PERADABAN BUDAYA DAN AGAMA
Peradaban memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan perkembangan manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang kompleks dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman. Dibandingkan dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban tersusun atas beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hierarki sosial.
Peradaban sering digunakan sebagai istilah lain kebudayaan di kalangan akademis. Dalam pengertian umum, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Hal ini karena peradaban awal terbentuk ketika orang mulai berkumpul di pemukiman perkotaan di berbagai belahan dunia. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial serta keragaman kegiatan ekonomi dan budaya.
Awalnya, para antropolog dan ahli lainnya menggunakan kata peradaban dan masyarakat beradab untuk membedakan masyarakat yang mereka anggap lebih unggul secara budaya dengan kelompok masyarakat lain yang dianggap inferior secara budaya (disebut juga liar atau barbar). Penggunaan istilah peradaban secara etnosentris memunculkan anggapan bahwa masyarakat di sebuah peradaban memiliki moral yang baik dan budaya yang maju, sementara masyarakat lain memiliki moral yang buruk dan terbelakang. Sejarah penggunaan istilah ini menjadikan definisi peradaban terus berubah.
Peradaban adalah kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi.
Peradaban adalah seluruh hasil budi daya manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan, baik fisik (bangunan, jalan) maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan). Masyarakat yang maju dalam kebudayaan tertentu berarti memiliki peradaban yang tinggi. Peradaban memiliki ciri-ciri dan karakteristik untuk memperjelas dan membedakannya dengan kebudayaan. Sebab, peradaban dan kebudayaan merupakan hal berbeda. Setiap masyarakat memiliki peradabannya sendiri dan ditandai dengan kehidupan yang nyaman. Selain itu, peradaban memiliki wujud moral, norma, etika, dan estetik. Arti Peradaban Dikutip dari buku Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi oleh Gunsu Nurmansyah dkk (2012:100-101), peradaban secara umum adalah bagian dari kebudayaan. Dalam bahasa Belanda, peradaban disebut bescahaving dan dalam bahasa Inggris disebut civilization. Sedangkan, dalam bahasa Jerman Die Zivilsation. Asal kata civilization dalam bahasa latin adalah civilis yang berarti sipil, berhubungan dengan kata civis (penduduk) dan civitas (kota). Secara bahasa, peradaban atau civilation adalah penduduk yang memiliki kemajuan dan lebih baik. Masyarakat pemilik kebudayaan tersebut sudah pasti memiliki peradaban yang tinggi. Sementara menurut Arnold Toynbee dalam buku The Disintegrations of Civilization (1965:1355), peradaban adalah kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi. Pengertian lain menyebutkan, peradaban adalah seluruh hasil budi daya manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan baik fisik (bangunan, jalan) maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan). Antropolog Koentjaraningrat mengatakan, peradaban adalah bagian-bagian yang halus dan indah seperti seni. Masyarakat yang telah maju dalam kebudayaan tertentu berarti memiliki peradaban yang tinggi. Istilah peradaban dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu kebudayaan mencapai puncak perkembangannya, unsur-unsur budaya bersifat halus, indah, tinggi, sopan, dan luhur. Masyarakat pemilik kebudayaan dikatakan memiliki peradaban tinggi. Ciri-ciri Peradaban Secara harfiah, peradaban berasal dari kata adab yang berarti akhlak, yaitu kesopanan budi pekerti. Peradaban merupakan tahapan kebudayaan tertentu yang bercirikan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan lain-lain. Setiap masyarakat memiliki peradabannya sendiri dan ditandai dengan kehidupan yang nyaman. Ciri-ciri peradaban membantu dalam membedakan peradaban dan kebudayaan. Adapaun ciri-ciri kebudayaan secara umum sebagai berikut :
1. Pembangunan kota baru dengan tata ruang baik dan indah.
2. Sistem pemerintahan yang tertib (adanya hukum dan peraturan).
3. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Strata Sosial yang kompleks dan bermacamnya perkerjaan (keahlian) masyarakat. Wujud Peradaban Dikutip dari buku Manusia dan Sejarah : Sebuah Tinjauan Filosofis oleh Yulia Siska (2015:62), menurut Koentjaraningrat wujud peradaban sebagai berikut :
1. Moral adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan kesusilaan dalam masyarakat.
2. Norma adalah aturan, ukuran, atau pedoman untuk menentukan benar, salah, baik, dan buruk sesuatu.
3. Etika merupakan nilai-nilai norma moral atau sopan santun dalam mengatur tingkah laku manusia.
4. Estetik adalah keindahan yang mencakup kesatuan unity, keselarasan balance dan kebaikan contrast dalam segala sesuatu.
ASAL-USUL
Peradaban bersifat modern. Di Era Penemuan Eropa, digunakan kata modern sebagai pembanding antara masyarakat yang tinggal di sebuah negara dengan yang tinggal di desa-desa atau perkampungan suku. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan masyarakat dari suatu masa ke masa hingga menjadi sebuah peradaban.
Kemunculan table manners dan bentuk lain kontrol diri dan etiket digambarkan sebagai salah satu ciri masyarakat beradab oleh Norbert Elias dalam bukunya The Civilizing Process (1939). Ilustrasi The End of Dinner digambar oleh Jules-Alexandre Grün (1913).
Dibandingkan dengan masyarakat lain, peradaban memiliki struktur politik yang lebih kompleks berupa negara.[5]Masyarakat negara lebih terbagi ke dalam kelas-kelas sosial daripada masyarakat lain. Terdapat perbedaan peran yang besar di antara kelas-kelas sosial tersebut. Kelas penguasa, biasanya berada di kota-kota, memiliki kendali atas surplus dan menjalankan kemauannya melalui tindakan pemerintah atau birokrasi. Morton Fried, seorang ahli teori konflik dan Elman Service, seorang ahli teori integrasi, membagi kebudayaan manusia berdasarkan sistem politik dan sosial. Klasifikasi ini terdiri dari empat kategori.
Masyarakat pemburu-pengumpul, umumnya bersifat egaliter.Masyarakat hortikultura/pastoral yang biasanya memiliki dua kelas sosial berupa pemimpin dan rakyat jelata.Masyarakat atau chiefdom yang memiliki beberapa kelas sosial yang diwariskan: raja, bangsawan, orang merdeka, dan budak.Peradaban, masyarakat dengan strata sosial yang rumit dan pemerintahan yang teratur.
Gordon Childe mengidentifikasi sepuluh skala peradaban diukur dari perkembangannya dari barbarisme pranegara (mengikuti Lewis Henry Morgan dan Friedrich Engels). Skala ini kemudian banyak dibahas oleh arkeolog dan antropolog. Richard Mc Adams mengidentifikasi beberapa kriteria peradaban lainnya berupa masyarakat dengan stratifikasi kelas, hierarki politik, administrasi, divisi teritorial, pemerintahan independen, dan spesialisasi tenaga kerja dan kerajinan tangan. Dalam arkeologi Rusia, terdapat kriteria serupa. Misalnya, menurut Vadim Masson, kriteria peradaban adalah adanya atribut: kota, arsitektur monumental, dan bahasa tertulis.
Terdapat korelasi antara stratifikasi masyarakat dengan pertanian. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa hanya dua dari 58 masyarakat dengan stratifikasi sosial rumit yang pertaniannya tidak berkembang. Kemudian, hampir semua kelompok masyarakat tersebut terlibat perdagangan dan memiliki ahli metalurgi atau pandai besi. Pengerjaan logam merupakan salah satu kriteria masyarakat yang maju.
PERADABAN AWAL
Peradaban awal dipercaya dimulai dari area Mesopotamia yang dikenal sebagai area Hilal Subur. Gagasan ini dikemukakan oleh James Henri Breasted, arkeolog Universitas Chicago, dalam karya tulisnya yang berjudul Ancient Records of Egypt (1906). Namun, terdapat setidaknya lima gagasan lain mengenai awal mula peradaban manusia modern. Yang paling terkenal adalah peradaban Mesir Kuno dan Lembah Indus (area Pakistan modern), Meksiko yang memiliki peradaban kuno Maya, dan budaya Peru (Peradaban Norte Chico) yang memiliki artefak setua peradaban di Mesopotamia (sekitar 3.000 SM).
Peradaban telah diperdebatkan oleh para sejarawan selama beberapa dekade. Pada akhir abad ke-20, sejarawan mulai mengkritik para ahli erosentris yang menentukan apa yang disebut sebagai peradaban. Di antaranya adalah Edward Farmer dan Syed Farid Alatas. Farmer berpendapat bahwa Asia tidak sama dengan Eropa. Tidak ada tradisi, bahasa, agama, atau budaya pemersatu di Asia. Dia memberikan contoh eurosentrisme dalam dunia akademik dengan mengutip buku teks populer oleh RR Palmer dan Joel Colton berjudul A History of the Modern World Sejarah Dunia Modern yang sebenarnya hanya menggambarkan sejarah peradaban Eropa. Syed Farid Alatas berpendapat bahwa perubahan perlu dilakukan dalam sistem pendidikan untuk mengungkap kontribusi positif banyak peradaban lain terhadap Eropa modern seperti dari peradaban India, Tiongkok, dan Islam. Dalam sistem pendidikan saat ini, peradaban Eropa diagung-agungkan dibandingkan peradaban lain. Revolusi Ilmiah yang dimulai oleh Revolusi Kopernikan misalnya dihubungkan dengan nama-nama Galileo, Kepler, Descartes, Newton dll. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa hanya peradaban Eropa yang berkontribusi pada kemajuan global. Arun Bala berpendapat bahwa sebenarnya banyak penemuan ilmiah yang merupakan gabungan dari berbagai penemuan yang dibuat oleh banyak peradaban, bukan hanya satu peradaban saja.
BUDAYA
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal),diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Latin yaitu cultura.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, serta diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Seseorang bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaan di antara mereka, sehingga membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari.
Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya :
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. Citra yang memaksa itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti individualisme kasar di Amerika, keselarasan individu dengan alam di Jepang, dan kepatuhan kolektif di Tiongkok.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
KEBUDAYAAN
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Antropolog Melville J. Herskovits dan Bronisław Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah determinisme budaya (cultural-determinism).
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik. Sementara menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan ,serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyatakan bahwa kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.[4]Sementara itu, M. Selamet Riyadi, budaya adalah suatu bentuk rasa cinta dari nenek moyang kita yang diwariskan kepada seluruh keturunannya, dan menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan dan tindakan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sementara itu, perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut :
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki empat unsur pokok, yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik. Bronislaw Malinowski mengatakan empat unsur pokok kebudayaan yang meliputi sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya; organisasi ekonomi; alat-alat, dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama); dan organisasi kekuatan (politik) Clyde Kluckhohn mengemukakan ada tujuh unsur kebudayaan secara universal, yaitu :
1. bahasa.
4. Sistem pengetahuan.
3. Sistem teknologi dan peralatan.
4. Sistem kesenian.
5. Sistem mata pencarian hidup.
6. Sistem religi.
7. Sistem kekerabatan dan.
8. Organisasi kemasyarakatan.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak yaitu tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam pemikiran masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial, yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati, serta didokumentasikan.Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh, wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Sementara itu, menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan dibagi menjadi nilai budaya, sistem budaya, sistem sosial, dan kebudayaan fisik.
Nilai-nilai budaya
Istilah ini merujuk kepada penyebutan unsur-unsur kebudayaan yang merupakan pusat dari semua unsur yang lain. Nilai-nilai kebudayaan yaitu gagasan-gagasan yang telah dipelajari oleh warga sejak usia dini sehingga sukar diubah. Gagasan inilah yang kemudian menghasilkan berbagai benda yang diciptakan oleh manusia berdasarkan nilai-nilai, pikiran, dan tingkah lakunya.Sistem budaya
Dalam wujud ini, kebudayaan bersifat abstrak sehingga hanya dapat diketahui dan dipahami. Kebudayaan dalam wujud ini juga berpola dan berdasarkan sistem-sistem tertentu.Sistem sosial
Sistem sosial merupakan pola-pola tingkah laku manusia yang menggambarkan wujud tingkah laku manusia yang dilakukan berdasarkan sistem. Kebudayaan dalam wujud ini bersifat konkret sehingga dapat diabadikan. Kebudayaan fisik
Kebudayaan fisik ini merupakan wujud terbesar dan juga bersifat konkret. Misalnya bangunan megah seperti candi Borobudur, benda-benda bergerak seperti kapal tangki, komputer, piring, gelas, kancing baju, dan lain-lain.
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata atau konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
LEMBAGA SOSIAL
Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran banyak dalam konteks berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbentuk dalam suatu negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat. Contoh di Indonesia pada kota, dan desa di beberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada suatu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota–kota besar hal tersebut terbalik, wajar jika seorang wanita memiliki karier. Sistem kepercayaan
Bagaimana masyarakat mengembangkan, dan membangun sistem kepercayaan atau keyakinan terhadap sesuatu akan memengaruhi sistem penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem kepercayaan ini akan memengaruhi kebiasaan, pandangan hidup, cara makan, sampai dengan cara berkomunikasi. Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat, drama, dan tari–tarian, yang berlaku, dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran agar pesan yang akan disampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah, dan bersifat kedaerahan, setiap akan membangun bangunan jenis apa saja harus meletakkan janur kuning, dan buah-buahan sebagai simbol, di mana simbol tersebut memiliki arti berbeda di setiap daerah. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang, mungkin, terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
BAHASA
Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap wilayah, bagian, dan negara memiliki perbedaan yang sangat kompleks. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sifat unik dan kompleks yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan, dan kekompleksan bahasa ini harus dipelajari, dan dipahami agar komunikasi lebih baik serta efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
HUBUNGAN DI ANTARA UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi).
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan, dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu alat-alat produksi, senjata, wadah, alat-alat menyalakan api, makanan. pakaian, tempat berlindung dan perumahan, serta alat-alat transportasi
2. Sistem mata pencaharian.
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, dan menangkap ikan.
3. Sistem kekerabatan dan organisasi sosial.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek, dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
4. Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum, dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. Kesenian.
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
6. Sistem kepercayaan.
Adakalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai, dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagat raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagat raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya sering kali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa Latinreligare, yang berarti menambatkan), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia Kamus Filosofi dan Agama mendefinisikan agama sebagai berikut :
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti 10 Firman dalam agama Kristen atau 5 rukun Islam dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga memengaruhi kesenian.
8. Agama Samawi.
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen, dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama, tetapi juga memiliki perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
9. Agama dan filsafat dari Timur.
Agama dan filosofi sering kali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan Tiongkok, dan menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan migrasi. Agama Hindu dan Agama Buddha berasal dari Asia Selatan, sedangkan Agama Konghucu dan Taoisme merupakan dua filosofi asal Tiongkok yang memengaruhi berbagai aspek, baik dari religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan, dan antiperang. Pada periode yang sama, filosofi komunismeMao Zedong menjadi sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
11. Agama tradisional.
Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai agama nenek moyang, dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh mereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah, dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
12. Impian Amerika Serikat.
Impian Amerika Serikat adalah sebuah gagasan yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika Serikat. Mereka percaya bahwa melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan bahwa Amerika Serikat adalah sebuah kota di atas bukit (city upon a hill), cahaya untuk negara-negara (a light unto the nations), yang memiliki nilai, dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
13. Pernikahan.
Agama sering kali memengaruhi pernikahan, dan perilaku seksual. Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara Yesus Kristus dengan gerejanya.
Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa sebuah perceraian adalah perbuatan tercela yang disebabkan oleh sikap egoistis dari individu masing-masing. Alasan perceraian umumnya beragam mulai dari perselingkuhan, ketidak sesuian sifat, perlakukan kasar pasangan, fundamental paham yang sudah tidak sejalan yang dalam pandangan Gereja Katolik Roma sebuah alasan yang mengada-ada. Gereja Katolik Roma berdasarkan ajaran Yesus Kristus beranggapan bahwa seseorang yang terikat dalam intitusi pernikahan melakukan perceraian adalah bagian dari bentuk dari perjinahan kepada Tuhan, dan umat. Berdasarkan pemikiran ini, maka seseorang yang telah bercerai tidak dapat dinikahkan kembali di gereja terkecuali bercerai karena salah satu pasangannya telah dipanggil ke hadapan Tuhan. Sementara Agama Islam memandang pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.
14. Sistem ilmu dan pengetahuan.
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris.
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi pengetahuan tentang alam; pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya; pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat, dan tingkah laku sesama manusia; serta pengetahuan tentang ruang dan waktu.
15. Perubahan sosial budaya.
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial, dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan ini merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat, dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan. Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan sosial, yaitu tekanan kerja dalam masyarakat, keefektifan komunikasi, dan perubahan lingkungan alam.
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
16. Penetrasi kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara,
Penetrasi damai.
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Kpop, Hollywood, Bollywood, dan lain-lain sebagainya ke Indonesia.
Penerimaan kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.
Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia, dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
17. Penetrasi kekerasan.
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa, dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat.
Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
18. Cara pandang terhadap kebudayaan (Kebudayaan sebagai peradaban).
Kebanyakan orang memahami gagasan budaya yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18, dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa, dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap kebudayaan sebagai peradaban sebagai lawan kata dari alam. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Pada praktiknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda, dan aktivitas yang elit seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang berkelas, elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan, dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah berkebudayaan.
Orang yang menggunakan kata kebudayaan dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu, dan menjadi tolak ukur norma, dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang berkebudayaan disebut sebagai orang yang tidak berkebudayaan, bukan sebagai orang dari kebudayaan yang lain. Orang yang tidak berkebudayaan dikatakan lebih alam, dan para pengamat sering kali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran manusia alami (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan, dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu berkebudayaan, dan tidak berkebudayaan dapat menekan interpretasi perbaikan, dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak, dan tidak alami yang mengaburkan, dan menyimpangkan sifat dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan jalan hidup yang alami (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran, dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam, dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap tidak elit dan kebudayaan elit adalah sama masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi, dan dikonsumsi oleh banyak orang.
19. Kebudayaan sebagai sudut pandang umum.
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam sudut pandang umum.
Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan, dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara berkebudayaan dengan tidak berkebudayaan atau kebudayaan primitif.
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh, dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan-kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya mulai dijadikan subjek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan- perbedaan, dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
20. Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi.
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan, dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
21. Kebudayaan di antara masyarakat.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku, dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran, dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan, dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Monokulturalisme : Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu, dan saling bekerja sama. Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga, dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur, dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran, dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing, dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
22. Kebudayaan menurut wilayah.
Artikel utama: Kebudayaan menurut wilayah.
Seiring dengan kemajuan teknologi, dan informasi, hubungan, dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain kemajuan teknologi, dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.
AFRIKA
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab, dan Islam.
Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika Serikat.
AMERIKA
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Prancis, Portugis, Jerman, dan Belanda.
ASIA
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam.
Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak memengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga turut memengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan Tenggara.
AUSTRALIA
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa, dan Amerika tersebut kemudian dikembangkan, dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin.
EROPA
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan kebudayaan barat. Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris, dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.
TIMUR TENGAH DAN AFRIKA UTARA
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai, dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di daerah ini.
Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Banyak agama memiliki mitologi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang-orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama, atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
BERBAGAI MACAM SIMBOL AGAMA
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, mendefinisikan tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan terhadap tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trans, inisiasi, cara penguburan, pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, atau aspek lain dari kebudayaan manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan, atau kadang-kadang mengatur tugas. Namun, menurut ahli sosiologi Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi karena merupakan sesuatu yang nyata sosial. Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia mengidentifikasi diri sebagai beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9% pada keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, perempuan lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti cara tradisional yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.
Menurut KBBI, agama adalah pengatur (sistem) yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan keyakinan serta pengabdian kepada Sang Pencipta Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata agama berasal dari bahasa Sanskerta, agama yang berarti Cara Hidup. Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latinreligio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti mengikat kembali. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris religion, yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan (kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti ketekunan). Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai hukum.
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai agama, tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai agama, juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara hukum kekaisaran dan universal atau hukum Buddha, tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan.
Tidak ada kata yang setara dan tepat dari agama dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah halakha, kadang-kadang diterjemahkan sebagai hukum, yang memandu praktik keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata.
TENTANG DEFINISI AGAMA
Definisi tentang agama di sini sedapat mungkin sederhana dan menyeluruh. Definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit maupun terlalu longgar, tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan suatu lembaga atau institusi yang mengatur kehidupan rohani manusia. Untuk itu, terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama, perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa di luar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan; dan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum, dan lain-lain yang diyakini berasal dari Tuhan.
Dengan demikian, agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat tiga unsur, yaitu manusia, penghambaan, dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Lebih luasnya lagi, agama juga bisa diartikan sebagai jalan hidup, yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya. Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan sebagainya ditentukan oleh aturan/tata cara agama.
MENURUT PARA AHLI
Di Indonesia, istilah agama digunakan untuk menyebut enam agama yang diakui resmi oleh negara, seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budhisme, dan Khonghuchu. Sedangkan semua sistem keyakinan yang tidak atau belum diakui secara resmi disebut religi. Agama sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Secara khusus, agama didefinisikan sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang gaib dan suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agamanya.
JENIS AGAMA
Peta tentang persebaran dan populasi agama di dunia.
Beberapa ahli mengklasifikasikan agama baik sebagai agama universal yang mencari penerimaan di seluruh dunia dan secara aktif mencari anggota baru, atau agama etnis yang diidentifikasi dengan kelompok etnis tertentu dan tidak mencari orang baru untuk bertobat pada agamanya. Yang lain-lain menolak perbedaan, menunjukkan bahwa semua praktik agama, apa pun asal filosofis mereka, adalah etnis karena mereka berasal dari suatu budaya tertentu.
Pada abad ke-19 dan ke-20, praktik akademik perbandingan agama membagi keyakinan agama ke dalam kategori yang didefinisikan secara filosofis disebut "agama-agama dunia". Namun, beberapa sarjana baru-baru ini telah menyatakan bahwa tidak semua jenis agama yang harus dipisahkan oleh filosofi yang saling eksklusif, dan selanjutnya bahwa kegunaan menganggap praktik ke filsafat tertentu, atau bahkan menyebut praktik keagamaan tertentu, ketimbang budaya, politik, atau sosial di alam, yang terbatas. Keadaan saat studi psikologis tentang sifat religiusitas menunjukkan bahwa lebih baik untuk merujuk kepada agama sebagai sebagian besar fenomena invarian yang harus dibedakan dari norma-norma budaya (yaitu agama).
Beberapa akademisi mempelajari subjek telah membagi agama menjadi tiga kategori :
1. Agama-agama dunia, sebuah istilah yang mengacu pada yang transkultural.
2. Agama internasional.
3. Agama pribumi, yang mengacu pada yang lebih kecil, budaya-tertentu atau kelompok agama-negara tertentu, dangerakan-gerakan keagamaan baru, yang mengacu pada agama baru ini dikembangkan.
KERJA SAMA ANTARAGAMA
Karena agama tetap diakui dalam pemikiran Barat sebagai dorongan universal, banyak praktisi agama bertujuan untuk bersatu dalam dialog antaragama, kerja sama, dan perdamaian agama. Dialog utama yang pertama adalah Parlemen Agama-agama Dunia pada 1893 Chicago World Fair, yang tetap penting bahkan saat ini baik dalam menegaskan "nilai-nilai universal" dan pengakuan keanekaragaman praktik antar budaya yang berbeda. Abad ke-20 terutama telah bermanfaat dalam penggunaan dialog antar agama sebagai cara untuk memecahkan konflik etnis, politik, atau bahkan agama, dengan rekonsiliasi Kristen-Yahudi mewakili reverse lengkap dalam sikap banyak komunitas Kristen terhadap orang Yahudi.
Inisiatif antaragama terbaru termasuk A Common Word, diluncurkan pada tahun 2007 dan difokuskan pada membawa para pemimpin Muslim dan Kristen bersama-sama bersatu, yang C1 World Dialogue, yang Common Ground inisiatif antara Islam dan Buddhisme, dan PBB disponsori World Interfaith Harmony Week.
CARA BERAGAMA
Berdasarkan cara beragamanya :
1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama nenek moyang, leluhur, atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pemeluk cara agama tradisional pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan, dan tidak berminat bertukar agama.
2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan tampak dalam lingkungan masyarakatnya.
3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) di bawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
UNSUR-UNSUR
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok :
Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama.
Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama
FUNGSI
1. Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
2. Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan, mahkluk hidup, dan serta hubungan manusia dengan manusia.
3. Merupakan tuntunan tentang prinsip benar atau salah.
4. Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan.
5. Pedoman perasaan keyakinan.
6. Pedoman dalam membentuk nilai-nilai kehidupan.
7. Pengungkapan estetika (keindahan).
8. Pedoman rekreasi dan hiburan.
9. Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
AGAMA DI INDONESIA
Agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu agama :
1. Islam.
2. Kristen (Protestan) dan.
3. Katolik.
4. Hindu.
5. Buddha.
6. Khonghucu.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Ada juga penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.
Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.
Tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri Dalam Negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. SK tersebut kemudian dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.
Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.
KELOMPOK AGAMA
Daftar gerakan-gerakan keagamaan yang masih aktif yang diberikan di sini merupakan upaya untuk meringkas pengaruh regional dan filosofis yang paling penting pada masyarakat lokal, tetapi tidak berarti keterangan lengkap dari setiap umat beragama, juga tidak menjelaskan elemen yang paling penting dari religiusitas individu.
Kelima kelompok agama terbesar menurut jumlah penduduk dunia, diperkirakan mencapai 5 miliar orang, yaitu Kristen, Islam, Budha, Hindu (dengan angka relatif untuk Buddha dan Hindu tergantung pada sejauh mana sinkretisme) dan agama tradisional rakyat Cina.
Agama dan kepercayaan yang dicantumkan di bawah ini merupakan agama dan kepercayaan dengan jumlah pemeluk yang signifikan di seluruh dunia. Beberapa komunitas di berbagai belahan dunia juga memeluk berbagai aliran kepercayaan yang dianggap sebagai golongan minoritas dan belum dipaparkan. Beberapa agama dan kepercayaan dengan jumlah pemeluk yang besar antara lain:
Patriark Abraham (oleh József Molnár).
Agama-agama abrahamik adalah agama monoteisme yang percaya bahwa ajaran mereka turunan dari Abraham.
Yudaisme adalah yang tertua dalam agama Abrahamik, yang berasal dari orang-orang Israel kuno dan Yudea. Yudaisme didasarkan terutama pada Taurat, teks yang beberapa orang Yahudi percaya diturunkan kepada orang-orang Israel melalui Nabi Musa. Ini bersama dengan jeda dari Alkitab Ibrani dan Talmud yang adalah teks utama Yudaisme. Orang-orang Yahudi yang tersebar setelah penghancuran Bait Suci di Yerusalem pada tahun 70 Masehi. Saat ini ada sekitar 13 juta orang Yahudi, sekitar 40 persen tinggal di Israel dan 40 persen di Amerika Serikat. Kekristenan didasarkan pada kehidupan dan ajaran Yesus dari Nazaret (abad ke-1) yang disajikan dalam Perjanjian Baru. Iman Kristen pada dasarnya adalah iman kepada Yesus sebagai Kristus, Anak Allah, dan sebagai Juruselamat dan Tuhan. Hampir semua orang Kristen percaya pada Tritunggal, yang mengajarkan kesatuan Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi dalam satu Ketuhanan. Kebanyakan orang Kristen dapat menjelaskan iman mereka dengan Kredo Nicea. Sebagai agama Kekaisaran Bizantium di milenium pertama dan Eropa Barat pada masa penjajahan, Kristen telah disebarkan di seluruh dunia. Divisi utama Kekristenan, menurut jumlah penganut:Gereja Katolik, yang dipimpin oleh Paus di Roma, adalah persekutuan penuh Gereja Katolik Roma (Barat) dan 22 Gereja Katolik Timur yang mana masing-masing adalah otonom (Gereja partikular). Protestan, terpisah dari Gereja Katolik dalam Reformasi abad ke-16 dan membentuk perpecahan dalam banyak denominasi. Kristen Timur, yang meliputi Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, dan Gereja Timur. Kelompok-kelompok kecil lainnya, seperti Saksi-Saksi Yehuwa dan Gerakan Orang Suci Zaman Akhir, yang dimasukkan ke dalam agama Kristen yang kadang-kadang diperdebatkan.
Islam didasarkan pada Al-Quran, salah satu kitab suci yang dianggap oleh umat Islam sebagai wahyu dari Tuhan, dan ajaran-ajaran nabi Muhammad, tokoh politik dan tokoh agama dari abad ke-7 Masehi. Islam adalah agama yang paling banyak dipraktikkan di Asia Tenggara, Afrika Utara, Asia Barat, dan Asia Tengah, sementara negara-negara mayoritas Muslim juga ada di beberapa bagian Asia Selatan, Sub-Sahara Afrika, dan Eropa Tenggara. Ada juga beberapa republik Islam, termasuk Iran, Pakistan, Mauritania, dan Afghanistan.Baha'i adalah sebuah agama Abrahamik yang didirikan pada abad ke-19 di Iran dan sejak itu telah menyebar ke seluruh dunia. Ini mengajarkan kesatuan semua filsafat agama dan menerima semua nabi-nabi Yahudi, Kristen, dan Islam serta nabi tambahan termasuk pendiri Bahá'u'lláh sendiri.Kelompok yang lebih kecil dari regional Abrahamik, termasuk Samaria (terutama di Israel dan Tepi Barat), Rastafari (terutama di Jamaika), dan Druze (terutama di Suriah dan Lebanon).
IRAN
Agama Iran mencakup agama-agama kuno yang akarnya mendahului Islamisasi di Iran Besar. Saat ini agama ini dilakukan dan dianut hanya oleh minoritas.
Zoroastrianisme adalah agama dan filsafat berdasarkan ajaran nabi Zarathustra pada abad ke-6 SM. Zoroastrian menyembah Sang Pencipta Ahura Mazda. Dalam Zoroastrianisme baik dan yang jahat memiliki sumber-sumber yang berbeda, dengan kejahatan yang berusaha menghancurkan penciptaan Mazda, dan yang baik mencoba untuk mempertahankannya.Mandean adalah agama monoteistik dengan pandangan dunia sangat dualistik. Mandean yang kadang-kadang diberi label sebagai Gnostik terakhir. Agama Kurdi termasuk kepercayaan tradisional Yazidi, Alevi, dan Ahl-e Haqq. Kadang-kadang diberi label Yazdânisme.
INDIA
Agama-agama India dipraktikkan atau didirikan di anak benua India. Mereka kadang-kadang diklasifikasikan sebagai agama Dharmik, karena mereka semua memiliki dharma, hukum spesifik realitas dan tugas yang diharapkan sesuai dengan agama.
Hindu/Hinduisme adalah synecdoche menjelaskan filosofi serupa Vaishnavisme, Shaivisme, dan kelompok-kelompok terkait dipraktikkan atau didirikan di anak benua India. Konsep kebanyakan dari mereka berbagi dalam praktik umum termasuk karma, kasta, reinkarnasi, mantra, yantras, dan Darsana. Hindu adalah agama yang paling kuno yang masih aktif, dengan asal usul mungkin sejauh waktu prasejarah. Hindu bukanlah agama monolitik tetapi kategori agama yang berisi puluhan filosofi terpisah digabung sebagai Sanatana Dharma, yang merupakan nama dari Hindu yang telah dikenal sepanjang sejarah oleh para pengikutnya.Jain/Jainisme, diajarkan terutama oleh Parsva (abad ke-9 SM) dan Mahavira (abad ke-6 SM), adalah sebuah agama India kuno yang mengatur jalur non-kekerasan untuk semua bentuk makhluk hidup di dunia ini. Jain kebanyakan ditemukan di India. Buddha/Buddhisme didirikan oleh Siddhartha Gautama pada abad ke-6 SM. Buddha umumnya sepakat bahwa Gotama bertujuan untuk membantu makhluk hidup mengakhiri penderitaan mereka (dukkha) dengan memahami hakikat fenomena, sehingga melarikan diri dari siklus penderitaan dan kelahiran kembali (samsara), yaitu mencapai Nirvana. Theravada Buddhisme, yang dipraktikkan terutama di Sri Lanka dan Asia Tenggara bersama agama tradisional, saham dari beberapa karakteristik agama-agama India. Hal ini didasarkan pada kumpulan besar teks disebut Pali Canon. Buddhisme Mahayana (atau Kendaraan Besar) di bawah banyak doktrin yang dimulai perkembangan mereka di Cina dan masih relevan di Vietnam, Korea, Jepang dan pada tingkat lebih rendah di Eropa dan Amerika Serikat. Buddhisme Mahayana mencakup ajaran-ajaran yang berbeda seperti Zen, Tanah Suci, dan Soka Gakkai. Vajrayana Buddhisme pertama kali muncul di India pada abad ke-3. Saat ini paling menonjol di daerah Himalaya dan meluas di seluruh Asia (lih. Mikkyo). Dua dari sekte terkenal Buddha baru Hoa Hảo dan gerakan Dalit Buddha, yang dikembangkan secara terpisah pada abad ke-20.Sikh/Sikhisme adalah agama monoteisme yang didirikan pada ajaran-ajaran Guru Nanak dan sepuluh guru Sikh secara berturut-turut pada abad ke-15 Punjab. Ini adalah agama yang terorganisasi terbesar kelima di dunia, dengan sekitar 30 juta pengikut Sikh. Sikh diharapkan untuk mewujudkan kualitas dari Sant-Sipāhī-tentara saint, memiliki kontrol atas kejahatan intern seseorang dan menjadi mampu terus-menerus tenggelam dalam kebajikan diklarifikasi dalam Guru Granth Sahib. Keyakinan utama Sikhi adalah iman Waheguru-diwakili oleh frasa ōaṅkār ik, yang berarti satu Tuhan, yang berlaku dalam segala hal, bersama dengan praksis di mana Sikh diperintahkan untuk terlibat dalam reformasi sosial melalui mengejar keadilan bagi semua manusia.
TRADISI AFRIKA
Agama tradisional di Afrika meliputi keyakinan agama tradisional orang di Afrika . Ada juga agama-agama diaspora Afrika terkenal dipraktikkan di Amerika .
1. Afrika Utara :
Agama Berber tradisional (Mauritania, Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya)
Agama Mesir kuno (Mesir, Sudan)
2. Afrika Timur Laut :
Waaq (Horn of Africa)
3. Afrika Barat :
Agama Akan (Ghana)
Dahomey (Fon)
Mitologi (Benin)
Mitologi Efik (Nigeria, Kamerun) Odinani orang Igbo (Nigeria, Kamerun)
Agama Serer (Senegal, Gambia)
Agama Yoruba (Nigeria, Benin)
4. Afrika Tengah :
Mitologi bantu (Central, Tenggara, dan Afrika Selatan)
Mitologi Bushongo ( Kongo )
Mbuti (Pygmy)
Mitologi (Kongo)
Mitologi Lugbara (Kongo)
Agama Dinka (Sudan Selatan)
Mitologi Lotuko (Sudan Selatan)
5. Afrika Tenggara :
Mitologi bantu (Central, Tenggara, dan Afrika Selatan)
Mitologi Akamba (Kenya)
Mitologi Masai (Kenya, Tanzania)
Mitologi Malagasi (Madagaskar)
6. Afrika Selatan :
Mitologi bantu (Central, Tenggara, dan Afrika Selatan)
Agama Saan (Afrika Selatan)
Mitologi Lozi (Zambia)
Mitologi Tumbuka (Malawi)
Mitologi Zulu (Afrika Selatan)
7. Diaspora :
Santeria (Kuba)
Candomble (Brasil)
Vodun (Haiti, Amerika Serikat)
Lucumi (Karibia)
Umbanda (Brasil)
Macumba (Brasil)
8. Tradisional.
Agama tradisional merujuk pada kategori yang luas dari agama-agama tradisional yang mencakup perdukunan dan unsur-unsur animisme dan ibadah leluhur, di mana cara tradisional pribumi, bahwa yang asli atau dasar, diturunkan dari generasi ke generasi .... Ini adalah agama yang berkaitan erat dengan sekelompok orang tertentu, etnis atau suku, mereka sering tidak memiliki kepercayaan formal maupun teks-teks suci. Beberapa agama yang sinkretik, menggabungkan keyakinan agama yang beragam dan termasuk praktik.
Kepercayaan tradisional Tionghoa, misalnya: aspek-aspek Konfusianisme dan Taoisme yang dipandang sebagai agama oleh pihak luar, serta beberapa Buddhisme Mahayana. Gerakan-gerakan keagamaan baru termasuk Falun Gong dan I Kuan Tao.Agama rakyat lainnya di kawasan Asia-Pasifik, misalnya : pergerakan Cheondoisme, perdukunan Korea,
Shinbutsu-Shugo dan Modekngei.
Mitologi Aborigin Australia.
Agama rakyat Amerika, misalnya : agama asli Amerika.
Agama rakyat sering diabaikan sebagai kategori dalam survei bahkan di negara-negara di mana mereka secara luas dipraktikkan, misalnya di Cina.
9. Baru.
Gerakan-gerakan keagamaan baru termasuk :
Shinshūkyō adalah kategori umum untuk berbagai gerakan-gerakan keagamaan yang didirikan di Jepang sejak abad ke-19. Gerakan-gerakan ini dalam pembagiannya hampir tidak ada kesamaan kecuali tempat pendirian mereka. Gerakan keagamaan terbesar yang berpusat di Jepang termasuk Soka Gakkai, Tenrikyo, dan Seicho No Ie antara ratusan kelompok-kelompok kecil. Cao Đài adalah sinkretistis, agama monoteistik, yang didirikan di Vietnam pada tahun 1926. Raelianisme adalah gerakan keagamaan baru didirikan pada tahun 1974 mengajarkan bahwa manusia diciptakan oleh alien. Ini adalah numerik dunia agama UFO terbesar.
Gerakan reformasi Hindu, seperti Ayyavazhi, Iman Swaminarayan dan Ananda Marga, adalah contoh dari gerakan-gerakan keagamaan baru dalam agama-agama India.
Unitarian Universalisme adalah agama ditandai dengan dukungan untuk pencarian bebas dan bertanggung jawab atas kebenaran dan makna, dan tidak memiliki kredo yang diterima atau teologi.
Noahidisme adalah ideologi Alkitab-Talmud dan monoteistik untuk non Yahudi berdasarkan Tujuh Hukum Nuh, dan interpretasi tradisional mereka dalam Yudaisme. Scientology mengajarkan bahwa orang adalah makhluk abadi yang telah melupakan sifat sejati mereka. Metode rehabilitasi spiritual adalah jenis konseling yang dikenal sebagai audit, di mana praktisi bertujuan untuk menyadarkan kembali pengalaman dan memahami peristiwa menyakitkan atau traumatis dan keputusan pada masa lalu mereka dalam rangka untuk membebaskan diri dari efek yang membatasi mereka. Eckankar adalah agama panteistik dengan tujuan membuat Allah realitas sehari-hari dalam kehidupan seseorang.
Wicca adalah agama neo-pagan pertama kali dipopulerkan pada tahun 1954 oleh PNS Inggris Gerald Gardner, yang melibatkan penyembahan Allah dan Dewi.
Druidry adalah agama yang mempromosikan harmoni dengan alam, dan menggambar pada praktik-praktik dari druid.
Satanisme adalah kategori yang luas dari agama yang, misalnya, menyembah setan sebagai dewa (teistik Setanisme) atau menggunakan Setan sebagai simbol hawa nafsu dan nilai-nilai duniawi (LaVeyan Setanisme).
Klasifikasi sosiologis gerakan keagamaan menunjukkan bahwa dalam setiap kelompok agama tertentu, masyarakat dapat menyerupai berbagai jenis struktur, termasuk gereja, denominasi, sekte, dan lembaga.
ISU DALAM AGAMA
1. Ekonomi.
Pendapatan nasional negara berkorelasi negatif dengan religiusitas mereka.
Meskipun telah ada banyak perdebatan tentang bagaimana agama memengaruhi perekonomian negara-negara, secara umum ada korelasi negatif antara religiusitas dan kekayaan bangsa. Dengan kata lain, semakin kaya suatu bangsa, semakin kurang religius cenderung. Namun, sosiolog dan ekonom politik Max Weber berpendapat bahwa negara-negara Protestan yang kaya karena etika kerja Protestan mereka.
2. Kesehatan.
Mayo Clinic peneliti meneliti hubungan antara keterlibatan agama dan spiritualitas, dan kesehatan fisik, kesehatan mental, kualitas hidup terkait kesehatan, dan hasil kesehatan lainnya. Para penulis melaporkan bahwa : Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa keterlibatan agama dan spiritualitas yang dikaitkan dengan hasil kesehatan yang lebih baik, termasuk umur panjang lebih besar, keterampilan coping, dan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan (bahkan selama penyakit terminal) dan kurangnya kecemasan, depresi, dan bunuh diri. Para penulis penelitian selanjutnya menyimpulkan bahwa pengaruh agama terhadap kesehatan adalah sebagian besar menguntungkan, didasarkan pada tinjauan literatur terkait. Menurut akademik James W. Jones, beberapa studi telah menemukan korelasi positif antara keyakinan agama dan berlatih dan kesehatan mental dan fisik dan umur panjang.
Sebuah analisis data dari 1998 US Survei Sosial Umum, sementara luas membenarkan bahwa kegiatan keagamaan dikaitkan dengan kesehatan yang lebih baik dan kesejahteraan, juga menyarankan bahwa peran dimensi yang berbeda dari spiritualitas / religiusitas dalam kesehatan agak lebih rumit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa itu mungkin tidak tepat untuk menyamaratakan temuan tentang hubungan antara spiritualitas / religiusitas dan kesehatan dari satu bentuk spiritualitas / religiusitas yang lain, seluruh denominasi, atau menganggap efek seragam untuk pria dan wanita.
3. Infeksi.
Sejumlah praktik keagamaan telah dilaporkan menyebabkan infeksi. Ini terjadi selama praktik sunat Yahudi ultra-ortodoks yang dikenal sebagai metzitzah b'peh, ritual 'sisi gulungan' dalam agama Hindu, persekutuan komuni Kristen, dan Islam selama haji dan setelah wudhu mereka.
4. Kekerasan.
Perang Salib adalah serangkaian dari kampanye militer berjuang terutama antara Kristen Eropa dan Muslim. Ditampilkan di sini adalah adegan pertempuran dari Perang Salib Pertama.
Setiap agama mengajarkan dan menuntun manusia kepada kebenaran, dan jalan yang lurus. Menentang kekerasan dan bersikap toleransi untuk saling menghormati. Namun, ilmuan Barat mempunyai pemikiran-pemikiran tersendri bagi kelompok-kelompok yang menganut agama itu sendiri, diantaranya:
Charles Selengut mengkarakterisasikan frasa agama dan kekerasan sebagai gemuruh, menyatakan bahwa agama dianggap menentang kekerasan dan kekuatan untuk perdamaian dan rekonsiliasi. Ia mengakui, bagaimanapun, bahwa sejarah dan kitab suci agama-agama di dunia memberitahu cerita kekerasan dan perang karena mereka berbicara tentang perdamaian dan cinta.
Hector Avalos berpendapat bahwa, karena agama mengklaim kemurahan ilahi untuk diri mereka sendiri, dan melawan kelompok lain, hal kebenaran ini mengarah pada kekerasan karena konflik klaim untuk sebuah keunggulan, berdasarkan alasan banding yang diverifikasi kepada Tuhan, yang kemudian tidak dapat diadili secara obyektif.
Kritik agama dari Christopher Hitchens dan Richard Dawkins melangkah lebih jauh dan menyatakan bahwa agama luar biasa merugikan kepada masyarakat dengan menggunakan kekerasan untuk mempromosikan tujuan mereka, dengan cara yang didukung dan dimanfaatkan oleh para pemimpin mereka.
Regina Schwartz berpendapat bahwa semua agama monoteistik secara inheren kekerasan karena suatu eksklusivisme yang pasti mendorong kekerasan terhadap mereka yang dianggap orang luar. Lawrence Wechsler menegaskan bahwa Schwartz tidak hanya menyatakan bahwa agama-agama Ibrahim memiliki warisan kekerasan, tetapi warisan sebenarnya genosida di alam.
Byron Bland menegaskan bahwa salah satu alasan yang paling menonjol untuk kebangkitan sekuler dalam pemikiran Barat adalah reaksi terhadap kekerasan agama dari abad 16 dan 17. Dia menegaskan bahwa sekuler adalah cara hidup dengan perbedaan agama yang telah menghasilkan begitu banyak horor. Dalam sekularitas, entitas politik memiliki surat perintah untuk membuat keputusan independen dari kebutuhan untuk menegakkan versi tertentu ortodoksi agama. Memang, mereka mungkin bertentangan dengan keyakinan tertentu yang dipegang teguh jika dibuat untuk kepentingan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, salah satu tujuan penting dari sekuler adalah untuk membatasi kekerasan.
Richard Dawkins telah menyatakan bahwa kekejaman Stalin dipengaruhi bukan oleh atheisme tetapi dengan dogmatis Marxisme, dan menyimpulkan bahwa sementara Stalin dan Mao kebetulan adalah ateis, mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan mereka dalam nama ateisme.[84] Pada kesempatan lain, Dawkins telah membalas argumen bahwa Adolf Hitler dan Josef Stalin yang antireligius dengan respon bahwa Hitler dan Stalin juga sama tumbuh kumis, dalam upaya untuk menunjukkan argumen yang menyesatkan. Sebaliknya, Dawkins berpendapat dalam The God Delusion bahwa Yang penting bukanlah apakah Hitler dan Stalin adalah ateis, namun apakah ateisme secara sistematis memengaruhi orang untuk melakukan hal-hal buruk. Tidak ada bukti terkecil tentang hal itu. Dawkins menambahkan bahwa Hitler sebenarnya, berulang kali menegaskan keyakinan yang kuat dalam agama Kristen, tetapi kekejaman nya tidak lebih disebabkan teisme ketimbang Stalin atau Mao adalah untuk ateisme mereka. Dalam semua tiga kasus ini, menurutnya, tingkat pelaku 'religiusitas adalah insidental. D'Souza menjawab bahwa seorang individu tidak perlu secara eksplisit memanggil ateisme dalam melakukan kekejaman jika sudah tersirat dalam pandangannya, seperti halnya dalam Marxisme.
5. Sains.
Ilmu agama, menurut praktisi agama, bisa diperoleh dari para pemimpin agama, teks-teks suci, kitab suci. Menurut praktisi agama, dalam kitab suci agama yang diyakininya, dapat ditemui beberapa penjelasan fakta ilmiah mengenai proses penciptaan alam semesta dan makhluk hidup, semua diterangkan secara jelas, dan menakjubkannya dapat dibuktikan dengan fakta ilmiah yang telah diuji oleh ilmuan-ilmuan dan peneliti pada zaman modern ini. Namun, beberapa agama melihat pengetahuan seperti terbatas dalam lingkup dan sebatas cocok untuk menjawab pertanyaan, yang lain melihat pengetahuan agama sebagai memainkan peran yang lebih terbatas, sering sebagai pelengkap pengetahuan yang diperoleh melalui pengamatan fisik. Penganut berbagai agama-agama sering mempertahankan bahwa pengetahuan agama yang diperoleh melalui teks-teks suci atau wahyu adalah mutlak dan sempurna dan dengan demikian menciptakan sebuah kosmologi agama yang menyertainya, meskipun bukti seperti yang sering disebut tautologis dan umumnya terbatas pada teks-teks agama dan wahyu yang membentuk dasar dari keyakinan mereka.
Sebaliknya, metode ilmiah kemajuan pengetahuan dengan menguji hipotesis untuk mengembangkan teori-teori melalui penjelasan fakta atau evaluasi oleh eksperimen dan dengan demikian hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan kosmologi tentang alam semesta yang dapat diamati dan diukur. Ini mengembangkan teori-teori dunia yang paling sesuai dengan bukti-bukti fisik yang diamati. Semua pengetahuan ilmiah tunduk pada perbaikan di kemudian, atau bahkan penolakan langsung, dalam menghadapi bukti tambahan yang mendukung. Teori-teori ilmiah yang memiliki dominan besar terhadap bukti yang menguntungkan sering diperlakukan sebagai de facto verities dalam bahasa umum, seperti teori relativitas umum dan seleksi alam untuk menjelaskan masing-masing mekanisme gravitasi dan evolusi.
Mengenai agama dan ilmu pengetahuan, Albert Einstein menyatakan (1940): Untuk ilmu pengetahuan hanya bisa memastikan apa yang ada, tetapi tidak apa yang seharusnya, dan di luar pertimbangan nilai domainnya dari segala macam tetap diperlukan. Agama, di sisi lain, hanya berurusan dengan evaluasi pemikiran dan tindakan manusia, tidak dapat dibenarkan berbicara tentang fakta-fakta dan hubungan antara fakta. Kini, meski alam agama dan ilmu pengetahuan dalam diri mereka ditandai dengan jelas keluar dari satu sama lain, namun ada di antara dua hubungan timbal balik yang kuat dan dependensi. Meskipun agama bahwa mungkin yang menentukan tujuan, dan bagaimanapun belajar dari ilmu pengetahuan, dalam arti yang luas, apa yang diartikan akan memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
6. Hewan kurban.
Hewan kurban adalah ritual pembunuhan dan korban binatang untuk menenangkan atau mempertahankan nikmat dengan dewa. Bentuk-bentuk pengorbanan yang dipraktikkan dalam banyak agama di seluruh dunia dan telah muncul historis di hampir semua budaya.
Sekularisme dan tidak beragama.
Ranjit Singh mendirikan pemerintahan sekuler di wilayah Punjab pada awal abad ke-19.
Istilah ateis (tidak mempercayai pada setiap dewa atau tuhan) dan agnostik (keyakinan namun dalam ketidaktahuan tentang keberadaan/eksistensi dewa atau tuhan), meskipun secara khusus bertentangan dengan para teistik (misalnya Kristen, Yahudi, dan Muslim) dalam ajaran agama, menurut definisi tidak berarti kebalikan dari agama. Ada agama (termasuk agama Buddha dan Taoisme) yang pada kenyataannya mengelompokkan beberapa pengikut mereka sebagai agnostik, ateis, atau nonteistik. Kebalikan sebenarnya dari agama adalah kata tidak beragama. Tidak beragama menggambarkan absen terhadap agama apapun, sedangkan anti-agama menggambarkan oposisi aktif atau keengganan terhadap agama pada umumnya.
Agama menjadi urusan pribadi secara lebih dalam budaya Barat, diskusi masyarakat menjadi lebih terfokus pada makna politik dan ilmiah, dan sikap keagamaan (dominan Kristen) yang semakin dilihat sebagai tidak relevan untuk kebutuhan dunia Eropa. Di sisi politik, Ludwig Feuerbach merombak keyakinan Kristen dalam terang humanisme, membuka jalan bagi karakterisasi terkenal Karl Marx tentang agama sebagai candu rakyat. Sementara itu, dalam komunitas ilmiah, T.H. Huxley pada tahun 1869 menciptakan istilah agnostik istilah-kemudian diadopsi oleh tokoh-tokoh seperti Robert Ingersoll-bahwa, sementara secara langsung bertentangan dengan dan novel untuk tradisi Kristen, diterima dan bahkan memeluk di beberapa agama lain. Kemudian, Bertrand Russell mengatakan kepada dunia Mengapa Saya Bukan seorang Kristen, yang dipengaruhi beberapa penulis kemudian untuk membahas memisahkan diri mereka dari asuhan agama mereka sendiri dari Islam ke Hindu.
Beberapa ateis juga membangun agama parodi, misalnya, Gereja SubGenius atau Monster Spageti Terbang, yang memparodikan argumen ketika waktu yang sama yang digunakan oleh perancangan cerdas teori Kreasionisme. Agama Parodi juga dapat dianggap sebagai pendekatan postmodernisme dengan agama. Misalnya, di Discordianisme, mungkin sulit untuk mengetahui apakah bahkan ini serius ketika pengikutnya tidak hanya mengambil bagian dalam sebuah lelucon yang lebih besar. Lelucon ini, pada gilirannya, dapat menjadi bagian dari jalan besar menuju pencerahan, dan seterusnya ad infinitum.
7. Kritik agama.
Kritik agama memiliki sejarah panjang, akan kembali setidaknya sejauh abad ke-5 SM. Selama zaman klasik, ada kritikus agama di Yunani kuno, seperti Diagoras ateis dari Melos, dan pada abad ke-1 SM di Roma, dengan Titus Lucretius Carus's De Rerum Natura.
Selama Abad Pertengahan dan terus ke masa Renaissance, kritikus potensial terhadap agama dianiaya dan sebagian besar dipaksa untuk tetap diam. Ada kritikus terkenal seperti Giordano Bruno, yang dibakar di tiang karena tidak setuju dengan otoritas keagamaan.
Pada abad ke-17 dan ke-18 dengan Pencerahan, pemikir seperti David Hume dan Voltaire mengkritik agama.
Pada abad ke-19, Charles Darwin dan teori evolusi menyebabkan meningkatnya skeptisisme tentang agama. Thomas Huxley, Jeremy Bentham, Karl Marx, Charles Bradlaugh, Robert Ingersol, dan Mark Twain telah tercatat dalam abad ke-19 dan kritikus awal abad ke-20. Pada abad ke-20, Bertrand Russell, Sigmund Freud, dan lain-lain terus mengkritik agama.
Sam Harris, Daniel Dennett, Richard Dawkins, Victor J. Stenger, dan Christopher Hitchens adalah kritikus aktif selama akhir abad 20 dan awal abad ke-21.
Kritikus menganggap agama sudah menjadi usang, berbahaya bagi individu (misalnya pencucian otak anak-anak, iman kesembuhan, mutilasi alat kelamin perempuan, sunat), merugikan masyarakat (misalnya perang suci, terorisme, pemborosan sumber daya), menghambat kemajuan ilmu pengetahuan, untuk melakukan kontrol sosial, dan untuk mendorong tindakan asusila (misalnya pengorbanan darah, diskriminasi terhadap kaum homoseksual dan perempuan, dan bentuk-bentuk tertentu dari kekerasan seksual seperti perkosaan). Sebuah kritik utama dari banyak agama adalah bahwa dari mereka membutuhkan keyakinan yang tidak rasional, tidak ilmiah, atau tidak masuk akal, karena keyakinan agama dan tradisi tidak memiliki dasar ilmiah atau rasional.
Beberapa kritikus modern, seperti Bryan Caplan, menahan agama yang tidak memiliki utilitas dalam masyarakat manusia; mereka mungkin menganggap agama sebagai irasional. Pemenang Nobel Perdamaian Shirin Ebadi telah berbicara untuk menentang negara-negara Islam yang tidak demokratis karena membenarkan tindakan menindas dalam nama Islam.
AGAMA DAN PERADABAN
Kita tidak dapat mengatakan bahwa agama yang satu lebih baik dari yang lain. Semua agama, pada dasarnya, adalah relatif yaitu terbatas, parsial, tidak lengkap sebagai jalan dalam melihat segala sesuatu. Menganggap bahwa sebuah agama secara intrinsik lebih baik dari yang lain, sekarang, dirasakan oleh ahli agama sebagai sebuah sikap yang agak salah, ofensif, dan merupakan pandangan yang sempit. (Paul F. Knitter)
Keberagaman agama saat ini sedang hangat sekali diperbincangkan. Sejak dideklarasikannya kemerdekaan Indonesia dan lahirnya kata toleransi di Indonesia. Kita tentu telah paham bahwa kita harus menerima perbedaan. Enam agama dengan cara ibadah dan kultur yang berbeda tidak dapat membuat kita menjadi orang yang egois dalam bernegara majemuk.
Jangankan dengan enam agama yang berbeda, sesama organisasi dalam satu agama saja, masih ada sekte-sekte ajaran yang berbeda. Padahal manusia dengan pola pikir sekteraian tersebut akan memicu sifat yang saling menyalahkan ajaran agama yang lain yang berbeda dengan dirinya. Jika hal tersebut semakin dipupuk dan subur maka akan melahirkan sikap saling bendi antar masnusia padahal seemacam itu hanya soal pergaulan. Hal-hal seperti itu hanya soal kurangnya pengetahuan.
Di Indonesia ada ratusan juta manusia dengan pola pikir yang berbeda dengan kita. Padahal kita hidup di negara yang secara hukum mengakui dan melindungi perbedaan. Jika kita masih saling menjatuhkan antar golongan, antar partai, antar agama, antar keyakinan maka seharusnya kita mengasihani diri kita sendiri, karena tenyata kita telah diperalat oleh doktrin-doktrin yang menyesatkan. Doktrin-doktrin yang merasa paling benar dan yang berbeda dengan dirinya adalah salah.
Fanatik buta terhadap ormas agama juga menjadi pemicu retaknya rasa cinta persatuan. Kita tahu, Indonesia memiliki banyak sekali ormas keagamaan dan ini adalah Pekerjaan Rumah (PR) besar kita semua sebagai masyarakat. Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda namun tetap satu jua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentu setiap agama adalah berbeda, beda kitab suci, beda nabinya dan beda pula ritual ibadahnya. Namun perlu diingat bahwa tidak ada yang punya kuasa untuk menilai yang ini benar atau yang itu salah kecuali Tuhan.
Pada akhirnya setiap agama akan memainkan perannya sendiri-sendiri. Menciptakan cara untuk saling menggagahi, dan akhirnya adu otot dan penyalahan ajaran akan terealisasi. Semua agama adalah agama yang baik. Mau kamu muslim atau non muslim sekalipun, tidak ada satu ajaran agama yang membuatmu menjadi jahat dan bertindak di luar adat istiadat. Yang ada, hanya para manusia yang mengaku paling benar dan tidak ingin terlihat kriminal.
Dalam ajaran Islam mengibaratkan, Jika negara ini adalah sebuah tubuh maka agama-agama atau ormas-ormas yang ada di dalamnya adalah anggota tubuhnya. Jika satu bagian anggota tubuh sakit maka mau tidak mau yang lain akan merasakannya juga. Begitulah kiranya, jika satu ormas agama bermasalah maka akan berdampak pada ormas agama yang lain tentunya.
Kita harus pahami bahwa sedikit sekali manusia yang sanggup menerima perbedaan. Saat agama yang lain menyanyi dengan lantang, sedang bagi agama yang lain pula tepuk tangan saja haram, ini bukan hanya masalah beda atau tidak beda, ini tentang bagaiman kita pandai dalam mengolah rasa, berlapang dada atas perbedaan mulai dari tingkat memilih hiburan hingga budaya dan kultural. Kalau kita tidak pandai dalam manjaring informasi, maka pecahlah keberagaman dan hancurlan embrio peradaban bagi generasi selanjutnya. Kalau yang setiap ormas antar agama hanya memikirkan bagaimana caranya menguasai dunia, maka hilanglah rasa toleransi antar sesama.
Dunia ini tidaklah sempit. Sempit hanya bagi ekstrimis dan orang-orang yang berfikir bahwa dunia ini sangat kecil dan begitu sesak menghimpit. Namun bagi orang-orang yang gagah berani menjejaki tiap lekuk dan sudut bumilah yang nantinya akan merekam peradaban luar biasa. Teori keagamaan akan terus berdesing, dengan miliaran perbedaan, pemahaman dan pemikiran. Warna-warni ajaran akan senantiasa berubah pola mengikuti kemajuan zaman. Kalau para pemuka agama hanya mau kekolotan saja yang dipertahankan, maka habislah sudah ditelan zaman. Jangan jadi ras manusia yang kuno, yang kaku dan anti toleran. Karena kita dan agama yang kita punya adalah sumber dari awal kemajuan peradaban. Jangan mau diadu dan mari mulai peradaban dengan keberagaman.
HUBUNGAN AGAMA DAN BUDAYA
Hubungan antara agama dan budaya nusantara merupakan hubungan yang kompleks erat dan tidak sederhana. Keduanya merupakan dua unsur yang berbeda namun tidak bisa dipisahkan antara satu dan yang lainya. Agama berisi ajaran-ajaran yang bersumber dari wahyu yang datang dari Tuhan sebagai tuntunan kepada manusia agar menjalani hidup sesuai yang dikehendaki-Nya. Sedangkan budaya adalah hasil karya, rasa, dan cipta manusia yang sangat dipengaruhi oleh faktor yang ada di sekelilingnya.
Dari hubungan yang kompleks dan erat tersebut, setidaknya muncul tiga pemahaman terhadap keduanya :
1. Pertama, agama dan budaya adalah satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Dalam pemahaman ini, budaya sudah menyatu dengan nilai-nilai agama sehingga budaya juga harus dipahami sebagai agama. Di sini nilai budaya menjadi tereduksi atau bahkan hilang sama sekali karena sudah melebur dengan agama.
Kecenderungan menyatukan agama dan budaya memberikan justifikasi bahwa semua apa yang bersumber dari shâhib al-risâlah, sang pembawa agama, yaitu Kanjeng Nabi Muhammad SAW, harus dipahami sebagai agama dan bukan budaya. Bahkan, meskipun itu hanya berisi tentang kehidupan sehari-hari Nabi yang meliputi pakaian, penampilan, cara makan, dan lain-lain. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh tempat dan waktu dimana Nabi hidup yang mana mestinya, ini masuk ke dalam ranah budaya, bukan agama. Kecenderungan seperti inilah yang sepertinya menginspirasi sebagian orang dengan jargon pengikut sunnah untuk total dalam mengikuti sunnah Nabi, mulai dari cara berpenampilan dengan sorban yang melilit sampai ratusan meter, atau jenggot ala Teuku Wisnu yang sekarang lagi buming.
2. Ada yang menginginkan sistem negara yang katanya diajarkan oleh Nabi sehingga muncul jargon al–khilâfah ‘alâ manhaj al-nubuwwah.
Kedua, pemahaman yang berusaha membenturkan agama dan budaya dengan menganggap budaya sebagai ancaman bagi eksistensi agama. Budaya yang sudah ada dianggap mengotori kesucian agama karena berbau mistis, syirik, dan menyekutukan Tuhan sehingga harus diperangi sampai akar-akarnya. Dalam konteks keindonesiaan, tentu ini sangat merugikan. Karena berdiri tegaknya NKRI dimodali dengan adanya serta bersatunya agama dan budaya. Dasar dan pilar Negara seperti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dibangun atas kesadaran akan pentingnya menanamkan nilai-nilai agama dan mempertahankan eksistensi budaya dalam masyarakat. Membenturkan keduanya sama halnya dengan meruntuhkan dasar dan pilar Negara dan merobohkan bangunan keindonesiaan itu sendiri.
Upaya pembenturan tersebut tampak semakin nyata belakangan ini dengan semakin gencarnya propaganda yang dilakukan kelompok tertentu. Dengan membawa semangat memperjuangkan Islam atau mengembalikan kejayaan Islam, kelompok ini seperti sengaja memberikan pertanyaan yang menjurus kepada pertanyaan tendensius, seperti :
a. Kamu pilih mana, agama atau budaya ?
b. Siapa yang kamu ikuti, Nabi Muhammad atau nenek moyang ? c. Bahkan yang lebih frontal, seperti mana yang lebih tingg al-Quran atau konstitusi ?
Ketika pertanyaan ini diajukan kepada mereka yang mempunyai semangat agama yang tinggi namun tidak dibarengi dengan pemahaman agama yang cukup, maka dengan lantang mereka akan menjawab, agama, sambil diikuti dengan pekikan takbir yang menggema.
Padahal, secara tidak sengaja mereka terjebak dalam pertanyaan yang membingungkan. Sebab, jelas antara agama dan budaya tidak bisa dibandingkan karena berasal dari dua unsur yang berbeda sebagaimana sudah dijelaskan di atas.
3. Ketiga, pandangan yang berusaha untuk mengharmonisasikan agama dan budaya. Pandangan ini menyadari bahwa agama dan budaya, betapa pun keduanya adalah dua hal yang berbeda, namun bukan berarti harus dibenturkan. Bahkan, ketika keduanya mampu bersinergi dengan baik maka akan saling menguatkan satu sama lain dan akan membentuk suatu karakteristik yang menjadi ciri khas dari persilangan tersebut. Cara pandang seperti ini adalah cara pandang yang ideal karena menempatkan keduanya dalam posisi yang seimbang dan proporsional. Penempatan proporsional seperti ini bisa kita lihat ketika awal mula Islam datang ke Indonesia, dimana terjadi proses pengislaman budaya Nusantara yang dibarengi dengan proses penusantaraan nilai-nilai Islam. Sehingga, keduanya melebur menjadi identitas baru yang kemudian disebut dengan Islam Nusantara. Islam Nusantara adalah hasil dari akulturasi nilai-nilai agama dan budaya sekaligus.
Memahami Islam Nusantara sebenarnya bisa dilihat dari relasi kata pembentuknya. Islam Nusantara adalah hubungan mudlâf dan mudlâf ilayh yang dalam bahasa Arab menyimpan makna min (dari), fî (di, di dalam), atau lam, li (untuk, ke). Dari makna idlâfah ini, Islam Nusantara bisa menghimpun berbagai makna yang terkandung dalam relasi mudlâf-mudlâf ilayh.
Pengertian Islam Nusantara adalah :
1. Pertama bisa berarti Islam li Nusantara, Islam untuk dan ke Nusantara. Artinya, kehadiran ajaran agama Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang dianut mayoritas umat Islam Indonesia dengan berbagai instrumen sanad dan silsilah yang menghubungkan para ulama di Arab hingga ke para Tabiin dan Sahabat Rasulullah.
2. Islam fî Nusantara, Islam di Nusantara. Artinya, pengalaman historis umat Islam di Indonesia, termasuk refleksi tekstual normatif dan historis umat Islam dunia tentang Islam yang diamalkan di Indonesia. Pengalaman itu mencakup sejarah pengislaman Nusantara, kesultanan dan raja-raja, pesantren dan jaringannya, perjuangan umat Islam melawan penjajah asing, hingga kontribusi umat Islam bagi pergerakan kebangsaan dan pembentukan NKRI.
3. Islam min Nusantara, Islam dari Nusantara. Yaitu himpunan aqwâl (kaul-kaul, pandangan, suara, refleksi pemikiran, kitab-kitab) para ulama Nusantara, makrifat dan ijtihad mereka tentang Islam Ahlussunnah wal Jamaah, sekaligus memberikan patokan normatif dan historis dalam pengalaman Islam yang rahmatan lil ‘âlamîn. Termasuk juga ide-ide mereka tentang ajaran keagamaan yang relevan bagi bangsa di dunia berdasarkan pengalaman terbaik yang dimiliki bangsa kita. Islam Nusantara juga merupakan cara bermazhab secara qawliy dan manhajiy dalam beristinbat tentang Islam dari dalil-dalinya yang disesuaikan dengan teritorial, wilayah, kondisi alam, dan cara pengamalannya menurut penduduk kita.
Dapat dipahami alasan munculnya istilah dîn ‘arab jâwî dari abad ke-18, dimana istilah ini sangat identik dengan sebutan Islam Nusantara, karena kata Jâwî sendiri mencakup arti Nusantara. Kalau dîn ‘arab berarti agama Islam substansi Aswaja, lalu Jâwî sebagai buah pengalaman, subjektivitas dan suara ke-Nusantara-an kita, maka dîn ‘arab jâwî adalah Islam Aswaja dari Arab tapi diwarnai dengan karakter Jâwî atau ke-Nusantara-an. Cara memahami dan mengamalkan Islam dari sudut pandang masyarakat kita sebagai orang Nusantara yang kaya alam dan peradaban.
Kalau boleh diibaratkan, Islam Nusantara tak ubahnya seperti pertemuan dua bibit pohon unggul yang berbeda jenis, yaitu Islam yang mewakili agama dan Nusantara yang lekat dengan nilai budaya. Namun, ketika disatukan dalam proses persilangan, keduanya akan menghasilkan sebuah bibit baru yang lebih unggul. Persilangan Islam dan Nusantara diperlukan untuk memperoleh genus baru dengan karakter atau sifat unggulan yang diinginkan. Diharapkan, dari persilangan ini akan muncul adab beragama dan berperadaban dengan sifat-sifat unggulan baru sebagai hasil gabungan dua keunggulan tadi. Ketika dua bibit baru ini muncul bernama Islam Nusantara. Yang diharapkan dari proses tersebut adalah sifat unggulan yang dimilikinya, yaitu adaptif, fleksibel, toleran, multikultural (menghimpun beragam ekspresi budaya masyarakat), berdaya tahan kuat, dan awet dalam zaman. Juga guyub, kolektif atau komunal, yakni bermusyawarah-mufakat, mengedepankan suri tauladan, sopan-santun, dan beradab.
Pertemuan keduanya dibutuhkan untuk memberi solusi pada masalah-masalah kemanusiaan pada umumnya, dan juga secara khusus untuk masalah-masalah kebangsaan kita. Apalagi, akhir-akhir ini Indonesia sedang mengalami ancaman perpecahan dengan maraknya pemikiran transnasional yang membahayakan keutuhan bangsa karena menghilangkan jiwa patriotisme dan kurangnya komitmen terhadap negara dan bangsa.
Pertemuan dua bibit unggul ini bisa dilihat dari tradisi yang di Jawa disebut dengan tradisi selamatan. Tradisi selamatan awalnya diadakan untuk berterima kasih kepada para dewa dan leluhur atas nikmat yang diberikan. Tradisi ini dilakukan dengan menyiapkan berbagai jenis makanan untuk dijadikan sesajen. Setelah Islam masuk, selamatan diartikan sebagai suatu acara yang diadakan sebagai bentuk syukur atas segala nikmat yang Allah diberikan. Selamatan ini dilakukan dengan kehadiran beberapa anggota masyarakat yang di depannya disajikan berbagai jenis makanan dan dilakukan pembacaan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT oleh seorang tokoh terkemuka dalam masyarakat tersebut. Tradisi selamatantersebut kini disebut dengan tahlilan.
Akulturasi antara agama dan budaya juga bisa dilihat dalam berbagai peninggalan bangunan. Misalnya, dalam pembangunan tempat ibadah. Sebagai contoh, Masjid Demak merupakan wajah nyata akulturasi antara Islam, Jawa dan Hindu. Salah satu masjid tertua di Nusantara ini dibangun dengan gaya khas Majapahit, namun juga membawa corak Hindu. Begitu juga dengan Masjid Menara Kudus yang kental dengan nilai toleransi. Konstruksi bangunan Menara yang menjulang ternyata meyerupai candi khas Jawa Timur. Di balik karakteristik masjid Menara Kudus terdapat makna perwujudan sikap tepo seliro atau tenggang rasa sebagaimana menjadi ajaran dari Sunan Kudus. Dalam berdakwah, Sunan Kudus lebih memilih untuk mengapresisai budaya setempat sehingga tidak terjadi shock culture di tengah masyarakat.
Hadirnya Islam Nusantara merupakan tuntutan akan lahirnya Islam yang moderat, damai, dan toleran. Ia merupa sebuah kebutuhan untuk mempertahankan kekayaan budaya yang mulai terkikis oleh paham-paham baru yang tidak ramah terhadap budaya. Selain itu, Islam Nusantara merupakan tawaran di tengah konflik tak berujung yang melanda dunia, khususnya negara dengan penduduk Islam mayoritas.
AGAMA DAN BUDAYA TAK BISA DIPISAHKAN DALAM SEJARAH ISLAM
Agama dan budaya di Indonesia, jika dilihat dari konteks Islam yang berkembang dan hidup di Nusantara ini telah menjadi hubungan simbiosis. Agama butuh alat atau pun metode untuk disampaikan kepada masyarakat. Agar orang paham terhadap agama, maka dibutuhkan metode ataupun alat supaya agama itu bisa dipahami orang.
Dalam konteks ke-nusantaraan yang ada di Indonesia, budaya, tradisi dan seni itu menjadi alat untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama.
Dijelaskan, beberapa hal yang perlu dicatat mengapa di Nusantara ini agama dan budaya atau budaya dan tradisi menjadi alat atau metode dalam penyampaian agama.
1. Pertama, supaya agama lebih mudah dipahami. Karena kalau pesan-pesan agama disampaikan dengan cara-cara Timur Tengah tentunya akan ada kesenjangan budaya. Sehingga akan kesulitan untuk memahami dan menerima pesan-pesan agama itu kalau metode Arab itu yang dipakai.
Oleh karena itu, sejak jaman Walisongo digunakanlah metode atau tradisi nilai-nilai kultur orang lokal Nusantara ini sebagai alat untuk menyampaikan. Dan itu terbukti ampuh, sehingga dalam waktu kurang dari 50 tahun, Walisongo mampu meng-Islamkan masyarakat Nusantara dari yang semula 90% Hindu-Budha berbalik menjadi 90% Islam.
Padahal selama 8 abad, Islam tidak berkembang di bumi Nusantara ini. Data sejarah menunjukkan abad ke-8 Islam sudah masuk di bumi Nusantara melalui berbagai pintu, baik dari pintu Aceh, pintu Jawa dan pintu macam-macam.
Namun, pada kenyataaanya Islam sendiri baru berkembang pada abad ke-15 di zaman Majapahit yang artinya ada masa kevakuman dari abad ke-8 sampai abad ke-15 yang mana Islam di Nusantara ini belum bisa diterima oleh bangsa Nusantara. Kevakuman itulah yang kemudian dikoreksi oleh para wali dan ternyata ada kesalahan dalam menyampaikan pesan.
Akhirnya disampaikan dengan bahasa, cara, budaya, tradisi yang berkembang di masyarakat, baru Islam itu bisa masuk. Dengan cara yang disampaikan para wali itulah akhirnya melahirkan tembang, gending, syair, babat, serat, sastra dan sebagainya itu. Sehingga dengan kebudayaan ini lebih mudah diterima.
Lalu yang kedua digunakannya kebudayaan sebagai metode atau alat dalam menyampaikan ajaran Islam dikarenakan dengan kebudayaan ini wajah Islam menjadi menyenangkan dan kompatibel dengan tradisi lokal yang berkembang di masyarakat.
Sebab ada kesenjangan budaya kesannya kalau kita langsung pakai cara-cara metode Arab itu orang menjadi defence culture. Kesenjangan kultural inilah yang menyebabkan akhirnya ada defence culture. Untuk mengatasi adanya defence culture itu maka inilah kebudayaan yang menjadi Wasilah.
Dengan cara-cara inilah, menurutnya, Islam menjadi lebih kreatif. Meski ajarannya tidak diubah, ekspresinya menjadi lebih bisa beragam dan menunjukkan Islam itu kebenarannya akan tetap abadi di setiap tempat dan waktu.
Karena budaya-budaya yang ada di masing-masing tempat itu bisa menerima dengan baik dan bisa ekspresikan Islam dengan gayanya masing-masing dari segi kultural tanpa harus merubah ajaran-ajaran yang sudah baku. Inilah yang perlu dipahami masyarakat pemeluk agama Islam. Islam yang seperti ini, maka orang menjadi tidak mudah marah. Karena kalau Islam ini sedikit sedikit marah, ditunjukkan dengan emosi ataupun kemarahan-kemarahan, akhirnya orang menjadi berpikir mengapa ajaran Islam ini ajarannya marah-marah.
Kita juga perlu marah tetapi harus pada tempatnya. Kalau kita marah dan mengatasnamakan marah itu pada hal-hal yang sifatnya membesar-besarkan masalah, maka orang jadi mikir seperti masalah sedikit dibesar-besarkan yang akhirnya sama saja dengan mengkerdilkan Islam itu sendiri.
Terkait dengan puisinya Sukmawati yang bikin heboh masyarakat, menurutnya, ini mengindikasikan bahwa taraf keberagamaan masyarakat Indonesia ini cenderung masih bersifat legal formalistik, di mana masih menjadi orang yang mudah kaget, mudah marah, dan mudah terkejut. Padahal sebetulnya puisi itu adalah puisi otokritik yang dapat menjadi bahan refleksi bagi masyarakat semuanya.
Para wali pada zaman dahulu ketika Sunan Kalijogo mentransformasikan ayat-ayat Allah menggunakan seni, budaya dan tradisi. Karena hal itu sebagai sarana untuk menyebarkan, mengajarkan, dan menyampaikan pesan-pesan agama supaya lebih indah, lebih mudah diterima dan lebih menyenangkan ketika didengarkan orang.
Akhirnya dengan cara seperti itu justru Islam bisa diterima oleh semua orang, dibanding dengan orang-orang yang berteriak-teriak tetapi suaranya enggak jelas meskipun itu suara yang mengandung kebaikan. Ini faktual, harus dibedakan antara pesan agama, ajaran agama dengan metode, cara atau alat menyampaikan pesan.
Adzan itu adalah bagian dari ritual agama dalam memanggil orang untuk melaksanakan shalat dan karena suara adzan itu suara sakral, suara suci dan ritual agama, maka mestinya harus disampaikan dengan suara yang indah sehingga jangan sampai kalah dengan kidung.
Kalau langgam kalah dengan kidung akhirnya dia menjadi bahan ketawaan orang dan bahan ejekan orang. Ketika ada orang ada yang merasakan seperti itu ya kita jangan marah, mestinya kita instropeksi lain kali kalau adzan suara atau langgamnya harus yang bagus, merdu.
Ini mencontohkan, Sunan Kalijogo dulu ketika membangunkan orang untuk salat tahajjud tidak langsung mengutip ayat-ayat dalam kitab suci melainkan ditransformasikan menjadi kidung Rumekso Ing Wengi.
Itu adalah contoh Sunan Kalijogo mencoba memperindah, mempercantik supaya pesan-pesan agama ini lebih mudah, gampang dan lebih enak diterima oleh para penyampai pesan. Karena itu sesuai dengan kondisi psikologis, kondisi kultural, kondisi tradisional masyarakat. Jadi marilah kita sama-sama mencoba untuk menghayati sejarah itu di muka bumi Indonesia mbumi Nusantara ini.
PERKEMBANGAN PERADABAN MANUSIA HARUSNYA TIDAK MENGHANCURKAN BUDAYA
Perkembangan peradaban yang terjadi seharusnya tidak menghancurkan budaya dari peradaban atau bangsa mana pun. Meskipun akses budaya dari peradaban lain terbuka luas, namun suatu bangsa harus mampu membangun dan mempertahankan budaya yang telah dimiliki dari masa lalu.
Pemikiran-pemikiran mainstream juga dapat berujung pada musnahnya peradaban, hal ini memerlukan adanya pengelolaan yang baik terhadap budaya bangsa dan menjadi paradoks bahwa suatu bangsa memiliki budaya yang kaya di masa lalu tetapi kemudian peradaban bisa hancur karena adanya budaya-budaya atau nilai-nilai yang dibawa oleh budaya atau peradaban lain.
Masyarakat sedang berada di persimpangan jalan, karena dihadapkan antara nilai-nilai kemanusiaan dan manfaat dari teknologi. Peradaban yang terjadi saat ini membuat manusia lebih menikmati hak-hak politik maupun manfaat sosial. Namun, juga membawa ketidakstabilan sosial maupun ketidaksetaraan yang menimbulkan kehancuran.
Peradaban akan berubah menjadi lebih maju dengan adanya teknologi, ekonomi, idealisme, dan kemajuan ilmu pengetahuan. Namun teknologi juga dapat menghilangkan moralitas manusia sedikit demi sedikit.
Kemajuan dari ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang sangat besar terhadap peradaban manusia, salah satunya komunikasi dan informasi. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang terjadi semakin mengaburkan batas-batas negara. Oleh sebab itu, Indonesia dihadapkan dengan dua hal yang tidak mudah, yakni, merawat atau memelihara budaya nasional maupun membangun budaya modern untuk bangsa.
Teknologi tidak seharusnya dipandang sebagai sebuah peradaban, tetapi menjadi alat untuk kemajuan manusia dan kemanusiaan. Sehingga, hidup manusia akan terbantu oleh kemajuan teknologi. Pengembangan teknologi telah akan membawa banyak konsekuensi negative pabila tidak dikelola dengan baik.
Selain perkembangan atau kemajuan teknologi, pandemi, politik, kesenjangan sosial, dan kekurangan sumber daya juga turut mempengaruhi masa depan manusia.
Hal ini juga menimbulkan adanya dominasi agama terhadap teknologi dan juga adanya perkembangan ide-ide keagamaan dan kita telah mencapai titik dimana kita harus menentukan masa depan kita apakah akan lebih bersatu atau lebih terpecah-pecah.
PENYELERASAN AGAMA DAN BUDAYA
Agama dan budaya, merupakan bukan hal yang asing bagi kedua telinga ini. Seringkali kita mendengar dua kosa kata ini diperbincangkan oleh lisan bahkan jadi sebuah perdebatan bagi sebagian kalangan. Dua kosa kata yang tak hanya sekali berjalan berdampingan dan selalu dipadupadankan. Ini menunjukkan bahwa ada relasi diantara mereka. Padahal jika ditelisik, agama dan kebudayaan adalah hal yang berbeda. Agama merupakan segala sesuatu yang didapat atau bersumber dari Tuhan, sedangkan kebudayaan merupakan segala sesuatu yang diciptakan atau produk (cipta, rasa, karsa) dari manusia. Meskipun berbeda, agama dan kebudayaan tetaplah dikaitkan dan memiliki relasi yang kuat. Amanah yang tersemat dalam pundak setiap insan, yakni amanah diniyah (agama) dan amanah wathoniyah (kebangsaan). Dalam Islam, terdapat amanah untuk mempertahankan budaya yakni Islam Nusantara.
Relasi antara agama dan budaya menurut pandangan penulis yaitu agama menyebarkan ajarannya salah satunya melalui budaya dan budaya membutuhkan agama untuk melestarikannya. Agama tidak serta-merta menghapus budaya dalam masyarakat, yang beberapa memang tidak sesuai dan bertolak belakang dengan nilai-nilai agama. Akan tetapi, agama lebih menggunakan budaya untuk media dakwah sekaligus masuk dalam budaya dengan menyesuaikan apa yang boleh atau sesuai dengan ajarannya Di sini agama berperan untuk memfiltrasi berbagai norma dan nilai dari kebudayaan, misalkan: budaya wayang, tumpengan, Sedekah laut, budaya ’nganteuran’ dan sebagainya. Ini juga meliputi relasi antara manusia dengan alam, atau antara manusia dengan makhluk lainnya, seharusnya bukan merupakan relasi antara penakluk dengan yang ditaklukan, hamba dengan tuannya, melainkan sebuah relasi harmonis, yang mengutamakan kebersamaan, cinta dan kasih sayang. Hal ini pun pada dasarnya telah diajarkan oleh agama, interaksi yang bersifat harmonis itu, adalah interaksi yang saling memperhatikan perkembangan situasi antara satu dengan yang lainnya. Ini merupakan prinsip pokok yang merupakan landasan interaksi antara manusia dengan makhluk lainnya, termasuk kepada alam, dan keharmonisan hubungan ini pula yang menjadikan tujuan dari segala etika agama (Haidi Hajar Widagdo, Sebuah Upaya Penyelarasan antara Budaya Mistis dengan Pelestarian Lingkungan,2012).
Adanya relasi antara agama dan kebudayaan diperkuat oleh salah satu argumen budayawan bangsa ini, Didik Nini Towok, saat pentas di Universitas Brawijaya Malang begitu memesona. Selepas menari, beliau mengatakan, “Kesenian terutama tarian di Nusantara dipengaruhi oleh agama. Seperti tarian Bali dipengaruhi oleh agama Hindu, tarian Jawa dipengaruhi oleh Kejawen, dan tarian Aceh dipengaruhi oleh agama Islam, sehingga para penari harus mengikuti tata cara dan adab menari” (Widianto, Eko. 2016. Seni Budaya Nusantara Dipengaruhi Agama. Terakota.id). Hal ini menegaskan bahwa agama mampu memengaruhi budaya yang ada.
Seperti halnya yang dikatakan KH. Said Aqil Siroj, Beliau mengatakan pula bahwa pakaian batik itu budaya, tetapi orang sah sholat dengan memakai batik sebagai sarana untuk menutup aurat. Artinya budaya bisa mendukung tegaknya agama. Dan begitupula agama mendukung lestarinya budaya, seperti halnya di daerah penulis, semasa penulis kecil di Kp. Cicayur 1 Pagedangan Tangerang, ketika masih banyak persawahan dan setelah panen diadakan acara membuat laksa dipinggir sawah bersama-sama, dan setelah acara tersebut dilanjutkan dengan acara ngeriung dengan membaca tahlil tahmid dan do’a lainya secara bersamaan sebagai bentuk syukur. Inipun membuktikan adanya relasi antara agama dan budaya.
Bukan hanya itu saja, masalah juga terjadi saat budaya dibenturkan dengan nilai-nilai agama. Bernostalgia sejenak dengan menilik peristiwa pada bulan Oktober 2018 (Nurrhochman. 2018. Memaknai Relasi Agama dan Budaya. Beritagar.id) yaitu adanya pembubaran yang dilakukan oleh pihak-pihak/sekelompok orang terhadap warga yang melakukan kegiatan sedekah laut di Pantai Baru, Bantul. Sebenarnya, sedekah laut merupakan budaya yang sudah turun temurun dan memang perlu untuk dilestarikan. Pembubaran ini sangatlah disayangkan bisa terjadi di bangsa yang katanya berbudaya dan beragama ini.
Mengapa sampai ada pembubaran?
Hal ini dikarenakan ada sekelompok oknum beragama yang mana mereka membenturkan budaya dengan agama. Di sini terlihat ada perbedaan dalam penginterpretasian budaya. Pihak yang pro menilai bahwa budaya sebagai tradisi yang harus dilestarikan sedangkan pihak yang kontra memiliki penafsiran lain. Pihak yang kontra membenturkan budaya dengan ajaran agama sehingga mereka merasa kegiatan tersebut sesat, syirik, dan betentangan dengan ajaran Islam.
Memiliki pandangan yang berbeda di negara yang majemuk ini sah-sah saja. Akan tetapi output atau tindakan yang mengekor setelahnya adalah masalahnya. Di mana dengan adanya oknum yang membenturkan budaya dengan ajaran agama yang berbuntut pada aksi pembubaran budaya sedekah laut di pantai Baru bisa memecah belah bangsa. Perlu diingat bahwa Indonesia bukan negara agama, tetapi negara yang beragama. Jadi dalam hal ini, akan lebih elok apabila setiap insan sadar untuk menanamkan jiwa toleran dalam dirinya. Indonesia sendiri juga tidak hanya mengakui satu agama saja melainkan enam agama, yakni Islam, Hindu, Buddha, Katholik, Kristen Protestan, dan Kong Hu Cu. Selain itu, juga ada aliran kepercayaan lain yang sudah menyatu dengan penduduk seperti Sunda Wiwitan, Kejawen, Marapi, dan sebagainya.
Kembali pada pembubaran kegiatan budaya sedekah laut di Pantai Baru, Bantul. Budaya ini oleh sebagian oknum dianggap syirik. Padahal budaya ini adalah ungkapan syukur pada Tuhan akan karunia yang telah diberikan. Di Indonesia, budaya yang serupa juga ditemui, seperti Larung Sesaji di Lereng Gunung Kelud, Kediri dan lainya. Budaya yang dilakukan masyarakat dengan memberikan hasil panen dari gunung baik berupa sayur-sayuran maupun buah-buahan untuk dibagikan sebagai rasa syukur masyarakat lereng gunung Kelud terhadap Sang Pencipta. Di mana Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan kebutuhan hidup yang melimpah pada penduduk sekitar. Budaya ini juga diikuti oleh umat antar agama, termasuk aliran kepercayaan/kejawen.
Beragam budaya yang ada di daerah lain terlihat damai-damai saja bukan?
Ini menunjukkan bahwa sebenarnya agama dan kebudayaan itu bisa berjalan berdampingan, tidak perlu dibenturkan.
Bukankah lebih indah dan damai apabila setiap elemen masyarakat memahami hal ini ?
Menurut hemat penulis, budaya-budaya tersebut merupakan kegiatan positif, di mana sedekah berarti beramal, dalam maksud ingin membersihkan agar menjadi lebih baik ataupun sebagai ucapan syukur pada Sang Pencipta.
Lalu siapa yang disalahkan atau bertanggung jawab atas pembubarpaksaan budaya di Pantai Baru?
Ya hanya oknum yang melakukan hal tersebut, bukan agama yang dianutnya. Di daerah-daerah lain fine-fine saja dengan adanya tradisi sedekah-sedekah itu. Jadi, boleh saja menjadi orang agamis, akan tetapi harus tahu situasi dan kondisi, jangan sampai terlalu fanatik dalam beragama lalu membubarpaksakan budaya yang memang sudah di lestarikan turun temurun.
Kesimpulannya, agama dan budaya memanglah dua hal yang berbeda. Akan tetapi perbedaan ini bukanlah hal yang perlu dibenturkan. Kita sebenarnya bisa berjalan berdampingan dan sama-sama memperoleh kedamaian dalam menjalani kehidupan. Hanya saja, masih diperlukan kesadaran setiap insan untuk menerapkan nilai toleransi. Penulis yakin, kita sebagai bangsa yang majemuk bisa berjalan berdampingan, tanpa perlu untuk saling membenturkan perbedaan yang ada. Seperti kata guru bangsa, Gus Dur mengatakan agama melarang adanya perpecahan, bukan perbedaan.