Tanda-Tanda Pemimpin Ketiban Wahyu Keprabon
5 Pohon Simbolis Wahyu Keprabon
https://syehhakediri.blogspot.com/2025/06/5-pohon-simbolis-wahyu-keprabon.html
Kata wahyu memiliki makna yang beragam. Yang paling komprehensif dan sempurna dari seluruh makna tersebut adalah perpindahan pengetahuan kepada pikiran orang yang dituju secara cepat dan rahasia sedemikian sehingga tersembunyi dan tidak nampak bagi semua orang.
Kata wahyu, secara etimologi berasal dari bahasa Arab waḥā yang berarti memberi wangsit, mengungkap, atau memberi inspirasi. Dalam pemahaman sehari-hari, kata wahyu adalah kata benda, dengan bentuk kata kerjaawha-yuhi, yang berarti pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat, terkadang dengan perkataan simbolik, terkadang dalam bentuk suara tanpa susunan, terkadang dengan isyarah anggota badan dan terkadang dengan tulisan.
Di dalam ajaran Islam, wahyu adalah qalamatau pengetahuan dariAllah, yang diturunkan kepada seluruh makhluk-Nya dengan perantara malaikat ataupun secara langsung. Sekalipun dalam al-Quran kata wahyu digunakan untuk selain para nabi, akan tetapi mayoritas kata wahyu tersebut ditujukan bagi para nabi.
Contohnya, Allah SWT berfirman dalam surah an-Nisa ayat 163, "Sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah berikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi kemudiannya, dan kami telah berikan wahyu pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak-anak cucunya. Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami berikan Zabur kepada Daud."
An-Nisa' · Ayat 163
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah mewahyukan kepadamu (Nabi Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya. Kami telah mewahyukan pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya‘qub dan keturunan(-nya), Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Kami telah memberikan (Kitab) Zabur kepada Daud.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili.
Sesungguhnya Kami, melalui malaikat-malaikat Kami, telah mewahyukan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh, yaitu rasul yang pertama, dan nabi-nabi yang diutus setelahnya, dan Kami telah mewahyukan pula kepada Ibrahim yang digelari bapak dari para nabi, Ismail, putra Ibrahim yang merupakan kakek buyut Nabi Muhammad, dan Ishak, putra Ibrahim yang merupakan kakek Bani Israil, selanjutnya kepada putra Ishak yaitu Yakub dan nabi-nabi yang merupakan anak cucunya, dan Kami mewahyukan kepada Isa, nabi yang terakhir dari anak cucu Yakub, dan Kami telah mewahyukan kepada Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman, dan Kami telah menganugerahkan Kitab Zabur kepada Dawud.
Demikian pula dalam surah Yusuf ayat 3, "Dan kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukannya) adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui."
Yusuf · Ayat 3
Artinya :
Kami menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu. Sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang-orang yang tidak mengetahui.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili.
Allah menurunkan ayat ini dan sesudahnya ketika sekelompok orang Yahudi meminta Nabi Muhammad menceritakan kisah Nabi Yusuf dan Nabi Yakub, lalu turunlah ayat berikut ini. Kami akan menceritakan kepadamu wahai Nabi Muhammad suatu kisah umat-umat terdahulu untuk menguatkan hatimu dan menjadi pelajaran bagi umatmu. Kisah ini adalah kisah yang paling baik karena sarat dengan pesan, nasihat, dan pelajaran yang diuraikan dengan susunan bahasa yang indah dan menarik. Kisah itu Kami turunkan dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum Kami mewahyukannya itu termasuk orang yang tidak mengetahui tentang kisah-kisah umat terdahulu. Kisah-kisah para nabi dan orang-orang saleh yang dipaparkan dalam Al-Qur'an adalah menjadi pelajaran bagi umat Nabi Muhammad, karena sarat dengan pesan-pesan moral serta nasihat.
Begitu pun dalam surah al-An'am ayat 19 disebutkan, "Katakanlah siapakah yang lebih kuat persaksiannya ? Katakan, Allah menjadi saksi antara aku dan kamu dan al-Quran ini diwahyukan kepadaku supaya Dia dengan aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran kepadanya."
Al-An'am · Ayat 19
Artinya :
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya?” Katakanlah, “Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengan itu aku mengingatkan kamu dan orang yang sampai (Al-Qur’an kepadanya). Apakah kamu benar-benar bersaksi bahwa ada tuhan-tuhan lain selain Allah?” Katakanlah, “Aku tidak bersaksi.” Katakanlah, “Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa dan aku lepas tangan dari apa yang kamu persekutukan.”
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili.
Katakanlah, wahai Rasulullah, kepada orang-orang musyrik ini, “Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya dalam mengukuhkan kebenaranku sebagai utusan Allah?” Katakanlah, “Allah. Dia menjadi saksi antara aku tentang apa yang aku sampaikan kepada kamu bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan tidak ada ibadah kecuali kepada-Nya, dan apa yang kamu ucapkan kepadaku berupa penolakan, kesombongan, dan olok-olokan. Al-Qur'an ini diwahyukan kepadaku sebagai bukti bahwa aku adalah utusan Allah agar dengan Al-Qur'an ini aku memberi peringatan kepadamu tentang hidup sesudah mati, pertanggungjawaban manusia di hadapan Allah, dan aku memperingatkan pula dengan Al-Qur'an ini kepada orang yang sampai Al-Qur'an kepadanya, meskipun tidak berjumpa dan tidak sezaman denganku. Dapatkah kamu benar-benar bersaksi dengan menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan bahwa ada tuhan-tuhan lain bersama Allah?” Katakanlah, wahai Rasulullah kepada orang-orang musyrik itu, “Aku tidak dapat bersaksi untuk membuktikan ada tuhan-tuhan lain selain Allah.” Katakanlah, kepada orang-orang yang menolak itu, “Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada tuhan yang memberi manfaat dan mudarat kepada manusia selain Allah, dan aku berlepas diri secara total dari apa yang kamu persekutukan, dewa-dewa dan berhala yang kalian anggap sejajar dengan Allah.”
Berdasarkan itu maka sebagian besar ulama sepakat bahwa wahyu adalah petunjuk dari Allah SWT yang diturunkan hanya kepada nabi dan rasul. Meskipun demikian Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu di dalamRisalah at-Tauhid sebagai pengetahuan yang didapat oleh seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan bahwa pengetahuan itu datang dari Allah melalui perantara ataupun tidak.
Bagi masyarakat Jawa kebanyakan, kata wahyu dimaknai sejalan dengan definisi Muhammad Abduh di atas, yaitu apa-apa yang dianggap sebagai petunjuk dan hadiah dari Gusti Allah, terutama yang menyangkutpangkat dan kedudukan, misalkan wahyu kepemimpinan, wahyu keratuan, wahyu keprabon dan wahyu kepresidenan.
Istilah wahyu kepemimpinan itu menjadi populer lantaran menjadi lakon atau judul dalam kisah pewayangan, yaitu ‘Wahyu Makutoromo”, yang mengkisahkan delapan ajaran kepemimpinan (hasta brata).
KLIK DISINI :
- WEJANGAN HASTA BRATA
https://syehhakediri.blogspot.com/2022/11/wejangan-hasta-brata.html
- WAHYU MAHKUTHARAMA
https://syehhakediri.blogspot.com/2020/11/wahyu-mahkutha-rama.html
Begitulah, cerita wayang di Jawa banyak yang sudah berbeda dengan babon induknya di India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Wayang Jawa banyak mengalami akulturisasi dan oleh ulama-ulama yang disebut Walisongo, dimanfaatkan serta diisi dengan ajaran islami.
Demikian pula dalam praktek hidup bermasyarakat. Raja atau Sultan atau Sunan, dalam gelar kehormatannya juga diberi tambahanKhalifatullah Ing Tanah Jawi. Ini sesungguhnya mengandung makna bahwa kepemimpinan itu bukan hadiah melainkan amanah untuk mengemban tugas selaku utusan Allah di muka bumi, khususnya di tanah Jawa.
Sayangnya, hakikat amanah tersebut sering dilupakan dan berganti makna sebagai wahyu yang merupakan hadiah dan mandat yang tidak bisa diganggu gugat oleh orang lain, dan ironisnya, karena merasa sudah memperoleh mandat dari yang Maha Kuasa, maka ia boleh berbuat apa saja tanpa perlu merasa takut bisa dijatuhkan.
Akhirnya menjadilah mereka pemimpin yang takabur dan lama-kelamaan menjadi tiran. Padahal amanah kepemimpinan dalam konsep kewahyuan, bisa juga oncat atau pergi meninggalkan yang bersangkutan, yakni apabila yang bersangkutan tidak menjalankan amanah kepemimpinannya. Hal ini dikisahkan dalam cerita“ Petruk Dadi Ratu, atau Petruk Menjadi Raja.”
KLIK DISINI :
PETRUK DADI RATU
https://syehhakediri.blogspot.com/2022/09/petruk-dadi-ratu.html
Wahyu Keratuan kstaria Pandawa oncat setelah mereka tidak amanah, dan jatuh ke punakawan, rakyat jelata yaitu Petruk. Tapi lantaran Petruk juga tidak memiliki pengalaman, kemampuan dan wawasan keratuan, maka dengan wahyu itu ia berbuat seenaknya, nabrak moh limo, sehingga wahyunya pun oncat lagi, meninggalkan Petruk dan kembali ke para ksatria yang memang memiliki wawasan dan terlatih dalam kepemimpinan serta sudah menyadari kesalahannya (Hikmah Petruk Jadi Ratu. Jauhi sifat-sifat dan tinggalkan perbuatan Moh Limo serta sifat-sifat Iri, Dengki, Srei
KLIK DISINI :
MOH LIMO
https://syehhakediri.blogspot.com/2021/04/moh-limo.html
IRI DENGKI SREI
https://syehhakediri.blogspot.com/2022/07/iri-drengki-srei.html
Imajiner Nuswantoro