NGELMU TITEN (ILMU TITEN)
Ngelmu artinya ilmu, titen artinya cermat dalam menandai dan membaca makna di balik suatu peristiwa alam. Ngelmu Titen adalah keahlian dalam melihat hubungan antara suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya dengan berbasis tradisi.
Ngelmu Titen merupakan kearifan lokal yang dapat dipelajari secara tradisional dan turun temurun dari nenek moyang bangsa kita. Tidak sedikit suku bangsa yang ada di Nusantara mempunyai kemampuan menonjol dalam hal penguasaan ngelmu titen. Sebut saja tradisi Ngelmu Titen yang dimiliki masyarakat Jawa dan Aceh terutama yang masih memegang teguh kearifan lokal.
Ilmu titen adalah ilmu tradisional Jawa berupa kepekaan terhadap tanda-tanda atau ciri-ciri alam. Ilmu titen biasanya digunakan untuk membaca gejala alam yang mendahului datangnya bencana. Ilmu titen bukanlah ilmu yang bersifat saintifik, melainkan berupa kumpulan pengamatan yang berulang-ulang.
Contohnya sebelum gunung berapi meletus, hewan-hewan akan turun.Jika terdapat retakan di tanah dan mengeluarkan air keruh, gempa akan terjadi.Jika pagi hari tidak bisa membuka pintu, berarti akan terjadi gempa.Jika sungai menjadi keruh padahal tidak ada hujan, maka banjir bandang akan datang. Kedatangan burung pertanda akan kedatangan tamu yang sudah lama tidak bertemu.Kedatangan kupu-kupu pertanda akan mendapatkan rezeki. Selain itu, hitung-hitungan Jawa seperti pranata mangsa disebut juga sebagai bagian dari ilmu titen.
Ngelmu Titen adalah dengan menandai, kemudian mencermati dan menghubungkannya antara satu peristiwa dengan peristiwa yang akan terjadi, tidak hanya sekali tetapi harus dilakukan berulang-ulang dan dilakukan revisi. Obyektivitas akan didapat apabila antara pertanda alam dengan suatu kejadian berikutnya sudah berulang kali terbukti mempunyai hubungan erat. Sehingga Anda dapat melihat di antara berbagai fenomena alam yang terjadi, ternyata saling berhubungan satu sama lain dan dapat dijelaskan melalui hukum kausalitas. Dari situlah Ngelmu Titen bermula.
Ngelmu Titen menjadi instrumen bagi seseorang untuk dapat membaca bahasa alam. Bahasa alam bukanlah sekedar kiasan, karena alam semesta sesungguhnya tidak diam membisu melainkan selalu berbicara dengan cara dan bahasanya sendiri. Bukan dengan bahasa verbal, melainkan bahasa rasa, bahasa visual dan perlambang yang dituangkan dalam berbagai macam fenomena alam. Jika manusia mampu memahami bahasa alam, ia tidak hanya mampu memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi, bahkan manusia dapat mengetahui fenomena alam yang akan terjadi di waktu mendatang. Dengan kata lain, setiap fenomena alam sesungguhnya menjelaskan suatu peristiwa yang mencakup tiga rentang waktu, yakni telah terjadi, sedang terjadi, bahkan peristiwa yang akan terjadi.
UTHAK ATHIK GATHUK
Seseorang yang telah menguasai ilmu titen akan lebih mudah mengetahui rahasia alam secara lebih luas, detail dan akurat tergantung tingkat keahlian masing-masing dipelajari. Semakin sering kita mengamati fenomena alam, kemudian menghubungkannya dengan kejadian alam berikutnya, akan wawasan pengalaman berdasarkan tanda-tanda alam dalam bahasa Jawa disebut sebagai uthak athik gathuk. Yakni menganalisa dan melihat korelasi antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
Permasalahannya adalah pada diri masing-masing individu manusia, apakah ia mampu memahami bahasa alam atau tidak.
Rangkaian fenomena alam merupakan kalimat dalam berbahasa alam yang di dalamnya menyiratkan sederet informasi tentang apa yang sesungguhnya telah, sedang dan akan terjadi. Tujuannya agar dapat dijadikan petunjuk bagi seluruh makhluk hidup apa yang harus dilakukan.
Itulah alasannya mengapa orang yang pandai membaca bahasa alam dapat mengetahui lebih banyak rahasia alam, kemudian mampu menerangkan peristiwa alam dalam hubungan sebab akibat hingga dapat diterima oleh akal sehat. Termasuk fenomena alam yang bagi orang pada umumnya masih dianggap rahasia. Maka tidaklah mengherankan jika sebagian orang memiliki kemampuan untuk melihat apa yang akan terjadi, karena membaca rangkaian peristiwa alam dan hubungan sebab akibatnya.
MENGETAHUI RAHASIA ALAM
Kemampuan membaca bahasa alam tentu menjadi hal sangat positif. Semakin banyak mengetahui rahasia alam, seseorang akan memiliki kesadaran kosmologis. Kesadaran kosmos membuat seseorang menjadi semakin bijaksana dalam bersikap. Akurat dalam menentukan rencana, serta tepat dalam mengambil tindakan. Seseorang akan lebih berhati-hati dan penuh tanggung jawab dalam menjalani hidup. Dari situlah lahirnya sikap menghargai seluruh makhluk hidup dan kehidupan ini dalam aras yang setinggi-tingginya. Welas-asih kepada lingkungan alam dan seluruh makhluk hidup penghuninya tanpa kecuali, menjadi senjata utama untuk menciptakan kesejahteraan di muka bumi, bukan dengan kekerasan dan kepongahan, atau kekuatan senjata yang dilandasi kotoran hati dan angkara murka. Dengan alasan itulah, pentingnya menjaga sikap dan perilaku diri kita masing-masing agar senantiasa selaras dan harmonis dengan tata hukum keseimbangan alam.
Tata hukum keseimbangan alam tidak pernah menyisakan sedikit pun ketidak-adilan. Alam semesta selalu menjaga tata keseimbangannya agar kehidupan seluruh makhluk hidup menjadi lebih sejahtera, namun terkadang manusia tidak paham. Fenomena alam seperti gunung meletus, gempa bumi, air laut pasang, badai, suhu beku dan panas bumi, merupakan perilaku alam dalam rangka menata kembali pola keseimbangannya yang mulai kacau oleh perubahan waktu maupun karena ulah manusia yang membuat kerusakan di muka bumi. Tapi kebanyakan manusia tidak mampu memahaminya. Tapi sebagian orang telah berburuk sangka kepada alam. Sering kali orang terburu-buru menyimpulkan bahwa fenomena alam sebagai gejolak kemarahan Tuhan. Sebagian orang lebih suka mengatakan fenomena alam sebagai bencana karena yang dilihat hanya sisi buruknya saja. Padahal yang terjadi justru sebaliknya, di balik fenomena alam yang terjadi, selalu disematkan anugerah agung bagi kehidupan seluruh makhluk, yang dapat dirasakan di kemudian hari. Jika ada manusia yang menjadi korban, itu bukanlah kesalahan alam. Sebaliknya alam sudah memberikan peringatan terlebih dahulu agar manusia punya waktu untuk antisipasi segala resiko yang mungkin terjadi.
Lihatlah dengan mata visual dan saksikan dengan mata batin, tetapi Anda harus menggunakan kejujuran hati paling dalam. Anda tidak akan mendustakan betapa alam semesta selalu menyayangi setiap makhluk hidup penghuninya. Sekalipun manusia membuat kerusakan alam, tetapi bumi selalu konsisten memberi kehidupan dengan penuh kasih. Itulah makna yang tersirat dalam kalimat mulat laku jantraning bumi.
Apa pun yang terjadi, hukum alam selalu berlangsung dengan maha adil. Alam semesta selalu mengabarkan kepada seluruh makhluk hidup, tanpa kecuali, setiap akan terjadi suatu peristiwa alam yang mungkin dapat membinasakan makhluk hidup. Agar supaya gejolak alam tidak menyengsarakan makhluk hidup penghuninya. Tetapi salah manusia sendiri yang sering mengabaikan peringatan alam. Faktanya bangsa manusia menjadi yang paling bebal dibanding dengan bangsa binatang, tumbuhan maupun makhluk halus.
Itulah kenyataan paling menyedihkan, pada kenyataannya bangsa manusia kalah dengan bangsa binatang dalam kepiawaiannya membaca isyarat dan bahasa alam. Bangsa binatang yang selalu dianggap martabatnya lebih rendah dan dianggap hina oleh bangsa manusia, yang notabene merasa paling suci dan sempurna di banding makhluk-makhluk hidup lainnya. Tapi fakta membuktikan sebaliknya, bangsa binatang begitu pandai berkomunikasi dengan alam. Binatang selalu paham apa yang akan terjadi dengan alam, sehingga mereka lebih dulu mencari tempat aman untuk sementara waktu, setelah keadaan kembali aman, binatang akan kembali lagi ke dalam habitatnya. Binatang tidak menjadi korban dari bencana alam, tetapi manusia justru sering menjadi korban bencana alam. Manusia selalu menutupi kelemahannya dengan mengatakan bahwa semua itu sudah menjadi kehendak Tuhan.
TIRAKAT ORANG JAWA
Sudah sejak dulu, masyarakat Nusantara sudah sangat akrab dengan spiritualisme. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya berbagai kebiasaan, baik yang sifatnya ibadah maupun ritual, misalnya laku tirakat.
Tirakat adalah aktivitas spiritual seseorang dalam bentuk keprihatinan hati, jiwa, dan raga. Jadi, laku tirakat adalah bentuk usaha menahan diri dan menjauhi perilaku bersenang-senang untuk tujuan tertentu dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan YME Allâh swt.
Ada banyak bentuk laku tirakat yang dilakukan oleh masyarakat nusantara, terutama di Jawa. Bentuk tirakat orang Jawa biasanya berkaitan dengan niat, tujuan, atau hajat pelakunya. Jadi, laku tirakat tertentu memiliki daya pengaruh sendiri-sendiri.
BENTUK DAN TATACARA
1. Puasa.
Puasa memiliki kedudukan penting tidak hanya bagi masyarakat beragama tetapi juga masyarakat tradisional. Puasa adalah bentuk menahan diri dari makan, minum, dan aktivitas seksual. Di Jawa dikenal ada beberapa jenis puasa, misalnya puasa mutih yang hanya diperbolehkan makan nasi putih dan air putih saja. Puasa weton yang dilakukan di hari weton atau hari lahir seseorang.
2. Melekan.
Melekan merupakan salah satu bentuk laku tirakat dengan cara tidak tidur, tidak mendatangi keramaian dan hiburan. Saat melekan, seseorang diharuskan melakukan aktivitas spiritual dan mendekatkan diri kepada Tuhan YME Allâh swt.
3. Bertapa, Menepi, Dan Semedi.
Bentuk tirakat satu ini sebenarnya saling berkaitan. Sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan YME, seseorang biasanya mencari tempat yang sepi untuk bertapa dan semedi. Misalnya di goa, tengah hutan, bangunan wingit, atau tempat keramat lainnya.
4. Berziarah Dan Berdoa Di Makam Keramat.
Masyarakat Jawa masih meyakini bahwa orang yang sudah mati akan tetap hidup meskipun jasadnya telah tiada. Terlebih orang-orang sholeh dan berilmu. Untuk itulah, mereka akan mendatangi makamnya untuk menepi dan berdialog secara batiniah agar mendapat ilmu dan kelebihan dari orang mati tersebut.