SUNAN KALIJAGA
Sira Ingkang Sinuwun Kanjeng Sunan Kalijaga Waliyullah Tanah Jawi Langgeng ing Bawana. (Carakan : Kanjeng Susuhunan Kalijaga) atau Sunan Kalijaga adalah seorang tokoh Walisongo, lahir pada tahun 1450 Masehi dari Raden Ahmad Sahuri (seorang Adipati Tuban VIII) dan Dewi Nawangarum (putri Raden Kidang Telangkas / Abdurrahim Al-Maghribi).
Dikenal sebagai wali yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi dan budaya Jawa. Makamnya beradadi Kadilangu, Demak.
Siro Ingkang Sinuwun Kanjeng
Sunan Kalijaga.
Lahir : Bendara Raden Mas Said
1450 M.
Kadipaten : Tuban, Majapahit Meninggal : 1513 M Kadilangu, Demak
Nama lain :
1. Lokajaya
2. Syekh Malaya
3. Susuhunan Tuban
4. Raden Abdurrahman
Zaman :
1. Majapahit.
2. Kesultanan Demak.
3. Kerajaan Pajang.
4. Kesultanan Mataram.
5. Kesultanan Cirebon.
6. Kesultanan Banten.
Tempatl Kekhalifahan :
- Kesultanan Demak.
Organisasi Walisongo Gelar :
- Kanjeng Sunan Kalijaga
Anggota Dewan Majelis Dakwah Walisongo.
Orang tua :
- Raden Ahmad Sahuri. (Tumenggung Wilwatikta / Adipati Tuban VIII) (bapak).
- Dewi Nawangarum (ibu).
RIWAYAT
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang tatal (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
KELAHIRAN
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
SILSILAH
Terkait asal usulnya, ada dua pendapat yang berkembang. Pendapat pertama, adalah yang menyatakan Sunan Kalijaga orang Jawa asli. Pendapat ini didasarkan pada catatan historis Babad Tuban. Di dalam babad tersebut diceritakan, Aria Teja alias 'Abdul Rahman berhasil mengislamkan Adipati Tuban, Aria Dikara, dan mengawini putrinya. Dari perkawinan tersebut Aria Teja kemudian memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Catatan Babad Tuban ini diperkuat juga dengan catatan masyhur penulis dan bendahara Portugis Tome Pires (1468 - 1540).
Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari peguasa Islam pertama di Tuban yakni Aria Wilakita, dan Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta. Adapun pendapat yang kedua adalah menyatakan Sunan Kalijaga adalah keturunan arab. Pendapat kedua ini disebut-sebut berdasarkan keterangan penasehat khusus Pemerintah Kolonial Belanda, Van Den Berg (1845 – 1927), yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai ke Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Sejarawan lain seperti De Graaf juga menilai bahwa Aria Teja I ('Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, paman Muhammad.
PERNIKAHAN
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah. Maulana Ishak memiliki anak bernama Sunan Giri dan Dewi Saroh. Mereka adalah kakak beradik.
BERDA'WAH
Menurut cerita, Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan Hasil Bumi di kerajaannya, merampok orang-orang yang kaya.
Hasil curiannya, dan rampokanya itu akan ia bagikan kepada orang-orang yang miskin. Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seseorang kakek tua yang bertongkat.
Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu. Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin.
Tetapi, Sang Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah S.W.T tidak akan menerima amal yang buruk.
Lalu, Sunan Bonang menunjukan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang. Karena itu, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang. RadeN Said lalu menyusul Sunan Bonang ke Sungai. Raden Said berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Sunan Bonang lalu menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu,ia menjadi tertidur dalam waktu lama. Karena lamanya ia tertidur, tanpa disadari akar dan rerumputan telah menutupi dirinya. Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena ia telah menjaga tongkatnya yang ditanjapkan ke sungai, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga lalu diberi pakaian baru dan diberi pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal sebagai Sunan Kalijaga. Namun, cerita ini banyak diragukan oleh para sejarawan dan ulama berpaham salaf karena tidak masuk akal dan bertentangan dengan ilmu syariat
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung sufistik berbasis salaf bukan sufi panteistik (pemujaan semata).
Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal.
Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya.
Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil memengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam.
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah.
Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu (Petruk Jadi Ratu).
Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga, di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
WAFAT
Ketika wafat, ia dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara).
Makam ini hingga sekarang masih ramai diziarahi orang - orang dari seluruh indonesia.
KISAH SUNAN KALIJAGA.
Sunan Kalijaga salah satu tokoh Walisongo, Sunan Kalijaga disebut-sebut memiliki pengalaman hidup sebagai perampok atau begal.
Bahkan ia juga pernah merampok Sunan Bonang.
Peristiwa itu diyakini terjadi saat Sunan Kalijaga masih muda.
kisah Sunan Kalijaga pada masa mudanya sebelum menjadi seorang wali, sering melakukan tindakan kekerasan termasuk melakukan begal atau perampokan.
Nama aslinya adalah Raden Syahid sebelum mendapat gelar Sunan. Ia adalah anak dari adipati Tuban, Tumenggung Wilaktika sebagaimana ditulis dalam buku "Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat" karya Achmad Chodjim.
Aksi perampokan yang dilakukan Raden Syahid diketahui oleh ayahnya.
Tumenggung Wilaktika marah, malu dan merasa namanya tercoreng karena tindakan sang anak. Ia lantas mengusir Raden Syahid dari kediaman mereka.
Padahal sebenarnya, Raden Syahid membongkar gudang kadipaten untuk membagikan bahan makanan kepada orang-orang yang memerlukannya.
Karena saat itu, masyarakat Tuban hidup memprihatinkan dengan adanya upeti dan musim kemarau panjang.
Walau sudah diusir dari Tuban, Raden Syahid tidak berhenti melakukan aksi pembegalan.
Ia merampok orang-orang kaya di Kadipaten Tuban.
Ayahnya semakin marah ketika mengetahui aksi tersebut. Lalu, Raden Syahid kembali diusir dan disuruh angkat kaki dari wilayah Kadipaten Tuban.
Keluar dari daerah Tuban, Raden Syahid masih juga tidak menghentikan aksi perampokan itu.
Kali ini dia sampai tega meminta harta seorang yang sepuh.
Saat itu, Raden Syahid bertemu dengan seseorang di hutan Jati Wangi.
Belakangan, orang tua tersebut kelak diketahui sebagai Sunan Bonang.
Raden Syahid tidak mengenal orang tua tersebut.
Lantaran masih memiliki jiwa begal, ia memiliki niatan untuk membegal Sunan Bonang.
Karena itu, wali tua itu pun hendak dimangsanya.
Pikirnya, ada orang kaya yang bisa dibegal, tulis Achmad Chodjim dalam bukunya.
Singkat cerita, Raden Syahid berhasil melumpuhkan Sunan Bonang.
Ia minta Sunan Bonang menyerahkan barang bawaannya.
Tapi Sunan Bonang menolak permintaan tersebut. Kemudian Raden Syahid pun menjelaskan alasannya membegal adalah untuk membantu orang miskin.
Dalam cerita versi lain, Raden Syahid meminta maaf dan bertobat lantaran Sunan Bonang menasihatinya dan menunjukkan kesaktiannya mengubah buah pohon aren menjadi emas.
Pertemuan dengan Sunan Bonang itulah yang membuat Raden Syahid tercerahkan hidupnya.
Ia menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya itu meski tampak mulia, tetap merupakan jalan yang salah.
RADEN SYAHID MURID SUNAN BONANG
Pertemuan itu membuat Raden Syahid bertobat dan memohon agar diperbolehkan menjadi muridnya.
Sunan Bonang menerima permintaan tersebut.
Namun ia punya suatu syarat, yaitu Raden Syahid harus bersemedi di pinggir kali sampai Sunan Bonang kembali.
Raden Syahid menyanggupi syarat tersebut.
Alkisah, Sunan Bonang pun akhirnya kembali ke tempat yang sama setelah tiga tahun. Ia menemukan Raden Syahid tubuhnya sudah dirambati oleh rerumputan.
Melihat keteguhan hati Raden Syahid, Sunan Bonang pun takjub. Kejadian ini pula yang kemudian memunculkan nama Sunan Kalijaga.
Menurut Umar Hasyim dalam bukunya Sunan Kalijaga, menyebutkan bahwa Raden Syahid berganti nama menjadi Kalijaga yang berarti penjaga kali.
Namun dalam penjelasan yang lain, "Kalijaga" diartikan sebagai orang yang menjaga semua aliran (kali sebagai air yang mengalir) atau kepercayaan yang hidup di masyarakat.
Pendapat ini muncul karena Sunan Kalijaga merupakan satu-satunya wali yang paham dan mendalami segala pergerakan dan aliran atau agama yang hidup di masyarakat.
Sunan Kalijaga juga memiliki cara yang unik saat menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Ia berhasil mengenalkan Islam dengan memadukan budaya Jawa seperti wayang.
Sunan Kalijaga juga mengarang sebuah tembangJawa yang terkenal yaitu Ilir-Ilir.
BERDAKWAH MEDIA WAYANG KULIT.
Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo (sembilan wali) yang merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa.
Raden Mas Syahid merupakan nama kecil Sunan Kalijaga yang lahir pada 1450 Masehi di Tuban, Jawa Timur. Ia merupakan putra seorang Bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta.
Sunan Kalijaga adalah murid dari Sunan Bonang.
Dalam menyebarkan agama Islam, cara pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan memakai sarana kesenian dan kebudayaan.
Sebelum menjadi penyebar agama Islam, Raden Mas Syahid saat remaja sering melakukan tindakan kekerasan, berkelahi, hingga merampok.
Dalam buku Sunan Kalijaga, Mistik dan Makrifat (2013), karya Achmad Chodjim, Raden Mas Syahid membongkar gudang kadipaten dengan mengambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukannya dengan cara diam-diam.
Saat diintai oleh penjaga keamanan kadipaten, Raden Mas Syahid tertangkap basah. Kemudian dibawa dan dihadapkan kepada ayahnya Adipati Tumenggung Wilatikta.
Tindakan yang dilakukan Raden Mas Syahid membuat ayahnya malu dan mengusirnya.
Namun, Sunan Kalijaga tetap melakukan tindakan tersebut. Hasil dibagi-bagikan ke masyarakat miskin.
Raden Mas Syahid banyak belajar ilmu dari Sunan Bonang, seperti kesenian, kebudayaan, belajar kesustraan jawa, dan pengetahuan falak.
Tidak hanya itu tapi juga ilmu-ilmu ruhaniah dalam ajaran agama Islam hingga diangkat menjadi wali di tanah Jawa.
Sunan Kalijaga aktif berdakwah di tanah Jawa setelah sekembalinya dari Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dan belajar.
BERTEMU SUNAN BONANG.
Saat berada di hutan Jatiwangi, Raden Mas Syahid bertemu dengan Sunan Bonang dibegal dan merampas tongkatnya.
Saat menjalankan aksinya, Sunan Bonang menasehati dan membuat Raden Mas Syahid sadar. Akhirnya sadar dan belajar dari Sunan Bonang. Ia pun kemudian menjadi murid Sunan Bonang dan menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa.
CARA DAKWAH.
Sunan Kalijaga mengawali dakwahnya di Desa Kalijaga, Cirebon. Ia mengislamkan penduduk sekitar termasuk Indramayu dan Pamanukan.
Model dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan pendekatan lewat kesenian dan kearifan lokal.
Sunan Kalijaga terlebih dahulu mempelajari watak dan budaya penduduk sekitar.
Kalau mereka adalah tatanan masyarakat yang mudah lari jika dipaksa untuk mengikuti sesuatu yang baru bagi mereka.
Tetapi mereka suka dengan kesenian, keramahan, dan nilai-nila luhur yang serupa.
Dakwah Sunan Kalijaga dalam menumbuh-kembangkan nilai-nilai keislaman di Jawa, lebih banyak dengan menggunakan pendekatan seni dan kearifan budaya lokal.
Tidak hanya itu saja yang dijadikan Sunan Kalijaga sebagai media dakwah.
Sunan Kalijaga juga merancang pendekatan yang sesuai dengan penduduk Jawa. Yaitu, akulturasi budaya dengan menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam segi-segi budaya lokal.
Ia juga menyumbangkan ide seperti perencanaan alat-alat pertanian, desain pakaian, permainan tradisional untuk anak-anak, hingga musik gamelan.
Banyak karya-karya yang sudah dibuat Sunan Kalijaga yang dijadikan media berdakwah di masyarakat.
Bahkan hingga saat ini masih sering dilakukan dan diajarkan di masyarakat serta tersebar di wilayah Indonesia.
Seperti tembang Lir-Ilir yang masih diajarkan di masyarakat khususnya masyarakat Jawa.
Ada gubahan puitis, rancangan dan lakon wayang kulit hingga formasi alat-alat gamelan.
Saat berdakwah dengan menggunakan wayang kulit. Sunan Kalijaga mengganti cerita wayang yang sebelumnya tentang Ramayana dan Mahabarata dari cerita ajaran Hindu diubah dengan memasukan cerita-cerita Islam.
Bentuk wayang juga diubah. Di mana mengubah dari bentuk manusia menjadi bentuk kreasi baru yang mirip karikatur.
Contohnya, orang yang menghadap ke depan diukir dengan letak bahu di depan dan di belakang.
Tangan wayang kulit dibuat panjang hingga menyentuh kakinya. Meski menghadap ke depan, matanya dibuat tampak utuh.
Sunan Kalijaga berperan penting dalam membentuk karakter Islam di Jawa, bahkan Nusantara yang lentur, toleran, dan penuh kearifan.
Terlepas dari mitos atau legenda yang menyertai, Sunan Kalijaga telah meletakan dasar-dasar kehidupan masyarakat yang harmonis, produktif, dan kreatif.
Dari tangan Sunan Kalijaga tumbuh wajah Islam kultural, moderat, lentur, dan menyerap beragam ekspresi budaya lokal.
Bukan hanya lakon wayang dan tembang Lir-ilir.
Tradisi tahlilan, sulukan, sedekat bumi, hingga arsitektur masjid yang bernuansa Jawa juga kerap dikaitkan dengan spirit dakwahnya.
WELAS ASIH.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1450 dengan nama asli Raden Said, putra dari seorang Adipati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1450 dengan nama asli Raden Said, putra dari seorang Adipati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Sunan Kalijaga mempunyai beberapa nama diantaranya Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.
Dibandingkan dengan wali lainnya, Sunan Kalijaga terlihat sedikit berbeda dalam hal penampilan dan cara berdakwah. Kesehariannya, Sunan Kalijaga lebih sering mengenakan pakaian serba hitam dengan blankon khas jawa dalam berdakwah.
Untuk mengenalkan Islam kepada masyarkat, Sunan Kalijaga memasukkan nilai-nilai Islam dalam tradisi atau budaya masyarakat lokal seperti kesenian wayang dan lagu-lagu daerah.
SUNAN KALIJAGA MUDA.
Sunan Kalijaga muda, Raden Said pernah kedapatan mencuri gudang yang menyimpan hasil bumi milik kadipaten dan membagikannya kepada rakyat miskin kala itu.
Hal ini dilakukan karena keprihatinan beliau melihat kesengsaraan rakyat yang terbebani upeti tinggi saat musim kemarau.
Saat melakukan aksinya, Raden Said tertangkap oleh pasukan pengawal dan diserahkan kepada ayahnya.
Sebagai bentuk hukuman, Raden Said dilarang untuk keluar rumah. Seakan tak pernah jera, setiap malam Raden Said terus mencuri rumah-rumah bangsawan kaya yang pelit.
Hasil pencuriannya tak pernah ia nikmati, semuanya dibagikan kepada rakyat miskin agar bisa bertahan di tengah penindasan yang dilakukan oleh pemerintah.
Raden Said dikenal sebagai sosok yang gemar menuntut ilmu, dikisahkan saat dalam perjalanan Raden Said pernah mencoba merampok seorang kakek tua yang berjalan sendirian dengan tongkat emas.
Beliau belum tahu jika sosok tersebut adalah Sunan Bonang. Saat merampok, Sunan Bonang menunjukkan kesaktiannya dengan mengubah benda-benda disekitarnya menjadi emas.
Raden Said takjub dan meminta ijin untuk menjadi murid Sunan Bonang.
Sunan Bonang pun mengiyakan dengan syarat, Raden Said bersedia menjaga tongkat emas yang sedang dibawanya.
Raden Said menyanggupi, tongkat emas ditancapkan di sebuah pinggiran kali (sungai) di daerah Cirebon. Karena ketekunan menjaga tongkat Sunan Bonang di pinggiran kali ini, Raden Said diberi julukan sebagai Sunan Kalijaga.
MAKAM SUNAN KALIJAGA.
Semasa hidupnya, Sunan Kalijaga tercatat pernah menikah dengan Dewi Saroh putri dari Sunan Bonang.
Dari hasil pernikhannya, beliau di karuniai tiga orang anak yaitu Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah.
Hidupnya dihabiskan untuk menyebarkan agama Islam di wilayah kekuasaan Kerajaan Demak.
Sunan Kalijaga juga memiliki andil besar dalam pendirian Kerajaan Demak.
Akhir hayatnya, Sunan Kalijaga dimakamkan di daerah Kadilangu. Kini makambya ramai dikunjungi oleh berbagai peziarah dari berbagai penjuru Indonesia.