TAN KENO KINOYO NGOPO
ꦠꦤ꧀ꦏꦼꦤꦺꦴꦏꦶꦤꦺꦴꦪꦺꦴꦔꦺꦴꦥꦺꦴ
Tan keno kinoyo ngopo adalah ungkapan Jawa yang berarti sesuatu yang tidak dapat digambarkan, dibayangkan, atau diungkapkan dengan kata-kata, merujuk pada konsep ketuhanan yang sulit dipahami oleh akal manusia. Makna ini sejalan dengan konsep laisa kamitslihi syai-un (Allah tidak serupa dengan sesuatu) dan la tudrikuHul abshar (pandangan mata tidak dapat mencapai-Nya) dalam Islam.
Makna Filosofis Jawa
Ungkapan ini merujuk pada Sang Hyang Taya, yaitu konsep keberadaan Tuhan yang tidak dapat ditafsirkan atau diapa-apakan oleh manusia karena sifatnya yang mutlak dan tak terhingga.
Keterbatasan Manusia
Manusia tidak memiliki kemampuan untuk memahami atau melihat Tuhan secara langsung. Segala sesuatu yang dapat dipahami hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik dan kasar. Oleh karena itu, manusia memerlukan "kabar dari Tuhan" (wahyu) untuk memahami asal dan tujuan keberadaannya.
Hubungan dengan Konsep Lain
Konsep ini mirip dengan beberapa istilah dalam tradisi lain, seperti :
- Bila kaifa : Ungkapan dalam ilmu kalam yang berarti tidak perlu dipertanyakan bagaimananya.
Bila kaifa adalah istilah dalam bahasa Arab yang berarti tanpa bertanya bagaimana atau tanpa mengetahui bagaimana. Istilah ini digunakan untuk merujuk pada pendekatan dalam teologi Islam untuk menerima ayat-ayat Al-Qur'an yang memiliki makna tidak jelas apa adanya, tanpa mencoba mempertanyakan atau menjelaskan cara kerjanya secara rinci.
Makna dan penggunaan
- Penyelesaian masalah teologis: Frasa ini sering digunakan untuk menyelesaikan perdebatan teologis tentang sifat-sifat Allah yang tampak kontradiktif atau tidak dapat dibayangkan oleh akal manusia, seperti "tangan Allah" atau "Allah tertawa".
- Menerima tanpa mempertanyakan: Pendekatan ini mempromosikan penerimaan terhadap teks-teks suci sebagaimana adanya, tanpa mencoba mencari penjelasan rasional atau alegoris.
- Kontras dengan rasionalisme: Pendekatan bila kaifa berlawanan dengan pendekatan rasionalis (seperti Mu'tazilah) yang cenderung menafsirkan ayat-ayat tersebut secara alegoris.
- Dalam tradisi Sunni: Para ulama dari tradisi Ahlul Sunnah (Sunni) sering kali memilih pendekatan ini untuk menghadapi teks-teks yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.
Contoh penggunaan
Dalam konteks hadits yang menyebutkan bahwa hati itu berada di antara dua jari (Allah), Sufyan bin Uyaynah (seorang ulama) menganjurkan untuk melewati mereka sebagaimana mereka datang bila kayfa, yang berarti tidak perlu bertanya bagaimana caranya.
Secara lebih luas, istilah ini digunakan untuk menghindari penafsiran-penafsiran yang dapat menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya atau membatasi sifat-sifat-Nya dengan cara yang tidak sesuai dengan keagungan-Nya.
- La tudrikuHul abshar wa huwa yudrikul abshar: Ayat Al-Qur'an yang berarti pandangan mata tidak dapat melihat Allah, sedangkan Allah Maha Melihat semua makhluk.
Al-An'am · Ayat 103
لَا تُدْرِكُهُ الْاَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْاَبْصَارَۚ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ ١٠٣
lâ tudrikuhul-abshâru wa huwa yudrikul-abshâr, wa huwal-lathîful-khabîr
Artinya :
Dia tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat menjangkau segala penglihatan itu. Dialah Yang Mahahalus lagi Mahateliti.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Untuk lebih menguatkan uraian sifat-sifat Allah seperti yang disebut sebelumnya, Allah lalu menyatakan bahwa Dia tidak dapat dicapai dalam bentuk apa pun oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat menjangkau dan melihat dengan sejelas-jelasnya segala penglihatan itu, dan Dialah Yang Mahahalus sehingga tidak dapat dilihat oleh makhluk, lagi Mahateliti sehingga dapat melihat segala sesuatu
Makna Moral dan Ajaran
Selain dalam konteks ketuhanan, ungkapan ini juga digunakan dalam konteks moral. Misalnya, dalam pepatah "Giri lusi, jalma tan kena ingina" yang berarti jangan menghina manusia dari penampilannya saja, karena manusia tidak dapat diketahui dari luar (seperti cacing tanah yang diibaratkan dengan gunung yang terlihat kecil).
Teologi Islam secara holistic yang mengatasnamakan doktrin panteisme, bernama Al-Hallaj, pada tahun 922 M terkena vonis kematian, mereka menilai ajaran Al-Hallaj dengan terminology “Anaa AL-Haqq”. Atau”Akulah kebenaran tertinggi”. Kemudian ajaran pantheisme atau “manunggaling kawulo gusti”. Yang berakar dari ajaran mistik islam kejawen yang dianut oleh pujangga besar Raden Ngabehi Ronggo warsito, dalam “serat wirit Hidayat Jati”.
Didalam faham trinitas wirid hidayat jati dinyatakan bahwa “Allah itu badan-Ku Rasul itu Rahsa-ku dan Muhammad itu Cahya-ku. Diri manusia dibagi menjadi tujuh lapis, dari halus sampai kasar yang menjadi wahananya Dzat yaitu :
1. Khayu, artinya Hidup disebut Atma
2. Nur artinya Cahaya, disebut pranawa
3. Sir artinya Rahsa disebut pramana
4. RohArtinya nyawa, disebut suksma
5. Nafsu artinya Angkara
6. Akal, artinya budi
7. Jasad artinya badan
Alam juga dibagi menjadi 7 tingkatan yaitu :
1. Alam Rohiyah artinya alam nyawa
2. Alam siriyah artinya alamnya Rahsa
3. Alam Nuriyah artinya alamnya cahya
4. Alam nuriyah luhur
5. Alam Uluhiyah artinya lamanya Tuhan
6. Alam Uluhiyah luhur
7. Alam Uluhiyah yang paling luhur
Disamping itu terdapat Tahta Mahgligai yang menjadi wahanyanya kanugrahan (karunia Tuhan) sebab Nugraha itu Dzatnya Tuhan dan kanugrahan itu sifatnya kawula yang tinggal didalam tubuh manusia, yaitu :
1. Bait-Al- Makmur, terletak didalam kepala Adam
2. Bait-Al Muharam terletak didalam dadanya Adam
3. Bait-Al-Muqoddas terletak didalam kemaluanya Adam
Disamping itu ia mengemukakan cara Manekung (Meditasi ) Warisan Panembahan Senopati dan cara meluluhkan badan (mensyucikan diri lahir dan bathin. Warisan dari Sunan Pakubuwono 1.
Secara suprematif dalam surat Thaha, 20:14,’’’ sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku dan dirikan sholat untuk mengingatku”. Kemudian Al-ghazali dalam statement nya “Ektasis bukanlah terleburnya makhluq dalam Allah sebagai kesatuan dlam identitas “ittihad”. Juga bukan manunggalnya atau penyatuan antara dua pihak yang berbeda pada tingkat “Ada”. Yang sama seolah-olah dalam ucapan –ucapan para mistisi yang mengalami kedasyatan Allah sehingga menimbulkan kesan hiperaktif, akibat mabuk cinta kasih.
Secara juridis dalam firman-firman Allah sebagai berikut :
“sesungguhnya Dia Maha Meliputi Segala Sesuatu”.
(QS. Fushshilat, 41; 54 )
Fushshilat · Ayat 41
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِالذِّكْرِ لَمَّا جَاۤءَهُمْۗ وَاِنَّهٗ لَكِتٰبٌ عَزِيْزٌۙ ٤١
innalladzîna kafarû bidz-dzikri lammâ jâ'ahum, wa innahû lakitâbun ‘azîz
Artinya :
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika (Al-Qur’an) itu disampaikan kepada mereka, (pasti mereka akan celaka). Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah kitab yang mulia.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Ayat-ayat Allah ada yang terbentang di alam raya dan ada yang termaktub dalam Al-Qur’an. Bahkan Al-Qur’an adalah himpunan dari ayat-ayat Allah. Sebagaimana orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah yang terbentang di alam raya ini, orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an juga akan menjadi celaka. Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu disampaikan kepada mereka, mereka itu pasti akan celaka jika tidak segera bertobat, dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah Kitab yang mulia dari Zat Yang Mahamulia lagi Mahaperkasa.
Fushshilat · Ayat 54
اَلَآ اِنَّهُمْ فِيْ مِرْيَةٍ مِّنْ لِّقَاۤءِ رَبِّهِمْۗ اَلَآ اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍ مُّحِيْطٌࣖ ٥٤
alâ innahum fî miryatim mil liqâ'i rabbihim, alâ innahû bikulli syai'im muḫîth
Artinya :
Ketahuilah, sesungguhnya mereka dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ketahuilah, sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Allah lalu mengingatkan Nabi Muhammad dengan menyatakan, “Ingatlah, sesungguhnya mereka dalam keraguan, yakni tidak meyakini tentang pertemuan dengan Tuhan mereka kelak di hari Kiamat. Ingatlah pula, sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu dengan ilmu dan kekuasaan-Nya.”
“dan tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya”
(QS. Qashash, 28; 88)
Al-Qashash: 29
Al-Qashash · Ayat 28
قَالَ ذٰلِكَ بَيْنِيْ وَبَيْنَكَۗ اَيَّمَا الْاَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّۗ وَاللّٰهُ عَلٰى مَا نَقُوْلُ وَكِيْلٌࣖ ٢٨
qâla dzâlika bainî wa bainak, ayyamal-ajalaini qadlaitu fa lâ ‘udwâna ‘alayy, wallâhu ‘alâ mâ naqûlu wakîl
Artinya :
Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan atas diriku (lagi). Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.”
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, Musa menerima usulan tersebut, dan dia berkata, “Itu adalah perjanjian yang adil antara aku dan engkau. Adapun alternatif waktu yang engkau berikan, aku belum bisa memastikannya sekarang, tetapi pada prinsipnya yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka setelah itu tidak ada tuntutan tambahan atas diriku lagi. Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.”
Al-Qashash · Ayat 88
وَلَا تَدْعُ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَۘ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ اِلَّا وَجْهَهٗۗ لَهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَࣖ ٨٨
wa lâ tad‘u ma‘allâhi ilâhan âkhar, lâ ilâha illâ huw, kullu syai'in hâlikun illâ waj-hah, lahul-ḫukmu wa ilaihi turja‘ûn
Artinya :
Jangan (pula) engkau sembah Tuhan yang lain (selain Allah). Tidak ada tuhan selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali zat-Nya. Segala putusan menjadi wewenang-Nya dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Dan jangan pula engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan pengendali dan penguasa seluruh alam yang berhak disembah selain Dia Yang Maha Esa lagi Mahakekal itu. Segala sesuatu pasti binasa dan fana, kecuali Allah. Segala keputusan di dunia dan akhirat menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dan seluruh makhluk dikembalikan.
“ dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat nadi “.
(QS. Qaaf, 50; 16 )
Qaf · Ayat 16
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗۖ وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ ١٦
wa laqad khalaqnal-insâna wa na‘lamu mâ tuwaswisu bihî nafsuh, wa naḫnu aqrabu ilaihi min ḫablil-warîd
Artinya :
Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah mengetahui apa yang dibisikkan oleh manusia dan tidak ada sesuatu pun yang samar atau tersembunyi bagi-Nya. Dan sungguh, Kami, yakni Allah dengan kuasa-Nya bersama ibu bapak yang dijadikannya sebagai perantara telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, baik kebaikan maupun kejahatan, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Yakni Allah Maha Mengetahui keadaan manusia walau yang paling tersembunyi sekali pun.
Berikut ini para mufasirrin Ali Ash Shabuni menafsirkan bahwa “ innahu bikulli syai’in Muhit”. Dalam hal ini secara implist adalah ilmunya baik secara global maupun terperinci, lebih tegasnya Allah merupakan Subjek yang meliputi segala sesuatu, dia sebagai subjek yang mengetahui segala maklumat tak terbatas kemudian segala sesuau adalah dhomir Huwa, yang menunjukkan orang ketiga tunggal yang melakukan suatu perbuatan, tetapi dengan alas an apa mereka menggantikan arti huwa (dia) menjadi sifat segala sesuatu, sedangkan kita tahu itu ada karena ia ada “Wujud”. (tempat bergantungnya segala sifat memiliki kesempurnaan meliputi zat, sifat, af’al dan asma. Dhomir huwa merupakan wujud sedangkan sifat, af’al dan asma, merupakan diluar dirinya (wujud-Nya) tetapi bergantung pada dirinya, karena adanya disebut oleh zat(sosok)
Sedangkan “ dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat nadi”.seolah-olah zat itu sendiri yang lebih dekat dari urat leher, Allah lebih dekat terhadap manusia daripada keringatnya yang bercampur baginya,
Kemudian Syech nawawi, maupun Ali Shabuni menafsirkan “segala sesuatu pada hakikatnya adalah fana’(binasa) kecuali Zatnya yang kekal dan Qudus
Didalam penghayatan mistisnya para sufi menafikan segala sesuatu termaksud dirinya sendiri, sehingga muncul kesadaran”yang wajib ada adalah yang mutlak”. Laa maujudaa illallah, sebenarnya konsepsi monotheisme, yang dibawa oleh rosullullah SAW, pada hakikatnya segala sesuatu akan binasa kecuali wajahnya yang abadi (Baqa)
Seorang nabi Musa meyelami arti diri sampai batas tertinggi berkendak menemui tuhan yang pada akhirnya dikabarkan dalam Al-qur’an ia pingsan, sebuah rahasia terungkap namum pembodohan bagi mufasirrin, secara logis nabi musa pingsan.
Apakah arti pingsan menurut mufasirrin, ia menjawab karena tarberdaya melihat kuasa tuhan yang disebut Cahaya tertinggi, permasalahanya berdasarkan Apa ia menafsiri, berdasarkan ilmu bersifat matrilais, ataukah medis, peninjauan segara implicit, bahwa, ketika berdasarkan matrialis ilmu berarti ia adalah kebohongan, alasanya, karena ia belum menjalani, berdasarkan fisik yang lebur karena energi cahaya itu rasional, sebuah bentuk apapun didunia dinilai dari radius berapa, sebuah benda pasti hancur atau tidak itu dinilai dari hokum jarak kecepatan dibagi waktu, tetapi secara teoritis belum mendekati kebenaran, sedangkan kebenaran itu diakui secara empiris bahwa setiap teori bermula dari eksperimen dan eksperimen demikian diartikan sebagai Case of Reseach,cukup bisa dianggap Valid karena de jure atau de facto. Sedangkan kebenaran penulis bahwa makna pingsan menurut penulis ia tak tahu apa-apa dan tidak berarti apa-apa, yang dalam istilah jawa “TAN KENO KINOYO NGOPO”.
Berikut landasan fundamen penulis berdasarkan De Jure maupun De Facto
Sedangkan menurut penulis, ia ada adalah keniscayaan, bermula dan mengakhiri, semua berasal dari ketiadaan, wujud dan berkehendak dimana ia belum menemukan sumber diri, ketika ia berusaha menjadi insane kamil, ia berputar dengan egosentris tatkala itu adalah wujud tetapi fana; dan didalam wujud itu ego berperan ingin menguasai arti dari hidup yang dalam kekuatan itu ada nilai yang berpangkal dari ilmu yang menganggap dirinya berjalan karena ilmu segala yang terbatas dan tak terbatas pada hakikatnya adalah terbatas, karena ketidakterbatsan itu pada hakikatnya adalah terbatas semua itu fana baik ilmu sejati ataupun ilmu materi, seseorang berjalan melalui hakiki dan kembali menuju hakiki, dan hakiki pada hakikatnya lenyap tanpa kata, tanpa aksara tanpa ilmu tanpa amal, semua kosong karena wujud pada hakiki adalah kosong tuhan esa melainkan kosong karena Esa ketika ia masih berbeda dengan diri ketika menyatu semua hanylah kosong dan esa, esa dan kosong itu tidak ada karena kemenjadian adalah terjadi dan ada bukan ada dan berada bukan berada ada dan berada pada hakikatnya sama terpisah karena ruang menyatu bukan karena ruang semua fana dan mati jism, wujud, akal ruh, nafas, nufus, tanaffas, anfus air,angin, tanah, api, anasir, arah mata angin, bumi, matahari, bulan bintang rosul, dulur sejati, ilmu sejati khalifah itu kosong, karena setiap elemen pada hikakatnya adalah wujud tapi fana, hakiki adalah fana, maya dan nyata itu tidak ada yang ada berarti tidak ada, setiap definisi adalah ilmu ketika ilmu berarti semu adalah kosong.
Tan Keno Kinoyo Ngopo
Tan Keno Kinoyo Ngopo adalah sebuah ungkapan Jawa yang berarti tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Frasa ini sering digunakan dalam konteks spiritual dan filosofis untuk menggambarkan sesuatu yang berada di luar jangkauan pemahaman manusia.
Pengalaman Spiritual yang Mendalam
Salah satu konteks di mana "tan keno kinoyo ngopo" sering digunakan adalah dalam pengalaman spiritual yang sangat pribadi dan mendalam. Bayangkan seorang meditator yang mencapai kedamaian dan kebijaksanaan yang sangat mendalam selama meditasinya. Pengalaman ini begitu personal dan intens sehingga sulit untuk dijelaskan kepada orang lain.
Pengalaman spiritual seperti ini sering kali mencakup perasaan menyatu dengan alam semesta, merasakan kehadiran Ilahi, atau mencapai pencerahan. Ketika seseorang mencoba menggambarkan pengalaman ini, kata-kata sering kali terasa tidak memadai. "Tan keno kinoyo ngopo" adalah pengakuan akan keterbatasan bahasa dalam menjelaskan kedalaman pengalaman spiritual.
Keterbatasan Bahasa
Bahasa memiliki batasannya sendiri. Ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya dengan kata-kata. Contohnya, bagaimana Anda menjelaskan rasa cinta yang mendalam atau perasaan duka yang begitu menyakitkan? Meskipun kita bisa mencoba, kata-kata sering kali gagal menangkap esensi dari perasaan tersebut.
Dalam konteks spiritual, ini menjadi lebih jelas. Banyak tradisi spiritual mengajarkan bahwa kebenaran tertinggi atau pengalaman pencerahan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Mereka harus dialami secara langsung. "Tan keno kinoyo ngopo" adalah pengingat bahwa ada aspek-aspek kehidupan dan realitas yang melampaui kemampuan bahasa untuk menjelaskan.
Sifat Ilahi
Dalam konteks religius, "tan keno kinoyo ngopo" juga dapat merujuk pada sifat Tuhan atau Yang Ilahi yang melampaui pemahaman manusia. Tuhan sering dianggap sebagai entitas yang begitu kompleks dan agung sehingga tidak bisa dijelaskan dengan bahasa manusia. Sebagai contoh, dalam banyak tradisi agama, Tuhan digambarkan sebagai maha tahu, maha hadir, dan maha kuasa. Bagaimana kita bisa sepenuhnya memahami atau menjelaskan konsep-konsep ini dengan bahasa yang terbatas ?
Ungkapan ini mengakui bahwa ada dimensi Ilahi yang tidak bisa dipahami sepenuhnya oleh pikiran manusia. Ini adalah pengingat bahwa dalam berhubungan dengan Yang Ilahi, kita harus menerima misteri dan ketidakpahaman sebagai bagian dari pengalaman religius.
Kesadaran Kosmis
Tan keno kinoyo ngopo juga dapat merujuk pada kesadaran atau koneksi kosmis yang melibatkan perasaan menyatu dengan alam semesta atau rasa memahami keberadaan di tingkat yang lebih tinggi. Ini mencakup kesadaran bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri dan bahwa semua hal dalam alam semesta ini saling terhubung dengan cara yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya.
Dalam meditasi atau praktik spiritual lainnya, seseorang mungkin merasakan kedamaian yang luar biasa atau kebijaksanaan yang mendalam yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Mereka mungkin merasa terhubung dengan alam semesta atau merasakan kehadiran Ilahi dengan cara yang sangat personal dan mendalam. Pengalaman-pengalaman ini sering kali digambarkan sebagai "tan keno kinoyo ngopo" karena kedalaman dan keintiman mereka.
Contoh Penggunaan dalam Kehidupan Nyata
- Meditasi : Seorang praktisi meditasi mungkin mengalami kedamaian dan kebijaksanaan yang mendalam selama sesi meditasi, yang mereka gambarkan sebagai "tan keno kinoyo ngopo" karena kedalaman dan keintiman pengalaman tersebut tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
- Karya Sastra : Ungkapan ini sering muncul dalam sastra Jawa klasik dan teks-teks spiritual untuk menggambarkan momen-momen pencerahan atau wahyu yang tidak bisa dijelaskan sepenuhnya melalui deskripsi verbal.
Kesimpulan
Tan Keno Kinoyo Ngopo adalah sebuah konsep yang mengakui keterbatasan bahasa dalam menggambarkan pengalaman spiritual dan aspek-aspek tertentu dari realitas yang melampaui pemahaman manusia. Ini adalah pengakuan bahwa ada hal-hal dalam hidup dan alam semesta ini yang tidak bisa dijelaskan sepenuhnya dan harus dialami secara langsung untuk dapat dipahami.
Catatan :
Kebenaran tertinggi tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, hanya dapat dialami dalam keheningan jiwa." - Anonim
"Dalam kesunyian meditasi, kita menemukan kedalaman yang melampaui pemahaman kata-kata." - Anonim
"Tuhan adalah misteri yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia, namun bisa dirasakan dalam kedalaman hati." - Anonim
Dengan memahami dan menerima "tan keno kinoyo ngopo", kita belajar untuk menghargai misteri kehidupan dan realitas yang melampaui kemampuan kita untuk menjelaskan. Kita belajar untuk mengalami, merasakan, dan menyatu dengan kedalaman spiritual yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Imajiner Nuswantoro

