Raja Surakarta Pakubuwono XIII Dimakamkan di Imogiri Bantul Yogyakarta dengan Adat Keraton
Saluran YouTube :
https://youtu.be/BW666M5xhF8?si=bqXwFxpMjT1IEQOU
Prosesi pemakaman Raja Surakarta, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII (PB XIII). PB XIII meninggal dunia pada hari Minggu, 2 November 2025, di Rumah Sakit Indriati Solo Baru, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada usia 77 tahun. Prosesi pemakaman dilaksanakan sesuai dengan adat istiadat Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, di mana jenazah dimakamkan di Makam Raja-Raja Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DI Yogyakarta).
Sebelum diberangkatkan ke Imogiri, jenazah disemayamkan terlebih dahulu di belakang pendopo utama keraton Surakarta.
Dalam upacara pemakaman, sambutan dari keluarga duka diwakili oleh Putra Mahkota. Dalam sambutan tersebut, Putra Mahkota menyampaikan bahwa dirinyalah yang akan menggantikan PB XIII.
Setelah itu, pihak keluarga melakukan tradisi berobosan, sebuah tradisi masyarakat Jawa dalam upacara kematian. Keluarga berjalan di bawah keranda jenazah atau di kolong keranda untuk memberikan penghormatan terakhir dan melepaskan ikatan emosional. Tradisi ini dilakukan oleh anak dan cucu, namun tidak dilakukan oleh Putra Mahkota maupun permaisuri.
Jenazah kemudian diletakkan di kereta pralaya, Kiai Rata Playa. Kereta ini merupakan kereta kebesaran keraton yang ditarik dengan delapan ekor kuda dan telah ada sejak pemerintahan Pakubuwono VII, yakni sejak 1830.
Iring-iringan jenazah diikuti oleh sekitar 140 prajurit keraton. Arak-arakan melewati jalur sakral, yakni Plengkung Gading. Gapura ini merupakan sebuah jalur yang tidak boleh dilintasi raja ketika masih bertahta, namun wajib dilalui jenazahnya ketika raja telah wafat.
Untuk mengamankan prosesi pemakaman, dikerahkan sekitar 700 personel gabungan. Di Imogiri, prosesi pemakaman juga akan dilakukan sesuai dengan tradisi Keraton Surakarta.
Beberapa putra-putri PB XIII yang terlihat dalam prosesi berobosan antara lain Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timur, Gusti Raden Ayu Devi Leviana Dewi, Gusti Raden Ayu Dewi Ratih, dan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi, serta para cucu. Mereka berjalan di bawah keranda sebanyak tiga kali memutar sebagai bentuk penghormatan dan memutuskan ikatan batin.
Masyarakat umum diizinkan menyaksikan prosesi di rute perjalanan, namun bagi yang ingin mengikuti dari dalam keraton, wajib menggunakan pakaian hitam dan kebaya hitam. Pakaian ini tidak boleh menggunakan motif jarik parang dan kebaya brokat.
Kompleks Makam Imogiri yang ada di Gunung Merak, terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dahulu dibangun oleh Raja dari Kerajaan Mataram Islam yakni Sultan Agung (1613 M-1646 M). Kompleks pemakaman ini dikenal dengan sebutan Pajimatan. Sebutan Pajimatan ini asalnya dari kata “Jimat” yang memiliki arti pusaka, tempat untuk pusaka. Dalam konteks ini sosok Raja Kerajaan Mataram Islam yakni Sultan Agung, seorang raja yang pertama kali dimakamkan di kompleks ini menjadi leluhur serta pusaka bagi dinasti Kerajaan Mataram.
Pada tahun 1755, tepatnya sejak Perjanjian Giyanti yang mana membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesultanan Yogyakarta serta Kesunanan Surakarta menjadikan adanya beberapa perbedaan batas wilayah. Namun hal ini tidak mengubah status Kompleks Makam Pajimatan Imogiri sebagai “Harta Suci” kedua kerajaan tersebut. Baik Kesultanan Yogyakarta maupun Kesunanan Surakarta memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam melakukan pemeliharaan kompleks makam tersebut.
Kompleks Makam Imogiri terbagi dalam tiga kelompok besar dimana berderet dari sisi barat ke sisi timur. Tiga kompleks tersebut ialah :
- Kelompok makam Raja-Raja Mataram Islam dimana terdiri atas 2 kedhaton, yakni Kedhaton Sutan Agungan dan Kedhaton Pakubuwanan.
- Kelompok makam Raja-Raja Kasultanan Yogyakarta dimana terdiri atas 3 kedhaton, yakni Kedhaton Kasuwargan, Kedhaton Besiyaran serta Kedhaton Saptarengga.
- Kelompok makam Raja-Raja Kesunanan Surakarta terdiri atas 3 kedhaton, yakni Kedhaton Bagusan, Kedhaton Astana Luhur, serta Kedhaton Girimulya.
Imajiner Nuswantoro










