SASTRAJENDRA HAYUNINGRAT.
Sastra Jendra Hayuningrat adalah suatu kitab atau ajaran suci berasal dari Tuhan yang merupakan rahasia dari agama yang dapat menyelamatkan umat dan dunia semesta yang terdapat dalam kisah pewayangan.
Arti kata Sastra Jendra Hayuningrat berdasarkan tiap kata dapat diartikan Sastra berupa tulis, ilmu atau kitab.
Jendra berarti milik raja atau diidentikan dengan Tuhan. Hayuningrat berarti keselamatan umat dan dunia semesta.
Sastra Jendra Hayuningrat ini identik dengan budaya Jawa dan kisah wayang Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi.
Rahwana, anak dari Sukesi dan Wisrawa akibat menjabarkan ilmu Sastra Jendra Hayuningrat
MAKNA SASTRAJENDRA HAYUNINGRAT.
1. Ngelmu wadining bumi kang sinengker Hyang Jagad Pratingkah.
Maksudnya ilmu rahasia dunia atau alam semesta yang dirahasiakan atau berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pangruwating barang sakalir.
Maksud dapat membebaskan dan menyelamatkan segala sesuatu.
3. Kawruh tan wonten malih.
Maksudnya tiada ilmu pengetahuan lain lagi yang dapat dicapai oleh manusia.
4. Pungkas-pungkasaning kawruh.
Artinya : Ujung dari segala ilmu pengetahuan atau setinggi-tingginya ilmu yang dapat dicapai oleh manusia atau seorang sufi.
5. Sastradi.
Artinya : Sastra Adiluhung atau ilmu yang luhur.
SASTRAJENDRA
AJARAN ADILUHUNG
Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu merupakan wedaran, atau ajaran-ajaran yang menurut kisah pewayangan Jawa diajarkan atau diwedarkan oleh Resi Wisrawa kepada Dewi Sukesi.
Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu memiliki arti, yakni sastra berarti ajaran, jendra berasal dari kata harja yang memiliki arti keselamatan dan endra yang berarti raja atau penguasa, hayuningrat berarti keindahan semesta, serta pangruwating diyu berarti ruwat atau peluruh watak angkara murka.
Maka, jika Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu disatukan, dapat dimaknai sebagai puncak keselamatan untuk memperindah semesta dan meluruhkan sifat angkara murka.
Dari kisahnya, Resi Wisrawa yang saat itu mengemban ilmu sastrajendra harus mewedarkan atau mengajarkan ilmu sastrajendra pada Dewi Sukesi karena ialah sosok yang tepat untuk mengajarkan ilmu sastrajendra tersebut.
Dari situ lah, Resi Wisrawa mengajarkan pada Dewi Sukesi tentang :
1. Ilmu-ilmu kesucian Jiwa.
2. Tujuan setiap manusia di bumi.
3. Mengenal diri seutuhnya, kebahagiaan diri.
4. Hingga berbakti kepada ibu pertiwi.
Selain itu, semua ajaran Sastrajendra juga mengajarkan tentang :
1. Jagat besar (Makrokosmos).
2. Jagat kecil (Mikrokosmos).
Jagat besar mengenai ajaran tentang hubungan manusia dengan lainnya yang ada di luar tubuh manusia itu sendiri, dan jagat kecil adalah manusia dengan sistem-sistem dirinya sendiri yang saling bergerak tanpa adanya kesadaran atau perintah dari kita sendiri.
Dari buku yang ditulis oleh Setyo Hajar Dewantoro berjudul Sastrajendra Ilmu Kesempurnaan Jiwa, membahas pentingnya ilmu Sastrajendra pada abad 21.
Beliau mengatakan bahwa pembahasan ilmu Sastrajendra harus diungkap kembali sebagai bagian dari jati diri nusantara, dan bukan hanya Jawa.
Sudah menjadi kesadaran bahwa pada abad ini, banyak manusia yang melakukan tindakan destruktif atas dasar angkara murka, atau emosional. Sastrajendra yang sejatinya telah hidup melembaga ke dalam adat istiadat yang dijalankan sejak masa purba dipelbagai tempat nusantara mulai terkikis pada abad ini.
Padahal, Sastrajendra yang telah merasuk pada adat istiadat nusantara menjelaskan pola relasi harmonis antara manusia, Tuhan dan mahkluk yang lain.
Uniknya, di dalam buku ini juga dibahas tentang hubungan proses spriritual yang terjadi pada bagian-bagian tubuh manusia, seperti :
1. Sistem limbik pada otak,
2. Sel manusia.
3. DNA.
4. SA Node pada jantung.
5. Hormon dan kelenjar-kelenjar manusia.
Jelas sudah mengenai ajaran Sastrajendra yang paling utama. Fungsinya ialah untuk merawat peradaban yang telah lama dibangun di tanah air tercinta kita ini.
Jangan sampai ada lagi perpecahan, serta melupakan adat istiadat di mana kita berasal.
Mari buktikan bersama bahwa peradaban nusantara belumlah sirna.
Nusantara beserta adat istiadatnya yang meskipun berbeda-beda dapat menyelaraskan kaki untuk maju bersama.
TEKS UTTARAKANDA.
Dalam tradisi sastra Jawa Kuno istilah Sastra Jendra Hayuningrat dikenal dalam teks Uttarakanda Jawa Kuno.
Teks Uttarakanda Jawa Kuno adalah gubahan dari teks Uttarakanda Sansekerta pada akhir 10 Masehi.
Teks Uttarakanda Jawa Kuno berisi tentang kisah Rahvanotpatti atau kelahiran Rahwana.
Isinya tentang keinginan Sumali untuk mengawinkan putrinya yang berwajah raseksi bernama Kaikasi dengan Visrava, dengan harapan supaya ia memperoleh keturunan yang menyerupai Vaisravana, seorang dewa cemerlang.
Pada zaman Majapahit tahun 1379 M kisah Ravanotpatti ini digubah kembali oleh Mpu Tantular menjadi Kakavin Arjunavijaya.
KISAH WISRAWA DAN SUKESI.
Prabu Sumali mengumumkan sayembara bahwa siapa yang bisa menjabarkan ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, akan menjadi suami dari Dewi Sukesi.
Ilmu yang disayembarakan ini adalah ilmu yang hanya diketahui oleh para dewa.
Di kerajaan Lokapala, Prabu Danaraja meminta ayahnya Begawan Wisrawa untuk meminang Dewi Sukesi.
Berangkatlah Begawan Wisrawa ke negeri Alengka untuk meninang Dewi Sukesi.
Karena ilmu yang diajarkan oleh Begawan Wisrawa adalah ilmu rahasia maka penjabaran ilmu tersebut dilakukan di tempat tertutup oleh Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi.
Pada saat menjabarkan ilmu tersebut terjadilah keributan di kahyangan akibat ilmu tersebut.
Untuk mencegah ilmu itu tersebar, Batara Guru dan Dewi Uma menyusup ke dunia.
Batara Guru masuk ke dalam Begawan Wisrawa, sedangkan Dewi Uma masuk ke dalam Dewi Sukesi.
Lalu terjadilah hubungan intim di antara Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi.
Karena peristiwa tersebut, Begawan Wisrawa dinikahkan dengan Dewi Sukesi.
Prabu Danaraja yang mendengar kabar tersebut menjadi sangat marah karena dikhianati oleh ayahnya sendiri.
Prabu Danaraja mengirimkan pasukan dari Lokapala untuk menggempur Alengka.
Sewaktu Begawan Wisrawa dan Prabu Danaraja perang tanding, turunlah Batara Narada untuk memberitahukan kepada Prabu Danaraja bahwa Dewi Sukesi adalah jodoh ayahnya.
SASTRAJENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DHIYU.
Kajian Sufistik Menuju Mahabah Tajali. Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Dhiyu Sesanti ini merupakan sebuah kalimat yang berasal dari bahasa jawa yang berarti sebagai berikut :
Sastra bermakna tulisan
1. Jendra / Hendra bermakna hati / raja.
2. Hayu bermakna baik / indah
Rat bermakna darah / getih.
3. Pangruwating berasal dari kata ruwat yang bermakna / merawat/ memperbaiki.
4. Dhiyu yang bermakna Buta / raksasa.
Dapat disimpulkan bahwa makna dari kalimat tersebut adalah Sebuah tulisan atau pelajaran yang tinggi yang mampu meruwat / memperbaiki darah/ diri manusia menjadi lebih baik.
Kalimat ini merupakan salah satu wulangan tinggi tentang hidup dan pencarian hakikat hidup manusia jawa, manusia Indonesia yang terdapat dalam kisah cerita pewayangan.
Dikisahkan dalam pewayangan, bahwa piwulang / ajaran ini (ajaran Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Dhiyu) sangat rahasia dalam pengajarannya, hingga hanya manusia yang diberi piwulang dan yang mengajar saja yang boleh mengetahui.
Bahkan ada istilah Suket Godong Ora Kena Krungu (Rumput dan daun tidak boleh mendengar).
Dikisahkan, jika tumbuhan dan hewan mendengarkan piwulang ini, maka mereka akan naik derajat kemuliaannya, begitu juga dengan jin, raksasa dan sejenisnya, setelah mendengar piwulang ini mereka akan naik derajatnya menjadi manusia, sedangkan manusia akan naik derajatnya menjadi dewa.
Tempat pemberian piwulang ini dikisahkan harus ditempat yang sangat rahasia.
Maksud dari kisah ini adalah bahwa tempat tersebut sebenarnya terdapat dalam diri manusia itu sendiri, dimana jika manusia bisa sampai mendapat piwulang ini maka di akan lebih mulia derajatnya dibanding manusia pada umumnya.
Tulisan atau sastra itu sesungguhnya adalah milik rajanya manusia yakni Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan Tuhan telah meniupkan sedikit Ruh Nya kedalam diri manusia itu sendiri. Maka, barang siapa manusia yang bisa sampai pada kesadaran batin terdalamnya yakni Ruhnya, ia akan mendapatkan pencerahan ruhani. Dengan ruhani yang cerah manusia tersebut akan naik derajatnya, sebab untuk mencapai kesadaran Raja / Ruh dalam diri, manusia harus terlebih dahulu mengikis nafsu-nafsu yang menyelimutinya, mulai dari lawamah, amarah, sufiah dan mutmainah.
Proses pencerahan ruhani dalam diri manusia hanya akan diketahui oleh manusia yang mengalaminya itu sendiri, karena itu merupakan pengalaman pribadi spiritual manusia itu sendiri.
Cerahnya ruhani akan membawa rahmat bagi pelakunya, sedangkan rahmat tersebut akan menyelamatkan dirinya.
Wujud rahmat tersebut berupa hidayah, untuk menangkap hikmah-hikmah yang terkandung di dalam kehidupan sehari-hari, semua peristiwa yang kita alami akan mampu kita ambil dan selami maksud kandungannya yang kemudian akan menjadikan kita semakin dekat dengan Tuhan, lebih pasrah dan sabar.
Disebutkan, bagi umat Islam, bahwa dalam bulan puasa terdapat suatu malam yang disebut malam Lailatul Qadar, bagi yang beruntung, mereka akan mendapatkan anugrah dari malam tersebut.
Malam yang cerahnya melebihi seribu bintang, karena memang cahaya pencerahan ruhani, cahaya ketuhanan, cahaya yang berasal dari Ruh yang merupakan tiupan sedikit dari Ruh Nya melebihi cerahnya apapun.
Cahaya yang bersumber dari Maha Cahaya.
Nafsu-nafsu yang menyelimuti ruhani kita dan harus dikikis itulah yang diibaratkan dengan Dhiyu atau raksasa, yakni keserakahan, ketamakan,kesombongan iri hati, dengki, sahwat yang berlebihan dan lain-lain.
Maka untuk mencapai Lailatul Qadar pun manusia diharuskan berpuasa dahulu. Dengan mengurangi makan, maka energi untuk berpikir kepada hal-hal yang berlebihan akan berkurang disebabkan kondisi fisik lemah. Dengan fisik yang lemah, kita akan semakin sabar sebab untuk marah pun kita memerlukan energi yang banyak pula.
Puasa bukan hanya mengubah pola makan dan minum yang tadinya pagi dan siang diganti setelah buka / magrib, tetapi juga mengurangi makan. Kondisi seperti itu yang berjalan berhari-hari akan membentuk ruhani kita, sehingga LailatulQadar pun disebutkan akan turun pada sepertiga hari terakhir dalam bulan puasa.
Kisah turunnya Wahyu Al Quran pertama kali pun setelah nabi Muhammad saw bertahalwat / bertirakat di gua Hira selama 40 hari 40 malam, dan bahkan beliau hanya makan beberapa butir kurma dalam setiap buka dan sahur.
Betapa bagaimana keadaan fisik beliau pada saat itu.
Iqra adalah membaca.
Membaca bukan dalam arti tulisan melainkan membaca hikmah ciptaan Tuhan, sehingga pada awalnya beliau pun mengalami kesulitan, apalagi membaca tentang diri manusia. Sebab manusialah mahluk ciptaan yang memang menjadi khalifah atau wakil Tuhan dalam menjalankan alam semesta ini. Setalah beliau membaca diri manusia barulah ayat terakhir yang turun menganjurkan untuk membaca alam semesta yang merupakan pena Tuhan.
Ruh manusia adalah sebagian kecil Ruh Nya yang ditiupkanNya, yang berarti bahwa manusia mempunyai sifat sifat turunan dari Yang Maha Pemilik Sifat.
Oleh karena itu terbukti bahwa manusia lah yang bisa membahas dan mengelola apa saja yang ada di alam semesta ini.
Maka tepatlah jika Tuhan melebihkan manusia dari semua ciptaan, dan juga menistakannya daripada dari semua ciptaan yang lain.
Semua ciptaan Tuhan, baik matahari, bulan,;bintang dan yang lainnya, semua yang ada di alam ini merupakan sunatulloh, dimana ciptaan atau mahluk adalah Fayakun Allah dan firmanNya adalan Kun Alloh.
Ilmu apa saja yang ditemukan oleh manusia sudah pasti merupakan hasil pencerahan ruhani penemunya dalam membaca objek yang mereka amati. Pencerahan ruhani tersebut jelas mempengaruhi juga otak, pikiran dan kejiwaan bahkan raga manusia tersebut, sehingga bisa kita amati bagaimana karakter, wajah dan sikap orang-orang yang telah menemukan ilmu tersebut, mereka pasti mempunyai aura sinar wajah, sikap hidup, pemikiran, dan perjalanan hidup yang sangat berbeda dengan manusia kebanyakan, begitu juga benturanbenturan hidupnya.
Tumbuhan merupakan sunatulloh yang apabila manusia bisa membacanya misal dari batangnya, maka manusia tersebut kemudian bisa mengubahnya menjadi kursi, meja dan lain-lain yang sudah barang tentu dengan memunculkan ilmu pertukangan kayu.
Daun-daunan pun bisa diubah menjadi obat, racun atau bahkan makanan dengan ilmu tersendiri pula.
Di dalam bumi ini terdapat berbagai bijih logam yang kemudian oleh manusia yang bisa membaca dengan ruhaninya, bahan tersebut diubah menjadi kursi, meja, pisau dan lain-lain yang tentunya juga menggunakan ilmu tersendiri.
Semua manusia yang mengupayakan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi lebih baik.
Hayuningrat / Hayuning Diri / Membuat Selamat, Baik Darah Kita, Diri Kita.
Kewajiban seorang yang berimanlah untuk Iqra, bukan hanya membaca tulisan dan arti tetapi membaca tentang diri manusia itu sendiri, hakikat manusia dan alam semesta sebagai pena Allah.
Barang siapa mensyukuri nikmat Allah maka manusia tersebut akan ditambah nikmatnya dan barang siapa yang mengkufuri maka azab yang sangat pedih akan menimpa.
Manusia dijadikan Tuhan sebagai mahluk yang paling sempurna karena mempunyai kelebihan akal pikiran dan nurani serta Ruhani.
Itu merupakan nikmat yang tiada terkira.
Salah satu mensyukuri nikmat adalah dengan menggunakan akal dan pikiran kita.
Dengan berpikir dan berakal, pengetahuan kita akan bertambah.
Dari pengetahuan kemudian menjadi ilmu, berilmu. Itulah nikmat Allah.
Orang yang berilmu akan lebih dihargai oleh orang lain.
Orang yang tidak mau menggunakan pikiran dan akalnya akan menjadi bodoh.
Taklid buta pun dilarang oleh agama.
Orang yang bodoh kurang dihargai dalam kehidupannya dan sering sengsara karena kebodohannya. Itulah azab Tuhan.
Mengapa manusia yang diberi anugrah itu?
Karena manusia yang diberi akal dan pikiran, sehingga ujud seorang Muhammad pun adalah manusia, bukan malaikat.
Kursi Allah Lahul Mahfud ada dalam seluruh alam semesta ini. Ruh kita adalah sedikit Ruh Nya yang ditiupkan, sehingga manusia pun memiliki sifat-sifat yang berasan dari pemberi Ruhnya, meski sedikit.
Maka manusia bisa berkuasa, berkehendak, merubah, membunuh dan sebagainya. Semuai itu pun atas izin Nya, tanpa izin Allah maka manusia tak kan mampu apapun.
Bisulton / Sulton adalah kekuatan berupa ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah hasil dari kerja keras akal , pikiran, dan Ruhani manusia. Maka hanya manusia yang masih hidup / ber ruh lah yang bisa melakukan Iqra, maka selagi hiduplah manusia dianjurkan untuk Iqra.
Jasad tanpa Ruh bukan lagi manusia, melainkan bangkai.
Marilah, mumpung kita masih menjadi manusia, mumpung masih ber Ruh, kita Iqra, membaca tentang kehidupan ini agar kita lebih dimuliakan derajatnya di dunia dan di akherat kelak.