FILOSOFI GELANG TRI DATU
Gelang satu ini bukanlah gelang biasa, melainkan gelang dengan makna dalam yang dipercaya mampu melindungi penggunanya.
Tri Datu atau Tridatu, Tridhatu adalah susunan benang dengan nilai filosofis yang dalam dan diyakini oleh umat Hindu memiliki kekuatan. Tri berarti tiga dan Datu berarti elemen atau warna.
Benang Tri Datu adalah benang yang terdiri dari tiga macam warna yaitu: merah, putih, dan hitam. Merupakan simbol manifestasi Hyang Widhi yang dibuat oleh pemangku di pura pada hari baik dan memiliki makna meningkatkan aura tersendiri.
Tiga warna benang Tri Datu juga sebagai lambang Kesucian Tuhan dalam manifestasinya sebagai Tri Murti:
1. Dewa Brahma (pencipta), warnanya Merah,
2. Dewa Wisnu (pemelihara), warnanya hitam, dan.
3. Dewa Iswara/Siwa (pelebur), warnanya putih.
Disamping itu, benang Tri Datu sebagai lambang Tri Kona, yaitu :
1. Lahir.
2. Hidup.
3. Mati.
Dengan memakai benang Tri Datu manusia semakin terikat akan tiga perjalanan kelahiran di dunia. Setlah lahir dan sekarang hidup, dan selanjutnya kematian. Pemakaian atau pengguna benang Tri Datu diharapkan kita selalu ingat dengan kebesaran Tuhan sebagai maha pencipta, pemelihara dan pelebur.
GELANG TRI DATU DARI PURA
Gelang satu ini banyak ditemukan di Bali, tetapi tidak menutup kemungkinan warga luar Bali juga mengenakannya.
Gelang tridatu diperoleh saat melakukan persembahyangan di sebuah pura. Meskipun begitu tidak semua pura memberikan gelang tridatu pada umat yang bersembahyang.
Tridatu berasal dari kata tri yang berarti tiga dan datu yang berarti elemen atau warna. Bila digabungkan, tridatu berarti tiga elemen yang berasal dari tiga buah untai benang dengan tiga warna yang berbeda, yaitu warna merah, putih, dan hitam.
Benang yang digunakan untuk tridatu ini bukanlah benang biasa. Sebelum diberikan kepada umat, benang perlu melalui proses ritual terlebih dahulu sehingga menghasilkan makna dan nilai filosofis yang dalam. Orang Hindu meyakini gelang tridatu memiliki kekuatan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Kemudian, tiga elemen atau warna yang disatukan menjadi gelang tridatu itu melambangkan kesucian Tuhan dalam manifestasinya sebagai dewa Tri Murti. Warna merah melambangkan kekuatan Dewa Brahma, warna putih melambangkan Dewa Siwa, dan warna hitam melambangkan kekuatan Dewa Wisnu.
Tidak berhenti sampai situ, gelang atau benang Tridatu juga melambangkan Tri Kona yang berarti bekal hidup setiap manusia, seperti Utpeti (lahir), Stiti (hidup), dan Pralina (mati). Ketika seseorang memakai gelang tridatu, orang tersebut diharapkan selalu mengingat pencipta, pemelihara, dan pelebur yang Maha Kuasa.
SEJARAH DAN MAKNA GELANG TRI DATU (1)
Bali memang memiliki banyak menawarkan tempat-tempat indah dan cantik namun demikian daya tarik Bali tidak hanya karena keindahannya objek wisata saja tetapi juga berbagai kebiasaan, budaya dan tradisi yang dimilikinya, menjadi cerita dan pengalaman unik selama liburan di Bali.
Seperti kebiasaan orang Bali yang memakai gelang tridatu cukup unik untuk diketahui, bagaimana cerita sejarah bahkan makna dan arti dari gelang tridatu tersebut, sehingga saat ini seolah menjadi trends tersendiri dan populer di kalangan masyarakat Bali.Gelang Tridatu atau tri datu memang sekarang ini saat ini banyak dipakai orang Bali, terutama mereka yang beragama Hindu sehingga seolah menjadi salah satu identitas atau ciri khas bagi orang Bali.
Jika anda menemukan orang memakai gelang tridatu, maka bisa ditebak bahwa kemungkinan mereka adalah orang Bali, walaupun tidak sepenuhnya demikian, karena tidak ada larangan bagi non Hindu untuk memakai benang tridatu tersebut.
Ada cerita sejarah unik dan menarik mengenai latar belakang pemakaian gelang tridatu bagi orang Bali dan sejak kapan sebenarnya benang tridatu tersebut digunakan oleh orang Bali.
Sejarah benang tridatu tersebut berawal sekitar abad 14 dan 15, pada zaman dimana Bali pada saat tersebut sudah berada di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit, dan yang memerintah saat itu adalah Dalem Waturenggong yang mana pusat kerajaan berada di kerajaan Gelgel Klungkung.Dan Dalem Waturenggong pada saat tersebut raja Gelgel melakukan penyerangan ke Nusa Penida dengan mengirim ki Patih Jelantik sebagai pemimpin pasukan.
Seperti yang dikutip dalam babad Bali, yang berkuasa di Nusa Penida kala itu adalah Ki Dalem Bungkut atau Dalem Nusa, akhirnya ki Patih Jelantik berhasil menaklukkan Dalem Nusa, dengan kekalahan Ki Dalem Bungkut maka terjadilah kesepakatan antara Dalem Nusa dengan Raja Gelgel.
Kesepakatan tersebut dengan menyerahkan segala wilayah kekuasaan Dalem Nusa, disepakati juga semua ancangan dan juga rencang Ratu Gede Mecaling untuk melindungi umat Hindu atau masyarakat Bali yang taat dan bhakti kepada leluhur, dan akan dihukum oleh rencang Ratu Gede Mecaling jika ada masyarakat yang tidak bhakti atau lalai dengan leluhur.
Untuk itulah dipakai gelang tridatu untuk menandai warga yang taat dan bhakti kepada leluhur, sehingga tidak akan dihukum oleh rencang atau ancangan Ratu Gede Mecaling, dan mulai saat itulah gelang tridatu bagi orang Bali mulai digunakan.
Dan gelang tersebutpun bisa diartikan atau dimaknai sebagai anugerah dan menjauhkan dari marabahaya, tempat atau pura yang mempopulerkan pemakaian gelang atau benang tridatu adalah pura Dalem Ped di pulau Nusa Penida. Dan akhirnya sampai saat ini diikuti oleh pura-pura lainnya yang ada di Bali.
SEJARAH (2)
Dimulai pada abad 14-15 Masehi, ketika Dalem Watu Renggong menjadi raja di Bali, saat menaklukkan dalem Bungkut (Nusa) oleh Patih Jelantik, telah terjadi kesepakatan antara Dalem Bungkut/Nusa dengan Dalem Watu Renggong, kesepakatan itu bahwa kekuasaan Nusa diserahkan kepada Dalem Watu Renggon (Bali) begitu pula rencang dan ancangan Beliau (Ratu Gede Macaling) dengan satu perjanjian akan selalu melindungi umat Hindu / masyarakat Bali yang bakti dan taat kepada Tuhan dan leluhur.
Sedangkan mereka yang lalai akan dihukum oleh para rencang Ratu Rede Macaling, Bila Beliau akan melakukan tugasnya maka Kulkul Pajenanengan yang kini disimpan dan disungsung di puri agung klungkung akan berbunyi sebagai pertanda akan ada malapetaka atau wabah, Benang Tri Datu digunakan sebagai simbol untuk membedakan masyarakat yang taat/bakti dengan masyarakat yang lalai/tidak taat.
SEJARAH GELANG TRI DATU BAGI HINDU BALI
Makna dan kekuatan dari Gelang Tridatu tidak terbentuk begitu saja. Ada sejarah yang mendasari terwujudnya gelang tridatu di kalangan warga Bali. Berikut ini sejarah gelang tridatu bagi orang Bali.
Muncul pada abad 14 dan 15, yaitu ketika Bali berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan diperintah oleh Dalem Waturenggong.
Raja Gelgel melakukan penyerangan dengan mengirim Ki Patih Jelantik ke Nusa Penida yang dipimpin oleh Ki Dalem Bungkut sehingga Ki Dalem Bungkut kalah dan melakukan kesepakatan dengan Raja Gelgel.
Dari keributan tersebut, Ratu Gede Mecaling memutuskan untuk melindungi umat Hindu yang taat dan bakti pada leluhur, sedangkan mereka yang terbukti lalai dengan leluhur dan tidak bhakti akan dikenai hukum oleh Ratu Gede Mecaling.
Gelang tridatu kemudian dibuat untuk menandai warga yang taat dan bakti pada leluhur sehingga tidak akan dikenakan hukuman oleh rencang atau Ratu Gede Mecaling.
Gelang tridatu akhirnya diartikan sebagai anugerah dan menjauhkan diri dari marabahaya.
MAKNA GELANG TRI DATU
Seperti sekilas sejarah akan gelang tridatu tersebut, hingga kini yang banyak dipakai oleh orang Bali, maka diketahui gelang tridatu tersebut diperoleh saat melakukan persembahyangan pada sebuah pura, walaupun tidak semua pura di Bali yang memberikan gelang tridatu pada umat yang bersembahyang di pura tersebut.
Bahkan dalam perkembangannya, ada juga memberikan gelang Sanga Datu dengan 9 elemen atau warna berbeda, bahkan ada yang dua warna berbeda, tergantung dari pura-pura bersangkutan dan semuanya memiliki makna dan arti tersendiri bagi orang Bali.
Kembali lagi dengan gelang tridatu bagi orang Bali, Tridatu atau tri datu berasal dari kata tri yang berarti 3 dan datu artinya elemen atau warna, dalam hal ini tri datu berarti 3 (tiga) elemen yang berasal dari 3 buah untai benang yang terdiri dari 3 warna berbeda yakni warna merah, putih dan hitam.
Susunan benang sebelum diberikan kepada umat melalui proses ritual terlebih dahulu, jadi bukan benang sembarangan, tetapi memiliki makna dan nilai filosofis yang dalam dan diyakini oleh orang Hindu Bali memiliki kekuatan sebuah anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Tiga Elemen atau warna yang diwujudkan dalam bentuk gelang tridatu tersebut, adalah simbol atau lambang kesucian Tuhan dalam manifestasinya sebagai dewa Tri Murti, yakni warna merah adalah simbol dari kekuatan Dewa Brahma, warna putih sebagai simbol dari kekuatan Dewa Siwa dan warna hitam adalah simbol kekuatan Dewa Wisnu.
Disamping itu gelang atau benang tridatu tersebut memiliki makna dan lambang dari Tri Kona yang merupakan bekal hidup setiap manusia yakni Utpeti (lahir), stiti (hidup) dan Pralina (mati), dengan memakai gelang atau benang Tridatu, diharapkan manusia selalu ingat akan Kemahakuasaan Tuhan yang sebagai maha pencipta, pemelihara dan pelebur.
PENGGUNAAN
Seiring berjalannya waktu dan perubahan dari zaman ke zaman maka hingga saat ini gelang benang Tri Datu digunakan sebagai identitas dari umat Hindu khususnya di Bali. Penggunaan gelang benang Tri Datu tersebut merupakan suatu simbol, bahwa umat Hindu selalu dilindungi oleh kekuatan Hyang Widhi.
Secara umum, Gelang Tridatu lebih banyak dipakai oleh warga Bali, terutama mereka yang beragama Hindu sehingga menjadi salah satu identitas atau ciri khas warga Bali. Menurut student-activity.binus.ac.id, jika Anda menemukan seseorang memakai Gelang Tridatu, besar kemungkinan bahwa orang tersebut merupakan warga Bali.
Namun, pada dasarnya tidak ada larangan bagi non Hindu atau warga di luar Bali untuk memakai gelang tersebut.
ATURAN MEMAKAI GELANG TRI DATU
Meski Gelang Tridatu dapat dipakai oleh siapapun tanpa larangan, ada aturan tersendiri untuk pemakaiannya. Penggunaan Gelang Tridatu hanya boleh dilakukan di pergelangan tangan kanan. Gelang Tridatu tidak dapat dikenakan di tangan kiri seperti aksesoris pada umumnya.
Gelang Tridatu sendiri memiliki pengertian yang dalam. Mengutip Gede Merthawan dalam jurnal Pemahaman Penggunaan Benang Tri Datu pada Remaja Hindu di Kota Palu, ada tiga pemahaman remaja mengenai Gelang Tridatu yang membuat cara pemakaiannya pun menjadi penting, yaitu :
1. Tri Datu sebagai Identitas Orang Bali.
Gelang Tridatu pada dasarnya telah menjadi identitas bagi kehidupan masyarakat Bali, menjadikan pembeda antara kelompok dan identitas tertentu meski berada di wilayah yang sama. Sebagai contoh, masyarakat suku Bugis dan Bali akan memiliki ciri khas yang membedakan identitas satu sama lain, seperti penggunaan Gelang Tridatu.
2. Sebagai Perlindungan dari Tuhan.
Penggunaan Gelang Tridatu dianggap dapat melindungi seseorang dari hal-hal negatif seperti ilmu hitam dan berpengaruh besar terhadap kepercayaan diri individu sehingga menimbulkan rasa nyaman dan tenang bagi pemakainya.
3. Tri Datu Merupakan Benang Tiga Warna.
Gelang Tridatu meliputi tiga warna (merah, putih, dan hitam) yang melambangkan tiga kekuatan Tuhan sebagai Tri Murti.
Itulah informasi seputar Gelang Tridatu bagi orang Bali. Gelang Tridatu telah ada sejak abad 14 dan 15, yaitu ketika perpecahan antara pemimpin wilayah terjadi dan menyebabkan satu pihak membuat suatu perlindungan bagi mereka yang berbakti. Gelang ini hanya dapat dikenakan di pergelangan tangan kanan dan tidak bisa digunakan di kiri.
Dipercaya bahwa Gelang Tridatu memberikan perlindungan dari tiga kekuatan Tuhan atau Tri Murti.
FILOSOFI BENANG TRI DATU SEBAGAI NILAI-NILAI KETUHANAN
Benang sering dipakai dalam upakara dan upacara agama hindu memiliki banyak makna sesuai dengan dudonan acara yang dilaksanakan, mulai dari upakara buta, manusia, resi, pitra dan dewa yadnya.
Dalam upacara Butha Yajna, benang Tri Datu dipakai pamogpog (pelengkap) atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan. Untuk pelaksanaan upacara Rsi Yajna juga memakai benang Tri Datu yang digunakan sebagai slempang pada tubuh yang di diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya.
Sedangkan pada upacara Manusa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai lambang panugrahan. Memakai benang pawitra berwarna Tri Datu bermakna pengikatan diri terhadap norma-norma agama.
Dalam upacara Dewa Yajna benang Tri Datu difungsikan sebagai sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Selain itu, benang Tri Datu digunakan sebagai alat atau media penghubung antara pemuja dan yang dipuja.
Sehingga secara umum dalam upacara agama hindu di Bali banyak memakai sarana benang, benang sebagai simbul beneng yang artinya lurus dan benar, sehingga benang oleh tukang dipakai sebagai sepat (sarana untuk menunjukan lurus/tegak atau pas) seperti sepat gantung, sepat siku, sepat lurus. Beberapa upacara yang menggunakan sarana benang antara lain :
1. Benang Putih. yang biasanya digunakan saat otonan dan diikatkan pada pergelangan tangan sebagai simbol agar hati kita selalu di jalan yang lurus/benar dalam kehidupan ini. Sedangkan penggunaan benang Putih pada saat mabeakala saat upacara pawiwahan, benang papegat yang berwarna putih sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya menuju Grehasta Asrama (berkeluarga).
2. Benang Selem, yang berwarna hitam dalam upacara pagedong-gedongan pinaka penuntun hidup.
3. Benang Tukelan,ada pada daksina lambang naga dalam proses pemutaran mandara giri untuk mencari tirta amertha sebagai alat/media penghubung antara pemuja dan yang dipuja. Sedangkan pada upacara Pitra Yajna benang tukelan difungsikan sebagai panuntun atma yang telah meninggal, agar mendapatkan tempat yang layak disisi brahman .
4. Benang, pis bolong, nasi aon(nasi dicampur abu gosok) dan porosan dalam banten penyeneng berfungsi sebagai alat untuk nuntun.
5. Benang Tatebus,filosofi penggunaan benang tetebus dalam upakara yadnya adalah jika kita mengerjakan sesuatu hendaknyalah dilakukan sampai tuntas, bagaikan memilin benang tetebus yang bercerai-berai dan kita diwajibkan untuk mempersatukan dan menjadikan benang tersebut menjadi satu-kesatuan.
Benang tetebus ini digunakan sebagai simbol dari beberapa upacara yadnya dan tetandingan banten seperti disebutkan :
1 Pada tetandingan banten pengladagan dedari dalam upacara pagedong gedongan menggunakan tetebus putih kuning.
2. Banten sesayut patemon mangge ring pawiwahan, sane istri (perempuan) menggunakan tatebus barak sedangkan sane lanang (laki-laki) menggunakan tatebus putih, tetapi untuk Tatebasan bayakala pakala-kalanan menggunakan benang tatebus putih.
3. Sesayut purna asihnya ngangge tatebus item dan kuning.
4. Tatebus untuk tatebasan / sesayut dharmaning angekeb sari manut ring warnaning tumpeng.
5. Sesayut sugih rendah rikala negteg Pulu menggunakan tatebus putih.
6. Ring pengekeban, sesayut dreaman angopti sari menggunakan tatebus item dan kuning.
TRI DATU SEBAGAI SIMBOL
Benang Tri Datu, sebagai simbol ikatan akan tiga perjalanan hidup di dunia ini yang disebut Tri Kona (Lahir, Hidup & Mati). Benang Tri Datu juga sebagai lambang Kesucian Tuhan dalam manifestasinya sebagai Brahma (pencipta), Wisnu(pemelihara), dan Dewa Siwa (pelebur).
Bagi umat Hindu, benang Tri Datu atau yang sering disebut Sri Datu, berasal dari dua kata yakni kata tri yang berarti tiga, dan datu yang berarti kekuatan, jadi Tri Datu berarti tiga kekuatan. Tiga kekuatan yang di maksud adalah kekuatan dari tiga Dewa utama dalam agama Hindu, yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa.
Dalam konsep Hindu Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) memiliki tiga manfestasi, dewa Brahma sebagai pencipta dilambangkan dengan aksara suci Ang, Dewa wisnu sebagai pemelihara dilambangkan aksara suci Ung dan Desa Siwa sebagai pelebur dilambangkan dalam aksara suci Mang
Ketiga aksara ini yaitu Ang, Ung, Mang bila disatukan akan menjadi aksara AUM yang bila diucapkan menjadi OM. Aksara pranawa OM merupakan aksara suci umat Hindu serta memiliki nilai magis yang luar biasa sebagai simbol dari Ida Sanghyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
Pada hakikatnya, benang Tri Datu merupakan salah satu aktualisasi diri dalam memuja Tri Murti. Dalam ajaran agama Hindu Tri Murti adalah tiga kekuatan Sang Hyang Widhi Wasa dalam menciptakan, memelihara, dan mengembalikan pada asalnya alam beserta isinya.Salah satu sastra yang membahas tentang penggunaan benang Tri Datu dalam ritual keagamaan Hindu adalah Lontar Agastya Parwa. Dimana dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, benang Tri Datu untuk manusia digunakan sebagai sarana perlindungan dari kekuatan negatif, sehingga manusia bisa terhindar dari hal-hal negatif dan bisa berfikir lebih bijaksana.
Penggunaan benang Tri Datu, hampir pada semua kegiatan keagamaan dalam Panca Maha Yajna pelaksanaannya memakai benang Tri Datu, namun pada awalanya benang tri datu yang digunakan sebagai gelang, sebagai suatu anugrah atau pinget/tanda bagi pemedek, pertama kali dibagikan bagi pemedek yang tangkil ke Pura Dalem Peed di Nusa Penida sebagai paica/anugrah berupa gelang benang Tri datu, lalu seiring dengan perkembangan, akhirnya hampir seluruh Pura di Bali saat ini menganugrahkan benang Tri datu kepada para pemendek yang datang.Jalinan benang Tri Datu pun tidak boleh sembarangan. Jalinan benang Tri Datu ini bisa dikatakan benar bila ukuran benangnya sama dan dijalin saling ikat bukan terlepas begitu saja.
Jadi konsep Ketuhanan begitu melekat pada benang Tri Datu, sebagai pertanda orang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha esa, pasrah dan tulus, ikhlas menyerahkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan ILLAHI.