BATARA WISNU
Dalam pewayangan, Batara Wisnu adalah dewa yang bijaksana dan adil, lambang kesejahteraan, yang sering digambarkan sebagai putra Batara Guru dan Dewi Uma. Ia memiliki pusaka andalan berupa Cakra Sudarsana, dan kadang juga menggunakan Gada. Batara Wisnu memiliki kemampuan untuk mengendalikan alam, menjelma menjadi berbagai wujud (nitis), serta memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan dunia dan membantu para ksatria.
Ciri-ciri dan peran
- Simbol: Melambangkan keadilan dan kesejahteraan.
- Kekuatan: Mampu menghidupkan orang mati, mengendalikan elemen alam, dan berubah wujud.
- Senjata: Cakra Sudarsana dan Gada.
- Peran: Menjaga keseimbangan dunia dan membimbing manusia, terutama para ksatria, untuk menegakkan kebenaran.
Titisan (peran jelmaan)
Dalam pedalangan, Batara Wisnu sering menjelma menjadi tokoh-tokoh penting seperti :
1. Prabu Arjunasasra
2. Kresna (dalam kisah Mahabharata)
3. Ramawijaya
4. Prabu Joyoboyo
BACA JUGA :
Titisan Dewa Wisnu / Bathara Wisnu (versi JAWA DAN Hindu)
.
Hubungan dan kisah
- Istri: Dalam pewayangan, ia memiliki tiga istri, yaitu Dewi Sri, Sri Pujoyanti, dan Batari Pertiwi.
- Kisah dalam Mahabharata: Wisnu adalah dewa pelindung para Pandawa dan memberikan nasihat kepada Arjuna, yang menjadi dasar ajaran dalam Bhagavad Gita.
BACA JUGA :
BHAGAWAD GITA
Bhagavad Gita bukan Pancama Veda (Veda Ke-5)
.
SANG HYANG BETHARA WISNU
Dalam pementasan wayang Jawa, Wisnu sering disebut dengan gelar Sanghyang Batara Wisnu. Menurut versi ini, Wisnu adalah putra kelima Batara Guru dan Batari Uma. Ia merupakan putra yang paling sakti di antara semua putra Batara Guru.
Menurut mitologi Jawa, Wisnu pertama kali turun ke dunia menjelma menjadi raja bergelar Srimaharaja Suman. Negaranya bernama Medangpura, terletak di wilayah Jawa Tengah sekarang. Ia kemudian berganti nama menjadi Sri Maharaja Matsyapati, merajai semua jenis binatang air.
Selain itu Wisnu juga menitis atau terlahir sebagai manusia. Titisan Wisnu menurut pewayangan antara lain :
1. Srimaharaja Kanwa.
2. Resi Wisnungkara
3. Prabu Arjunasasrabahu
4. Sri Ramawijaya
5. Sri Batara Kresna
6. Prabu Airlangga
7. Prabu Jayabaya
8. Prabu Anglingdarma
9. Prabu Ken Arok
10. Prabu Kertawardhana
Prabu Kertawardhana adalah Cakradhara atau Bhre Tumapel yang merupakan suami dari Dyah Gitarja dan ayah dari Dyah Hayam Wuruk dan Dyah Nertaja. Ia memenangkan sayembara untuk menikahi Dyah Gitarja, putri Raden Wijaya dan Gayatri, setelah kematian kakaknya, Jayanagara, pada tahun 1328 Masehi.
Dalam tradisi Dvaita Waisnawa, Wisnu merupakan Makhluk yang Maha Kuasa. Dalam filsafat Advaita Vedanta, Wisnu dipandang sebagai salah satu dari manifestasi Brahman. Dalam segala tradisi Sanatana Dharma, Wisnu dipuja secara langsung maupun tidak langsung, yaitu memuja awatara-nya.
Aliran Waisnawa memuja Wisnu secara khusus. Dalam sekte Waisnawa di India, Wisnu dipuja sebagai roh yang utama dan dibedakan dengan Dewa-Dewi lainnya, yang disejajarkan seperti malaikat. Waisnawa menganut monotheisme terhadap Wisnu, atau Wisnu merupakan sesuatu yang tertinggi, tidak setara dengan Dewa.
Dalam tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu memanifestasikan dirinya menjadi Awatara, dan di India, masing-masing awatara tersebut dipuja secara khusus.
Tidak diketahui kapan sebenarnya pemujaan terhadap Wisnu dimulai. Dalam Veda dan informasi tentang agama Hindu lainnya, Wisnu diasosiasikan dengan Indra. Shukavak N. Dasa, seorang sarjana Waisnawa, berkomentar bahwa pemujaan dan lagu pujia-pujian dalam Veda ditujukan bukan untuk Dewa-Dewi tertentu, melainkan untuk Sri Wisnu Yang Maha Kuasa, yang merupakan jiwa tertinggi dari para Dewa.
Di Bali, Dewa Wisnu dipuja di sebuah pura khusus untuk dia, bernama Pura Puseh, yakni pura yang harus ada di setiap desa dan kecamatan. Di sana ia dipuja sebagai salah satu manifestasi Sang Hyang Widhi yang memberi kesuburan dan memelihara alam semesta.
Menurut konsep Nawa Dewata dalam Agama Hindu Dharma di Bali, Dewa Wisnu menempati arah utara dalam mata angin. Warnanya putih kuning, Aksara sucinya “U”
Dewa Wisnu memiliki hubungan dengan Dewi Lakshmi, Dewi kemakmuran yang merupakan istrinya. Selain dengan Indra, Wisnu juga memiliki hubungan dekat dengan Brahmā dan Siwa sebagai konsep Trimurti. Kendaraan Dewa Wisnu adalah Garuda, Dewa burung. Dalam penggambaran umum, Dewa Wisnu sering dilukiskan duduk di atas bahu burung Garuda tersebut. Dewa Wisnu merupakan Yang Maha Kuasa(Tidak ada dewa yang lebih tinggi dari Wisnu). Brahma lahir dari pusar Wisnu dan Siwa lahir dari dahi Wisnu.
Dalam Purana, Dewa Wisnu menjelma sebagai Awatara yang turun ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kehancuran. Wujud dari penjelmaan Wisnu tersebut beragam, hewan atau manusia. Awatara yang umum dikenal oleh umat Hindu berjumlah sepuluh yang disebut Dasa Awatara atau Maha Avatār.
Sepuluh Awatara Wisnu :
1. Matsya (Sang ikan)
2. Kurma (Sang kura-kura)
3. Waraha (Sang Babi hutan)
4. Narasingha (Sang manusia-singa)
5. Wamana (Rama bersenjatakan beliung / Sang orang cebol)
6. Parasurama (Sang Brāhmana Kshatriya)
7. Ramawijaya (Sang pangeran)
8. Krishna (Sang pengembala)
9. Buddha (Sang pemuka agama)
10. Kalki (Sang penghancur)
Di antara sepuluh awatara tersebut, sembilan di antaranya diyakini sudah menjelma dan pernah turun ke dunia oleh umat Hindu, sedangkan awatara terakhir (Kalki) masih menunggu hari lahirnya dan diyakini menjelma pada penghujung zaman Kali Yuga.
Dalam ajaran di asrama Waisnawa di India, Wisnu diasumsikan memiliki lima wujud, yaitu :
1. Para.
Para merupakan wujud tertinggi dari Dewa Wisnu yang hanya bisa ditemui di Sri Waikunta, juga disebut Moksha, bersama dengan pasangannya — Dewi Lakshmi, Bhuma Dewi dan Nila Di sana Ia dikelilingi oleh roh-roh suci dan jiwa yang bebas.
2. Vyuha.
Dalam wujud Vyuha, Dewa Wisnu terbagi menjadi empat wujud yang mengatur empat fungsi semesta yang berbeda, serta mengontrol segala aktivitas makhluk hidup.
Vibhava. Dalam wujud Vibhava, Wisnu diasumsikan memiliki penjelmaan yang berbeda-beda, atau lebih dikenal dengan sebutan Awatara, yang mana bertugas untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan di muka bumi.
3. Antaryami.
Antaryami atau “Sukma Vasudeva” adalah wujud Dewa Wisnu yang berada pada setiap hati makhluk hidup.
4. Arcavatara.
Arcavatara merupakan manifestasi Wisnu dalam imajinasi, yang digunakan oleh seseorang agar lebih mudah memujanya sebab pikirannya tidak mampu mencapai wujud Para, Vyuha, Vibhava, dan Antaryami dari Wisnu.
Dalam ajaran filsafat Waisnawa (terutama di India), Wisnu disebutkan memiliki tiga aspek atau perwujudan lain. Ketiga wujud tersebut yaitu: Kāraṇodakaśāyi Vishnu atau Mahā Vishnu; Garbhodakaśāyī Vishnu; dan Kṣirodakasāyī Vishnu. Menurut Bhagawadgita, ketiga aspek tersebut disebut "Puruṣa Avatāra", yaitu penjelmaan Wisnu yang memengaruhi penciptaan dan peleburan alam material. Kāraṇodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu) dinyatakan sebagai Wisnu yang berbaring dalam "lautan penyebab" dan Dia menghembuskan banyak alam semesta (galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung; Garbhodakaśāyī Vishnu dinyatakan sebagai Wisnu yang masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa; Kṣirodakasāyī Vishnu (Roh utama) dinyatakan sebagai Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.
Dalam Purana, Wisnu disebutkan bersifat gaib dan berada dimana-mana. Untuk memudahkan penghayatan terhadapnya, maka simbol-simbol dan atribut tertentu dipilih sesuai dengan karakternya, dan diwujudkan dalam bentuk lukisan, pahatan, dan arca. Dewa Wisnu digambarkan sebagai berikut :
- Seorang pria yang berlengan empat. Berlengan empat melambangkan segala kekuasaanya dan segala kekuatannya untuk mengisi seluruh alam semesta.
- Kulitnya berwarna biru gelap, atau seperti warna langit. Warna biru melambangkan kekuatan yang tiada batas, seperti warna biru pada langit abadi atau lautan abadi tanpa batas.
- Di dadanya terdapat simbol kaki Resi Brigu.
- Juga terdapat simbol srivatsa di dadanya, simbol Dewi Laksmi, pasangannya.
- Pada lehernya, terdapat permata Kaustubha dan kalung dari rangkaian bunga
- Memakai mahkota, melambangkan kuasa seorang pemimpin
- Memakai sepasang giwang, melambangkan dua hal yang selalu bertentangan dalam penciptaan, seperti: kebijakan dan kebodohan, kesedihan dan kebahagiaan, kenikmatan dan kesakitan.
- Beristirahat dengan ranjang Ananta Sesa, ular suci.
- Wisnu sering dilukiskan memegang empat benda yang selalu melekat dengannya, yakni :
1) Terompet kulit kerang atau Shankhya, bernama "Panchajanya", dipegang oleh tangan kiri atas, simbol kreativitas. Panchajanya melambangkan lima elemen penyusun alam semesta dalam agama Hindu, yakni: air, tanah, api, udara, dan ether.
2) Cakram, senjata berputar dengan gerigi tajam, bernama "Sudarshana", dipegang oleh tangan kanan atas, melambangkan pikiran. Sudarshana berarti pandangan yang baik.
3) Gada yang bernama Komodaki, dipegang oleh tangan kiri bawah, melambangkan keberadaan individual.
4) Bunga lotus atau Padma, simbol kebebasan. Padma melambangkan kekuatan yang memunculkan alam semesta
Dalam Purana, dan selayaknya penggambaran umum, Dewa Wisnu dilukiskan sebagai dewa yang berkulit hitam-kebiruan atau biru gelap; berlengan empat, masing-masing memegang: gada, lotus, sangkala, dan chakra. Yang paling identik dengan Wisnu adalah senjata cakra dan kulitnya yang berwarna biru gelap. Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu disebutkan memiliki wujud yang berbeda-beda atau memiliki aspek-aspek tertentu.
Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu memiliki enam sifat ketuhanan :
1. Jñāna: mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta
2. Aishvarya: maha kuasa, tak ada yang dapat mengaturnya
3. Shakti: memiliki kekuatan untuk membuat yang tak mungkin menjadi mungkin
4. Bala: maha kuat, mampu menopang segalanya tanpa merasa lelah
5. Virya: kekuatan rohani sebagai roh suci dalam semua makhluk
6. Tèjas: memberi cahaya spiritualnya kepada semua makhluk.
Dewa Wisnu merupakan wujud Tuhan yang Maha Kuasa. Wisnu ada di setiap perwujudan di seluruh jagad raya, setiap manusia, setiap hewan, setiap tumbuhan, setiap dewa, setiap tempat, setiap atom dari seluruh alam semesta.
Beberapa sarjana Waisnawa meyakini bahwa masih banyak kekuatan Wisnu yang lain dan jumlahnya tak terhitung, namun yang paling penting untuk diketahui hanyalah enam.
Susastra Hindu banyak menyebut-nyebut nama Wisnu di antara dewa-dewi lainnya. Dalam kitab Weda, Dewa Wisnu muncul sebanyak 93 kali. Ia sering muncul bersama dengan Indra, yang membantunya membunuh Wretra, dan bersamanya ia meminum Soma. Hubungannya yang dekat dengan Indra membuatnya disebut sebagai saudara. Dalam Weda, Wisnu muncul tidak sebagai salah satu dari delapan Aditya, namun sebagai pemimpin mereka. Karena mampu melangkah di tiga alam, maka Wisnu dikenal sebagai Tri-wikrama atau Uru-krama untuk langkahnya yang lebar. Langkah pertamanya di bumi, langkah keduanya di langit, dan langkah ketiganya di dunia yang tidak bisa dilihat oleh manusia, yaitu di surga.
Dalam kitab Purana, Wisnu sering muncul dan menjelma sebagai seorang Awatara, seperti misalnya Rama dan Kresna, yang muncul dalam Itihasa (wiracarita Hindu). Dalam penitisannya tersebut, Wisnu berperan sebagai manusia unggul.
Dalam kitab Bhagawadgita, Wisnu menjabarkan ajaran agama dengan mengambil sosok sebagai Sri Kresna, kusir kereta Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra berlangsung. Pada saat itu pula Sri Kresna menampakkan wujud rohaninya sebagai Wisnu, kemudian ia menampakkan wujud semestanya kepada Arjuna.
Penjelasan tradisional menyatakan bahwa kata Viṣṇu berasal dari Bahasa Sanskerta, akar katanya viś, (yang berarti "menempati", "memasuki", juga berarti "mengisi" menurut Regweda), dan mendapat akhiran nu. Kata Wisnu kira-kira diartikan: "Sesuatu yang menempati segalanya". Pengamat Weda, Yaska, dalam kitab Nirukta, mendefinisikan Wisnu sebagai vishnu vishateh ("sesuatu yang memasuki segalanya"), dan yad vishito bhavati tad vishnurbhavati (yang mana sesuatu yang tidak terikat dari belenggu itu adalah Wisnu).
Adi Shankara dalam pendapatnya tentang Wisnu Sahasranama, mengambil kesimpulan dari akar kata tersebut, dan mengartikannya: "yang hadir dimana pun" ("sebagaimana Ia menempati segalanya, vevesti, maka Ia disebut Visnu"). Adi Shankara menyatakan: "kekuatan dari Yang Mahakuasa telah memasuki seluruh alam semesta." Akar kata Viś berarti 'masuk ke dalam.'
Mengenai akhiran –nu, Manfred Mayrhofer berpendapat bahwa bunyinya mirip dengan kata jiṣṇu' ("kejayaan"). Mayrhofer juga berpendapat kata tersebut merujuk pada sebuah kata Indo-Iranian *višnu, dan kini telah digantikan dengan kata rašnu dalam kepercayaan Zoroaster di Iran.
Akar kata viś juga dihubungkan dengan viśva ("segala"). Pendapat berbeda-beda mengenai penggalan suku kata "Wisnu" misalnya: vi-ṣṇu ("mematahkan punggung"), vi-ṣ-ṇu ("memandang ke segala penjuru") dan viṣ-ṇu ("aktif"). Penggalan suku kata dan arti yang berbeda-beda terjadi karena kata Wisnu dianggap tidak memiliki suku kata yang konsisten.
Dalam ajaran agama Hindu, Wisnu (Dewanagari: विष्णु ; Viṣṇu) (disebut juga Sri Wisnu atau Nārāyana) adalah Dewa yang bergelar sebagai shtiti (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci sekaligus dewa yang tertinggi. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau sederajat dengan Brahman
Kisah Sang Hyang Wisnu (2)
Sang Hyang Wisnu seorang Dewa, putra Hyang Guru. Halusnya menitis, menjelma pada raja-raja dan ksatria ksatria. Hyang Wisnu pernah juga menjadi raja di muka bumi ini sebagai manusia biasa bertakhta di Purwacarita dengan gelar Sri Maharaja Budakresna. Mereka yang mendapat titisan Hyang Wisnu, menjadi orang orang yang sakti dan waspada. Yang mendapat titisan Wisnu ialah :
1. Prabu Arjunasasrabau dari Maespati,
2. Patih Suwanda di Maespati,
3. Sri Rama,
4. Arjuna dan.
5. Prabu Kresna,
6. Penitisan juga terjadi sesudah zaman Purwa, ialah pada Prabu Jayabaya di Kediri.
Ketika Dewa ini dilahirkan, bumi terpengaruh hingga getar, sampai sampai Betara Guru pun jatuh terpelanting. Setelah dewasa, ia beristrikan Dewi Setyabama, putri Hyang Pancaresi, Hyang Wisnu bisa tiwikrama, menjadi raksasa yang tidak terhingga besarnya dan memiiki senjata cakra yang sangat sakti. Kesaktian dan senjata cakra itu digunakan oleh titisan Wisnu sebagai bukti bahwa mereka memang titisannya Hyang Wisnu merupakan pokok pangkal yang memulai keturunan Pendawa dan ia berbesan dengan Hyang Brama. Sang Hyang Wisnu bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka agak mendongak, hal mana menandakan bahwa ia bersuara nyaring. Bermahkota dengan jamang tiga susun, bergaruda membelakang dan bersunting waderan. Sebagian rambutnya terurai. Berbaju dan berkain rapekan pendeta. Keris terselip di bagian depan, sebagaimana halnya dengan pakaian dewa-dewa. Bergelang, berpontoh, berkeroncong (perhiasan raja) dan bersepatu.
Asal mula Hyang Wisnu mendapat bunga Wijayakusuma ialah sewaktu ia akan kawin dengan Dewi Pertiwi yang minta sebagai jujur bunga Wijayakusuma. Semula bunga itu dimiliki oleh Begawan Kesawasidi. Tersebutlah, ketika Hyang Wisnu akan kawin dengan Dewi Pertiwi, maka bunga tersebut dipinjam oleh Hyang Wisnu untuk digunakan sebagai jujur. Permintaan itu dikabulkan. Tetapi untuk lengkapnya, barang siapa memiliki bunga itu harus memiliki pula kulitnya dan kulit itu dimiliki oleh Prabu Wisnudewa dari negara Garbapitu. Kulit bunga yang bertempat di dalam mulut seekor banteng (lembu hitam) dapat direbut oleh Hyang Wisnu dari mulut banteng itu. Terkabullah perkawinan Hyang Wisnu karena bisa mengadakan jujur yang diminta. Menurut adat-istiadat Sala, pada waktu di situ masih terdapat seorang raja, maka pemetikan bunga Wijayukusuma dari Pulau Nusakambangan dilakukan oleh seorang ulama atas titah raja.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 198
Kisah Batara Wisnu (3)
Batara Wisnu adalah putra Resi Kasyapa dengan Dewi Aditi (Mahabharata). Namun Batara Wisnu juga dikenal sebagai putera kelima dari Sanghyang Manikmaya atau Batara Guru dengan Dewi Umayi yang kemudian diberikan kepada Resi Kasyapa dan Dewi Aditi.
Berdasarkan buku Ensiklopedi Wayang Purwa, keluaran Balai Pustaka, Batara Wisnu merupakan wujud dari Batara keabadian dan kesejahteraan.
Putera raja Tribuwana yang melambangkan sifat jujur (Batara Sambu), semangat (Batara Brahma), rasa (Batara Indra) dan kekuatan (Batara Bayu) belum cukup bila tidak dilengkapi dengan lambang kebijaksanaan.
Batara Manikmaya ingin memiliki putera yang memiliki sifat bijaksana, maka lahirlah Batara Wisnu.
Sanghyang Wisnu memiliki sepuluh julukan yang masing-masing memiliki arti tersendiri, yakni :
1. Abutha (Raja dari semua makhluk hidup dan mati),
2. Asiyuta (raja keabadian),
3. Cakrawati (Raja Jagad Luhur),
4. Hari (Raja Api),
5. Haus (Raja Samudra),
6. Idopati (Raja kepandaian dan kejujuran) dan
7. Janggemata (Raja Dunia).
Sanghyang Wisnu memiliki sepuluh julukan berupa sepuluh awatara atau penjelmaan-Nya: Matsya, Kurma, Waraha, Narasingha, Wamana, Parasurama, Rama, Kresna, Buddha, dan Kalki. Julukan ini merujuk pada bentuk-bentuk yang diambil Dewa Wisnu untuk menyelamatkan dunia pada berbagai zaman.
1. Matsya: Penjelmaan sebagai ikan.
2. Kurma: Penjelmaan sebagai kura-kura.
3. Waraha: Penjelmaan sebagai babi hutan.
4. Narasingha: Penjelmaan sebagai manusia-singa.
5. Wamana: Penjelmaan sebagai orang cebol.
6. Parasurama: Penjelmaan sebagai brāhmana-kshatriya.
7. Rama: Penjelmaan sebagai pangeran.
8. Kresna: Penjelmaan sebagai pengembala.
9. Buddha: Penjelmaan sebagai Buddha.
10. Kalki: Penjelmaan yang akan datang di akhir zaman sebagai penunggang kuda putih.
Dalam kitab Mahabharata, kahyangan Batara Wisnu adalah Bentuka. Ia memiliki tiga permaisuri, yaitu Dewi Srisekar, Dewi Pratiwi dan Dewi Sri Pujayanti.
Dari Dewi Srisekar, Batara Wisnu memiliki tiga orang putera yaitu Srigati yang kemudian menjadi raja di negara Purwacarita bergelar Prabu Sri Mahapunggung, Srinanda menjadi raja di kerajaan Wisarat bergekar Orabu Basurata, dan Dewi Srinandi.
Sedangkan dari Dewi Pratiwi, Batara Wisnu memiliki dua orang putera, yaitu Bambang Sitija, yangmenjadi raja negara Surateleng Bergelar Prabu Bomanakasura dan Dewi Siti Sundari yang kemudian menjadi isteri Abimanyu, putera Arjuna dan Dewi Sumbadra.Bambang Sitija dan Dewi Siti Sundari kemudian menjadi anak Sri Kresna yang menjadi titisan Sanghyang Wisnu.
Dari Dewi Sri Pujayanti, Batara Wisnu memiliki 13 putera yaitu Batara Heruwiyana, Batara Ishawa, Batara Bisahawa, Batara Isnawa, Batara Isnapura, Batara Madura, Batara Madudewa, Batara Madisadana, Batara Srihuna, Batara Srihuni, Bthara Pujarta, Batara Panwanboja dan Batara Sarwedi atau Hardanari.
Jumlah putera Batara Wisnu adalah 18, 14 pria dan empat wanita. Dewi Srihuna kemudian menikah dengan Batara Bramani, putera Sanghyang Brahma, yang kemudian menurunkan para raja witaradya sampai anak cucu Prabu Parikesit turun temurun.
Batara Wisnu memiliki patih bernama Batara Gangga, putera Batara Heramaya. Prajuritnya membawa senjata candrasa dan warastra atau panah. Batara Wisnu sendiri memiliki pusaka yaitu Kembang Wijayakusuma dan Cangkok Wijayamulya yang mengandung khasiat tidak aka bisa mati, kecuali yang sudah ditrakdirkan mati.
Kembang Wijayakusuma disebut-sebut dalam lakon Wisnu Krama. Saat menikah dengan Dewi Srisekar, puteri Resi Kesawasidi di pertapaan Argajati yang mempunyai kembang tersebut. Batara Wisnu memiliki pusaka itu dari pemberian mertuanya, Resi Kesawasidi.
Kembang Wijayakusuma selanjutnya menjadi pusaka Sri Kresna, raja negara Dwarawati sebagai titisan Sanghyang Wisnu. Cangkok Wijayamula diberikan kepada banteng Wisnuhata saat Batara Wisnu menikah dengan Dewi Pratiwi sebagai syarat utama mas kawin.
Pusaka tersebut kemudian diberikan kepada Sitija, raja di kerajaan Trajutrisna, sebagai tanda bahwa Sitija adalah putera Batara Wisnu yang waktu itu menitis dalam raga Sri Kresna. Sanghyang Wisnu juga memiliki aji-aji yang sakti mandraguna, yaitu Aji Panitisan, Aji Kemayan dan Aji Pangabaran.
Dengan Aji Panitisan, Batara Wisnu akan menjelma atau menitis berupa matsya (iwak), akupa (bulus), waraha (babi hutan), narasingha (orang yang kepalanya berupa kepala singa), Wimana (orang cebol), menitis kepada Ramaparasu untuk menumpas para raksasa, menitis kepada Prabu Arjunasasrabahu untuk menakhlukkan Prabu Dasamuka/Rahwana, menitis kepada Sri Rama untuk menyirnakan Orabu Dasamuka dan kemudian menitis kepada sri Kresna sebagai penasihat para Pandawa.
Batara Wisnu memiliki tunggangan berupa garuda bernama Garuda Briawan. Batara Wisnu menguasai dunia dan menjadi raja di nagara Medangpura jejuluk Maharaja Suman. Maharaja Suman dibantu oleh patihnya yang bernama Resi Kosara penjelmaan Patih Gangga untuk menakhlukan Maharaja Balya, raja negara Medanggora, penjelmaan Batara Kala.
Dewa Wisnu
Dalam ajaran agama Hindu, Wisnu (Dewanagari: विष्णु ; Viṣṇu) (disebut juga Sri Wisnu atau Nārāyana) adalah Dewa yang bergelar sebagai shtiti (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci sekaligus dewa yang tertinggi. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau sederajat dengan Brahman.
Dalam tradisi Dvaita Waisnawa, Wisnu merupakan Makhluk yang Maha Kuasa. Dalam filsafat Advaita Vedanta, Wisnu dipandang sebagai salah satu dari manifestasi Brahman. Dalam segala tradisi Sanatana Dharma, Wisnu dipuja secara langsung maupun tidak langsung, yaitu memuja awatara-nya.
Aliran Waisnawa memuja Wisnu secara khusus. Dalam sekte Waisnawa di India, Wisnu dipuja sebagai roh yang utama dan dibedakan dengan Dewa-Dewi lainnya, yang disejajarkan seperti malaikat. Waisnawa menganut monotheisme terhadap Wisnu, atau Wisnu merupakan sesuatu yang tertinggi, tidak setara dengan Dewa.
Dalam tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu memanifestasikan dirinya menjadi Awatara, dan di India, masing-masing awatara tersebut dipuja secara khusus.
Tidak diketahui kapan sebenarnya pemujaan terhadap Wisnu dimulai. Dalam Veda dan informasi tentang agama Hindu lainnya, Wisnu diasosiasikan dengan Indra. Shukavak N. Dasa, seorang sarjana Waisnawa, berkomentar bahwa pemujaan dan lagu pujia-pujian dalam Veda ditujukan bukan untuk Dewa-Dewi tertentu, melainkan untuk Sri Wisnu — Yang Maha Kuasa — yang merupakan jiwa tertinggi dari para Dewa.
Di Bali, Dewa Wisnu dipuja di sebuah pura khusus untuk beliau, bernama Pura Puseh, yakni pura yang harus ada di setiap desa dan kecamatan. Di sana ia dipuja sebagai salah satu manifestasi Sang Hyang Widhi yang memberi kesuburan dan memelihara alam semesta.
Menurut konsep Nawa Dewata dalam Agama Hindu Dharma di Bali, Dewa Wisnu menempati arah utara dalam mata angin. Warnanya hitam, aksara sucinya “U” (ung).
Dalam Purana, Dewa Wisnu menjelma sebagai Awatara yang turun ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kehancuran. Wujud dari penjelmaan Wisnu tersebut beragam, hewan atau manusia. Awatara yang umum dikenal oleh umat Hindu berjumlah sepuluh yang disebut Dasa Awatara atau Maha Avatār.
Sepuluh Awatara Wisnu:
1. Matsya (Sang ikan)
2. Kurma (Sang kura-kura)
3. Waraha (Sang babihutan)
4. Narasimha (Sang manusia-singa)
5. Wamana (Sang orang cebol)
6. Parasurama (Sang Brāhmana-Kshatriya)
7. Rama (Sang pangeran)
8. Kresna (Sang pengembala)
9. Buddha (Sang pemuka agama)
19. Kalki (Sang penghancur)
Di antara sepuluh awatara tersebut, sembilan di antaranya diyakini sudah menjelma dan pernah turun ke dunia oleh umat Hindu, sedangkan awatara terakhir (Kalki) masih menunggu hari lahirnya dan diyakini menjelma pada penghujung zaman Kali Yuga.
Dalam pementasan wayang Jawa, Wisnu sering disebut dengan gelar Sanghyang Batara Wisnu. Menurut versi ini, Wisnu adalah putra kelima Batara Guru dan Batari Uma. Ia merupakan putra yang paling sakti di antara semua putra Batara Guru.
Menurut mitologi Jawa, Wisnu pertama kali turun ke dunia menjelma menjadi raja bergelar Srimaharaja Suman. Negaranya bernama Medangpura, terletak di wilayah Jawa Tengah sekarang. Ia kemudian berganti nama menjadi Sri Maharaja Matsyapati, merajai semua jenis binatang air.
Selain itu Wisnu juga menitis atau terlahir sebagai manusia. Titisan Wisnu menurut pewayangan antara lain :
1. Srimaharaja Kanwa.
2. Resi Wisnungkara
3. Prabu Arjunasasrabahu
4. Sri Ramawijaya
5. Sri Batara Kresna
6. Prabu Jayabaya
7. Prabu Anglingdarma
Imajiner Nuswantoro


