BEDAH SEJARAH TENTANG WALISONGO (VERSI TURKI)
(Utsmani dan Ibnu Bathuthah)
DAN VERSI BANTAHANNYA
Bisa dikatakan tak akan ada Islam di Indonesia tanpa peran khilafah. Orang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa disebarkan oleh Walisongo.
Dalam kitab Kanzul Hum yang ditulis oleh Ibnu Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.
Keterangan perintah dari Sultan Muhammad 1 dari Turki Usmani, diperkuat oleh adanya surat perintah Sultan Muhammad 1 kepada beberapa ulama walisongo, yang sampai saat ini surat tersebut masih tersimpan baik di musium Istambul Turki
Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 6 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang.
Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina .
Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus berasal dari kata al Quds (Jerusalem).
Dari para wali itulah kemudian Islam menyebar ke mana-mana hingga seperti yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, sungguh aneh kalau ada dari umat Islam sekarang yang menolak khilafah. Itu sama artinya ia menolak sejarahnya sendiri, padahal nenek moyangnya mengenal Islam tak lain dari para ulama yang diutus oleh para khalifah.
Islam masuk ke Indonesia pada abad 7M (abad 1H), jauh sebelum penjajah datang. Islam terus berkembang dan mempengaruhi situasi politik ketika itu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam seperti di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai di Kalimantan.
Adapun kesultanan di Jawa antara lain: kesultanan Demak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima. Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik dalam kesultanan-kesultanan tersebut .
Periode Dakwah Walisongo
Kita sudah mengetahui bahwa mereka adalah Maulana Malik Ibrahim ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan Syekh Subakir dari Persia. Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu di Pasai. Adalah Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudra Pasai antara tahun 1349-1406 M yang mengantar Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Tanah Jawa .
Pada periode berikutnya, antara tahun 1421-1436 M datang tiga da’i ulama ke Jawa menggantikan da’i yang wafat. Mereka adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dari Samarkand (yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah dari Palestina cucu Raja Siliwangi Pajajaran (Sunan Gunung Jati) .
Mulai tahun 1463M makin banyak da’i ulama keturunan Jawa yang menggantikan da’i yang wafat atau pindah tugas. Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga) putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); dan Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi Raja Majapahit .
Banyaknya gelar Raden yang berasal dari kata Rahadian yang berarti Tuanku di kalangan para wali, menunjukkan bahwa dakwah Islam sudah terbina dengan subur di kalangan elit penguasa Kerajaan Majapahit. Sehingga terbentuknya sebuah kesultanan tinggal tunggu waktu .
Hubungan tersebut juga nampak antara Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah. Bernard Lewis menyebutkan bahwa pada tahun 1563M, penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istambul untuk meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di kawasan tersebut telah bersedia masuk agama Islam jika kekhalifahan Utsmaniyah mau menolong mereka .
Saat itu kekhalifahan Utsmaniyah sedang disibukkan dengan berbagai masalah yang mendesak, yaitu pengepungan Malta dan Szigetvar di Hungaria, dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Setelah tertunda selama dua bulan, mereka akhirnya membentuk sebuah armada yang terdiri dari 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya yang mengangkut persenjataan dan persediaan untuk membantu masyarakat Aceh yang terkepung .
Namun, sebagian besar kapal tersebut tidak pernah tiba di Aceh. Banyak dari kapal-kapal tersebut dialihkan untuk tugas yang lebih mendesak yaitu memulihkan dan memperluas kekuasaan Utsmaniyah di Yaman. Ada satu atau dua kapal yang tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut selain membawa pembuat senjata, penembak, dan teknisi juga membawa senjata dan peralatan perang lainnya, yang langsung digunakan oleh penguasa setempat untuk mengusir Portugis. Peristiwa ini dapat diketahui dalam berbagai arsip dokumen negara Turki .
Hubungan ini nampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan diantaranya Abdul Qadir dari Kesultanan Banten misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Mekkah saat itu. Demikian pula Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif Mekah tahun 1051 H (1641 M ) dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. Pada tahun 1638 M, sultan Abdul Kadir Banten berhasil mengirim utusan membawa misi menghadap syarif Zaid di Mekah .
Hasil misi ke Mekah ini sangat sukses, sehingga dapat dikatakan kesultanan Banten sejak awal memang meganggap dirinya sebagai kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar sultan dari Syarif mekah .
Hubungan erat ini nampak juga dalam bantuan militer yang diberikan oleh Khilafah Islamiyah. Dalam Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri disebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima bantuan militer berupa senjata disertai instruktur yang mengajari cara pemakaiannya dari Khilafah Turki Utsmani (1300-1922)
Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh
Tahun 1652 kesultanan Aceh mengirim utusan ke Khilafah Turki Utsmani untuk meminta bantuan meriam. Khilafah Turki Utsmani mengirim 500 orang pasukan orang Turki beserta sejumlah besar alat tembak (meriam) dan amunisi. Tahun 1567, Sultan Salim II mengirim sebuah armada ke Sumatera, meski armada itu lalu dialihkan ke Yaman. Bahkan Snouck Hourgroye menyatakan, “Di Kota Makkah inilah terletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar8 ke seluruh penduduk Muslimin di Indonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, Konsul Turki di Batavia membagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki
Di Istambul juga dicetak tafsir AL-QUR'AN berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkili yang pada halaman depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam”. Sultan Turki juga memberikan beasiswa kepada empat orang anak keturunan Arab di Batavia untuk bersekolah di Turki.
Pada masa itu, yang disebut-sebut Sultan Turki tidak lain adalah Khalifah, pemimpin Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Selain itu, Snouck Hurgrounye sebagaimana dikutip oleh Deliar Noer mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia, terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok yang jauh di penjuru tanah air, melihat stambol (Istambul, kedudukan Khalifah Usmaniyah) masih senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang mukmin yang kekuasaannya mungkin agaknya untuk sementara berkurang oleh adanya kekuasaan orang-orang kafir, tetapi masih dan tetap [dipandang] sebagai raja dari segala raja di dunia. Mereka juga berpikir bahwa “sultan-sultan yang belum beragama mesti tunduk dan memberikan penghormatannya kepada khalifah.” Demikianlah, dapat dikatakan bahwa Islam berkembang di Indonesia dengan adanya hubungan dengan Khilafah Turki Utsmani
Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah, baik saat Khilafah Abbasiyah Mesir dan Khilafah Utsmaniyah telah nampak jelas pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh di Kesultanan Samudra-Pasai Darussalam oleh Utusan Syarif Mekkah, dan pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram oleh Syarif Mekkah
Dengan mengacu pada format sistem kehilafahan saat itu, Syarif Mekkah adalah Gubernur (wali) pada masa Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk kawasan Hijaz. Jadi, wali yang berkedudukan di Mekkah bukan semata penganugerahan gelar melainkan pengukuhannya sebagai sultan. Sebab, sultan artinya penguasa. Karenanya, penganugerahan gelar sultan oleh wali lebih merupakan pengukuhan sebagai penguasa Islam. Sementara itu, kelihatan Aceh memiliki hubungan langsung dengan pusat khilafah Utsmaniyah di Turki.
Kesimpulan :
Jumlah dai yang diutus ini tidak hanya sembilan (Songo). Bahkan ada 6 angkatan yang dikirimkan, masing-masing jumlanya sekitar sembilan orang. (Versi lain mengatakan 7 bahkan 10 angkatan karena dilanjutkan oleh anak / keturunannya)
Para Wali ini datang dimulai dari Maulana Malik Ibrahim, asli Turki. Beliau ini ahli politik & irigasi, wafat di Gresik.
1. Maulana Malik Ibrahim ini menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara.
2. Seangkatan dengan beliau ada 2 wali dari Palestina yg berdakwah di Banten; salah satunya Maulana Hasanudin, beliau kakek Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Juga Sultan Aliyudin, beliau dari Palestina dan tinggal di Banten. Jadi masyarakat Banten punya hubungan darah & ideologi dg Palestina.
4. Juga Syaikh Ja’far Shadiq & Syarif Hidayatullah; dikenal disini sebagai Sunan Kudus & Sunan Gunung Jati; mereka berdua dari Palestina.
5. Maka jangan heran, Sunan Kudus mendirikan Kota dengan nama Kudus, mengambil nama Al-Quds (Jerusalem) & Masjid al-Aqsha di dalamnya.
(Sumber Muhammad Jazir, seorang budayawan & sejarawan Jawa , Pak Muhammad Jazir ini juga penasehat Sultan Hamengkubuwono X).
Adapun menurut Berita yang tertulis di dalam kitab Kanzul ‘Hum karya Ibnul Bathuthah, yang kemudiah dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al Maghribi.
Sultan Muhammad I itu membentuk tim beranggotakan 9 orang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa dimulai pada tahun 1404. Tim tersebut diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli mengatur negara dari Turki.
Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 M/808 H. Terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli ruqyah.
Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1436 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina
8. Maulana ‘Aliyuddin, asal Palestina
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran.
Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-4,1473 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-5,1478 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatimu
Wali Songo Angkatan ke-6,1479 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Tembayat, asal Pandanarang
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
BANTAHAN TEORI SEJARAH WALISONGO VERSI TURKI
Majelis Dakwah Walisongo (Madawis) didirikan oleh Sembilan Wali, pada tahun 1400 Masehi, Beraqidah Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Walisongo sejak dulu sampai sekarang selalu menjadi pusat perbincangan baik secara mitos maupun secara ilmiah, tidak henti hentinya dari masa lalu sampai sekarang, tema tentang para ulama ini selalu hangat untuk diangkat. Ada apa dengan mereka sehingga setiap waktu selalu menjadi topik pembicaraan rakyat maupun kalangan terpelajar ?
Tidak lain dan tidak bukan karena jasa merekalah yang membuat mereka terus menerus diangkat, khususnya dalam khazanah penyebaran agama islam di indonesia. Berbicara tentang mereka ini memang seperti tidak habis habisnya. Selalu saja mengasikkan untuk diperbicangkan, diperdebatkan dan juga dijadikan cerita yang menarik bagi siapa saja, utamanya mereka yang mencintai peran para ulama ini. Langkah mutakhir untuk membuat sejarah walisongo lebih ilmiah dan berkelas bahkan sudah dilakukan oleh salah seorang penulis yang bernama Agus Sunyoto dengan dua bukunya yang berjudul Walisongo, Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan dan juga Atlas Walisongo. Kedua buku itu cukup mendapat sambutan dikalangan Nahdatul Ulama dan juga beberapa organisasi islam lain. Walaupun sempat dalam peluncuran buku ATLAS WALISONGO mendapat “protes” dari Sujiwo Tejo yang merasa heran dengan langkah AGUS SUNYOTO yang menurutnya Terlalu memaksakan diri untuk “MENGILMIAHKAN” sejarah walisongo. Sehingga akibat adanya “protes” dari sujiwo tejo membuat Jamaah Pecinta sejarah walisongo ger geran mendengar statement budayawan “keblinger” ini. Namun demikian Sujiwo Tejo tetap merasa respek dengan adanya buku ATLAS WALISONGO yang dibuat AGUS SUNYOTO.
Sejak dari masa kitab Babad Tanah Jawi yang penuh berbagai kejanggalan, Berbagai Serat seperti misalnya serat Kanda, centini yang kadang membantu untuk mengindentifikasi sejarah, serta Darmagandul yang sangat isinya sinis dan bisa dikatakan brutal bahasanya, Tulisan Van Der Berg yang berdasarkan penelitian dan kajian lapangan, Snouck Horgronje yang berdasarkan kepentingan politik kolonial, atau Slamet Mulyana yang cukup fanatik dengan sumber Tionghoanya, juga Umar Hasyim atau Solihin Salam dengan buku ringkasnya serta para penulis biografi walisongo lainnya. Tidak habis habisnya mereka membahas tentang walisongo.
Walisongo memang fenomena, begitu fenomenannya mereka, sampai sampai hal yang paling penting dari mereka selalu menjadi perbincangan yang mengasikkan. Apa Hal yang paling penting yang sering dibicarakan itu? Apalagi kalau bukan asal usul dan nasab atau silsilah mereka. Beberapa buku yang saya baca bahkan paling getol mengangkat tema tema ini. Tema nasab dan silsilah kemudian dikaitkan dengan asal usul mereka memang sepertinya menjadi tema yang tidak ada habis habisnya, berbagai teori dan fakta dimunculkan. Masing masing fihak bersikukuh dengan teori dan fakta yang dia miliki, Agus Sunyoto bahkan ketika membicarakan tentang nasab dan silsilah dari beberapa walisongo seperti MAULANA MALIK IBRAHIM pada bukunya halaman 50 yang berjudul WALISONGO, Rekonstruksi Sejarah yang disingkirkan, Agus Sunyoto mengangkat tema nasab Maulana Malik Ibrahim yang dikatakannya “SPEKULATIF” Hal ini berdasarkan temuan temuan yang ia dapati yang kebanyakan berbeda satu sama lain, begitu juga ketika Agus mengangkat nasab SUNAN BONANG DIHALAMAN 130 dan 131 seperti ada sikap “keraguan” tentang nasab Sunan Bonang, begitu juga ketika bicara nasabnya Sunan Gunung Jati pada halaman 155 yang terlihat janggal namun tetap diangkat karena terdapat dalam sebuah Naskah kuno yang sudah dialih bahasakan, ada juga yang menurut saya agak “berani” dari sisi Agus Sunyoto ketika ia mengatakan dihalaman 186 tentang nasabnya SUNAN KUDUS, Agus mengatakan, “SEKALIPUN PADA KETIGA SILSILAH DIATAS TERDAPAT NAMA NAMA TOKOH YANG DIRAGUKAN KEBERADAANNYA”. Tapi saya fikir, mungkin ketika agus mengatakan hal hal tersebut diatas, dia melihat data dan fakta yang ia miliki memang banyak terjadi perbedaan. Namun terkadang, repotnya Agus ini Juga terjebak dengan Data Prof. Dr. Slamet Mulyana yang sudah dinyatakan gugur secara ilmiah oleh beberapa guru besar, karena datanya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Beberapa sumber yang dia pakai seperti Babad Tanah Jawi bahkan tidak diterima pada dunia akademis, bahkan pernah seorang penulis novel sejarah mengatakan dalam sebuah tulisannya, bahwa Babad Tanah Jawi itu bukan fakta sejarah, “kitab” itu lebih banyak imajinatif alias fiksi, sehingga data datanyapun kurang begitu akurat.
Bicara nasab, silsilah dan asal usul seseorang, apalagi setingkat walisongo, memang tidak mudah, Agus Sunyoto, Slamet Mulyana, Umar Hasyim, Solihin Salam serta yang lain sudah membuktikan itu, namun demikian langkah mereka patutlah kita hargai, tidak banyak penulis yang mau serius mendalami tentang biografi walisongo. Mereka semua bergerak, namun nun jauh sebelum Agus Sunyoto dan para penulis lain “bergerak”. Tahun 1909 sebenarnya penelitian tentang nasab nasab walisongo sudah dilakukan oleh beberapa ulama nasab walisongo, hanya saja mereka banyak yang bergerak secara “underground”. Sehingga keberadaan data-data tersebutpun hanya dimiliki oleh ulama ulama ahli nasab tersebut. Karena ketatnya pencatatan dan penelitian nasab dan silsilah walisongo yang tentu nantinya berpengaruh pada asal usulnya, semua data dan fakta betul betul diseleksi dengan ketat dan kritis sehingga ketika menulis tentang nasab walisongo sudah tidak ada lagi istilah “Spekulatif” atau “tebak-tebakan”.
Dahulu beberapa tahun yang lalu pernah terjadi perdebatan dalam sebuah situs keluarga besar walisongo yang membicarakan tentang asal usul walisongo, ini juga dulu pernah terjadi pada tahun 70 dan 60an, yang mengakibatkan munculnya beberapa mazhab tentang asal usul walisongo. Mazhab yang mengatakan walisongo Tionghoa asli (slamet Mulyana), Walisongo adalah Jawa (versi budayawan dan penulis Jawa), Walisongo Arab (Van Der Berg), Walisongo dari Majapahit (terdapat dalam beberapa babad). Cuma ada satu pertanyaan saya yang sangat menggelitik dan selalu diliputi penasaran, kenapa ketika ada MAZHAB yang mengatakan bahwa WALISONGO ADALAH KETURUNAN RASULULLAH SAW banyak yang meragukan??? Tidak tanggung-tanggung ketika mazhab yang mengatakan bahwa WALISONGO adalah AHLUL BAIT atau ZURIAH RASULULLAH SAW, banyak yang bersikap sinis? Ada apa ini? Apa yang salah jika itu memang benar???, apalagi jika itu ditulis oleh ulama ulama ahli nasab yang justru metode penulisan nasabnya memang sudah teruji, meneliti nasab berarti akan banyak bersentuhan dengan banyaknya kajian ilmu pengetahuan yang lain. Adanya sikap sinis ketika mazhab klan Rasulullah SAW muncul kepermukaan, sangatlah aneh dan lebih cenderung tidak fair dalam penyajian data. Padahal pencatatan nasab dan silsilah pada keluarga besar RASULULLAH SAW itu bisa dikatakan teliti dan terus menerus sampai sekarang, pencatatan nasab dan silsilah itupun sudah dimulai pada masa Umar bin Khattab. Van Der Berg dalam penelitianya tentang orang orang Hadramaut yang ada di Nusantara, walaupun dia mengatakan Arab, dia tetap masih meragukan jika WALISONGO DAN RASULULLAH SAW ada hubungan nasab dan sejarah. Padahal kalau saja kita mau mencari data dan fakta walisongo adalah keturunan RASULULLAH SAW, itu terdapat dalam 27 kitab berbahasa arab yang membahas nasab, 27 kitab ini bahkan mengakui keberadaan nasabnya Keluarga besar Walisongo yang berasal dari SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN. Bicara Sayyid Abdul Malik ya bicara Walisongo dan 27 kitab itu sudah mengesahkan nasabnya SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN yang merupakan nenek moyangnya walisongo yang pertama dan bergelar AZMATKHAN. Tidak itu saja, bahkan kalau kita mau buka mata kita lebar-lebar kita akan mendapati kejutan data yang bisa kita lihat diberbagai dunia maya, jika ternyata WALISONGO keberadaannya jelas, karena Walisongo dibentuk oleh SULTAN MUHAMMAD 1 dari dinasti TURKI USMANI pada tahun 1404 Masehi.
Semua Ulama walisongo yang diperintahkan Oleh SULTAN MUHAMMAD 1 ini adalah keluarga besar walisongo angkatan pertama dan semuanya adalah keturunan dari Jalur Sayyid Abdul Malik Azmatkhan. Sultan Muhammad mengirim surat kepada beberapa penguasa Timur Tengah dan Afrika untuk mengirimkan delegasi atau ulama-ulama terbaik untuk menyebarkan dakwah ke Nusantara, dan terpilihlah keluarga besar walisongo. Bagaimana bisa mengumpulkan mereka yang jauh jauh itu, apalagi mereka satu nasab. Ya mudah saja, karena jaringan antar ulama yang senasab, khususnya nasab keluarga besar Rasulullah SAW memang terkenal solid dan kuat. Sekalipun mereka berjauhan, namun soliditas dan komunikasi mereka sangatlah mantap.
Walaupun walisongo dikatakan dari Gujarat, namun semua anggota walisongo saat itu memang umumnya berasal dari India, gujarat hanyalah satu medan dakwah mereka di India. Islam saat itu tidak hanya berkembang di Gujarat, namun juga berkembang dikota kota lain seperti ALLAHABAD, AHMADABAD, AGRA, MALABAR, NASIRABAD. Dan Kebetulan asal usul walisongo banyak yang berasal dari NASIRABAD INDIA. Kenapa Sultan Muhammad 1 bisa tahu gerakan dakwah dari keturunan Rasulullah SAW seperti walisongo ini? Ya karena memang keturunan Rasulullah SAW itu pergerakan dakwahnya meluas keseluruh Dunia, jaringan mereka lintas negara, lintas pejabat, lintas raja, lintas budaya, lintas sosial, lintas suku, mereka universal, mereka mampu menempatkan dirinya untuk bisa berasimilasi. kalaupun beberapa walisongo dikatakan berasal dari beberapa negara, itu hanyalah merupakan medan dakwah dan boleh jadi sebagai transit dakwah untuk bergerak kewilayah lain. Salah satu Walisongo yang bernama MAULANA MALIK ISRAIL atau ALI NURUL ALAM yang merupakan kakeknya SUNAN GUNUNG JATI dan RADEN FATTAH bahkan dikatakan berasal dari TURKI padahal ia memerintah sebuah wilayah di Asia Tenggara dan juga mempunyai pengaruh sampai ke Palestina (Israil) sehingga dinamakan Maulana Mali Israil, sehingga kemungkinan besar dialah yang memberi tahu sepak terjang gerakan dakwah keluarga besar AZMATKHAN yang merupakan keturunan Rasulullah SAW di India dan negara negara lain.
Keterangan perintah dari Sultan Muhammad 1 dari Turki Usmani, diperkuat oleh adanya surat perintah SULTAN MUHAMMAD 1 kepada beberapa ulama walisongo, yang sampai saat ini surat tersebut masih tersimpan baik di musium Istambul Turki sebagai mana yang dikatakan penulis buku “Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa karya Asnan Wahyudi dan Abu Khalid”. Keterangan kedua penulis ini bahkan lebih dipertegas dengan adanya berita yang tertulis didalam kitabnya IBNU BATUTAH, seorang petualang muslim yang legendaris yang menulis di kitab KANZUL ‘HUM yang secara lengkap menulis secara lengkap asal usul walisongo baik dari mulai terbentuknya Majjelis Dakwah Walisongo sampai terjadinya pergantian anggota walisongo yang wafat. Adanya kedua informasi yang sangat kuat dan valid ini seakan menyindir habis mereka yang selama ini selalu memakai referensi dari kolonial belanda, atau referensi yang isinya banyak mendiskriditkan walisongo, baik dari sejarahnya, nasab dan asal usulnya, Fakta ini memang sepertinya lama disembunyikan oleh orang orang yang memang benci pada walisongo seperti fihak kolonial penjajah serta akademisi seperti snouck dan followernya yang menafikkan peran dan sumbangsih walisongo. Fakta ini menjungkir balikkan mereka yang selama ini sering “berspekulasi” tentang walisongo terutama ketika membahas nasab, silsilah ataupun asal usul mereka. Sudah seharusnya fakta fakta seperti ini diperkenalkan untuk menangkis teori-teori yang sifat dan isinya mendiskriditkan dan melemahkan walisongo.
Semoga tulisan ini bisa membuat kita lebih banyak untuk bisa melihat fakta fakta yang selama ini mungkin disembunyikan oleh orang orang yang tidak senang senang pada walisongo seperti para kolonial penjajah serta followernya yang mungkin saja masih ada sampai ini....entahlah dimana mereka ? Hanya Allah yang lebih tahu...