PETRUK DADI RATU

PETRUK DADI RATU

Petruk adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa, di pihak keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata dari India. Keberadaan tokoh ini dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli masyarakat Jawa. Di ranah Pasundan (Jawa Barat), tokoh Petruk lebih dikenal dengan nama Dawala atau Udel.

Welgeduwelbeh. Lakon ini terkenal dengan judul Petruk Dadi Ratu ("Petruk Menjadi Raja"). Prabu Welgeduwelbeh/Petruk dengan kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu Pandupragola, raja negara Tracanggribig, yang tidak lain adalah kakaknya sendiri, yaitu Nala Gareng. Dan sebaliknya Bagong-lah yang menurunkan Prabu Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan Lojitengara dan terbongkar rahasianya menjadi Petruk kembali. Kalimasada kemudian dikembalikan kepada pemilik aslinya, Prabu Puntadewa.

HUBUNGAN DENGAN PUNOKAWAN 

Petruk dan panakawan yang lain (Semar, Gareng dan Bagong) selalu hidup di dalam suasana kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah satu sama lain. Mengenai Punakawan, punakawan berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring. Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam pedalangan, saksi atau punakawan itu memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu Semar dan Bagong bagi trah Witaradya.

Sebelum Sanghyang Ismaya menjelma dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta (Semar), kecuali Semar dengan Bagong yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang Sukodadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya menjelma kepada Janggan Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya punakawan yang terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nana parepat/prapat.

Petruk Dadi Ratu adalah sekedar kisah wayang hiburan rakyat masyarakat jawa. Mari kita lihat cerita pewayawan kuno yang berperankan oleh tokoh pewayangan Punakawan yang bernama Petruk.

Petruk adalah seorang tokoh  Punakawan mendadak jadi ratu (raja) yang bergelar Prabu Kanthong Bholong Bhleh Gheduweh atau Prabu Helgheduelbek Yang dikisahkan dalam cerita pewayangan Petruk berkuasa di Kerajaan yang bernama Kerajaan Ngrancang Kencana atau Kerajaan Mulwarengka.

Cerita fiksi wayang Petruk Dadi Ratu berasal dari sebuah manuskrip yang tersimpan rapi di Reksa Pustaka Mangkunegara, Surakarta (Sukadi, 2006). Penulis cerita wayang Petruk Dadi Ratu bernama Tjan Tjoe Han yang berasal dari Cayudan Surakarta ditulis tahun 1932. Yang juga bersumber dari naskah Ronggowarsito.

Mengapa cerita wayang ini seolah bisa terjadi nyata dengan kondisi sekarang ini. Dan ternyata ada persamaan karakter tokoh cerita wayang ini dengan tokoh yang sedang terjadi saat ini di negara kita ?

Di kisahkan dalam naskah ini ciri-ciri fisik Petruk yang bergestur bungkuk, kurus dan tinggi.

Naskah ini menceritakan tokoh Petruk, seorang rakyat jelata orang biasa atau punakawan yang tiba-tiba menjadi raja di sebuah kerajaan bernama Kerajaan Mulwarengka. Ketika menjadi raja, ia bergelar Prabu Belgedhuwel Beh.

Petruk memiliki karakter sederhana dan penurut tapi penuh interik, kurang cerdas kurang inisiatif, tidak peka dan kurang begitu trampil, harus serba di pandu, di arahkan atau disetir.

Dikisahkan dalam pewayangan disini apabila Petruk menjadi ratu atau raja atau pemimpin untuk memimpin rakyat akan tampak lugu, sederhana, pasif dan menunggu di perintah. Dengan karakternya tersebut akan menjadi persoalan besar bila Petruk tampil menjadi pemimpin.

Gelar Petruk yang bernama Prabu Belgedhuwel Beh Nama gelar tersebut adalah akronim dari sugih blegedhu rakyate dhedel dhuwel kabeh (raja yang kaya raya tapi rakyatnya compang camping dan menderita semua).

Padahal mulanya Sang Petruk adalah seorang punakawan, pemomong yang sederhana, suka memberi nasihat, suka berunjuk rasa, suka protes, suka berdebat, suka mengkritik dengan argumentasi muluk-muluk.

Namun, saat ia diberi kekuasaan ternyata karakternya bukan orang sederhana lagi karena hanya memikirkan kekuasaannya sendiri dan mementingkan kepentingan pribadi dan keluarganya sendiri dengan menumpuk kekayaan, banyak terjadi korupsi besar-besaran dan berbagai kasus manipulasi yang dilakukan oleh kerajaan petruk sendiri. Sedangkan rakyatnya dibiarkan keleleran dalam perangkap kemiskinan. 

Pada suatu hari terjadilah kesenjangan sosial yang terbentang lebar antara pejabat kerajaan dan rakyat. Raja dan pejabat negara hidup bergelimangan harta sedangkan rakyatnya semakin miskin dan papa, semakin menderita meratap semua fasilitas untuk rakyat serba dipersulit sedangkan yang dimudah hanya untuk orang² terdekat dan kelompoknya saja.

Karakter Petruk yang lain didalam cerita wayang Petruk Dadi Ratu. Dia hanya sebagai penguasa yang hanya mampu memahami haknya, memahami kekuasaannya, kewenangannya, bangga memiliki pengikut, suka penghormatan (pencitraan), agak pendendam dan fasilitas istimewa sebagai seorang raja.

Seorang Petruk sama sekali tidak memiliki insting yang tajam dia tidak memahami dibalik apa yang dipahaminya rakyat di kerajaannya. Bahwa ada kewajiban seorang raja adalah sebagai pengayom dan pelindung rakyat, sebagai pembawa kepercayaan dan amanah kerajaan, tanggungjawab terhadap kedaulatan kerajaan.

Petruk yang kapasitas dari seorang biasa yang lugu dan sederhana yang tiba² menjadi seorang besar menjadi raja yang akhirnya harus banyak di katrol dan disetir sebagai seorang pemimpin. 

Sehingga kerajaan besar yang dipimpinnya jadi carut marut dan amburadul. Orang-orang yang seharusnya dijauhkan dari tahta istana kerajaannya karena merupakan sengkuni bagi kerajaan malah dipakai jadi hulu balang istana dan ujung-ujungnya mengendalikan sang raja Petruk sendiri.

Intinya cerita wayang kuno tentang tokoh Punakawan Petruk Dadi Ratu adalah cerminan polah tingkah raja atau penguasa yang tidak mampu.

Sebenarnya cerita wayang ini adalah fiksi dan hiburan belaka. Tapi entah kenapa cerita wayang punakawan saat ini bisa nyata terjadi. 

Penulis menunujukkan cerita ini adalah sebuah fenomena sebagai kondisi degradasi (kemunduran penurunan kualitas dan mutu) kepemimpinan sekarang yang saat ini sedang terjadi di negara kita.

Lalu siapa pemimpin yang berkarakter seperti Petruk yang telah dikisahkan ratusan tahun lalu dalam cerita pewayangan kuno ini oleh pujangga Ronggowarsito yang dianggap sebagai cerita wayang kuno yang dikarang ratusan tahun lalu. Dan saat ini terjadi nyata?

Salah satu model pemimpin yang tidak bisa memimpin pasti memiliki karakter lupa diri dan tidak mau mawasdiri, dari situ akan melahirkan sikap²  seenaknya, otoriterian, premanisme, arogansi dan adigang adigung akhirnya yang membikin rakyat semakin sengsara dan ancur negara.

Cerita Petruk Dadi Ratu sesungguhnya sebuah cerita wayang kritik terhadap perilaku dan mentalitas seorang pemimpin yang tidak mampu, yang lupa diri akan asalmuasal diri, lupa akan jatidiri dan kewajibannya sebagai pemimpin. (Versi Kanjeng Senopati).

NGELMU KYAI PETRUK 

Kuncung ireng pancal putih,

Swarga durung weruh,

Neraka durung wanuh,

Mung donya sing aku weruh,

Uripku aja nganti duwe mungsuh.

Ribang bumi ribang nyawa,

Ana beja ana cilaka,

Ana urip ana mati,

Precil mijet wohing ranti,

Seneng mesti susah,

Susah mesti seneng,

Aja seneng nek duwe,

Aja susah nek ora duwe.

Senenge saklentheng susahe sarendheng,

Susah jebule seneng,

Seneng jebule susah,

Sugih durung karuan seneng,

Ora duwe durung karuan susah,

Susah seneng ora bisa disawang,

Bisane mung dirasakake dhewe.

Kapiran kapirun sapi ora nuntun,

Urip aja mung nenuwun,

Yen sapimu masuk angin tambanana,

Jamune ulekan lombok,

Bawang uyah lan kecap,

Wetenge wedhakana parutan jahe,

Urip kudu nyambut gawe.

Pipi ngempong bokong,

Iki dhapur sampurnaning wong,

Yen ngelak ngombea,

Yen ngelih mangana,

Yen kesel ngasoa,

Yen ngantuk turua.

Pipi padha pipi,

Bokong padha bokong,

Pipi dudu bokong,

Onde-onde jemblem bakwan,

Urip iku pindha wong njajan,

Kabeh ora bisa dipangan,

Miliha sing bisa kepangan,

Mula elinga dhandhanggulane jajan.

Pipis kopyor sanggupira lunga ngaji,

Le ngaji nyang be jadah,

Gedang goreng iku rewange,

Kepethuk si alu-alu,

Nunggang dangglem nyengkelit lopis,

Utusane tuwan jenang,

Arso mbedhah ing mendhut,

Rame nggennya bandayudha,

Silih ungkih tan ana ngalah sawiji,

Patinira kecucuran.

Ki Daruna Ni Daruni,

Wis ya, aku bali menyang Giri,

Aku iki Kyai Petruk ratuning Merapi,

Lho ratu kok kadi pak tani ?

Sumber : Air Kata-Kata 

Cathêtan :

Sekar Dhandhanggula ing salebetipun geguritan punika wonten tembung-têmbung ingkang kula ewahi, nanging boten ngewahi suraosipun, supados trep kaliyan paugeran guru wilangan lan guru lagunipun sekar Macapat 

PETRUK DADI RATU  

Versi Pagelaran Wayang Kulit Lakon Petruk Dadi Ratu 

Dhalang : 

Bapa Ki H Anom Suroto

Bapa Ki Seno Nugroho (swargi)

Pada saat para Pandhawa membangun candi Sapta Arga, terjadi perang tanding antara Bambang Priambodo melawan Mustakaweni Dewi .... pertarungan mereka seimbang sama-sama kuat, sama-sama digdaya sama-sama sakti ..... hingga Bambang Priambodo bisa merebut pusaka Jamus Kalimasada yang di curi Mustakaweni dari kerajaan Ngamarta. Pusaka tersebut dititipkan kepada Petruk Kantongbolong seorang abdi anak Ki Lurah Semar Badranaya agar dijaga jangan sampai jatuh ketangan orang-orang yang durjana.

Petruk sudah jauh pergi meninggalkan medan laga dengan membawa pusaka sakti Jamus Kalimasada ..... namun timbul keinginan Petruk .....

   " Wah bareng aku gawa pusaka Jamus Kalimasada banjur tuwuh kepinginanku kangge buktekne keampuhane pusaka Jamus Kalimasada iki ..... Olehku mlayu wis nganti tekan adoh banget, Yen ora kleru iki tekan ana negara Nusa Rukmi ratune Prabu Jaya Setika .... Saka  kabar kang sumebar ratu kuwi duweni watak angkara budi candhala, adigang-adigung sapa sira sapa ingsun, seneng daksiya marang sapadha-padha tanpa mikir kahanane kawula, nganthi para kawula dha sambat, akeh kang padha miris merga kawengisane Prabu Jaya Setika .... Eee .... yen ana lelakon sing kaya mengkono kuwi atiku kok melu kelara-lara .... Sing atase jaman wis kinarbuka kok isih ana ratu sing darbi tingkah lakune daksiya-siya dumeh nyekel panguasa ..... Ya..... aku wus mundhi pusaka Jamus Kalimasada, nurut dawuhe para alim, para ulama', sapa kang lair batin nyangkepi marang surasane Jamus Kalimasada lan uripe nindakna sekabehane pitudhuh Gusti kang nyipta jagad bakal ngijabahi apa kang dadi gegayuhane wong mau, waton panyuwune ora nyimpang seka pitudhuhe Agama .... Aku bakal buktekne nganthi sepira daya kasiyate pusaka Jamus Kalimasada iki .... Aku bakal nemoni Prabu Jaya Setika supaya mbalik marang marganing karahayon ..... Nanging yen nganthi nolak marang pitutur becik bakal tak wenehi pengajaran, muga kasembadan apa kang dadi gegayuhanku ngingetke nalendra sing lagi wuru marang panguasa...."

Dateng negari Nusa Rukmi lenggah sang nata Prabu Jaya Setika, pawakan gagah wideksa, netra mencorong peksi singa barong, nalendra ingkang sekti mandra guna ..... 

Hadir dihadapan sang Prabu patih Kumandang Garba, juga tumenggung Denta Prakosa, hadir juga para punggawa kerajaan untuk membahas keluhuran praja ....

   " Ee'ee , patihku Kumandang Garba .... ! " kata sang Prabu

   " Nggih, sendika dhawuh sinuwun .... ! "

   " Ya tih .... ingsun iki satunggale nalendra sing ora kurang apa wae, ing ngreh kadikdayan ratu ngendi sing bisa nandingi kasektenku. Ing ngreh bandha dunya ora ana sing bisa ngungguli kesugihanku .... ! "

   " Inggih sinuwun ..... kula kinten ratu sak ngarsapada menika boten wonten ingkang saget ngungkuli jengandika sinuwun .... " kata patih Kumandang Garba " .... Umpami wontena sak menika sampun seda inggih menika namung Prabu Dasamuka, ing atasipun sampun boten wonten kirang samukawis namung kenging menapa jengandika kok tesih nandhang sungkawa sinuwun .... ? "

   " Ya patih aku isih rumangsa susah merga isih ana gegayuhanku sing durung bisa kasembadan  Tih .... ! "

   " Gegayuhan ingkeng pundi sinuwun .... ? "

   " Ingsun kepingin banget nguwasani jagad raya iki, ingsun kepingin nguwasani para nalendra ing jagad iki Tih , yen bisa kasembadan mendah kaya ngapa kemashurane asmane Prabu Jaya Setika, mendah kaya ngapa kuncarane negara Nusa Rukmi iki Tih .... !? "

   " Waduh sinuwun ..... menapa boten langkung awrat, napa boten kinggilen gegayuhane jengandika  .... ? Mergi sami kemawon menika badhe ngembari panguwasane jawata sinuwun ..... ?!"

   " Tih, neng ndunya kuwi ora ana samubarang kang angel, ora ana gunung kang ora isa diunggahi, ora ana jurang kang ora isa diudhuni .... yen kanthi kalitan kadigdayan lan kusugihanku iki mesthi bisa kanggo nggayuh apa sing tak karepake Tih ..... ! "

   " Inggih sinuwun menawi mekaten kula namung ndherek kersa paduka sinuwun ...."

Ditengah-tengah pembicaraan di paseban agung itu tiba-tiba datang seorang tamu, seorang yang tak diundang , .... Amit, amit, .... jaluk dalan, jaluk dalan .... !

   " Nuwun sewu sinuwun, kula dereng tepang, tanpa tinimbalan  ngaturaken sembah pangabekti kula sinuwun .... sepindah melih kula nyuwun agunge samudra pangaksami ..... " kata Petruk Kantongbolong

   " Hee patih Kumandang Garba ..... ! " teriak Prabu Jaya Setika

   " Inggih sendika dhawuh sinuwun .... "

   " Wah .... apa prajurit sing tunggu gapura ngarep kae wis padha wuta mripate hem .... ? Nganthi iki ana menungsa sing ora pokro sandhangane pating slawir gandhane gak kepenakke kok nganthi isa munggah neng siti inggil kepara ngadhep ing ngarsaningsun ....!? Wah .... apa sak trape ingsun nampa menungsa sing kaya ngene iki , hem .... ? "

Dhadha muntab lir kinetap

duka yayah sinipi

jaja bang mawinga wengis

kumedhot padhoning lathi

netra kocak mangondhar andhir

kerot-kerot kanang waja

idepnya mangala cakra

wadanira mbranang

lir kembang wora-wari

sinosog merang sagedheng

bel mubal dahana ....

Oong..... 

Kemarahan didada seketika memuncak seperti ditampar

marah yang teramat sangat

dada memerah menyorotkan kebengisan

bibirnya bergerak gemetaran

bola mata seakan kocak dan berputar-putar

berkerotan suara gigi beradu

bulu mata melingkar seperti surya

wajahnya memerah

seperti merahnya kembang wora-wari

seakan bila digosok batang padi dua ikat

seketika mengeluarkan api ....

Oong..... 

   " Wah .... apa prajurit kang tunggu gapura ngarep kae wis padha wuta .... hem .... ? Nganthi iki ana menungsa ora pokro sandhangane pating slawir, gandhane gak kepenakke kok isa munggah tekan siti inggil kepara ngadhep ing ngarsaningsun .....Wah, apa sak trape aku nampa menungsa sing kaya ngene iki ..... ?! " kata Prabu Jaya Setika dengan penuh kemarahan

   " Kepareng kula ingkeng manggihi tiyang menika sinuwun .... " kata patih Kumandang Garba

   " Ya mangsa bodhowa .... ! "

   " Hee, mengko dhisik menungsa kurang tata, gage ngakuwa kowe menungsa seka ngendi lan sapa jeneng sira .... ? " kata patih Kumandang Garba 

   " Jane ngono aku iki ya wis nganggo tata krama, nganggo unggah-ungguh nanging sajake olehe nanggapi kok kethok daksiya banget  .... ? Ya, menawa kowe takon karo aku .... " 

   " Hee .... mengko dhisik .... ! " kata patih Kumandang Garba memotong pembicaraan Petruk " Mengko dhisik .... anggepmu apa hem .... ? Anggepmu apa kowe matur nang ngarepku ora nganggo basa .... ?! "

   " Ya aja kurang pangapura mas, gandheng sing takon ora basa sing mangsuli ya ora isa basa .... ! " jawab Petruk

   " Waduh, keparat .... ! Kana goleka banyu sing bening sawangen aku iki sapa ....? "

   " Loh, la sapa .... ? Kok malah takon aku, wong karo awake dhewe kok lali ..... ? "

   " Ala tanpa rupa aku iki patih neng negara Nusa Rukmi kene, sing tak karepke kowe iki ngajenana marang aku....!! "

   " Ngene ya mas, sampean iki yen isa ngajeni wong mengko ya bakal diajeni marang wong liyan .... ! "

   " Aku iki patih aja malah kurang ajar .... !? " 

Mendengar perdebatan yang makin panas itu prabu Jaya Setika makin merasa dilecehkan

   " Patih, mundhura ..... !

   " .... Hee kisanak....!! Wong edan kowe rembugan gawe panase kuping, kowe ora minggat sida tak gawe keset ndasmu ....!! "

Prabu Jaya Setika sudah kehilangan kesabarannya dengan kemarahan yang tidak terkendali langsung melompat menendang tubuh Petruk Kantongbolong..... Tapi justru tubuh sang Prabu ambruk nyungsep dihadapan Petruk

   " Loh kepiye iki sang Prabu jare arep gawe keset sirahku lakok malah dlosoran mengkurep neng ngarepku iki piye ?? "

   " Aduh .... mati aku .... !! Wah .... kowe aja mirang-mirangke aku .... aduh .... aku ngapa iki aku kok isa lumpuh ora nduwe daya ....? "

Sang patih Kumandang Garba merasa tidak terima dia juga melompat memukul Petruk Kantongbolong, tapi juga mengalami nasib yang sama, nyungsep dihadapan Petruk lumpuh tak berdaya

   " Aduh ..... mati aku ..... !! " teriak sang patih

   " Lo, lo, lo .... kok isa dha dlosoran nang ngarepku ki nyapa .... ? "

    " Aduh kisanak .... ! " kata sang Prabu Jaya Setika " Aku iki selawase urip ora ngalami lara ..... iki kok isa kaya mangkene kedadehane ..... ? "

   " Sang Prabu, aja umuk ..... sapa wae sing urip neng alam dunya iki mesthi kanggonan lara, apes lan pati ! "

   " Ya kisanak ..... kowe iki sak temene sapa ? "

   " Nggih sang Prabu, kula niki namung sang abdi kawula alit jeneng kula Ki Lurah Petruk  saking dusun Penyukilan Klampis Ireng ..... " 

   " Oh, oh .... ya Ki Lurah Petruk ..... matursuwun wis kepareng nepangake asmane ..... Aku Prabu Jaya Setika ..... Ki Lurah Petruk , aku njaluk pangapura seka kabeh tumindakku sing ngina ora ngajeni marang sliramu ..... "

   " Oh nggih sang Prabu, lelakon menika supados saget damel pengeling-eling ..... Kangge sapa wae aja sok ngina marang liyan, ngelingana yen wong cilik ya titahe Gusti ingkang Maha Welas Asih ..... Sing rumangsa cukup kadonyane kudune duweni rasa welas marang wong sing nasipe durung becik, ngelingana sang Prabu merga ngadheke negara kuwi amerga kekuwatane para kawula .... "

   " Ya Ki Lurah ..... aku tobat, aku nyuwun pangapura ..... nyuwun balekna maneh awakku iki ben isa pulih isa waluya jati .... "

   " Oh nggih sinuwun, tak nyuwun dhumateng ngarsane Gusti kang murbeng dumadi ngangge kalimah 'Bismillah .....  mugi saget pulih waluya jati ....! "

Dan seketika itu Prabu Jaya Setika dan Patih Kumandang Garba bisa pulih kembali, bangun dihadapan Petruk tubuhnya segar bugar seperti sedia kala

   " Waduh Ki Lurah Petruk ..... kula ngaturke gunge panuwun Ki Lurah ..... sak menika kula sampun pulih bagas kwarasan .... " 

   " Nggih sinuwun ..... kedhahipun sang Prabu matur sembah nuwun dhumateng ngarsanipun Gusti ingkang akarya jagad mergi tesih dipun paringi kawelasan ..... Sejatosipun kula namung caos emut dhateng jengandika sinuwun Prabu, supados jengandika menika lestari anggenipun dados nalendra, kula aturi sinuwun kedhah ngagem pakeming ratu ...."

   " Inggih Ki Lurah ..... pakeming ratu menika kados pundi .... ? "

   " Pakeming ratu miturut Serat Pustaka Raja menika wonten kalih welas ..... " 

   " Inggih Ki Lurah .... nyuwun tulung dipun wedharaken .... "

   " Nalendra utawi ratu menika kedhah teguh marang agamane linambaran iman, sarta ngugemi dhawuhe Kitab Suci minangka pitudhuh nggone ngasta panguwasa.

Migatekke marang kebutuhane kawula, sarta ngentas ingkang nandhang susah.

Tansah maringi pengayoman dhateng para alim Ulama' , para Brahmana para Pendhita, aja pakewuh anggene nggayuh kawruh, ngudhi wimbuhing ngelmu.

Gelema ngajeni marang penemune liyan sarta menggalih penemu mau kanthi linambaran sarasehan murih enggal wujud tentreming bebrayan tanpa ninggal marang kawicaksanan.

Supados ngayomi para kawula, utamanipun para wanita, jalaran para wanita kuwi minangka saka gurune Ibu Pertiwi .... " 

   " Nggih Ki Lurah , selajengipun .... ? "

   " Sang nalendra ugi kedhah ngedhohi wicara lamis ingkang saget jalari thethele kawibawan.

Ora gampang nibakke pendakwa tampa ngangge bukti kang nyata.

Ora gampang mercaya ujaring kandha tanpa panaliten, awit wong kang kulina golek pangalembana kuwi sok lirwa kepara mentala gawe fitnah marang kanca kanthi lapor bab sing ora nyata.

Aja sok nganak mas praja lan kawula, mergi anak mas sok kladuk sembrana kepara wani nyatut asmane kinaryagada.

Aja daksiya marang sapadha-padha, padha senenga dedana, hukum lan ganjar kudu mlaku adil.

Dados ratu menika kedhah kulina ngunjara nafsu kang kurang prayuga, senenga tapa, ngibadah, dhemena prihatin lan ngedohi marang watak dursila..... 

Sang Prabu, menawi sinuwun saget nindakaken menapa ingkeng kula aturken kalawau, negari Nusa Rukmi menika badhe dados negari ingkang tentrem, tata raharja .... "

   " Waduh, Ki Lurah Petruk .... sareng kula midangetaken pangandikane Ki Lurah, kula malah saya nglangut, ..... selami kula dados ratu jebul tumindak kula boten leres sedaya, kula namung ngandelke kadigdayan kula, kula namung ngagung-ngagungaken panguwasa kula .... ! "

   " Nggih sinuwun, sinugraha Sang Maha Agung dene sinuwun tesih diparingi emut ...."

   " Sak menika ngaten kemawon Ki Lurah .... "  kata Prabu Jaya Setika " Kula nyuwun Ki Lurah Petruk maringi tuladha dhateng kula kados pundi dados nalendra supados kula mengkin saget nindakaken darma kula dados nalendra .... ngagge pitedhah saking Serat Pustaka Raja kalawau .... "

   " Loh sinuwun ..... lajeng caranipun pripun ..... ? " tanya Petruk penasaran

   " Caranipun kula nyuwun Ki Lurah Petruk kersa jumeneng dados ratu wonten negari mriki Ki Lurah .... ! "

   " Mangke rumiyen sang Prabu .... menawi kula kadapuk dados ratu menika sami kemawon kalih mimpi wonten siang bolong ..... ?! " kata Petruk makin penasaran

   " Ki Lurah, ndunya menika boten wonten perkawis engkang boten saget dipun lampahi, mila mangga Ki Lurah .... boten ketang namung sak umur jagung, kula suwun panjenengan lenggah dampar kencana, supados saget paring tuladha dhateng kula "

   " Oh nggih, menawi kersa jengandika mekaten .... "

   " Sumangga Ki Lurah supados salin busana nalendra .... "

Petruk Kantongbolong telah memakai busana nalendra, dan dipersilahkan duduk di dampar kencana

   " Nuwun sewu sinuwun Prabu Jaya Setika ..... kula ingkang badhe dados nalendra, dados ratu wonten negari Nusa Rukmi, milai dinten niki negari Nusa Rukmi kula gantos dados nagari Lohji Tengara ..... Supaya disekseni para punggawa, para kawula supados nekseni kula dados ratu ingkeng jejuluk Prabu Tongtong Sot ya Prabu Wel Geduwel Beh ..... "

Dhateng praja Lohji Tengara

negari ingkang panjang punjung pasir, gemah, ripah, tata tentrem tur raharja

Sang nalendra jejuluk Prabu Belgeduwel Beh njih Prabu Tong Tong Sot ingkang dawa kuncarane dhuwur kawibawane

Sang nalendra engkang negakaken kautaman, kaluhuran budi, andhap asor dhateng sesami

Sak nalika dhateng pasewakan agung sang Prabu lenggah dampar kencana

para priyayi agung sami ngaturaken sembah bekti dhateng sang nata .....

   " Ya jagate dewa bathara .... " ujar sang Prabu " Eee .... songgol dhuwol telek pithek menol-menol ..... Patih Bayukinara, nggonmu ngadhep ana ngarsaningsun apa padha prayuga ..... ? "

   " Nuwun inggih sinuwun sedanten sami prayuga, boten kirang satunggal punapa, ngaturaken sembah bekti kula konjuk sinuwun .... " jawab sang patih

   " Ya tak tampa, pangestuku tampanana ya Tih .... ! "

   " Inggih kula pundhi kangge jimat dayanana kasantosan sinuwun .... "

   " Sira minangka dadi patih, kahanan negara Lohji Tengara aturna purna madya lan wusanane ..... ? "

   " Nun inggih sinuwun .... sedaya para kawula sami sayeg saeka praya .... sami nyengkuyung kaluhurane Nusa lan Bangsa, sedanten ayem, tentrem. Para prajurit sami prigel anggenipun olah krida, sedanten prajurit siap menawi praja betahaken darma baktinipun .... " 

   " Ya syukur Tih ..... gandheng kahanan negara Lohji Tengara para kawula ora kekurangan sandhang pangan, kabeh urip tentrem rukun .... Kabeh mau merga seko hasil kinerjane kowe patih, para nayaka tumenggung bupati, lurah lan sakpiturute mula kahanan negara isa dadi raharja santosa .... Lan kowe kudu eling kowe isa lenggah dadi patih kuwi ya merga pilihane para kawula, mula apa kang dadi penjaluke para kawula turutana ..... "

   " Nuwun inggih sinuwun badhe kula estokaken ..... ! " jawab Patih Bayu Kinara

   " Tumenggung .... ! "

   " Jenengmu sapa mau lali aku .... ? " 

   " Loh, sinuwun kula sampun dangu suwita dhateng Lohji Tengara kok panjenengan kesupen nami kula .... kula pun Suratrimantra. .... "

   " Ya kowe sing akeh pangapura ya.... merga saking okehe para tumenggung sing nyuwita marang Lohji Tengara kene aku dadi lali jeneng siji lan sijine .... Ngene wae mulai dina iki jenengmu tak ganti Suratrimantra dadi Tumenggung Pranata Praja .... " 

   " Oh nggih matur sembah nuwun sinuwun .... ! Sedanten aweh paduka kula dados remen ..... "

   " Kowe Tumenggung .... wujudmu kuwi buta, biyen kowe nglawan karo panguasaningsun ning jur kowe tak kalahke, negaramu tak dadekna siji karo negara Lohji Tengara, kowe pasrah pati urip marang Prabu Belgeduwel Beh kowe tak paringi pangampunan, tak paringi derajat pangkat ora tak pidana, para kawulamu tak kon niru tata budaya kawula neng Lohji Tengara kawusanane saiki kawulamu dadi rukun, ayem tentrem kaya dene kawula Lohji Tengara .... "

   " Inggih sembah nuwun sinuwun, sak menika masyarakat kula dados sayuk rukun, ayem tentrem .... ngertasa mekaten kula awit rien-rien anggen kula nyuwita dhateng paduka .... "

   " Kowe lan sak wadya balamu kuwi wujude buta .... yen pingin langgeng suwita ana Lohji Tengara kene ora kena mangan daging mentah .... "

   " Wah .... inggih ngestokaken dhawuh sinuwun .... Menawi upaminipun menjangan, kidang, wregul, munyuk lan sak piturutipun pripun .... ? "

   " Ora enthuk mbok pangan .... yen kidang, menjangan, munyuk mbok pangan sak wadya balamu, mengko anak putuku yen pingin weruh munyuk, kidang, menjangan, kancil lan kabeh jenise sato kewan terus leh ku golek neng ngendi, merga sato kewan alas wis enthek dadi panganmu sak wadya balamu .... " 

   " Nuwun inggih sinuwun ..... "

   " Dikulinakke, arepa kowe buta kudu dikulinakke mangan kaya pangane kawula Lohji Tengara, blajar mangan sega .... kena mangan daging ning kudu daging mateng ya .... Iki mumpung riaya korban, Idul Adha praja Lohji Tengara ngestokke sapi satus, kebo lima ngatus, wedus sewu supaya dibagi-bagi para kawula, uga kanggo kowe lan sak wadya balamu .... "

   " Inggih  ngestokaken dhawuh .... matur sembah nuwun sinuwun .... ! "

   " Janji aku weruh prajuritmu, wadya balamu nganthi mangan kewan sing urip, utawa gawe pati neng Lohji Tengara kowe tak kon lunga sak wadya balamu .... aku ra sudi nampa pasuwitanmu neng Lohji Tengara .... ! "

   " Inggih matur sembah nuwun sinuwun .... napa ingkeng dipun paringaken kangge pitedhah kangge gesang kula sak lajengipun sinuwun ...."

   " Nyuwun pangapunten sinuwun .... kula badhe ngawuningani sejatosipun menapa sabapipun sinuwun Prabu ngantos ngawontenaken pasewakan agung menika sinuwun .... ? " tanya patih Bayukinara

   " Ya Tih .... Sang Prabu Jaya Setika, Patih Kumandang Garba wis mengku negara dhewe dadi andhahane negara Lohji Tengara. Kowe saiki ingkeng tak angkat dadi Patih merga saka pilihane para kawula..... Nanging  anggonku ngumpulake para priyagung Lohji Tengara dina samengko iki saktemene aku nduweni gagasan ....  " 

   " Kagungan gagasan menapa sinuwun .... ? " tanya Patih Bayukinara

   " Nggonku mbangun negara nganthi mujudake negara ingkang adil makmur, tyas bagya mulya, kahanan kawula sing tata tentrem kaya mengkene iki.... Aku kepingin katentreman ora mung ana neng Lohji Tengara, nanging uga isa dirasakke sumrambah marang manca negara liya .... supaya wong sak jagad iki uga bisa manunggal ing cipta rasa, isa padha-padha ngrumangsani urip ana ing bumi, sarta padha-padha ngrumangsani dadi titahing Gusti .... "

   " Lajeng kersa paduka menapa sinuwun .... ? "

   " Gagasan iki mau ana sing dadi perkara, yaiku negara-negara gedhe sing dilenggahi ratu sing ora isa nampa wewarah, sing nampik pitutur becik ..... " 

   " Inggih menika nagari pundi sinuwun .... ? " tanya patih Bayukinara

   " Ya blaka suta wae tak kandhakke .... Sing lagi tak incer kit saiki kuwi negara Ngastina ..... Negara Ngastina kuwi watak ratune angkara budi chandala, mangka wadya balane para Kurawa kuwi kiwa tengenne watakke kaya wong sing kemanjingan jiwane iblis. Mula negara Ngastina kuwi nadyan negara gedhe ning kawulane padha sasar susur, nungsang puyang, gudel bingung, merga ratune ora merhatekake nasibe kawula, sing dioyak mung mblendukke wetenge dhewe, lan senenge para nayakane pendak dina sing dianakke mung rompyang-rompyang ana ing negara ora gagas kawulane padha melet-melet, padha ngeleh wekasan padha bentrok rebutan sega sepiring .... Dadi padu dadine ora tentrem .... ! "

   " Nuwun inggih, supados paring dhawuh menapa ingkeng kedhah kula  tindakaken sinuwun .... ? "

   " Ya patih .... aku percaya karo kesetiaanmu, Bayukinara budhalo menyang negara Ngastina ..... Elingna ratune kon bali marang dalan sing bener, kon tumindak sing becik supaya isa dadi ratu sing pepayung budi rahayu .... " 

   " Menawi ratu Ngastina boten saget dipun emutaken pripun sinuwun ..... ? "

   " Yen nganthi ratu Ngastina Prabu Duryudana ora gelem nampa wewarah pitutur becik, yen nganthi ratu Ngastina balela kowe patih tak wenehi purba wasesa .... Kowe Patih Bayukinara tak wenehi wewenang negara Ngastina dadekna karang abang .... !! Wani kowe karo wong Ngastina .... ? "

   " Wantun sinuwun .... !! "

   " Tumenggung Pranata Praja .... kowe wani nantang wong Ngastina ..... ? "

   " Wantun sinuwun ..... ! 

   " Bagus ..... ! Wah seneng aku nduwe bala kendel-kendel ngene iki .... " kata Prabu Belgeduwel Beh dengan penuh semangat

   " Nggih sinuwun kangge belani negari Lohji Tengara .... kula sanggup ngantos pecahing dhadha, ngantos tumpahing ludira ..... ! " 

   " Ya patih lan tumenggung, aku nyuwun ngarsane Gusti kang akarya jagad supaya para punggawaku ora ana sing bisa nandingi kridane, mugi Gusti paring perlindungan marang kowe patih, tumenggung lan para prajuritku .... ! "

   " Inggih ngestokaken dhawuh sinuwun ..... dinten sak manika kula nyuwun pamit ....."

  " Ya patih, .... nek kira-kira ana Senopati Ngastina sing kowe ora kuwat nandingi baliya menyang Lohji Tengara ..... tak ukure dhadhane senopati Ngastina .... !! "

Patih Bayukinara, tumenggung Pranata Praja menyiapkan seluruh pasukan kerajaan Lohji Tengara untuk segera berangkat menuju kerajaan Ngastina negerinya para Kurawa .....

Di negeri Astina Prabu Duryudana sedang menggelar pasewakan agung. Hadir dihadapan sang prabu patih Sengkuni, Pendhita Durna, Adipati Karna dari Ngawangga dan para Kurawa. Namun dalam pasewakan agung itu Prabu Duryudana hanya terdiam, kelihatan bingung dan galau pikirannya

   " Nuwun sewu anak angger menapa ingkang dipun penggalih ? Kepareng bapa kepatihan caos dhawuh ngger .... ? " kata patih Sengkuni ditengah pembicaraan " 

   " Eeee ..... sumorante, sumorante .... howela, howela.... " sahut pendhita Durna menyambung pembicaraan " Inggih nuwun sewu ngger .... kula menika ngantos bingung, sedaya sami mastani bilih Begawan Durna menika pujangganipun  negara Ngastina, sumangga paring dhawuh menawi wonten awrate penggalih, boten ketang namung sekedhik bapa Sukalima saget sabyantu medharaken penggalihe anak Prabu "

   " Yayi Prabu, nadyan raka Ngawangga inggih semanten ugi, keparenga paring dhawuh, menapa ingkang dipun penggalih ngantos katon rugu paduka Prabu Ngastina .... ?" kata Adipati Karna

   " Jagad wasesaning ubathara ..... " kata Prabu Duryudana " Nun inggih paman Harya, bapa Durna ugi kakang Prabu Karna .... Sareng kula gagas-gagas, sareng kula ulak-alik nalar, kula gelar kula gulung, jebul pemanggipun ratu Duryudana menika ratu brewu, sugih bandha persasat boten kekirangan punapa nanging tesih epeh gedhohane ....!? "

   " Nuwun sewu anak angger kenging menapa lajeng paduka nyalahaken dhateng badan kita piyambak .... ? Menapa ingkang dipun penggalih .... ?" tanya Patih Harya Sengkuni

   " Inggih paman .... " jawab Prabu Duryudana " setunggal candra dinten samangkin kula nyumpena ingkang kabhabar kawur sita .... boten kanthi kanyana-nyana mendhung, boten wonten udan dumada'an negari Ngastina kados kablabak banyu, kablabak bajir gedhe ngantos ngedalaken dampar kencana ngantos kendhang kapracondhang kabeh para kawula padha nungsang puyang, numbuk benthus golek papan panguripan ..... Sareng kula waspadhakaken saking tebih jebul banjir wonten praja Ngastina boten wujud toya lumrah namung wujud geni abrid bergadak ngebaki alun-alun Ngastina ..... Paman, kawontenan mekaten ndadosaken bingung raose manah kula, kula lenggah ora kepenak, kula dahar ora krasa enak kula sare boten kraos jenak .... paman Harya, menika perlambang menapa, kula nyuwun pepadhange paman Harya ugi bapa Sukalima .... ! "

   " Nggih nuwun sewu ngger .... dhateng Ngastina menika wonten pujangga inggih menika kakang Pendhita Durna saking Sukalima, saget mangertosi winastan babagan pesupenan kula aturi nyuwun presa ....  " jawab patih Sengkuni

   " Bapa Durna ..... ! " panggil Prabu Duryudana

   " Nggih, sendika dhawuh anak Prabu .... " jawab Pendhita Durna

   " Napa Bapa Durna saget mangertosi werdinipun pasumpenan kalawau .... ? "

   " Ooo .... lole, lole .... nggih nuwun sewu ngger .... impen menika kapirang dados tigang perkawis. Titiyoni, gondoyoni lan Puspa tajem. Titiyoni niku namung wong nglendur, tegese duwe kepinginan sing ora klakon nganthi kegawa turu, niku adat saben sarene jam 9 ngantos jam 12 dalu, Menawi gondoyoni niku sarene jam 12 dalu ngantos jam 2 dalu, tiyang ngimpi jam semonten niku sami kalih ngimpine wonten kahanan mati suri, niku impene kadang malah ngglambyang boten wonten artine .....  Puspa tajem niku ngimpi nalika sare jam 2 ngantos jam 3.30 jam setengah sekawan .... niku bakal wonten maknane ..... Nuwun sewu menawi anak angger ngimpi dhateng wakdal puspa tajem .... Banjir niku pelambang ala, ning yen ngimpekke omahe kobong niku perlambang sahe, yen ngimpekke ning omah duwe gawe gedhe niku malah perlambang boten sahe .... mergi impen kalih kasunyatan niku ketemu kosok baline ..... Nuwun sewu anak angger .... impen paduka anak Prabu Duryudana menika perlambang boten sahe, napa malih ngantos banjir menika ngedalaken dampar kencana , supados dipun atos-atos anak angger .... Negara Ngastina badhe wonten bebaya gedhe ngantos saget jonggring kawibawane anak Prabu Duryudana .... !! "

Belum sampai selesai Pendita Durna menjabarkan arti mimpi Prabu Duryudana diluar kraton ribut, ada seorang senopati dari mancanegara masuk menerobos penjagaan para prajurit

   " Minggir, minggir ..... jaluk dalan, njaluk dalan ..... !! "

   " Bapa Durna ..... wonten satunggale nayaka ingkang sowan .....? "

   " Ooo katimbalan kemawon den napa ingkang dados wigatosipun .... ! " jawab Pendita Durna

   " Kisanak, kaya lagi sepisan iki ingsun wanuh sira iku sapa, pangkatmu apa, seka negara ngendi dene wani sowan ing panjenenganingsun Ratu Ngastina .... ? " 

   " Nuwun sewu amit pasang alimantabik tinebihna tulah sarik, linuputna rubeda, siningkirna sapu-dendha, dhumahana ing tawang-towang .... Kula menika Patih   Bayukinara saking negari Lohji Tengara, utusan junjungan kula Prabu Belgeduwel Beh " 

   " Ana wigati apa dene sowan nang Ngastina tanpa tinimbalan .... ? " tanya Prabu Duryudana

   " Inggih sinuwun, sepindah ngaturaken sembah bekti saking junjungan kula, kaping kalih kula nampi amanat saking sinuwun Prabu Belgeduwel Beh supados nedya atur pemut dhateng sinuwun Prabu Duryudana ..... " jawab patih Bayukinara

   " Ingsun ora lagi lali, ora lagi wuru kok arep ngelingake marang Prabu Duryudana .... ? "

   " Inggih kasinggihan paduka menika boten lagi kesupen lan boten wuru .... Namung kawuningan saestunipun paduka menika tesih nandhang wuru, wuru babagan drajat pangkat lan kadonyan, panjenengan sampun tebih medal saking angger-anggere kautaman, negari Ngastina menika negari ingkang ageng, agung, nanging dipun regeti pambeganipun tiyang-tiyang Ngastina ingkang angkara budi candhala, mula gegayuhanipun sang Prabu Belgeduwel Beh kangge ngrukunaken jagad menika kawiwitan saking negari Ngastina ..... Menawi kepareng sinuwun kula aturi supados nyirnakaken watak angkara budi candhala, kula aturi supados wangsul dhateng garising bebener, supados manggeni margi kautaman, margi ingkang leres sinuwun ... " 

Mendengar ucapan utusan dari Lohji Tengara, seketika itulah memuncak kemarahan Prabu Duryudana, ia merasa diinjak-injak harga dirinya, merasa dipermalukan hanya oleh seorang utusan yang tidak dikenal ......

Mendengar ucapan Patih Bayukinara utusan dari Lohji Tengara seketika itu memuncak kemarahan Prabu Duryudana, ia merasa diinjak-injak harga dirinya merasa dipermalukan hanya oleh seorang utusan yang tidak dikenalnya

   " Setan alas ..... ! Jagad wasesane bathara ..... Menungsa sing kaya kowe Bayukinara ora ngilo karo githokmu .... Ing atase ratumu kuwi ratu cilik, kowe wani ngelingake marang Prabu Duryudana, ibarate kaya gajah mungsuh semut, ora usah ngelingake Duryudana ratumu kon mrene kon nyembah dlamakkane Duryudana tak idake sirahe, tak nggone keset ndase gustimu ..... !! "

Namun patih Bayukinara tidak gentar dengan kemarahan Prabu Duryudana, ia bangkit dan berdiri menyamai Prabu Duryudana dengan tidak lagi memakai bahasa yang santun

   " Prabu Duryudana, pancen nyata yen sampean iki sawijine nalendra sing wegah nampa wewarah nampik pitutur becik, ora kena dikandhani, ora kena diajeni, yen Prabu Duryudana kepingin disembah junjunganku Prabu Belgeduwel Beh .... hayo cangkingen dhisikk sirahe patih Bayukinara ..... !! "

Semua yang hadir di paseban agung ikut tegang terpancing kemarahannya, maka Adi Pati Karna Ngawangga langsung beranjak maju menghadapi patih Bayukinara

   " Iblis laknat ..... ! Dlangap-dlangap ucapmu .... he Bayukinara ..... !! "

   " Nuwun sewu panjenengan menika sinten ..... ? "

   " Yen kowe durung kenal karo aku, aku Adipati Basukarna seka Ngawangga, aku senopati bantenge praja Ngastina ..... kowe wani ngarani yen sinuwun Prabu Duryudana kuwi duwe watak angkara budi candhala, kowe wani nantang Prabu Duryudana, yen ora minggat tak cangking sirahmu keparat kowe ....!! "

Karena kemarahan Adipati Karna patih Bayukinara langsung melompat keluar dari siti inggil menerima tantangan, Adipati Karna juga mengejar larinya patih Bayukinara diikuti Begawan Durna, Patih Harya Sengkuni, Aswatama, Durmagati dan para Kurawa yang lain.

Di alun-alun kerajaan Ngastina patih Bayukinara telah siap menghadapi kemarahan orang-orang Ngastina

   " Sida klakon penjangkaku, sida tak gawe murup atine Adipati Karna Ngawangga. Iki bakal klakon anggonku ngajangi jembar karo wong-wong Ngastina, hayo rupak wani jembar wani, cobanen Bayukinara, aja mung ijen krubuten sak Kurawa ora bakal mundur Bayukinara ..... !! "

Bayukinara pertama kali di medan perang berhadapan dengan Aswatama

   " Iki sing jenenge Bayukinara ..... ?! " 

   " Ya, pancen para nyata, kowe Aswatama anake begawan Durna, apa perlumu ngalangi Bayukinara ? "

   " Dawuhe Adipati Ngawangga, sapa sing isa nyekel, isa ngrangket Bayukinara aku bakal entuk bebungah seka sinuwun Prabu Duryudana, manuta kowe tak rangket tak bandha tak lebokke pakunjara.... ! " kata Aswatama

   " Hayo yen kowe isa nyekel Bayukinara isa jara langit .... aja lena pangendamu Aswatama sida tak pecah dhadhamu ..... !! "

Perangpun tidak terelakkan , ratusan pasukan dari Lohji Tengara berhadapan dan saling serang dengan pasukan kerajaan Ngastina yang dipimpin Aswatama. 

   " Ayo maju.....  maju.... maju....tawur, tawur....!! " 

Dari jauh terlihat ratusan prajurit dari dua kubu saling serang, suara gemuruh para prajurit, suara dentingan beradunya pedang, dan jerit teriakan para prajurit yang terkena sabetan pedang dan gada menjadi pemandangan yang sangat mengerikan

Di tengah palagan diantara pertempuran dua kubu Patih Bayukinara berhadapan langsung dengan Aswatama dengan kekuatan yang dimilikinya Aswatama menyerang dengan pukulan, tendangan, dibalas Bayukinara, mereka saling berkelit, saling adu pukulan..... Tapi pertarungan tidak seimbang, Aswatama tidak mampu menandingi kemahiran olah kanuragan yang dimiliki Bayukinara, sekali lengah pukulan mendarat ke muka Aswatama tubuhnya jatuh tersungkur

   " Aduh mati aku.....!!! " 

Bayukinara tak memperdulikan jerit teriakan Aswatama yang kesakitan, tubuh Aswatama dihempaskan dengan keras.... tubuh Aswatama diinjak-injak  .... Aswatama masih bisa bangkit dengan membawa tombak ..... Namun perlawanan tak berarti, tombak malah berbalik menghujam tubuhnya .... Aswatama diseret-seret dihajar Bayukinara dengan pukulan sampai babak belur .... 

Ratusan prajurit Ngastina berhasil dipukul mundur pasukan Lohjitengara

Melihat situasi makin gawat Durmagati maju membala bala bantuan untuk menyerang pasukan perang Lohji Tengara dan Durmagati menghalangi Bayukinara yang masih terus menghajar Aswatama ..... 

Adipati Basukarna memerintahkan para prajurit Ngastina untuk mengepung patih Bayukinara, tapi dalam waktu singkat ratusan prajurit kerajaan Ngastina banyak yang terbunuh, yang lain lari tunggang langgang karena amukan Bayukinara ....

Aswatama pun lari ketakutan dalam keadaan babak belur, Durmagati maju disusul Citraksi dan Dursasana ..... tapi semua tidak ada yang bisa mengalahkan Bayukinara 

Begawan Durna bersama Patih Sengkuni menerobos pasukan Ngastina yang lari tunggang langgang menghadapi amukan Bayukinara

   " Bayukinara ....! Ora kena disabari kowe keparat !! Kowe isa gawe kalang kabut prajurit Ngastina, kowe isa ngundhurake para Kurawa ning kowe ora ngerti sapa sing neng burine Kurawa, iki Begawan Durna ya Bambang Kumbayana, wong dong deng, wong digdaya, wong sekti kalitan jaya ningrang .... Ora ana sing wani karo Begawan Durna, apa kowe ngajak adu atose balung uleting kulit karo Begawan Durna .... !? "

   " Nuwun sewu penemban .... " jawab patih Bayukinara " Panjenengan menika pendhita kula ngormati jejering brahmana, wonten brahmana kok ngongasaken kaprawiran atose balung uleting kulit menika mengkin badhe saru dinulu ...."

   " Nek kowe wegah tak tantang nganggo atosing balong uleting kulit apa kira-kira kowe wani nantang adu kepinteran .... ? " 

   " Nyuwun pangapunten nadyan pangkat kula menika patih ning kula ya moh nek dikilani dhadhane, umpama pintere Bayukinara ora isa ngungkuli pintere Begawan Durna luwung kula kukut jagad kula..... !! "

   " Ooo .... lole lole .... samangkean kowe keparat, wani ngucap kaya mengkono bakal klakon ngukut jagadmu kowe Bayukinara .... ! "

   " Buktinipun menapa .... ? " 

   " Sing tak gegem iki apa .... " Begawan Durna memberikan pertanyaan sambil menunjukkan sesuatu yang di pegang

   " Menika winastan tasbeh .... " jawab Patih Bayukinara

   " Tasbeh maknane apa .... ? "

   " Watesing kabeh, puji dzikir menika dipun etang mawi cacahing tasbeh .... " 

   " Digawe seka apa .... ? " tanya Pendhita Durna

   " Ingkang dipun damel mesthinipun saking jagung jalu utawi wohing jimitri .... " 

   " Pripun kakang penemban ....? " tanya Patih Sengkuni yang berdiri disamping Begawan Durna

   " Iyahe dhik patih bener .... " jawab Begawan Durna

   " Padhange ngungkuli surya, petenge ngungkuli wengi ....

hayo apa maknane .... ? " tanya Begawan Durna lagi kepada Bayukinara

   " Padhange wong sing ketekan gegayuhane menika ngungkuli padhange surya, ning wong sing ora ketekan gegayuhane menika petenge ngungkuli petenge wengi .... ! " 

   " Akehe ngungkuli thukule suket .... ? " 

   " Penemune menungsa menika akehe ngungkuli akehe thukule suket .... ! Pripun jawaban kulo leres napa boten ...? "  tanya Bayukinara

   " Oh yoo ..... pancen kowe pinter .... " jawab Pendita Durna

   " Sak menika gantos kula.... ! " kata Patih Bayukinara

   " Ya.... apa sing arep mbok tekokke, wong kowe iki patih seka ndesa ngertimu apa .... ? " kata Begawan Durna

   " Nor saka ndhuwur jalma ngerah nyawa, sirna dalaning pati, menika maknanipun menapa ? " 

   " Weh jan ..... iki ngelmu tuwa iki ..... " kata Patih Sengkuni

   " Kuwi bedhekane laden tukang, nor saka ndhuwur diukur seka nduwur doyong apa ora, wong yen arep pasang bata mesthi diukur nganggo kenor dibanduli nganggo wesi ..... bener apa luput .... ? " kata Begawan Durna

   " Menika wangsulan ngawur penemban ..... " jawab Bayukinara

   " La terus maknanane apa .... ? 

   " Menika namung perlambange tiyang mancing ...."

   " Loh, wong mancing .... ? Lakok isa .... ? " tanya Begawan Durna penasaran

   " Nur saka ndhuwur, ana kenor seka nduwur, jalma ngerah nyawa, menungsa ngerah menika ngarah, nyawa menika nyawanipun iwak .... " 

   " Terus Sirna dalaning pati .... ? "

   " Gangsire kena lenge cuthel .... ! "

   " Oalah kakang penemban ..... pendhita peng-pengan kok mung dipadakke karo gangsir .....? " kata Patih Sengkuni

Patih Bayukinara mendekati Begawan Durna memberi pertanyaan dengan menunjukkan telapak tangannya

   " Menika napa ..... ? "

   " Asta Cempala ..... " jawab Begawan Durna

   " Asta tegese .... ? "

   " Asta tegese tangan "

   " Cempala ..... ? "

   " Cempala driji "

   " Nek digegem ngene iki tibane neng ngendi .... ? " 

   " Sak karepmu .... "

   " Iki dalaning patimu ....!! " brakk- .... !! kata Bayukinara dengan mengepalkan tangannya memukul sekeras-kerasnya ke muka Begawan Durna

   " Aduh .... mati aku .... !! " teriak Begawan Durna, tapi Patih Bayukinara tidak perduli, Begawan Durna dihajar dengan pukulan bertubi-tubi, dengan tendangan, Begawan Durna tidak diberi kesempatan bisa melawan hingga tubuhnya babak belur dan terlempar jauh

Patih Sengkuni pun kabur ketakutan melihat amukan Patih Bayukinara ..... 

Dari jauh terlihat Pendita Durna, Patih Sengkuni dan para prajurit  serta para Kurawa kabur lari ketakutan menghadapi amukan Bayukinara ....

Maka dengan kemarahan yang tak terkendali Adipati Basukarna dengan membawa senjata andalannya menerobos pasukan yang sedang lari tunggang langgang

   " Ooo la dialah ..... malah saya ngongasake kaprawiran kowe Bayukinara ..... ora ngerti kridane Surya Putra, ora ngerti kekuwatane Kiai kunta kowe ..... tak tamaki pusaka seka kene yen ora tinjung akherat nyawamu aja diundang Basukarna .... ! "

Nalika semanten tanggap gati sang Bayukinara saking musik mulate sang nata Ngawangga ngasta pusaka Kiai Kunta ..... Bayukinara hening sasmita kawusanane wonten maruta ageng, kabucal tebih jasadipun Adipati Karna dhawah dhateng negari Ngawangga damel geger para Kurawa ....

Pada saat Adipati Basukarna mau melepaskan senjata andalannya Kiai Kunta tiba-tiba tubuhnya dihempaskan angin topan yang dahsyat tubuhnya terlempar jauh dan jatuh di negeri Ngawangga membuat geger para Kurawa .....

   " Hayo wong Ngastina ..... bubar mawut, nungsang puyang numbuk benthus para wadya bala Kurawa ..... tapi durung lega rasane atiku yen durung isa ngrangket Prabu Duryudana. Hee .... ratu Ngastina ....!! Yen kowe ora metu seka kedaton Ngastina sida tak dadekna karang abang negara Ngastina ..... ! " kata patih Bayukinara 

Dan bersama dengan pasukannya membawa obor mau membakar istana kerajaan Ngastina .....

Begawan Durna berlari-lari menemui Prabu Duryudana

   " Eeee .... lole, lole .... nyuwun pangapunten ngger ..... boten wonten sing saget nandingi kridane Bayukinara, sedanten Kurawa kawon, anak Adipati Basukarna njih kontal kacundhang kapracondhang..... malah Bayukinara sakmenika badhe obrak-abrik kraton Ngastina ....! "

   " Lajeng kados pundi Bapa penemban ..... ? " tanya Prabu Duryudana

   " Mlajar kemawon ngger ..... mlajar kemawon pados Pagesangan ngger ..... !! "

Maka Prabu Duryudana, Begawan Durna, Patih Sengkuni dan para Kurawa beramai-ramai melarikan diri menghindari amukan patih Bayukinara dan pasukannya dari Lohji Tengara

Sementara itu di dusun Karang Kadempel Semar Badranaya dan anak-anaknya sedang bercengkrama. Ki Lurah Semar Badranaya sebelum kedatangan Gareng dan Bagong rengeng-rengeng sendirian nyanyikan sebuah tembang.

Tembang Lir  -  ilir

Lir  -  ilir  , lir  -  ilir

tandure wis sumilir

Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar, tak sengguh temanten anyar

Cah  angon  -  cah  angon , penekno blimbing kuwi

Lunyu-lunyu penekno, kanggo basuh dodotiro, kanggo basuh dodotiro

Dodotiro - dodotiro kumitir bedahing pinggir

Dondomono, jlumatono  , kanggo seba mengko sore,

Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane

Ya surako ...... surak hiya .....

Bagong dan Gareng mendekati Ramanya, tertegun, mereka terkesima, betapa indahnya syair yang dilantunkan Rama Semar. Mereka berdua duduk bersila dihadapan Ramanya, minta diajari, dan mereka nyanyikan tembang itu berulang-ulang

   "Tembang apik tenan, ki gawenane sapa Rama ? " tanya Gareng

   Ya pak aku durung tahu krungu, tapi tak surasakne kok enak tenan nang atiku...." kata Bagong

    "Ngertenana thole, tembang iki warisane para leluhur kita, iki warisane budaya tanah jawa, thole ... "

   "Ya pak, sing nyiptakke tembang kuwi lo sapa...?!" sahut Bagong

   "Sing nyiptakke tembang Lir - ilir iki panjenengane Kanjeng Sunan Giri, dibudayaaken Kanjeng Sunan Kalijaga " jawab Rama Semar

   " Inggih rama, lajeng maknanipun tembang menika pripun....? "tanya Gareng

   " Ya ngger, tembang iki mengandung makna religius, thole .." kata Romo Semar " Dhewe iki sebagai umat, sebagai bangsa, hendaklah bangun dari keterpurukan, untuk lebih memper tebal iman, dan berjuang meraih kebahagiaan, seperti bahagianya pengantin baru. Si anak gembala (pemuda) supaya memetik buah blimbing (buah blimbing segi lima) itu diibaratkan kita supaya menjalankan rukun Islam yang lima, apapun halangannya, apapun rintanganya. (Dodotiro) pakaian kita ya ahlak dan ibadah kita, harus selalu diperbaiki, selalu dibenahi. (kanggo seba mengko sore)

Untuk menuju jalan akhirat, untuk menghadap Ilahi Rabbi. Mumpung masih ada kesempatan, mumpung dunia ini masih lapang, masih ada kesempatan taubat.

Sampai nanti kita menemukan kebahagiaan yang abadi ..... !

   " Ohh ngaten nggih Ma .... Wah ternyata warisan budaya jawa kuwi  mengandung pitutur luhur nggih Ma .... " kata Gareng

Tanpa mereka sadari Karang Kadempel kedatangan tamu dari kerajaan Ngamarta.

Raden Arjuna datang menemui Ki Lurah Semar Badranaya

   " Eh, eh, eh ..... ndara .... hee .... gawe kaget rawuh sampean neng Karang Kadempel den .... Hee .... enten napa ndara kok pasuryane boten kados adat sabenne ..... boten ketingal sumringah, mengku suraos kadhos pundi ndara ..... ? " tanya Ki Lurah Semar menyambut kedatangan Raden Arjuna

   " Nggih ndara kok ketingal pucet, menawi wonten masalah sanjang mawon teng Bapak, supados terang benderang .... he, he, he ..... " kata Bagong sambil berkelakar

   " Hush ..... kowe ki Gong .... wong ndara Janoko penggalihe lagi sedih kok malah dijak guyon .... " kata Gareng mengingatkan Bagong

   " Kakang Semar ..... " 

   " Eee .... nggih kula, pripun ndara ..... ? " 

   " Ngertiya kakang Semar lamun mangsa kala nganthi dina iki Pandhawa durung bisa katon sumunar tejane ..... Wiwit nalika purna mbangun pertapan Sapta Arga putraku Bambang Priambodo sing dak utus dibantu atmajamu Petruk Kantongbolong supaya ngawuningani neng ngendi papan panggonane pusaka Jamus Kalimasada sing murca .... Nanging nganthi dina iki durung ana kabar kawusanane ..... kakang Semar .... ?"

   " Hee .... nggih den, kula mangertos, kula ugi ingkang ngijinaken anak kula Petruk supados ngawat-awati bendarane ndara Bambang Priambodo. Hee .... lakok dadi ketebihen dangune Pandhawa lehe loncatan pusaka Jamus Kalimasada ..... ? "

   " Hee .... kula suwun ndara Janoko ampun kendhel anggenipun mbudi daya, amargi sing jeneng menungsa menika dipun titahaken supados mbudi daya. Hee ..... sinartan nyuwun dhateng ngarsane Gusti supados saget kasembadan napa ingkang dados gegayuhanipun, ampun kelantur, kladuk anggen sampean nandhang susah sareng-sareng kempal kalih para pepundhen Pandhawa ..... 

Menawi nitik sing kula wawas, kula raosaken kula kok ningali wonten gemebyar sulake pepadhang ndara ....! "

   " Ya kakang Semar matur sembahnuwun, badhe tak estokke apa kang dadi pawelingmu .... "

Raden Arjuna beranjak pergi ke arah kerajaan Ngamarta diikuti Ki Lurah Semar, Gareng dan Bagong ......

Saking candakipun lampah warnanira gumelaring negari Ngamarta, sinten to ingkang lenggah dhateng dampar kencana inggih menika sang Prabu Puntadewa, ya sang Yudhistira, ya sang Dharmakusuma, sareng Raden Werkudara, Raden Arjuna, Raden Nakula ugi Raden Sadewa.

Lenggah sang nata nedya wening ing batos nyuwun dhumateng Gusti ingkang Maha Agung supados angsal pitedhah dhateng pundi murcane pusaka Jamus Kalimasada.....Dhatan para dangu prapta rawuh nalendra Prabu Bathara Kresna saking Dwarawati .....

Dari kelanjutan cerita (inikah)warna gumelarnya negara Ngamarta, siapakah yang duduk di kursi kencana (sebagai raja) yaitu Prabu Puntadewa, ya sang Yudhistira, ya sang Dharmakusuma, bersama Raden Werkudara, Raden Arjuna, Raden Nakula dan Sadewa 

Duduk sang Nata dengan mengheningkan hati memohon kepada Tuhan Yang Maha Agung supaya mendapatkan petunjuk dimana hilangnya pusaka Jamus Kalimasada.... Tidak berapa lama hadir seorang nalendra Prabu Sri Bathara Kresna dari Dwarawati..... 

   " Nyuwun gunge pangaksami kaka Prabu bilih kula wantun nyuwun jengandika saget rawuh dhateng Ngamarta , kula ngaturaken bekti kula konjuk kaka Prabu .... " kata Prabu Puntadewa menyambut kedatangan Prabu Kresna

   " Yayi boten dados menapa, namung kula ngawuningani nyuwun presa menapa ingkang dados wigatosipun yayi Dharmakusuma ....? " 

   " Nggih kaka Prabu, ngimuti saking lampahan Pandhawa ngantos purnaning mbangun pertapan Sapta Arga ngantos samenika persasat koncatan yoni margi saking murcanipun pusaka Jamus Kalimasada ingkang sampun dangu nilar para Pandhawa kaka prabu, kula ajrih menawi ngantos kahanan punika saget nyulayani dhateng para kawula, mengkin para Pandhawa kedosan amargi dados sabab sengsarane para kawula ..... " 

   " Nggih yayi sampun ngantos awrat menggalihe, niki badhe wonten coba, nanging saget dados pepadhange kahanan Ngamarta .... " 

Belum selesai pembicaraan Prabu Kresna dan para Pandhawa tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Prabu Duryudana dan Begawan Durna dari Kerajaan Ngastina ....

   " Eee ..... lole, lole ..... nyuwun pitulungan ngger .... !! " teriak Begawan Durna bersama Prabu Duryudana menghadap Prabu Puntadewa

   " Kaka Prabu Ngastina mlajar-mlajar kados dene lare alit wonten menapa ..... ? " kata Prabu Puntadewa menyambut kedatangan Prabu Duryudana

   " Yayi Prabu kula nyuwun senjata pitulung  ..... !! "

   " Ooo .... ngger .... kula nyuwun senjata pitulungan .... ! " sambung Pendita Durna

   " Inggih wonten menapa kaka Prabu ..... ? " tanya Prabu Puntadewa

   " Negari Ngastina bedah dipun obrak-abrik utusan saking nalendra negari Lohji Tengara Prabu Belgeduwel Beh, nggih Prabu Thong Thong Sot, ingkang mandegani patih Bayukinara, sedaya prajurit, punggawa Ngastina sami dirangket kalih prajurit Lohji Tengara ..... Sedaya senopati sami kawon boten wonten sing saget nandingi kridane patih Bayukinara ..... Yayi, kula nyuwun senjata pitulungan yayi Puntadewa ..... !! "

Melihat kedaan semakin gawat Prabu Kresna memerintahkan Werkudara dan Arjuna untuk bersiap

   " Werkudara .... Janoko .... ! Metu jaba, ayo metu jaba ....!! "

   " Yaa.... !! " jawab Werkudara dan langsung keluar dari siti inggil kerajaan Ngamarta diikuti Arjuna dan Prabu Kresna

   " Werkudara, Janoko .... ! "

   " Ya, ana apa .... ? " jawab Werkudara 

   " Wonten dhawuh kaka Prabu .... " jawab Arjuna

   " Prabu Duryudana matur ngarsane kadangmu Dharmakusuma yen to negara Ngastina bedah saka pokal gawene ratu saka Lohji Tengara sing aran Prabu Belgeduwel Beh .... " 

   " Waa .... durung rampung kahanane Ngamarta iki malah ana perkara liyane ..... Waa ..... aku kudu kepiye ....? " tanya Werkudara

   " Mbok menawa iki mengko gawe sabab bakal ketemune pusaka Jamus Kalimasada, sing jeneng Bayukinara kuwi patenana, yen mati mbok menawa dadi tandha-tandha bakal ketemune pusaka Jamus Kalimasada ...."

   " Waa ..... janji melenceng ucapmu aku ora percaya karo kowe Jlitheng kakangku....! " kata Werkudara

   " Werkudara percaya karo pun kakang ...."

   " Ya, tak patenane Bayukinara ..... !! " kata Werkudara dengan lantang  

Di perbatasan kerajaan Ngamarta Arjuna menghadang utusan dari Lohji Tengara

   " Iki ana satriya bagus tanpa cacat, kowe sapa .... ? " tanya patih Bayukinara saat berhadapan dengan Arjuna

   " Ya, aku Raden Janoko penengahe Pandhawa, kowe sing bedah negara Ngastina .... ? "

   " Ya pancen para nyata ....sumingkira aja ngalangi anggonku arep ngrangket ratu Ngastina Prabu Duryudana .... ! " 

   " Yen kowe bakal ngrangket ratu Ngastina sirnakna Janoko .... !! "

   " Ooo .... sida tinjung akherat nyawamu ..... !! " 

Terjadilah perang tanding ..... Arjuna dengan kemahiran perang yang dimilikinya, dengan segala senjata yang dimilikinya ternyata tidak mampu mengalahkan Bayukinara, patih Bayukinara tidak mempan oleh senjata apapun .... malah berbalik tubuh Arjuna ditendang, dipukul dibanting, dihempaskan hingga terlempar jauh .....

Werkudara maju, dengan kekuatan yang dimilikinya , dengan kemahiran dalam olah kanuragan tapi patih Bayukinara  malah berbalik menghajar tubuh Werkudara yang tinggi besar, tubuh Werkudara diangkat dan dibanting dihempaskan ketanah berkali-kali, hingga Werkudara-pun mundur.....

Tiba-tiba punakawan Bagong maju , langsung nempeleng Patih Bayukinara

   " Kok gleleng to kowe he ....? -plakk- .... !! "

   " Loh .... iki sapa wong matane gedhe lambene amba kok mara-mara ngapleng ..... ? " kata Bayukinara kaget

   " Ya ben langsung ngampleng wae ..... ! " 

   " Kowe sapa .... ? "

   " Pingin ngerti, he .... aku Bagong .... abdine ndara Janoko ndara Werkudara .... kowe Bayu sapa mau ..... ? "

   " Bayukinara .... " 

   " Bajigurri ..... !! -plakk- !! " teriak Bagong sambil nempeleng kedua kalinya 

   " Loh kok mara ngampleng maneh ..... !? "

   " Ngampleng wae, cah gleleng ....! Awas kowe ya wani-wanine ngajar bendaraku .... yen nganthi sepuluh menit maneh kowe ora mati aja diundang Bagong ....!! "

   " Loh .... kok ngerti .... ? "

   " Ya ngerti wae , wong iki wis arep bubar ..... he, he, he .... "

   " Hayo .....aja kowe sing maju bendaramu kon maju mrene .....!! " tantang Patih Bayukinara

   " Yaa, yaa ..... titenana kowe ya..... sida modar kowe mengko .... !? " kata Bagong sambil lari menyusul Werkudara dan Arjuna .....

Prabu Kresna bersama punakawan Nala Gareng menyaksikan pertarungan Patih Bayukinara dengan Arjuna dan Werkudara, tapi ternyata satriya dari Madukara dan Jodhipati itu tidak bisa mengalahkan utusan dari Lohji Tengara

   " Janoko kok mundhur .... ? " tanya Prabu Kresna

   " Nggih, kula kawon kaka Prabu .... "

   " Lelananging jagad lancure bawana kok kalah mungsuh wujude Bayukinara .... ? "

   " Inggih nyatanipun kula kawon .... " 

   " Ngasta pusaka den .... ! " kata Nala Gareng

   " Tak tamaki keris ora tumama .... " 

   " Ngangge jemparing .... ? " kata Gareng

   " Jemparing ora tumama ... "

   " Wis to aja dipeksa ndaramu Janoko kuwi kesel ben mundhur .... " kata Prabu Kresna

   " Wong dikandhani kok ngeyel ....! -plakk- ...!! "kata Arjuna sambil mundhur kebelakang mukul Gareng

   " Loh, piye to ndara Janoko iki .... aku ora salah kok dikaplok .... ? "

Tak lama kemudian datang Werkudara, sambil jalannya terseok-seok

   " Week .... week .... !! " 

   " Loh ndara Werkudara masuk angin to, napa dikeroki .... ? " tanya Gareng

   " Masuk angin ndasmu kuwi ....! "-plakk- ....!! kata Werkudara langsung nempeleng Gareng

   " Werkudara ya kalah .... ? " tanya Prabu Kresna

   " Ya, aku kalah .... ! "

   " Ngangge kuku pancanaka .... " kata Gareng

   " Kuku pancanaka ora tedhas .... !

   " Ya wis mundhur wae Werkudara .... " kata Prabu Kresna

   " Waa .... Gareng mecicil wae ngapa .... ngece .... ? " tanya Werkudara 

   " Boten kok ndara .... "

   " Ngece wae ..... -plakk- ! " kata Werkudara berjalan ke belakang sambil nempeleng Gareng

Menyusul Bagong, datang dengan berjalan mundur .....

   " Ya, ya .... awas kowe ya ....!? " kata Bagong begitu berbalik nabrak Prabu Kresna

   " Lo, lo .... iki kok nabrak-nabrak .... !? " kata Prabu Kresna

   " Loh ana wonge ta iki mau ? "

   " Loh, ana .... " kata Prabu Kresna

   " Ya salahe wong kok rupane ireng dadi ora ketok aku .... he, he, he .... " kata Bagong

   " Seka ngendi kowe Bagong .... ? " tanya Prabu Kresna

   " Perang no ..... ! " jawab Bagong meyakinkan

   " Bagong ki perang .... ? " tanya Prabu Kresna penasaran

   " Wah .... nyepelekke sampean .... Arep kaya ngene iki cinta tanah air .... rumangsane .... kula niku tresna karo bumi wutah getih kula, nek Ngamarta dirusak kaya wong Bayukinara kula ora trima .... ! "

   " Ya terus ..... ? "

   " Kula perang ..... ! " 

   " Kalah apa menang  ? "

   " Pangestunipun kalah ....! "

   " Wong kalah wae kok ndadak jaluk pangestu .... ? Ya wis kana mundhura .... ! " 

Bagong berjalan ke belakang

   " Nyapo Reng kowe mecicil .... ? ngece ya .... ? "

   " Ora Gong, sapa sing ngece ... ? " jawab Nala Gareng

   " Ngece wae ..... -plakk- !! " kata Bagong sambil mukul Gareng

   " Aku salah apahe Gong, kok kowe melu-melu ngampleng .... Wahh .... jan sial tenan aku dina iki .... !? " kata Gareng

Tapi tak lama kemudian Bagong datang lagi dengan berjalan mundur ....

   " Ya, ya .... titenana kowe ya .... !? " 

   " Loh, kok teko maneh .... ? " kata Prabu Kresna

   " Nggih perang no ....! Lawong kula niku watake kaya ndara Antasena, nek perang boten gampang nyerah .... Sampean ngerti bojo kula to .... ? "

   " Ya ngerti ..... "

   " Bithu-bithu to rahine ..... tak antemi cah kendele .... ! "

   " Wong wani karo bojone wae kok pamer .... La terus .... ? perang maneh .... kok ming sedhilit .... ? " 

   " La kula niku nek perang boten tahu suwe ..... ya, pengaruh usialah he he he..... "

   " Menang apa kalah .... ? " 

   " Pangestunipun kalah ..... "

   " Ya ndang mundhura .... ! "

   " Ngapa mecicil Reng ngece ya..... ? " 

   " Sing ngece ki rahimu .... -plakk- !! " kali ini gantian Gareng yang nempeleng Bagong " Hayo rasakna kowe kurang ajar karo wong gerang .... " 

   " Aduh .... ! Salahku apahe Reng .... ? "

   " Salahmu pecicilan .... ! "

   " Nala Gareng ..... ! " seru Prabu Kresna

   " Inggih pripun ndara .... ? "

   " Kae yen dudu aku sing ngadhepi Bayukinara ora rampung-rampung iki mengko lakone .... ! "

   " Oh nggih ndara, ngasta senjata cakra .... !? "

   " Ora perlu gawa senjata ....! "

   " Inggih ndara mangga kula dherekaken ....  "

Prabu Kresna pergi menghadapi sendiri patih Bayukinara utusan dari Lohji Tengara ........ 

Prabu Kresna berhadapan dengan patih Bayukinara, seorang panglima perang dari Lohji Tengara yang telah mengobrak-abrik negara Ngastina, juga yang telah mengalahkan Arjuna dan Werkudara.

"Hayo .... amuk sura mrata jaya mrata .... nuwun sewu sinuwun sampun ngalangi kula .... " kata Patih Bayukinara" .... Kula badhe ngamuk, menawi dereng saget bandha ratu Ngastina Prabu Duryudana dereng lega raose manah kula ...! "

"Ya .... aku percaya marang kadigdayanmu .... nganthi adhi-adhiku para Pandhawa mundhur, ana Patih kok digdayane eram-erami .... Umpama kowe mungsuh aku piye .... ? " kata Prabu Kresna.

"Menawi dipun kersakaken kula boten bakal mundhur ! "

"Ning aku iki ratu .... ora jamake ratu kok mungsuh patih .... Hayo kowe matura bendaramu sing jeneng Prabu Belgeduwel Beh kon tekan kene, kon maju neng palagan tak takere dhadhane .... !! "

"Oh ... sida mati dening Prabu Belgeduwel Beh .... !! " kata patih Bayu Kinara dan langsung pergi menyusul junjungannya Prabu Belgeduwel Beh.

Tak lama kemudian Prabu Belgeduwel Beh datang dan berhadapan dengan Prabu Kresna.

"Ooo .... iki to sing jenenge Prabu Belgeduwel Beh .... ? " kata Prabu Kresna.

"Hayo, amuk sura mrata jaya mrata .... Sapa iki ? Ana ratu kok ireng thungtheng .... ? "

"Loh, kowe durung tepang aku to .... ? Yen ngono kowe durung suwe anggonmu dadi ratu .... Aku Prabu Sri Bathara Kresna .... "

"Eee.... ee'e .... la dialah .... Dik Sri " 

"Dik Sri dengkulmu mlocot kuwi .... ! Prabu Sri Bathara Kresna ! " 

"Ya, ya .... Prabu Sri Bathara Kresna...."

"Hayo, kowe isa ngalahke para Kurawa para Pandhawa .... saiki mungsuhe aku .... !! " tantang Prabu Kresna.

"Wee ..... laa ..... apa rumangsamu kowe iki nalendra sing paling digdaya sak jagad apa piye ....? Hayo njaluk mati nganggo cara kepiye .... ? " kata Prabu Belgeduwel Beh.

"Kowe mungsuh ratu Dwarawati .... Hayo tunggunen neng kene nek ora mati garing kowe mengko .... ! " kata Prabu Kresna dan langsung pergi meninggalkan Prabu Belgeduwel Beh

"Loh, piye to kae .... ? Mungsuh kok ora sportip .... lawong bar nantang kok terus ... -kowe mungsuh ratu Dwarawati hayo tunggunen neng kene nek ora mati garing - .... terus klepat lunga .... Ya, iya .... sapa wae nek dikon nunggu neng kene suwe-suwe ya mati dhewe .... Ya, entuk mungsuh ratu pinter kudu sing ati-ati .... Hayo ora diwenehke Prabu Duryudana sida tak dadekna karang abang negara Ngamarta ....!! "

Prabu Kresna dari jauh memanggil punakawan Nala Gareng dan Bagong

"Gareng, Bagong kowe mrene .... !! " 

"Waduh Reng, kae ndara Kresna nyeluk awake dhewe .... ! "  kata Bagong dan langsung lari melompat sampai jatuh gulung koming ....

"Ndara  Kresna nimbali kula .... ? " tanya Bagong.

"Nggih sinuwun wonten dhawuh .... ? " kata Gareng.

"Kowe entuk gawean .... ! "

"Nggih kersanipun .... ning moh lo nek dikon tuku rokok ...!" kata Bagong.

"La ngapa to Gong gak gelem dikon tuku rokok .... ? " tanya Gareng.

"Anu .... nek ngekon tuku rokok susuke dijaluk terus, susuk sewu wae dijaluk, cethil .... ! " kata Bagong.

"Kowe iki menenga, menenga dhisik, aku arep ngomong karo kowe .... ! " kata Prabu Kresna.

"Nggih terus pripun .... ? " tanya Bagong.

"Kowe rumangsa dadi abdi negara Ngamarta ora .... ? " tanya Prabu Kresna.

"Nggih jelas, wong kula niki pun genah dadi penduduk Ngamarta .... ! " 

   " Yen ngono kowe siap ngamanke negara Ngamarta .... ? "

   " Siap ! Kula siap mati membela tanah air Bumi Pertiwi .... ! " jawab Bagong mantap

   " Bagus ! .... Kae ana ratu seka negara Lohji Tengara jenenge Prabu Belgeduwel Beh sing arep ngrusak negara Ngamarta .... Ratu kae patenana, mati ya apa jare kowe, ora mati ya kowe sing mati ....! Wis ngono wae .... " kata Prabu Kresna langsung pergi

   " Reng, kowe gawa plintheng ora .... ? " tanya Bagong

   " Ora .... digawe apa .... ? " tanya Nala Gareng

   " Digawe mlintheng sirahe ndara Kresna .... Huu pahit .... ngongkon wis ora ngupahi .... Malah ngekon mateni ratu, mati ya apa jare kowe ora mati ya kowe sing mati .... !? "

   " Ya wis Gong, mbok menawa iki dadi sarana lelabuhe awake dhewe marang negara Ngamarta ayo dinyangi wae .... Aku kok penasaran karo jenenge ratu Belgeduwel Beh .... "

   " Ya wis ayo budal, mengko diajar bareng-bareng wae ya Reng .... ! "

Setelah Nala Gareng dan Bagong sampai di perbatasan negara Ngamarta akhirnya bertemu dengan Prabu Belgeduwel Beh dari Lohji Tengara

   " Lo, lo, lo ..... sapa iki .... ? Ana wong kok elek-elek .... ?! " 

   " Tepungna aku satriya seka Madu Kisma jenengku Raden Jangan Nangka .... ! " jawab Nala Gareng

   " Sing mburi kuwi sapa? Wong kok matane sak lepek cangkemme amba.... sapa kowe .... ? " tanya Prabu Wel Geduwel Beh

   " Heemmm ..... ya durung kenal aku, iki Raden Jangan Onthong .... ! "jawab Bagong

   " Lo, Lo, eh laa ..... Iki bangsane wong apa panganan ..... Iki mung wong kere-kere, kowe abdi punakawan Ngamarta .... hayo aja kowe sing maju aku ora butuh wong elek-elek, bendaramu kon maju mrene !! "

   " Wis ngene wae Bel .... Iki anane ming aku karo kowe karo Gareng kakangku, sing mati aku, apa kowe, apa Gareng .... waduh piye Reng kata-katane sing bener ..... ? " kata Bagong malah bingung

   " Huu .... kowe ki Gong yen ngomong seru, ning ora dong ... !? " sahut Gareng

   " Maksudku , sing mati aku apa kowe ngono lo .... ! " 

  " Elloh .... kowe wani nantang Prabu Belgeduwel Beh .... Aku wegah ngladeni wong kere-kere minggira aku arep liwat .... " 

   " Mengko dhisik keno kowe jangkah mlebu tapel wates negara Ngamarta yen isa nglangkahi bathange Nala Gareng .... ! "

   " Wee lah .... iki mergane patimu .... !! "

   " Hayo banggaha tak ayoni ...." - brakk-.....!! Gareng langsung mukul, Bagong masih dihadapan Gareng sehingga yang kepukul mulutnya Bagong

   " Kowe iki aja neng ngarepku minggira .... ! " kata Gareng menarik Bagong kebelakang

   " Wahh wiss .... kekampleng cangkemku, huu kero .... mripate radha mblawur .... !? " 

   " Hayo Belgeduwel ..... mati dening aku kowe .... !! " 

   " Ayo Reng ..... hajar wae Reng .... !! "

Prabu Belgeduwel Beh dihajar bareng-bareng sama Gareng dan Bagong, ditendang, dipukul, diinjak-injak ..... mereka bergumul-gumul ..... Sampai kepala Prabu Belgeduwel Beh ditindih sama Bagong dan Nala Gareng

Noyah nayuh baskara titi mangsa .... Ical wujude Prabu Belgeduwel Beh rubah wujud dados Petruk Kanthongbolong kanthi mundhi pusaka Jamus Kalimasada .....

   " Na rak tenan to .... -plakk- ....!! " kata Gareng sambil mukul Petruk " .... Ngrepotke wong gerang ndadak dadi ratu mbarang .... ! "

   " Ya kang, njaluk ngapura .... " kata Petruk

   " Menus-menus kowe ya .... gleleng dadi ratu ..... ngrepotke adhine ... -plakk- ....!! " kata Bagong juga mukul Petruk

   " Ya Gong sepurane ya ...."

   " Kok isa dadi ratu piye critane Truk ..... ? " tanya Bagong

   " Aku karo ndara Priambodo dititipi pusaka Jamus Kalimasada .... Jare para alim ulama yen isa mundhi kanthi lair batin pusaka Jamus Kalimasada bakal bisa kasembadan apa wae sing dadi gegayuhane ..... Njur nganthi aku bisa dadi ratu neng negara Lohji Tengara, terus aku kepingin ndadani morale para nalendra sing watakke angkara budi candhala tak wiwiti seka negara Ngastina .... Eee kok malah Prabu Duryudana mlayu nang Ngamarta, ketemu ndara Kresna, ketemu kowe .... Huu marahi ora tutug nggonku dadi ratu .....!? "

   " Ning ya kuwi wis apik lo Truk, hebat kowe isa menehi pelajaran karo wong Ngastina .... " kata Bagong

   " Ndara Kresna mau ngendi kang Gareng .... ? " 

   " Arep ngapa kowe .... ? "

   " Arep maringna pusaka Jamus Kalimasada ... "

Prabu Kresna datang ditengah mereka bertiga ....

   " Nyuwun ngapunten nggih sinuwun ...." 

   " Ya Petruk ora dadi apa .... Lelakonmu malah isa kanggo pelajaran isa kanggo tuladha sing becik, senadyan derajatmu punakawan isa buktekna darma baktimu marang kaluhurane budi, melu dhandhani watak angkara murka marang sapa wae ....Aku uga wis kadung janji marang sapa wae ingkeng bisa nemokake pusaka Jamus Kalmasada mengko ana titi wancine bakal tak pek dadi mantu..... Ya kene pusaka Jamus Kalimasada tak ageme tak pasrahne yayi Dharmakusuma supaya kahanan negara Ngamarta isa temah waluya jati .... ! "

   " Oh nggih sumangga ndara kula dherekaken .... "

Para Pandhawa dan Prabu Kresna berkumpul di istana kerajaan Ngamarta, diantara mereka juga hadir Ki Lurah Semar Badranaya dan anak-anaknya. Dengan rasa syukur pusaka Jamus Kalimasada yang merupakan pusaka kerajaan Ngamarta telah ditemukan kembali, diakhir cerita Ki Lurah Semar Badranaya berpesan kepada para Pandhawa

   " Hee...eh, eh, eh .... mbegegeg ugeg ugeg sakdulitha ndara .... Lelampahan sampun paripurna, mugi sedanten episode ringgit menika supados saget dipundhut hikmahipun ..... Ingkang awon dipun bucal tebih .... Ingkang sahe sumangga dipun agem sageta kinarya dados obor kangge lampah gesang selajengipun ..... Purnaning gati sura dira jaya ningrat lebur dening pangastuti.... Mugi bangsa kita rahayu niring sambekala, nir baya nir wikara, saget dados negari ingkang tata tentrem tur raharja .... Sedanten lepat kula nyuwun agunge samudra pangaksami .... Hee .... sugeng makarya , sugeng pinanggih .... Hee .... Suminten ketiban klapa, cekap semanten cerita kula ndara .... "