RIWAYAT KERAJAAN KEDAWUNG
Riwayat Kerajaan Kedawung diperoleh dari naskah Babad Tawangalun. Dalam Babad Tawangalun tersebut diterangkan :
"Tersebutlah negeri Kedawung, kerajaan yang didirikan oleh Tanpa Una Tanpa Uni. Ia memiliki dua orang putra :
1. Mas Tawangalun dan
2. Mas Wila, dan tiga orang puteri :
- Mas Ayu Tunjungsari,
- Mas Ayu Melok dan
- Mas Ayu Gringsing.
Tibalah saat ketika sang raja mangkat, meninggalkan dunia. Mas Tawangalun, si putra sulung, kemudian menggantikannya sebagai raja Kedawung. Sedangkan Mas Wila, adik lelakinya, menjadi patih.
Empat tahun lamanya sang Tawang Alun menjadi raja Kedawung. Saat itulah fitnah dan desas-desus menyebar mengenai pemerintahannya. Karena tak ingin bersilang sengketa sesama saudara, maka tahta kerajaan diserahkannya kepada Wila, adik lelakinya. Sedangkan Mas Ayu Tunjungsari diangkatnya sebagai patih. Tawangalun pun bersiap pergi meninggalkan Kedawung. Bermohon untuk membawa serta empat puluh orang Kedawung, menepi di rimba raya Bayu, membuka pemukiman baru. Ia berharap, sepeninggalnya, negeri Kedawung menjadi negeri yang subur, makmur dan sejahtera."
Di atas merupakan rangkaian pembuka dari Babad Tawangalun. Bagian awal ini menjelaskan adanya negeri Kedawung sebagai kerajaan yang didirikan oleh Tapa Una (Tapa Uno). Kerajaan Kedawung memiliki tempat yang disebut sebagai Kutho Kedhawung.
MENAK GADRU – ADIPATI BABADAN (Kaitannya Dengan Dusun Babatan Desa Sidomekar Kec. Semboro, Kabupaten Jember).
Hal menarik ketika menelusuri jejak-jejak Kerajaan Kedawung – Jember dengan adanya kesesuaian antara isi awal Babad Sembar dengan silsilah R.A. Kartini dan keterangan dari Dr. J. Brandes “Verslag over een Babad Blambangan” yang diterbitkan pada tahun 1894, didukung pengecekan di lapangan, tentang MENAK GADRU – ADIPATI BABADAN. Penulis menduga bahwa Babadan yang disemat sebagai Adipati Babadan pada diri Menak Gadru terkait dengan Dusun Babatan Desa Sidomekar Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.
Terkait dengan asal usul Kerajaan Kedawung yang berkota di Kota Kedawung (Kuto Dhawung – Paleran – Umbulsari – Jember) dengan Beteng di Dusun Beteng dekat Dusun Babatan Desa Sidomekar Semboro Jember.
Pertama, silsilah dari RA Kartini merunut ke atas merupakan keturunan dari Pangeran Kedawung Sinuhun Wawangalun alias Tawangalun yang merupakan buyut dari Menak Gadru Adipati Babadan. Pangeran Kedawung (Sinuhun Wawangalun atau Tawangalun) di atasnya adalah Menak Lumpat yang bergelar Sinuwun Rebutpayung di atasnya Menak Werdati Lumajang Tengan atau Adipati Teposon yang ada di atasnya adalah Menak Gadru atau Adipati Babadan.
Kedua, keterangan Dr. J. Brandes “Verslag over een Babad Blambangan” yang diterbitkan pada tahun 1894 menerangkan senada dari nomor pertama dengan urutan silsilah sampai Pangeran Kedawung sebagai berikut :
1. Brawidjaja
2. Lemboe Nirata, atau Lemboe Nisraja;
3. Menak Simbar, Adipati Poeger
4. Menak Sumende, Adipati Blambangan
5. Menak Gadru, Adipati Babadan
6. Menak Werdati, di Lumajang Tengah, bernama Adipati Tepasana
7. Menak Lumpat di Blambangan dengan nama Soenan Rebut Payung
8. Pangeran Kedawung bernama Sunan Tawangalun
Ketiga, Babad Sembar dalam pendahuluan menceritakan tentang Menak Gadru. Menak Gadru memerintah di Prasada Babadan. Kemudian dalam Babad Sembar diterangkan bahwa Menak Gadru dan anaknya pindah ke barat ke Lamajang.
Keterangan ini menunjukkan bahwa Menak Gadru dari Babadan pindah ke barat di Lamajang. Hal ini menunjukkan bahwa Babadan berada di sebelah timur Lumajang. Adakah yang sudah menjelaskan keberadaan Babadan sebagai tempat Menak Gadru sebagai Adipati Babadan yang berada di timur Lumajang ?
Telusur punya telusur, wilayah timur dari Lumajang yang bernama Babadan, ditemukan nama Dusun Babatan yang menjadi bagian Desa Sidomekar Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. Dusun Babatan di wilayah dekatnya yaitu di Kutho Dhawung desa Paleran Umbulsari diduga sebagai Kotha Kedawung, serta di Dusun Beteng yang berbatasan langsung dengan Dusun Babatan ditemukan Situs Mbah Beteng yang diduga sebagai bagian Kutho Kedawung dari Kerajaan Kedawung.
Penguat dari keberadaan yang dijelaskan di atas berasal dari Babad Besuki dan Bandawasa yang menceritakan tentang Ki Ronggo Kertonegoro membuka hutan Kuripan yang kemudian dinamakan Toengoel Koeripan pada tahun 1830 sampai tahun 1832 Masehi. Ki Ronggo Kertonegoro, mengundurkan diri sebagai Bupati Bondowoso, kemudian “mandita” ke hutan Koeripan yang informasi didapatnya merupakan bekas perkotaan kedatuan / kerajaan yang kuno-kuno itu dahulu.
Ki Ronggo Kertonegoro (yang disebut Ki Sepuh dalam Babad Besuki dan Bandawasa) melihat gambaran dari wilayah Kuripan, di lapangan dari penelusuran penulis tidak jauh berbeda keberadaan dengan wilayah di Sidomekar Semboro serta di Kutho Dawung Paleran Umbulsari, dengan gambaran sebagai berikut:
- Yang sebelah timur laut Gunung Hayyang (Pegunungan Hyang / Iyang), Utara Lurus Gunung Kendheng, barat laut Gunung Lemongan, barat Gunung Semeru, selatan lurus laut, agungnya laut, gunung yang tengah utara gunung Pinggan, tanah pasir puncak rata.
Ki Ronggo Kertonegoro, pada 1844, ditemui oleh FW Junghuhn di wilayah Toengoel Koeripan (yang kemudian menjadi Distrik atau Kawedanan Tanggul). Sehingga memperkuat adanya Kota Kuno dari Kerajaan lama di wilayah Semboro dan Umbulsari.
LOKASI KOETA KEDAWUNG PUSAT KERAJAAN KEDAWUNG
Peta “Oudheidkundige Kaart van Oost Java, tot aan de vorstenlanden” (Peta Arkeologi / Kekunoan di Jawa Timur, wilayah / negara yang berdaulat) 1889 menunjukkan beberapa pusat pemukiman lama yang dikenal dengan konsep “koeta” di wilayah Jember, yaitu: Koetarenon (Lumajang), Koeta Kedawoeng (sekitar Paleran Umbulsari, Semboro dan Bangsalsari), Poegerwetan (di Puger sekarang menjadi desa Pugerwetan), Koeta Blater (sekarang menjadi salah satu dusun di Curahnongko Ambulu), Goenoeeng Pontang (Pontang Ambulu), Koeta Kranjingan (dusun / kelurahan Kranjingan di Sumbersari Jember Kota).
Nama-nama yang disebut sebagai “koeta” merupakan wilayah yang berdaulat dahulunya sebagai bagian dari Majapahit Timur yang lebih khusus dengan keberadaan Kerajaan Kedawung sebgai pendahulu dari Blambangan yang selanjutnya dikenal sebagai Landschap Poeger (Boemi Poeger). Ini menunjukkan keberadaan dari pusat dari Kerajaan Kedawung yang disebut Koeta Kedhawung.
Berdasarkan sebaaran temuan peninggalan yang mengindikasikan adanya Koeta Kedawung dan beserta betengnya, wilayah Koeta Kedawung kini meliputi kecamatan Umbulsari (yang terpusat di Paleran dengan adanya Kuto Dhawung beserta sisa peninggalan di dalamnya), Semboro (adanya Beteng di Sidomekar serta Babatan yang diduga asal dari Menak Gadru Adipati Babatan yang tercantum dalam Babad Sembar), juga Bangsalsari (dekat pasar Bangsalsari terdapat peninggalan kuno).
Imajier Nuswantoro