ini sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Alquran surat Adz Dzariyat ayat 56, Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Wa maa khalaqtul-jinna illa liya'budun.” Yang artinya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Syekh Syalaby juga menambahkan bahwa yang dituntut dari manusia adalah mencari ampunan dan taubat.
Serta melakukan amalan secara sungguh-sungguh di dalam ketaatan kepada Allah ﷻ. Kemudian setelah itu, manusia harus mendelegasikan permasalahannya kepada Allah ﷻ.
Bukan untuk bermalas-malasan dan mencari pembenaran dari amalan ketidaktaannya kepada Allah ﷻ.
ABSOLUT
Makna kata absolut antara lain adalah tidak terbatas dan sepenuhnya dan tanpa syarat, dan nyata atau tidak dapat diragukan lagi, selain dimaknai sebagai mutlak.
Di dalam filsafat, Maha Benar adalah isstilah yang dipakai untuk yang tertinggi atau yang paling maha agung, biasanya dipahami sebagai ketotalan segala hal, baik yang memang ada dan yang mungkin ada, atau melampaui konsep ada sama sekali. Sementara konsep umum sesuatu yang maha agung sudah ada sejak zaman kuno, istilah tertentu Absolut (Maha Benar) pertama dikemukakan Georg Wilhelm Friedrich Hegel, dan banyak muncul pada karya-karya pengikutnya. Dalam idealisme Maha Benar dan idealisme Inggris, Maha Benar berfungsi sebagai konsep untuk "realita tak bersyarat yaitu dataran rohani segala yang ada atau kesegalaan segala hal yang dipikirkan dalam kesatuan rohani".
AWAL MULA
Konsep maha benar dikemukakan dalam filsafat modern oleh Hegel, yang diartikan sebagai ketotalan segala hal, baik yang memang ada dan yang mungkin ada. Bagi Hegel, menurut Martin Heidegger, Maha Benar adalah roh yang tampak pada dirinya dalam keyakinan tahu diri tak bersyarat. Menurut dimengertinya Hegel oleh Frederick Copleston, Logika mempelajari Maha Benar dirinya sendiri, filsafat Alam mempelajari Maha Benar untuk dirinya, dan filsafat Rohani mempelajari Maha Benar 'dirinya sendiri dan untuk dirinya. Konsepnya juga muncul dalam karya-karya F. W. J. Schelling, dan terantisipasi oleh Johann Gottlieb Fichte. Dalam filsafat Inggris, F. H. Bradley membedakan konsep Maha Benar dengan Tuhan, sedangkan Josiah Royce, pendiri aliran filsafat idealisme Amerika, menyamakan mereka.
AGAMA DHARMIK
Konsep Maha Benar pernah dipakai untuk menafsir teks-teks awal agama Dharmik seperti yang dihubungkan kepada Yajnawalkya, Nagarjuna, dan Adi Shankara.
Dalam Jainisme, Pengetahuan Maha Benar atau Kewalya Gnan, dikatakan dicapai oleh Arihantas dan Tirthankaras, yang berisi tentang pengetahuan mereka 360 derajat kebenaran dan peristiwa masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Semua 24 Tirthankara dan banyak lainnya adalah Kewalya Gnani atau Pembawa Pengetahuan Maha Benar.
Menurut Takeshi Umehara, beberapa teks kuno agama Buddha menyatakan bahwa yang Maha Benar dan Maha Bebas pastilah ketiadaan, kehampaan. Namun, pandit Buddhis awal Nagarjuna, menurut Paul Williams, tidak menghadirkan kekosongan sebagai semacam Maha Benar, melainkan ketidakhadiran (ketidakadaan murni) dari keberadaan melekat di aliran filsafat Buddhis Mādhyamaka.
Menurut Glyn Richards, teks-teks awal agama Hindu menyatakan bahwa Brahman atau Brahman Atman nondual adalah Maha Benar.
Istilah ini juga telah diangkat oleh Aldous Huxley dalam filsafat perenialnya untuk menafsirkan berbagai tradisi keagamaan, termasuk agama-agama India, dan memengaruhi aliran pemikiran nondualistik dan Zaman Baru lainnya.
PENGGUNAAN KATA ABSOLUT
Istilah atau kata absolut tersebut akan lebih sering muncul dan akan lebih sering kita jumpai dan umumnya akan lebih banyak dipergunakan dalam ilmu politik dan ilmu ekonomi. Guna mengetahui mengenai makna kata absolut tersebut dengan secara lebih tepat maka berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan dalam kalimat dan pengertiannya.
KEKUASAAN ABSOLUT
Makna dari kalimat kekuatan absolut itu adalah kekuasaan yang mutlak dan tanpa batas. Jadi makna kata mutlak pada kalimat ini bisa diartikan sebagai mutlak dan tanpa batas, atau jika merujuk pada KKBI maka makna kalimat itu bisa kita artikan sebagai kekuasaan yang nyata, atau kekuasaan yang tanpa syarat, atau kekuasaan yang tidak diragukan lagi, selain dimaknai sebagai kekuasaan yang mutlak dan kekuasaan yang tidak terbatas atau kekuasaan yang sepenuhnya.
PERMINTAAN ABSOLUT
Istilah permintaan absolut ini masuk ke dalam ranah istilah ekonomi, yakni untuk menyebut suatu jenis permintaan yang tanpa disertai dengan daya beli. Jadi tidak bisa jika kita artikan begitu saja, secara serta merta, kalimat atau istilah permintaan absolut itu sebagai permintaan yang tidak terbatas, atau permintaan yang mutlak, atau permintaan sepenuhnya, atau permintaan tanpa batas, atau permintaan yang nyata atau permintaan yang tanpa syarat, atau permintaan yang tidak dapat diragukan lagi.
Hal ini karena bisa menimbulkan salah arti dan bias pemaknaannya akibat definisi katanya yang sedikit bergeser atau agak berbeda. Misalnya seperti jika permintaan absolut mau diartikan sebagai permintaan yang nyata, maka hal ini menjadi kurang tepat, karena permintaan yang nyata dalam ilmu ekonomi itu adalah merupakan permintaan yang didukung oleh daya beli, sedangkan makna dari kalimat atau istilah dari permintaan absolut itu justru adalah permintaan yang tidak disertai atau tidak didukung dengan daya beli.
Juga jika istilah permintaan absolut tersebut jika mau secara serta merta diartikan sebagai permintaan yang tidak terbatas misalnya, maka ini juga menjadi kurang tepat dan bisa menimbulkan salah penafsiran, karena makna permintaan absolut itu justru adalah permintaan yang terbatasi oleh ketidakadaan daya beli.
Demikian pula jika kalimat atau istilah permintaan absolut mau secara merta diartikan sebagai permintaan yang tanpa syarat, karena maksud dari kalimat atau istilah permintaan absolut itu adalah suatu jenis permintaan yang disertai dengan syarat tertentu, yakni berupa ketidakadaan daya beli. Jadi bukannya permintaan yang tanpa syarat, sebenarnya.
KUTIPAN DENGAN ISTILAH ABSOLUT
Berikut ini adalah kutipan kata-kata bijaksana dari beberapa tokoh dengan menggunakan kata absolut, diantaranya :
Tak pernah ada hak yang absolut; mereka bersandar pada persepsi tiap-tiap individu. Dan cara terbaik untuk mengetahui siapa kita kadang adalah dengan dengan mencari tahu bagaimana orang lain memandang kita.
(Paulo Coelho)
Kebenaran guru bukan hal yang absolut, karena murid bukan kerbau yang harus serba nurut.
Tidak gampang marah karena publik rajin menuntut, bekerja dengan dedikasi yang absolut.
(Kata-kata bijak)
HARI PEMBALASAN
(Yaum al-din)
Yaum al-din (hari pembalasan) berarti hari berakhirnya rangkaian alam kehidupan yang pernah dijalani manusia, mulai dari Alam Arwah, Alam Arham, Alam Fana', dan Alam Barzakh (Alam Kubur). Yaum al-din disebut juga dengan yaum al-akhirah (hari akhirat) karena tidak ada lagi jenis kehidupan lain sesudahnya.
Yaum al-din disebut sebagai hari pembalasan karena pada periode kehidupan terakhir bagi umat manusia ini akan diperlihatkan hasil usaha manusia yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya di akhirat.
Yaum al-din (hari pembalasan) berarti hari berakhirnya rangkaian alam kehidupan yang pernah dijalani manusia, mulai dari Alam Arwah, Alam Arham, Alam Fana', dan Alam Barzakh (Alam Kubur). Yaum al-din disebut juga dengan yaum al-akhirah (hari akhirat) karena tidak ada lagi jenis kehidupan lain sesudahnya.
Yaum al-din disebut sebagai hari pembalasan karena pada periode kehidupan terakhir bagi umat manusia ini akan diperlihatkan hasil usaha manusia yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya di akhirat.
Pengertian tersebut di atas sesuai dengan ayat: "Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya". (QS Gafir [40]:17). Ayat ini mengunakan istilah al-yaum, yang lebih tepat diartikan waktu atau masa tertentu, bukan hari dalam arti siklus perputaran matahari atau bulan yang limit waktunya sekitar 12 jam.
Jika waktu itu tiba, maka manusia akan merasakan kebenaran apa yang telah diinformasikan oleh Alquran: "Di tempat itu (Padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnyadan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan" (QS Yunus [10]:30).
Situasi Yaum al-Din digambarkan sepertinya sangat berbeda ketika kita sekarang ini berada di Alam Fana di dunia ini. Di sini kita bisa merasakan kemahapengasihan dan kemahapenyayangan Allah SWT sebagaimana dijelaskan di dalam ayat pertama, kedua, dan ketiga dari S.Al-Hatihah. Tetapi setelah masuk ke ayat ketiga dan seterusnya maka situasi di hari akhirat terkesan lebih tegas.
KEHIDUPAN DI ALAM AKHIRAT
Setelah peristiwa kiamat yang maha dahsyat itu, semua manusia akan mati dan mengalami proses kehidupan di alam akhirat sebagai berikut :
a. Alam Barzakh (alam kubur).
Alam barzakh yang dikenal dengan alam kubur yang merupakan pintu gerbang menuju akhirat atau batas antara alam dunia dan alam akhirat. Di alam kubur manusia akan bertemu, ditanyai, dan diperiksa oleh malaikat Munkar dan Nakir tentang segala amal perbuatannya ketika menjalani kehidupan di dunia.
b. Yaum al-Ba’ats (hari dibangkitkan dari kubur).
Pernahkan kamu melihat benih kecil yang tumbuh di atas tanah? Begitulah kelak Allah Swt. akan membangkitkan kembali seluruh manusia yang telah mati dari alam kubur. Peristiwa itu dinamakan yaumul ba’ats. Yaumul ba’ats adalah hari dibangkitkannya manusia dari alam kubur untuk diarahkan menuju ke padang mahsyar. Kebangkitan manusia ini akan terjadi setelah ditiupkan sangkakala yang kedua oleh Malaikat Israil. Seluruh manusia mulai zaman Nabi Adam sampai manusia terakhir bangkit dari kubur.
c. Yaum al-Hasyr/Mahsyar (hari berkumpul di padang mahsyar).
Setelah bangkit dari kubur, lalu manusia berkumpul di padang Mahsyar.
Pada yaumul mahsyar ini pula manusia menerima catatan amalnya selama hidup di dunia, baik amal yang buruk maupun amal yang baik. Seluruhnya tercatat secara rinci. Orang yang beriman dan beramal saleh mereka merasa gembira melihat catatan amalnya. Sebaliknya, orang yang berbuat jahat dan kerusakan ketika hidup di dunia akan menerima catatan amalnya dengan perasaan sedih serta penuh dengan penyesalan.
Penyesalan hanyalah tinggal penyesalan karena segalanya sudah terjadi. Pada hari itu orang yang tidak beriman sungguh telah putus harapannya karena pertolongan Allah Swt. sudah tidak mungkin lagi datang kepadanya. Sebaliknya bagi orang-orang yang beriman penantiannya di Padang Mahsyar adalah penantian yang penuh harapan akan pertolongan Allah Swt.
d. Yaum al-Mizan/al-Hisab (hari perhitungan amal).
Yaum al-Mizan adalah hari ditimbangnya seluruh amal baik dan buruk manusia untuk menerima keadilan dan alasannya masing-masing. Yaum al-Mizan ini disebut juga dengan Yaum al-Hisab, yaitu hari diperhitungkannya seluruh amal perbuatan manusia, baik amal yang baik maupun amal yang buruk. Pada hari itu manusia akan menerima balasannya masing-masing berdasarkan keadilan dari Allah Swt. Setelah seluruh manusia sampai di Padang Mahsyar, seluruh amal perbuatannya selama hidup di dunia akan dihitung atau ditimbang. Setelah amal manusia ditimbang, maka tibalah pada hari pembalasan (Yaum al-Jaza’). Apa itu yaum al-Jaza’?
e. Yaum al-Jaza (hari pembalasan).
Yaum al-Jaza adalah hari pembalasan seluruh amal manusia yang telah diperbuat selama hidup di dunia. Ini merupakan kelanjutan dari yaum al-mizan. Balasan dari Allah sangat tergantung pada apa yang telah dikerjakan oleh manusia selama di dunia. Bila amalnya baik, balasannya adalah kenikmatan di surga. Namun bila sebaliknya, balasannya adalah siksa neraka. Sekecil apapun amal yang telah kita perbuat di dunia, baik ataupun buruk, Allah Maha Mengetahui dan akan memberikan balasannya.
ADA 21 NAMA LAIN KIAMAT (HARI AKHIR / HARI PEMBALASAN)
Allah SWT menciptakan hari kiamat dengan sejumlah hikmah di dalamnya.
Setiap Muslim wajib mempercayai kedatangan hari kiamat. Alquran banyak menjelaskan hikmah tentang hari kiamat serta sejumlah nama lain dari hari kiamat.
Allah SWT mengutus para Rasul dan menurunkan pada mereka kitab dan mukjizat untuk menguatkan kerasulan mereka serta sebagai bukti kenabian.
Seseorang bebas memilih, tidak dipaksa untuk memilih jalan yang baik dan benar sebagaimana yang dibawa para nabi dan rasul.
Akan tetapi Allah SWT juga menegaskan bahwa hari akhir bagi setiap orang itu berada pada genggaman-Nya, untuk pertanggung jawaban atas segala amal yang dikerjakan seorang insan. Itulah salah satu tujuan dari adanya hari akhir. Dan hari akhir yaitu adalah hari kiamat atau hari kebangkitan.
Maka bangkit manusia di dalam kekuasaan Tuhannya. Allah SWT meminta pertanggungjawaban manusia atas segala amal-amal mereka. Dan Allah menilai setiap dari mereka. Allah SWT berfirman menjelaskan tentang hikmah dari hari kiamat :
لِيُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي يَخْتَلِفُونَ فِيهِ وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّهُمْ كَانُوا كَاذِبِينَ "Agar Allah menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, agar orang-orang kafir itu mengetahui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berdusta." (QS An Nahl 39).
Itulah di antara hikmah adanya hari akhir, yang mengukuhkan kebenaran para nabi dan rasul yang pernah mengabarkan pada manusia tentang keberadaan yaumul fashl, hari bagi manusia dimintai pertanggungjawaban atas amal-amal mereka di hadapan kekuasan Allah SWT.
Begitulah Allah SWT mengganjar ciptaan-Nya pada hari kiamat. Allah menegakkan keadilan bagi orang-orang yang pernah dizalimi dan Allah menegakan hukuman bagi orang-orang yang berbuat zalim.
Maka apa yang terjadi di hari akhir menjadi balasan akan apa yang dilakukan di dunia. Tak ada keraguan bahwa hari kiamat merupakan hari pembalasan. Mengganjar orang-orang yang beriman dengan amalnya dan menghukum orang-orang kafir akan kesalahan yang dilakukannya dengan apa yang pantas diterima.
Lebih lanjut, Allah SWT dalam kitabNya Alquran menjelaskan tentang nama-nama hari kiamat. Semua nama lain dari hari kiamat itu menunjukan agungnya hari kiamat itu, dan menggambarkan keadaannya.
Berikut nama-nama lain dari hari kiamat dalam Alquran :
1. Yaumul Baats : hari kebangkitan
2. Al Qariah: hari yang mengguncang
3. As Shakhah : Hari teriakan
4. At Thomatul Kubra : benaca yang besar
5. Al Azifah : suatu yang dekat
6. Al Haqqah: hari yang pasti
7. Al Waqiah: hari kiamat
8. As Saah : hari yang menentukan
9. Yaumil Fashl : hari pemisahan atau keputusan
10. Yaumu Diyn : hari pembalasan
11. Al Ghasiyah : hari pembalasan
12. Yaumul Huruj : hari dikeluarkan dari kubur
13 Yaumul Hasroh : hari penyesalan
14. Yaumul Wa'iyd: hari yang dijanjikan
15. Yaumul Jama' : hari berkumpul
16. Yaumul Hisab : hari perhitungan
17. Yaumul Talaaq: hari pertemuan
18. Yaumul Tanad : hari saling memanggil
19. Yaumul Masyhud : hari penyaksian
20. Yamul 'Asiir : hari yang sulit
21. Yaumil 'Abus Qamtarir: hari ketika orang kafir bermuka masam penuh kesulitan
(Makna sebuah mimpi yang tak pernah hilang dalam ukuran waktu tertentu)