CEDHAK TANPO SENGGOLAN ADOH TANPO WANGEAN
Cedhak Tanpo Senggolan Adoh Tanpo Wangean
(Deskripsi Pemahaman Menurut Orang Jawa)
Ungkapan yang menjadi judul di atas memang kurang familiar di telinga kita, Tuhan atau yang biasa di ucapkan oleh orang Jawa sebagai Gusti Alloh atau Gusti Pengeran, di deskripsikan oleh orang Jawa sebagai Dzat yang Cedhak tanpo senggolan adoh tanpo wangean, maksud nya ialah bahwa eksistensi Tuhan itu sangat dekat dengan manusia tapi tidak dapat di sentuh,dan jauh tetapi tidak ada jarak dengan manusia.
Tuhan berada di dalam diri manusia dan alam semesta,menurut orang Jawa Tuhan dan manusia itu manunggal yang di kenal dengan doktrin "Manunggaling kawulo Gusti".Itulah sebab nya salah satu faham kejawen di tanah jawa (Bratakesawa) berpendapat bahwa :
Wa man 'arofa nafsahu faqod 'arofa Rabbahu.
Artinya : Barang siapa yang mengenal kesejatian diri nya maka dia telah mengenal kesejatian Tuhan nya.
Manunggaling kawulo Gusti juga menjadi konsep ketuhanan orang Jawa yang sangat terkenal, konsep ini bertujuan untuk mengajarkan manusia agar tahu tentang hakekat hidup yaitu Sangkan paraneng dumadi dalam hal ini manusia di tuntut untuk tahu asal dan tujuan hidup nya di dunia ini agar jalan hidup nya tidak tersesat di jagad gedhe ini, untuk itu dalam menjalani hidup manusia agar selalu merasa manunggal dengan Gusti dengan cara selalu mengikuti segala petunjuk Nya dan menjauhi larangan Nya. karena memang hidup ini dalam panduandan pengawasan Nya.
Setelah manusia bisa menjalani hidup nya dengan manunggaling kawulo Gusti secara baik maka selanjut nya manusia akan memasuki fase Jumbuheng kawulo Gusti. fase ini dapat di jalani oleh manusia apabila dia bisa membekali diri nya dengan ngelmu roso. Ngelmu roso memuat tiga hal kerelaan diri yang harus di jalani oleh seseorang yaitu: Rela terhadap takdir hidup apapun itu,Rela terhadap dzikir dalam hening, Dan Rela terhadap anasir.
Maksud nya ialah dalam hidup seseorang hendak nya ikhlas terhadap takdir dari awal sampai akhir dalam permohonan nya.Dalam berdzikir hendak nya juga harus benar-benar dalam kondisi hening agar hati nya benar-benar menyatu dengan sang Kholiq sehingga menjadi kawulo yang Jumbuh dalam konsep Jumbuhing kawulo Gusti.Sedangkan rela terhadap anasir ialah bentuk kerelaan dan kepercayaan pada asal usul kehidupan yaitu Tuhan yang menjadi hakekat sangkan paraning dumadi.
Setelah melalui fase di atas kemudian manuisa bisa menuju pada fase yang lebih tinggi yaitu Pamoreng kawulo Gusti, arti nya bahwa hidup nya sudah di sinari oleh nur atau cahaya ilahiyyah karena dia sudah menjadi manusia yang bersih hati , badan , tindak tanduk dan ucapan nya. Manusia yang sudah bisa mengendalikan diri nya atau dalam istilah jawa mati rogo arti nya raga kasar nya seakan sudah mati walaupun nyawa nya masih terhembus, karena tidak lagi di kendalikan oleh nafsu namun di kendalikan oleh cahaya ilahiyyah .Sehingga segala tindakan nya mencerminkan sifat, apengal (af'al), dan asma Tuhan yang serba terpuji, seperti pengasih, penyayang, atau welas asih pada sesama.
Gusti iku cedhak tanpa senggolan adoh tanpa wangenanTuhan itu sejatinya dekat didalam hati tetapi sangat jauh dimana akal kita pun tidak bisa menjangkaunya.
Pada suatu tulisan didapati bahwa orang jawa baru menempati pulau jawa pada abad 3M yang ditandai dengan hadirnya kerajaan Taruma pada abad ke 4. Kerajaan ini terletak di barat pulau Jawa pada 4 - 7 M yang merupakan kerajaan tertua yang meninggalkan prasasti atau catatan sejarah bagi kelangsungan hidup manusia.
Suatu situasi kehidupan yang sangat heterogen sebelum datangnya ajaran hindu dan budha ke tanah jawa. Penduduk jawa pada masa itu adalah orang-orang yang menganut ajaran animisme dan dinamisme hingga saat para pedagang dari gujarat arab dan india mulai berdatangan.Masyarakat lebih menerima ajaran hindu-budha yang bisa lebih membaur kedalam kehidupan sosial mereka.
Kewu dan kudu adalah tempat berkumpulnya dan tempat bercampurnya sosio kultur masyarakat jawa yang terletak dilereng gunung merapi dan menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Medhang Bumi Mataram.
Tempat beberapa dinasti seperti Prabu Sanjaya dan Syailendra yang akhirnya pindah ke Brantas pada abad ke 10 saat Mpu Sendok memerintah., yang diperkirakan akibat adanya erupsi gunung vulkanik Merapi yang meletus.
Setiap sejarah dan perjalanan jawa selalu mengisahkan sebuah cerita yang luar biasa tentang perjuangan dan kedigdayaan para Prabu dan senopatinya dalam memperjuangkan tanah Nusantara. Kita yakin dimana Tuhan selalu andil dan campur tangan didalam hidup kita hari lepas hari. Dimana kita merasakan Tuhan dekat dengan semua kebaikannya dan selalu jauh dikala kita menderita. Itulah pengetahuan akal yang membatasi kita dengan sang pencipta.