Prabu Tawangalun I / Tawangalun Nyakra (Mbah Alun) alias Pangeran Singosari / Menak Seruyu / Rshi Tawangalun (Bhre Wirabhumi II) Aji Rajanatha putera Prabu Hayam Wuruk
Pangeran Singosari atau Menak Seruyu bergelar Prabu Tawang Alun I.
Prabu Tawangalun I/Tawangalun Nyakra (Mbah Alun) alias Menak Seruyu, raja Blambangan di Kutha Kedhawung (Umbulsari Jember)
Menak Seruyu / Tawang Alun I
Menak Seruyu / Tawang Alun I, (tahun 1633 M – tahun 1639 M) Bergelar Pangeran Singosari, memerintah daerah Lumajang, Kedawung dan Blambangan Banyuwangi Jawa Timur.
Pada masa ini tahun 1633 Kerajaan Blambangan diserang oleh Sultan Agung tetapi gagal, dan memang setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke 15 Kerajaan Blambangan menjadi rebutan kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram untuk expansi/memperluas atau mengislamkan Jawa bagian timur, tetapi selalu gagal.
Menak Lumpat raja Blambangan ke-9 (1600-1636) gugur saat Blambangan ditaklukkan Mataram tahun 1636.
Dia memiliki beberapa putera diantaranya adalah Menak Seruyu alias Tawangalun I yang menggantikannya di tahta Blambangan (1639-1645).
Menak Seruyu/Tawangalun I Madeg Pandito tahun 1645 untuk digantikan puteranya Mas Kembar (Tawangalun II),
Setelah Madeg Pandito Menak Seruyu/Tawangalun I didampingi putranya Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran / Sunan Boto Putih, pindah menjadi penyebar Islam di Lamongan. Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran / Sunan Boto Putih yang mempunyai saran agar ayahdanya bertempat tinggal di Lamongan tepatnya desa Balun (sebagai desa Pancasila).
Tahta Menak / Gusti / Susuhunan / Prabu Blambangan / Kedaton Timur :
1. 1478-1489 : Mas Sembar
2. 1489-1501 : Bima Koncar
3. 1501-1531 : Menak Pentor
4. 1531-1546 : Menak Pangseng
5. 1546-1601 : Menak Pati
6. 1601-1633 : Menak Lumpat
7. 1633-1647 : Menak Seruyu / Tawang Alun I
8. (2 kali berkuasa) : Tawang Alun II
Prabu Tawangalun II atau Kangjeng Susuhunan Prabu Agung Tawangalun II lahir di Balambangan dengan nama Mas Raka Sanepa atau Raden Mas Kembar.
Prabu Tawangalun II adalah raja terbesar di Kerajaan Blambangan yang pernah dua kali berkuasa yakni antara tahun 1649-1652 dan antara tahun 1655-1691.
Nama beliau nunggak semi dengan nama sang ayah, Menak Seruyu, yang juga disebut sebagai Prabu Tawangalun Nyakra atau Tawangalun I, yang berkuasa di Kuthadawung (Kedawung, di Paleran Umbulsari, Jember) sebagai raja Balambangan ke-7 yang berkuasa antara tahun 1633-1647.
Menak Seruyu / Tawang Alun I, (Th.1633 M – Th.1639 M) Bergelar Pangeran Singosari , memerintah daerah Lumajang, Kedawung dan Blambangan Banyuwangi Jawa Timur, Pada masa ini tahun 1633 Kerajaan Blambangan diserang oleh Sultan Agung tetapi gagal, dan memang setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke 15 Kerajaan Blambangan menjadi rebutan kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram untuk expansi atau mengislamkan Jawa bagian timur, tetapi selalu gagal.
Cerita desa Balun Lamongan (Sejarah Nama Balun sebagai Desa Pancasila di Lamongan)
Desa Balun adalah salah satu desa di Lamongan yang syarat dengan nilai sejarah. Di Desa Pancasila ini, ada makam Sunan Tawang Alun I atau Mbah Sin Arih yang konon adalah Raja Blambangan. Nama Sunan Tawang Alun I atau Mbah Alun ini lah yang lambat laun menjadi nama Balun.
Kata desa Balun berasal dari nama Mbah Alun, seorang tokoh yang mengabdi dan berperan besar terhadap terbentuknya Desa Balun sejak tahun 1.600-an.
Sebutan Mbah Alun, berasal dari Sunan Tawang Alun yang konon adalah Raja Blambangan bernama Bedande Sakte Bhreau Arih.
Mbah Alun atau Mbah Sin Arih ini belajar mengaji di bawah asuhan Sunan Giri IV (Sunan Prapen). Selesai mengaji dia kembali ke tempat asalnya untuk menyiarkan agama Islam sebelum diangkat menjadi Raja Blambangan.
Selama pemerintahan di Blambangan, Mbah Alun mendapatkan serangan dari Mataram dan Belanda. Serangan ini membuat Kedaton Blambangan hancur hingga Sunan Tawang Alun melarikan diri ke arah barat menuju Brondong, Lamongan untuk mencari perlindungan ke anaknya, Ki Lanang Dhangiran.
Mbah Sin Arih kemudian diberi tempat di desa kuno bernama Candipari yang kini menjadi Desa Balun.
Di sinilah Mbah Alun mulai mengajar mengaji dan menyiarkan ajaran Islam sampai wafat tahun 1654 berusia 80 tahun sebagai seorang waliyullah.
Mbah Alun sebagai ulama hasil gemblengan Giri Kedaton, Mbah Alun dikenal menguasai ilmu Laduni, Fiqh, Tafsir, Syariat dan Tasawuf. Sehingga, Mbah Alun dikenal sebagai sosok yang tegas, ksatria, cerdas, alim, arif, persuasif dan yang terkenal adalah sifat toleransinya terhadap orang lain.
Tempat makam pesarehan Mbah Alun terdapat di desa Balun Lamongan
Desa tempat di mana makam Mbah Alun ini kemudian disebut desa Mbah Alun menjadi Balun. Hingga saat ini, makam Mbah Alun kerap diziarahi masyarakat, terutama pada Jumat Kliwon akan banyak ditemui rombongan peziarah di sini.
Sementara saat ini, Desa Balun di Lamongan dijuluki sebagai Desa Pancasila karena keragaman agama yang dianut oleh warganya. Di Desa Balun, Kecamatan Turi ini ada tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Meskipun begitu, para warganya bisa hidup berdampingan. Desa Balun selalu menjadi contoh bagaimana kebhinekaan bisa terawat hingga sekarang.
Desa Balun terletak tidak jauh dari Jalur poros nasional Lamongan. Di desa ini 3 rumah ibadah, yaitu masjid, gereja dan pura. Tiga tempat ibadah ini berdampingan dan hanya dipisahkan oleh jalan kecil dan lapangan desa.
Imajiner Nuswantoro