Sunan Prapen
(Syekh Maulana Fatichal)
Sunan Prapen adalah penguasa keempat yang memerintah kerajaan Giri Kedaton, yang dalam Babad Gresik disebutkan berkuasa antara tahun 1548 sampai 1605 M. Sunan Prapen merupakan cucu dari Sunan Giri dan putra Sunan Dalem.
Tentang Sunan Prapen
- Sunan Prapen merupakan Waliyullah yang pernah menjadi seorang raja, pendakwah dan penyebar ajaran Islam serta seorang pujangga besar di masanya.
- Beliau adalah yang menggubah kitab Asrar dan kemudian digunakan sebagai dasar menyusun Jangka Jayabaya.
- Selain itu, Sunan Prapen juga dikenal sebagai mpu atau pembuat keris. Karyanya yang terkenal di bidang pembuatan keris adalah keris Angun-angun.
Berdasarkan sumber literatur setempat, Setelah wafatnya pemimpin Kedatuan Giri ketiga, pada 1548 Sunan Seda-Ing-Margi digantikan oleh saudara laki-lakinya dengan nama anumerta Sunan Prapen (berdasarkan tulisan nisan di tempat makamnya).
Kisah setempat yang berkenaan dengan tahun 1570 (berdasarkan sejarawan Samuel Wiselius dalam bukunya berjudul "Historisch") menceritakan bahwa pada masa kepemimpinannya ia memakai nama Sunan Raden Mas Pratikal.
Sunan Prapen merupakan pemimpin sekaligus tokoh agama di Giri. Selama masa pemerintahannya yang panjang (1548 - 1605) ia telah banyak berjasa dalam membentuk dan memperluas penyebaran agama Islam, baik di Jawa Timur dan Jawa Tengah maupun di sepanjang pantai pulau-pulau Nusantara bagian timur.
Paruh kedua abad keenambelas merupakan masa kejayaan Giri atau Gresik sebagai pusat peradaban pesisir Islam dan pusat ekspansi Jawa di bidang ekonomi dan politik di Indonesia Timur. Menurut kisah setempat, satu tahun berselang setelah ia mulai berkuasa, Sunan Prapen membangun sebuah keraton sebagai simbol kejayaan Islam di Jawa pada saat itu.
Sunan Prapen tidak terlalu mencampuri urusan politik penguasa-penguasa di pedalaman Jawa Tengah. Ia hanya memusatkan usahanya daalm memperluas kekuasaan rohani dan duniawinya serta hubungan dagangnya lewat laut ke arah timur. Ekspansi tersebut terdapat pada daftar tarikh Jawa 1548 - 1552, yang memberitakan adanya perjalanan raja Giri ke Kediri.
Keturunan
Panembahan Kawis Guwa, alias Sunan Giri V. Sunan Giri berdaulat terakhir sebelum penyerangan Giri oleh Pangeran Pekik dari Kesultanan Mataram.
Terletak di atas sebuah bukit di Kecamatan Kebomas, Gresik, Jawa Timur, makam Sunan Prapen berjarak sekitar 500 meter dari makam kakeknya, Sunan Giri. Sunan Prapen mewarisi kekuasaan kakeknya di Giri Kedaton, kini masuk wilayaj Gresik. Giri Kedaton adalah kerajaan yang menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa bagian timur hingga ke wilayah Nusa Tenggara.
Sunan Prapen naik takhta menggantikan saudaranya yang bergelar Sunan Dalem pada 1548, setelah setahun berkuasa Sunan Prapen memerintahkan pembangunan keraton yang baru. Pengaruhnya di luar kerajaan tampak dari penahbisan Mas karebet alias Jaka Tingkir menjadi Raja Pajang.
Giri Kedaton cukup maju di bawah Sunan Prapen karena memiliki pelabuhan besar, yang menjadi pintu utama perdagangan ke wilayah timur. Pelabuhan Giri menggeser pelabuhan tradisional Majapahit di Tuban. Posisi kerajaan Giri strategis karena jalur darat dan lautnya menunjang, hingga melalui jalur laut tak sedikit santri dari Giri Kedaton yang dikirim berdakwah hingga ke kepulauan Nusa Tenggara.
Dalam berdakwah, Sunan Prapen menggunakan pendekatan kebudayaan dengan menggunakan wayang kulit. Cerita Mahabharata dan Ramayana beliau ubah / gubah menjadi wayang Lombok. Wayang Lombok berkisah tentang tokoh-tokoh Islam, seperti Amir Hamzah dan Umat bin Khattab. Ali bin Abi Thalib dilukiskan sebagai Selander Alam Dahur dan Abu Lahab sebagai Baktak. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa Kuna dan Kawi.
Pendekatan budaya yang dibawa Sunan Prapen dinilai efektif. Ia tak mengganti semua sistem kepercayaan setempat, tapi memodifikasinya dengan memasukkan unsur sufisme Islam, metode ini gampang diterima penduduk yang memiliki sistem kepercayaan lainnya. Pada abad 17, Islam tersebar ke seluruh Lombok.
Sunan Prapen dan rombongannya berperilaku lemah lembut dan tidak membuat perubahan yang ekstrem. Agama diajarkan sesuai dengan kemampuan mereka yang berpindah ke desa lain dengan meninggalkan seorang kiai untuk menyempurnakan ajaran.
Karomah Sunan Prapen Pelantik Raja-raja Islam di Nusantara.
Sunan Prapen atau Syekh Maulana Fatikhal adalah putera dari Sunan Dalem atau Syekh Maulana Zainal Abidin, dan cucu dari Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin). Beliau lahir sekitar tahun 1412 Saka. Sunan Prapen merupakan penerus dinasti Giri keempat (1507-1605 M).
Saat dipimpin Sunan Prapen lah Giri Kedaton tidak hanya dikenal sebagai tempat belajar agama namun menjadi daerah yang mempunyai pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan politik.
Hal inilah yang membuat Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit yang terakhir memerintahkan Patih Maudara untuk menyerang Giri Kedaton, karena pimpinannya yaitu Sunan Prapen tidak mau menyatakan takluk kepada Majapahit.
Berdasarkan Babad Tanah Jawi dan Serat Centhini, ribuan pasukan Majapahit yang dipimpin Patih Maudara yang menyerang Giri Kedaton akhirnya mampu menguasai hampir sebagian wilayah Giri Kedaton, dan banyak menewaskan para santri yang ada.
Seluruh bangunan di kawasan Giri semuanya dibakar habis, Giri Kedaton menjadi lautan api. Harta benda dijarah, kaum wanitanya diperkosa.
Sunan Prapen dan pengikutnya lalu mundur ke makam Sunan Giri. Kemudian di Kompleks Makam tersebut Sunan Prapen berdoa kepada Allah SWT. Selesai berdoa kemudian memerintahkan juru kunci membuka pintu kayu jati di kompleks makam kemudian keluarlah ribuan tawon atau lebah beracun.
Ribuan tawon tersebut terbang ke angkasa, bergumpalan bagaikan awan hitam yang menyerang barisan pasukan Majapahit yang sedang bersenang-senang karena kemenangannya.
Para prajurit Majapahit lari pontang-panting seluruh tubuhnya menjadi lebam karena sengatan lebah beracun, banyak korban yang tewas. Melihat keadaan yang tidak terkendali, sebagian prajurit lebih baik mencari selamat, lari masuk hutan.
Namun barisan lebah yang semakin banyak itu mengikuti larinya rombongan Patih Maudara hingga sampai di Kerajaan Majapahit. Lebah beracun itu kemudian menyerang ke dalam istana, geger seluruh penghuni yang ada di dalamnya.
Menyaksikan hal ini, Prabu Brawijaya V, kemudian menengadahkan tangannya ke langit, dan bersumpah, tidak akan mengganggu para santri dan Sunan Prapen, kecuali yang sudah terjadi.
Setelah selesai sang Prabu mengucapkan sumpahnya, seluruh barisan lebah beracun, berbalik arah melesat ke udara, dan terbang ke arah barat laut. Langitpun menjadi cerah.
Hal inilah yang membuat akhirnya Brawijaya V membiarkan Giri Kedaton menjadi daerah bebas di luar kekuasaannya.
Di kemudian hari karena kewibawaan dan karomahnya, Sunan Prapen beserta Sunan Kalijaga memberikan restu kepada Raden Patah untuk berkuasa di Demak Bintoro menggantikan kekuasaan Majapahit.
Sunan Prapenlah yang kemudian melantik Hadiwijaya (Jaka Tingkir) menjadi sultan di Pajang menggantikan kekuasaan Kesultanan Demak Bintoro di tanah Jawa.
Bahkan Sunan Prapen juga memberi restu Panembahan Senopati menjadi raja penguasa Tanah Jawa (Kesultanan Mataram) yang menggantikan kekuasaan Pajang.
Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antara Panembahan Senopati dengan Jayalengkara Bupati Surabaya pada 1588 karena penolakan para bupati Jawa Timur tersebut terhadap kekuasaan Mataram.
Sejak saat itulah Sunan Prapen karena karomah dan kewibawaanya hampir selalu menjadi pelantik atau pemberi restu kepada raja Islam yang naik tahta di Pulau Jawa yang menjadi kerajaan bawahan Mataram maupun sejumlah kesultanan di wilayah Indonesia Timur.
Konon sejumlah raja Islam di wilayah Indonesia Timur seperti di Pulau Kalimantan, Lombok dan Maluku juga diberikan restu oleh Sunan Prapen saat pelantikannya.
Menurut VOC Sunan Prapen sebagai Paus Islam, atau Raja Imam yang mempunyai peran dalam memberikan berkah kepada raja-raja Demak dan Pajang yang baru dinobatkan. Bahkan beliau memiliki pengaruh besar sampai ke Kalimantan, Sulawesi dan Lombok.
Menurut cerita tutur, Sunan Prapen adalah seorang pujangga besar penggubah kitab ASRAR yang kemudian digunakan sebagai dasar menyusun Jongko Joyoboyo. Di samping itu beliau juga seorang empu (pembuat keris) yang salah satu karyanya terkenal dengan nama keris Suro Angun-angun. Pada masa Sunan Prapen inilah Giri mengalami masa kejayaan.
Sunan Prapen wafat pada tahun 1512 Saka atau 1605 M, sedangkan haul Sunan Prapen jatuh pada tanggal 15 Syawal setiap tahunnya. Makam Sunan Prapen terletak di Desa Klangonan Kecamatan Kebomas sekitar 400 m di sebelah barat Makam Sunan Giri, dalam sebuah cungkup berarsitektur unik dengan ukiran bernilai seni tinggi.
Salah satu keistimewaan makam Sunan Prapen, pada trap jalan menuju makam terdapat sebuah Watu Dodok atau Yoni yaitu sebuah batu di tengah trap yang diyakini sebagian orang bahwa bagi pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak dapat segera mendapat keturunan apabila duduk berduaan di batu itu.
Kisah Sunan Prapen
Dianggap sebagai salah satu pemimpin agama terkemuka di Jawa Timur, penguasa Giri itu banyak menyelamatkan para raja dari bencana dan konflik.
Makam Sunan Prapen di Gresik
Pertengahan abad ke-16, kegaduhan terjadi di wilayah Tengah dan Timur Pulau Jawa. Wafatnya pemimpin kharismatik Demak, Sultan Trenggana, membuat kekosongan kekuasaan terjadi di kerajaan Islam terbesar di Jawa tersebut. Perebutan kekuasaan pun tidak terhindarkan antara Pajang dan Jipang, yang semakin memperkeruh suasana di Jawa kala itu. Akibatnya, banyak negeri vasal yang memutuskan hubungan dengan Demak dan memilih merdeka.
Satu di antara negara yang telah sepenuhnya merdeka itu adalah Giri Kedaton di Gresik, Jawa Timur. Sebenarnya, sejak kejatuhan Majapahit pada 1527, Giri tidak pernah merasa ada di bawah kuasa Demak. Mereka menganggap diri sebagai negeri merdeka dan bebas. Sebagaimana diuraikan H.J De Graaf dan TH. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, baik dalam tutur Demak maupun Giri tidak pernah disebutkan adanya pendudukan atas Giri. Namun kejatuhan itu telah membuat wilayah Gresik secara umum terbebas dari bayang-bayang kuasa Demak.
Di wilayah Giri Kedaton, kekuasaan tertinggi dipegang oleh pemimpin agama. Tempat itu sejak abad ke-15 telah digunakan oleh para ulama untuk menuntut ilmu dan menyebarkan ajaran Islam. Sewaktu keributan di Demak terjadi, pemimpin agama di Giri diduduki oleh Sunan Prapen, atau dikenal juga dengan nama Sunan Mas Ratu Pratikal. Dia diangkat pada 1548, menggantikan adiknya Sunan Seda-ing-Margi yang tewas di dalam sebuah perjalanan.
“Sunan Prapen ialah pemimpin agama di Giri. Selama pemerintahannya yang panjang sekali (dari tahun 1548 sampai kira-kira tahun 1605) ia banyak berjasa membentuk dan memperluas kekuasaan “kerajaan imam” Islam, baik di Jawa Timur dan Jawa Tengah maupun di sepanjang pantai pulau-pulau Nusantara Timur,” kata Graaf dan Pigeaud.
Sunan Prapen diketahui merupakan cucu Sunan Giri, salah seorang Wali Songo. Selama berada di bawah pimpinannya, Giri mencapai masa keemasannya. Daerah itu menjadi pusat peradaban Islam, serta pusat ekspansi Jawa di bidang ekonomi dan politik. Menurut Bagenda Ali dalam Awal Mula Muslim di Bali Kampung Loloan Jembrana Sebuah Entitas Kuno, Sunan Prapen juga menjadikan Giri tempat penyebaran Islam ke wilayah Indonesia bagian timur, termasuk Bali yang amat kental dengan kehinduannya dan Nusa Tenggara.
Islamisasi Bali dan Nusa Tenggara.
Tidak dijelaskan dengan pasti kapan Sunan Prapen melakukan Islamisasi di Bali dan Nusa Tenggara. Namun menurut David D. Harnish dalam Between Harmony and Discrimination: Negotiating Religious Identities within Majority-Minority Relationships in Bali and Lombok, Sunan Prapen pergi ke Bali dan Lombok dalam misi penyebaran Islam yang dijalankan Giri.
“Sunan Prapen asal Gresik memang menyiarkan Islam di Buleleng, sebelum akhirnya melanjutkan ke wilayah Lombok. Dia membangun Mushola di Buleleng untuk memfasilitasi para pedagang Muslim yang datang ke Buleleng,” tulis Dhurorudin Mashad dalam Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang.
Di Lombok, ditemukan banyak bukti keberadaan Giri. Di Desa Dasan Geres, Gerung, Lombok Barat, terdapat sebuah tempat bernama Giri Menang. Tempat itu dipercaya sebagai persinggahan Sunan Prapen selama proses penyebaran Islam di Lombok. Ditemukan juga masjid tua di beberapa lokasi di Lombok Utara dan Lombok Tengah. Selain itu, ada Kelurahan Prapen di Praya, Lombok Tengah, yang dipercaya diambil dari nama Sunan Prapen.
Situs-situs itu menjadi bukti perjalanan Islam dari Jawa ke wilayah Lombok.
Di Nusa Tenggara, Sunan Prapen pergi ke banyak tempat, seperti Sumbawa, Bima, Dompu, Lombok, hingga sekitar pegunungan Rinjani, sebelum akhirnya kembali ke Bali untuk melanjutkan perjalanan pulang ke Jawa Timur. Proses pengenalan Islam yang dilakukan Sunan Prapen tidak selamanya berjalan mulus. Menurut Harnish, banyak masyarakat yang kembali ke kepercayaan lamanya begitu Sunan Prapen meninggalkan tempat mereka. Tidak adanya pemimpin agama yang sekualitas Sunan Prapen disebut menjadi alasan kondisi itu terjadi.
Tempat Berlindung Para Raja.
Pada 1549, sebagai simbol kebebasan dari belenggu Demak, Sunan Prapen membangun sebuah kedaton baru di Giri, menggantikan kedaton milik kakeknya yang dibangun pada 1488. Menurutnya kedaton lama itu tidak menunjukkan kekuasaan dan kejayaan para pemimpin agama di Giri. Sehingga perlu dilakukan perubahan. Selain itu bangunan baru tersebut, kata de Graaf, menjadi bukti bahwa seorang pemimpin agama ingin disejajarkan dengan raja-raja yang merdeka.
Sebagai pemimpin agama, Sunan Prapen lebih banyak memusatkan usahanya untuk memperluas kekuasaan rohani. Di samping kegiatan-kegiatan dagang ke wilayah timur untuk keperluan ekonomi Giri. Menurut De Graaf, dia tidal terlalu mencampuri urusan politik penguasa-penguasa di pedalaman Jawa Tengah. Bahkan di Jawa Timur pun Sunan Prapen tidak memperlihatkan usaha-usaha mencari kekuasaan lebih besar.
Banyak penguasa Jawa menganggap Sunan Prapen seorang alim yang bijak. Diceritakan dalam Serat Kandha, Sunan keempat Giri itu pernah menjadi pendamai antara pasukan Mataram dan pasukan Surabaya yang bertempur pada 1589. Kedaton Giri juga oleh Sunan Prapen dijadikan tempat berlindung bagi raja-raja Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terdampak pertempuran tersebut.
“Menjelang akhir hidupnya yang panjang itu, Sunan Prapen menyatakan keinginan menghormati kakeknya, Prabu Satmata, pendiri dinasti pemimpin-pemimpin rohani di Giri. Ia telah memberi perintah untuk membuat cungkup di atas makam kakeknya. Rupanya, ia menyadari bahwa kekuasaannya di Jawa Timur terletak atas dasar rohani yang kukuh, yang telah diletakkan oleh seorang ulama, yakni kakeknya itu,” kutipan menurut De Graaf dan Pigeaud.
Sunan Prapen hidup hingga mencapai usia lebih dari 100 tahun. Menurut penuturan pelaut Belanda Olivier van Noort, ketika singgah di Gresik pada 1601, dia mendengar bahwa daerah itu dipimpin oleh seorang tua berusia 120 tahun. “Istri-istrinya yang banyak itu mempertahankan hidupnya dengan menyusuinya seperti seorang bayi,” tutur Olivier.
Dalam berita-berita Cina juga disebutkan tentang raja tua yang umurnya lebih dari seratus tahun. Sunan Prapen diperkirakan wafat pada 1605. Dia dimakamkan di sekitar Giri Kedaton, bersama pemimpin-pemimpin agama Giri lainnya.
Makam Sunan Prapen
Syekh Maulana Fatichal atau yang lebih dikenal Sunan Prapen merupakan putra Syaikh Maulana Zainal Abidin (Sunan Dalem) sekaligus cucu Syekh Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri). Sunan Prapen penguasa Giri Kedaton pada 1548-1605 dan membawa ke puncak kejayaannya, Sunan Prapen wafat pada tahun 1605 dan makamnya berada di Desa Klangonan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Untuk menuju ke makam Sunan Prapen terdapat trap-trapan undakan yang cukup tinggi untuk menuju ke atas puncak perbukitan untuk sampai di Makam sang Sunan. Batu hitam mendatar yang ada pada undakan ketiga dikenal sebagai Watu Anak, karena menurut kepercayaan batu itu konon bisa membantu pasangan yang ingin mendapat keturunan dengan cara duduk di atasnya. di atas bukit terdapat tiga cungkup yang besar dan terpisah-pisah namun bersisian. Makam Sunan Prapen berada dalam sebuah cungkup yang berarsitektur unik dengan ukiran bernilai seni tinggi. Makam tersebut terletak satu kompleks dengan makam penguasa Giri yang lain, yaitu Panembahan Kawis Guwo (putra Sunan Prapen) yang memimpin Giri pada 1605-1616 dan Panembahan Agung (putra Panembahan Kawis Guwo) yang memerintah Giri pada 1616-1636.
Pada cungkup ada papan berwarna hijau menempel pada blandar ada petikan doa dalam huruf arab, dan disebelahnya terdapat tulisan latin yang berbunyi “Makam Kanjeng Sunan Prapen, lahir tahun 1432. Memerintah Kerajaan Giri Ketiga tahun 1478 sampai wafat 1527”. Di tengahnya terlihat undakan lagi dan lubang masuk ke bagian dalam makam sang sunan. Sepasang patung naga bermuka merah berbadan abu-abu berada di undakan masuk makam Sunan Prapen, dengan kedua ekornya di puncak lubang pintu. Ornament bunga dan daun dengan warna dominan hijau merah menghias kiri kanan dan bagian atas pintu, ada ukiran berbentuk seperti wajah raksasa di sebelah kiri.
Foto-foto dan dokumentasi terkait Sunan Prapen (Syekh Maulana Fatichal) :
Imajiner Nuswantoro
































