LAMUN SIRO SEKTI, OJO MATENI
LAMUN SIRO BANTER, OJO NDHISIKI
LAMUN SIRO PINTER, OJO MINTERI
LAMUN SIRO LANDHEP, OJO NATHONI
LAMUN SIRO KUWASA, OJO DUMEH
Falsafah Jawa tersebut diatas memiliki makna tersurat dan tersirat makna mendalam. Meski terlihat sederhana namun falsafah Jawa tersebut sangat bermakna tinggi dan tidak semudah ucapan untuk dijalani diperlukan suatu proses perjalanan dan Petunjuk serta Pituduh Ginaris Sang Pencipta.
Falsafah Jawa tersebut adalah :
1. Lamun Siro Sekti Ojo Mateni.
2. Lamun Siro Banter Ojo Ndhisiki.
3. Lamun Siro Pinter Ojo Minteri.
4. Lamun Siro Landhep Ojo Nathoni.
5. Lamun Siro Kuwasa Ojo Dumeh.
1. Lamun Siro Sekti Ojo Mateni.
Falsafah merupakan pegangan hidup dalam bermasyarakat sekaligus pesan moral bagi para elite politik, khususnya para pemimpin Nusantara dari pusat hingga daerah. Bisa diartikan meski pemimpin/penguasa sakti, jangan membunuh. Bila diartikan dengan makna lain bisa berarti jangan mentang-mentang punya kuasa lantas bisa bertindak semena-mena menggunakan kekuasaan itu, termasuk untuk mematikan orang lain. Kesaktian itu idealnya untuk menumpas kejahatan dan angkara murka (pemimpin penindasan dan semena-mena), bukan untuk membinasakan yang tak jahat/kaum lemah / masyarakat sipil minoritas.
Lamun siro sekti ojo mateni artinya adalah meskipun kamu sakti atau kuat jangan suka menjatuhkan.
Lamun sira sekti, aja mateni makanya meskipun kuat, jangan suka menjatuhkan.
Makna dari falsafah ini adalah agar manusia selalu ingat kepada Sang Pencipta dan selalu Eling Waspada. Sekalipun bisa lebih dahulu mengetahui sesuatu, jangan sampai mendahului kehendak Tuhan (ndhisiki Kerso). Jangan mendahului keinginan-keinginan nafsu pribadi angkara murka semestinya sebagai pemimpin lebih mendahulukan bawahannya, rakyatnya dan keinginan masyarakat serta halayak umum yang berkeadilan serta bijaksana.
Lamun siro sekti ojo mateni itu artinya mengandung pesan-pesan kemanusiaan, bagaimanapun juga kekuasaan tidak boleh dipakai untuk menindas.
Lamun sira sekti, aja mateni memiliki arti langsung meskipun anda sakti, jangan membunuh.
Dimaknakan lain, lamun sira sekti, aja mateni itu artinya, dia punya kekuasaan, tapi tidak lantas kemudian akan bertindak semena-mena. Bagaimanapun juga kekuasaan tidak boleh dipakai untuk menindas, kekuasaan hanyalah titipan belaka tidak kekal suatu saat akan bergulir pada generasi yang kompeten dan mumpungi. Meskipun jaman sudah maju era digitalisasi, namun bangsa kita tetap mengingat pesan-pesan toleransi, keadilan, bijak dan agung para leluhur adiluhung. Sebagai pemimpin semestinya tidak merendahkan kepada siapapun. Semua merupakan wujud pesan moral dari nilai kepemimpinan Nusantara. Pemimpin tidak akan berlaku sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya. Sebaiknya kekuasaan dipakai untuk merangkul seluruh elemen masyarakat demi keutuhan dan persatuan bangsa. Jika kekuasaan dipakai dengan otoriter, dengan menggunakan segala daya upaya kesaktian negara, akhirnya rakyat mengambil sebuah langkah yang sangat tegas, ini menggambarkan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan dan negara melindungi rakyatnya dengan amanah pemimpin yang adil.
SAKTI
Sakti itu bisa banyak macamnya. Makna kata sakti atau sekti juga beragam. Sakti bisa diterjemahkan sebagai hebat, berkuasa, berpengaruh, perkasa, ora tedas tapak palune pande, dibedil mesisil, dongdeng. Orang menjadi sakti itu bisa karena banyak sebab. Ada yang sakti karena kekayaannya, sakti sebab kekuasaannya, kedudukannya, jabatannya, ilmunya, pengaruhnya, dan sejumlah sebab lain. Orang-orang sakti memang bisa berbuat apa saja. Mereka bisa memerintah dan mengatur orang di bawah kekuasaannya. Karena kesaktiannya pula orang bisa membuat orang lain tunduk dan patuh, nurut dan manut hingga memplokotho. Orang-orang sakti tak jarang menjadikan orang-orang lemah sebagai obyek dalam unjuk aksi kesaktiannya. Si lemah biasanya tak banyak punya pilihan, mereka hanya bisa pasrah dan mengalah.
2. Lamun Siro Banter Ojo Ndhisiki.
Meskipun kamu cepat, jangan selalu mendahului. Lamun siro banter ojo ndhisiki berarti jika kamu cepat, maka jangan mendahului.
3. Lamun Siro Pinter Ojo Minteri.
Maknanya, jika seseorang memiliki sebuah kepandaian dan pengetahuan maka harus didedikasikan penggunaannya pada ajaran dogmatis Tuhan Yang Maha Kuasa Sang Kholiq. Bukan untuk saling menjatuhkan dengan sesama kita.
Lamun siro pinter, ojo minteri memiliki arti bahwa meski kamu pandai, jangan sok pintar. Maknanya jangan sampai sebuah kepandaian dan pengetahuan dijadikan untuk menipu rakyat.
Apalagi menjebak rakyat. Tetapi kepandaian dan pengetahuan harus dgunakan untuk kebaikan sesama.
4. Lamun Siro Landhep, Ojo Nathoni. Meskipun kamu memiliki ketajaman berfikir (kecerdasan), janganlah suka mencela apalagi mencela.
5. Lamun Siro Kuwasa Ojo Dumeh.
Ojo Dumeh adalah Falsafah lama yang berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti Ojo = jangan, dan Dumeh = mentang-mentang. Apabila nilai-nilai falsafah yang sederhana ini dimanfaatkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari maka akan mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa karena nilai-nilai ini adalah ini nilai-nilai lama bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa yang tidak pernah pudar.
Ojo Dumeh dalam bahasa Indonesia sehari-hari artinya jangan mentang-mentang. Ojo dumeh sugih (jangan mentang-mentang kaya/Crazy Rich). Ojo dumeh kuwasa (jangan mentang-mentang berkuasa). Ojo dumeh pinter dan sebagainya. Ungkapan ojo dumeh itu sebagai filosofi dalam kehidupan kita, jangan sampai kita terjebak oleh silaunya gemerlap kehidupan dunia. Ajaran ojo dumeh menyarankan kepada kita agar jangan sampai kelebihan yang kita miliki menjadikan kita sombong, takabur, lupa diri dan bertindak sewenang-wenang kepada orang lain dan merendahkan harkat dan martabatnya. Jangan sampai kelebihan yang kita miliki malah menjadikan bumerang bagi diri kita karna yakinlah tak ada yang abadi di dunia ini, apa yang kita miliki pastilah akan lenyap atas kehendakNya.
Dalam budaya Jawa memang banyak diutarakan dalam bentuk larangan dari pada anjuran misalnya :
1. Ojo turu sore-sore (jangan tidur sore) yang maksudkan agar orang selalu tirakat di malam hari.
2. Ojo laku ngiwo (jangan berjalan ke kiri) maksudnya jangan berlaku atau berbuat yang tidak baik.
Kalau ada nasihat yang diawali dengan kata ojo maka kita harus mencari makna afirmatif (anjuran) yang terkandung di dalamnya. Demikian juga dengan nasihat ojo dumeh yang akan kita bahas kali ini. Ojo dumeh atau jangan mentang-mentang tidak sekedar menganjurkan orang yang lebih untuk tidak pamer kelebihannya kepada orang yang kurang. Orang juga sering mengartikan ojo dumeh dengan anjuran untuk berlaku sopan atau hormat kepada yang kurang dari dia agar orang tidak tersinggung. Arti ojo dumeh lebih dari sekedar ajuran berperilaku hormat. Ojo dumeh menganjurkan agar orang peduli kepada orang lain. Kalau kita mempunyai kelebihan, misalnya kekayaan, kekuasaan dan ilmu, maka gunakanlah itu untuk membantu orang. Sikap ojo dumeh didasarkan pada kenyataan bahwa jalannya kehidupan itu bagaikan roda yang berputar. Setiap titik pada roda akan mengalami perubahan posisi, dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah. Pada waktu kehidupan kita di atas, jangan lupa bahwa pada saatnya nanti akan berputar dan berada di bawah. Dengan demikian, nasihat ojo dumeh juga memberi makna agar orang tidak lupa hari esok. Ojo dumeh kaya lalu boros, tidak menabung untuk hari esok. Ojo dumeh berkuasa lalu tidak ingat hari pensiun yang tanpa kekuasaan. Kata yang sebenarnya pendek tetapi mempunyai arti yang begitu luas. Bagi orang jawa kata tersebut mengandung filosofi yang tinggi untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ojo Dumeh mengandung arti bahwa kita (manusia) janganlah selalu membangga-banggakan apa yang telah dimiliki baik berupa ketenaran, harta benda, pangkat / jabatan, kecantikan, ketampanan, dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan contoh.
Semua itu tidaklah kekal bagi pemiliknya, semua itu adalah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa yang suatu saat pasti akan dimintaNya kembali. Ojo dumeh sugih (Jangan mentang mentang kaya), Ojo dumeh ganteng /ayu (Jangan mentang mentang ganteng/cantik), Ojo dumeh duwe pangkatterus sewenang-wenang (Jangan mentang mentang punya jabatan terus sewenang-wenang) dan masih banyak lagi ungkapan ojo dumeh yang dapat kita ambil dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping ojo dumeh, ada dua pilar utama lain yang terkandung dalam falsafah ini. Ketiga pilar tersebut adalah :
1. Ojo Dumeh = Jangan sewenang-wenang.
2. Ojo Gethunan = Jangan mudah menyesal.
3. Ojo Gumunan = Jangan mudah kagum.
4. Ojo Kagetan = Jangan mudah terkejut.
5. Ojo Aleman = Jangan mudah manja.
Masing-masing mempunyai daya implementatif. Pada masyarakat Jawa, pesan ini biasanya disampaikan oleh orangtua kepada anaknya sejak kecil hingga dewasa, dengan maksud agar anaknya tidak menjadi orang yang suka mentang-mentang dan harus selalu menghargai yang lainnya. Ajaran ojo dumeh menyarankan kepada kita agar jangan sampai berlebihan dalam berperilaku. Berlebihan dalam hal ini bisa dalam bentuk kekayaan, keahlian, jabatan, ketampanan atau kecantikan, kepopuleran, ataupun keturunan. Ojo dumeh adalah salah satu ajaran yang introspektif. Ingin ditanamkan di sini nilai kepedulian diri terhadap sesama manusia, lingkungan sekitar, dan kepada Sang Pencipta.
Ojo Dumeh adalah pembatas bagi seseorang ketika ia sudah dihinggapi dumeh dengan segala predikat yang disandangnya. Keseimbangan dalam ojo dumeh yang sering kita dengar adalah kalimat koyo ngono yo koyo ngono ning ojo koyo ngono yang diartikan secara bebas adalah begitu ya begitu tapi jangan begitu. Kandungan makna dari kata tersebut adalah kita boleh saja menjadi apa yang kita inginkan tapi kita harus selalu ingat bahwa harus ada keseimbangan antara apa yang kita telah sandang (sebagai penghormatan diri) dengan penghormatan kita terhadap orang lain. Keseimbangan tersebut akan menghasilkan komunikasi yang baik, sikap menghargai dan menghormati orang lain, tidak menaruh prasangka, meningkatkan rasa kepedulian terhadap sesama.
Dalam konteks hukum, ojo dumeh memiliki sebagai nilai etis, maka yang memunculkan dan mengedepankan nilai baik dan buruk jan juga benar dan salah.
Ojo Dumeh adalah bagian dari upaya untuk mengenyampingkan segenap keinginan pribadi. Orang yang menerapkan falsafah ojo dumeh akan senantiasa menganggap orang lain pada posisi yang sangat manusiawi, melaksanakan aturan, menghormati hak orang lain dan menaati hukum yang ada dalam lingkungan sosialnya. Orang yang menerapkan falsafah ojo dumeh tidak akan mengorbankan orang lain demi kepentingannya sendiri atau demi mempertahankan kepemimpinannya dirinya sendiri.
Sampiran pitutur becik :
Urip ing donyo minangka mampir ngombe.
Kudu nrimo, kudu sabar, kudu momong karo awake dhewe ugo wong liyo.
Syukur karo sing kuosa.
Sifat adigang, adigung, adiguna ra bakal menangke lakon.
Ojo dumeh dadi wong biso.
Ojo dumeh dadi wong sugih.
Ojo dumeh dadi wong kanggo.
Kui kabeh naming pacaban urip.
Bolong biso ajur, bondo biso entek.
Wong bagus ora sak lawase.
Wong ayu ora sak lawase.
Ora ono sing langgeng liyane Allah SWT.
Sing jujur ojo ngapusi, sing pinter ojo keblinger.
Nek koe kraso loro dijiwet, ojo njiwet wong liyo (Siro diro jayaningrat lebur dening pangestuti, Segala sifat keras hati, picik, angka murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar tentunya mencari waktu yang tepat untuk membrasto sifat tersebut).
Sing podo eling dadi manungsa kang migunani marang sak podo-podo numindakne Titahipun Gusti Kang Maha Suci Sang Kholiq.
Imajiner Nuswantoro