BERBUDI BAWA LAKSANA
Berbudi bawa laksana tegese nduweni watak apa sing diucapake bakal dileksanani.
Yen digathukake karo paribasan ing basa Indonesia, maknane padha karo satunya kata dengan perbuatan.
Umume unen-unen iki ditujukake marang para pemimpin supaya ora mencla-mencle.
Kabeh sing dikandhakake uga ditindakake kanthi sanyatane, ora diowahi, ora dielongi.
Watak berbudi bawa leksana mujudake watak kang becik. Awit pemimpin sing duwe watak kaya mangkono bisa nyebabake rakyate ayem, tentrem, lan marem.
Jalaran pemimpin mau anggone omong lan tumindak mesthi diarah-arah, dietung temenan bisa dicakake apa ora, nyocogi marang karepa rakyat apa ora, saengga rakyat ora ngerti dhodhok selehing prakara kang dadi underane kawicaksanan kang dicakake.
Artinya berwatak konsekuen baik terhadap kata maupun tindakannya.
Jika dikaitkan dengan ungkapan dalam berbahasa Indonesia, maknanya sama dengan satunya kata dengan perbuatan.
Biasanya, ungkapan ini ditujukan kepada para pemimpin agar konsisten dalam bersikap.
Semua yang dikatakan dan dijanjikan akan ditepati, tidak diubah, dan tidak dikurangi.
Karakter berbudi bawa laksana merupakan salah satu karakter terpuji.
Pemimpin yang berhasil mewujudkan sikap demikian, akan menjadikan rakyat tenang, tenteram, dan puas.
Hal ini perkataannya selalu dijaga, diperhitungkan dengan cermat dapatkah terlaksana atau tidak, sejalan dengan keinginan rakyat ataukah sebaliknya sehingga rakyat mengetahui bermacam duduk perkara yang melatarbelakangi kebijaksanaannya.
Berbudi artinya (berwatak, berbudi, atau berperilaku), Bawa berarti (ucapan atau perkataan), dan laksana (laku atau laksana). Dengan demikian, ungkapan berbudi bawa leksana adalah gambaran watak seorang yang konsekuen dalam ucapan dan tindakannya.
Ungkapan peribahasa berbahasa Jawa di atas secara harafiah bermakna penuh watak luhur lebih. Maksud arti yang terkandung adalah seorang pemimpin yang berbudi pekerti luhur dan mempunyai sifat kepribadian yang baik, konsisten antara perkataan dan perbuatan.
Bagi masyarakat Jawa dan secara universal, pemimpin yang dicari adalah pemimpin yang dapat mengayomi masyarakat dan kawulanya. Pemimpin yang dapat mengayomi adalah pemimpin yang mempunyai sifat budi pekerti luhur, kepribadian yang baik, serta konsisten perkataan dan perbuatan. Sebab pemimpin yang berbudi pekerti jelek, apalagi perkataan sering tidak konsisten dengan perbuatan atau bahkan keputusan yang diambil berubah-ubah jelas akan membuat bingung bagi kawula atau bawahannya.
Pemimpin adalah panutan rakyat atau bawahan. Segala pemikiran, ucapan, perbuatan, dan keputusan akan selalu ditiru dan dicontoh oleh rakyatnya. Bahkan segala tingkah lakunya akan selalu direkam dan diingat-ingat oleh kawulanya. Jika seorang pemimpin melakukan perbuatan tercela, jelas akan dicemooh oleh rakyatnya. Rakyatnya akan terus mencibirnya dan akhirnya tidak akan mempercayainya sebagai pemimpin yang berbudi luhur. Demikian pula jika pemimpin mengeluarkan keputusan yang berubah-ubah, maka jelas akan membuat bingung bawahannya. Pemimpin yang demikian akan dianggap berpendirian plin-plan, alias tidak konsisten sehingga bawahan tidak punya pegangan untuk bekerja.
Pemimpin yang berbudi luhur dan berpendirian konsisten tidak muncul secara spontan. Banyak yang harus dilakukan, termasuk olah budi, olah rasa, dan olah batin. Pemimpin harus banyak belajar dari pengalaman orang lain dan dirinya sendiri dalam berkehidupan. Untuk menjadi pemimpin yang berbudi luhur harus banyak mendengar keluhan, saran, kritikan, dan bahkan kalau perlu kritikan yang sangat keras dari rakyatnya. Jika pemimpin bisa memahami keluhan dan kebutuhan rakyatnya serta dapat membuat rakyatnya nyaman, aman, tentram, maka ia dapat menjadi pemimpin yang bersifat bèr budi bawa laksana.
BERBUDI
Berbudi dalam bahasa Jawa beda dengan berbudi dalam bahasa Indonesia. Ber disini bukan sebuah awalan melainkan kependekan dari luber yang artinya adalah meluap. Adapun Budi pengertiannya adalah watak. Tentusaja watak yang baik. Watak apa yang meluber atau meluap? Tentusaja watak suka memberi, yang dalam bahasa Jawa menurut Poerwadarminta disebut seneng weweh. Pemimpin harus ber-budi, luber budinya. Suka memberi kepada rakyatnya. Memberi kepada rakyat tidak harus memberi uang tunai. Keamanan, kesejahteraan, kemudahan, peluang usaha dan masih banyak lagi. Rakyat akan merasa ayem karena diayomi pemimpin yang ber-budi. (Semua yang diberi tanggung-jawab mengendalikan sesuatu adalah pemimpin).
Bawa dalam bahasa Jawa berarti ucapan, atau awal nyanyian. Tembang Jawa sering diawali dengan bawa. Semacam intro yang disampaikan dalam sepotong kalimat bernada. Penekanan disini pada ucapan seorang pemimpin. Tentu saja ucapan seorang pemimpin tidak boleh kakehan gludhug kurang udan, banyak janji tanpa bukti. Ucapan pemimpin harus sama dengan perbuatannya. Harus Sabda pandita ratu.
LAKSANA
Laksana adalah jalan. Diberi sisipan um maka lumaksana berarti berjalan. Pengertian jalan disini adalah gerak langkah atau tindakan. Jadi Laksana menjelaskan bawa. Dengan demikian pengertian Bawa laksana adalah kesatuan ucapan dan tindakan.
Berbudi bawa laksana mengandung pengertian suka memberi dan kesatuan antara ucapan dan tindakan. Penjabarannya bisa panjang-lebar, luas dan mendalam. Saya hanya ingin mengingatkan satu hal. Yang sering diucapkan pemimpin kepada rakyat adalah janji.
LUHUR BUDI BAWA LAKSANA
Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi basane lan legawane ati, darbe sipat berbudi bawa laksana artinya ialah tingkah laku dan budi bahasa yang halus, keikhlasan hati dan bersedia berkorban, dalam sifat satu kata satu perbuatan.
Kata tersebut berasal dari sebuah ungkapan peribahasa Jawa, yang secara harafiah memiliki makna penuh watak luhur lebih.
Secara lebih mendalam, maksud yang terkandung adalah seorang pemimpin yang memiliki budi pekerti luhur, sifat dan sifat kepribadian yang baik, serta konsisten antara perkataan dan perbuatan.
Bagi masyarakat Jawa sendiri dan secara universal pula, pemimpin yang diidamkan adalah pemimpin yang dapat mengayomi masyarakat dan abdinya. Pemimpin yang dapat mengayomi haruslah mempunyai sifat budi pekerti luhur, kepribadian yang baik, serta konsisten perkataan dan perbuatan.
Sebab pemimpin yang berbudi pekerti jelek, apalagi perkataan sering tidak konsisten dengan perbuatan atau bahkan keputusan yang diambil berubah-ubah jelas akan membuat bingung bagi para abdinya.
Sifat bawa laksana dianggap mempunyai nilai yang sangat tinggi, sehingga harus dimenangkan apabila terjadi berbenturan dengan nilai-nilai lain, termasuk didalamnya nilai-nilai keadilan dan kebenaran.
Seperti telah disebutkan diatas, etika bawa laksana ini mengandung nilai yang bersifat universal. Di mana pun dan kapan pun juga, sikap tersebut pasti diakui sebagai mengandung nilai filsafat yang baik dan perlu dipegang teguh oleh semua orang.
Dalam pewayangan tokoh Pendawa Lima dan Kresna adalah tokoh-tokoh yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang terpuji :
1. Yudhisthira (Puntodewa): Sang raja yang konon kabarnya mempunyai darah putih, dengan ciri utama kejujuran dan kesabaran, begitu jujurnya Yudistira sehingga dia dikaruniai Dewata kereta yang tidak merambah bumi. Saat pertama kali, dalam kisah Bharatayuda, Yudhisthira mengucapkan kata yang tidak jujur adalah ketika dia diminta oleh Sri Kresna untuk mengatakan bahwa Aswatama telah gugur apabila ditanya oleh Pendita Durna (ayah Aswatama), padahal yang mati adalah Gajah yang bernama Aswatama.
Pendita Durna tidak percaya bahwa Aswatama telah gugur oleh karena itu dia menanyakan ke Yudistira yang terkenal kejujurannya.Yudistira menjawab dengan melirihkan suara Gajah dan menekankan kata Aswatama sehingga memberikan kesan bahwa Aswatama telah gugur dan pada saat itu juga kereta Yudistira merambah bumi karena Yudistira tidak lagi sempurna kejujurannya.
Yudistira adalah ksatria yang lebih menonjol sifat kepemimpinannya, kejujurannya, dan kesabarannya yang sangat dihormati oleh adik-adiknya maupun oleh Sri Kresna.
2. Bhima (Werkudara): Jujur, gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh, tegas, disiplin.
3. Arjuna (Janaka): senang bertapa, senang menuntut ilmu oleh karena itu sangat sakti, sopan santun, halus dalam tindakan dan kata-katanya, berani, pendiam, teliti.
4. Nakula: jujur, setia, taat, belas kasihan, tahu membalas budi, menyimpan rahasia, ahli di bidang pertanian dan kesejahteraan rakyat (Note: saudara kembar dengan Sadewa karena itu punya sifat yang sama tapi punya keahlian yang beda).
5. Sadewa: jujur, setia, taat, belas kasihan, tahu membalas budi, menyimpan rahasia ahli mistik, ahli di bidang peternakan dan industri (Note: saudara kembar dengan Nakula karena itu punya sifat yang sama tapi punya keahlian yang beda).
6. Sri Kresna: cerdas, tangkas, pandai berbicara, bijaksana, ahli strategi, antisipatif oleh karena itu sering dikatakan bisa mengerti sesuatu kejadian yang belum terjadi.
Pada saat sebelum perang Bharatayuda (perang antara Pendawa Lima dan Kurawa yang sama-sama masih keturunan Bharata), Resi Bisma yang sesepuh dari kedua belah pihak mengingatkan pihak Kurawa tidak akan mungkin menang melawan Pandawa karena di pihak Pandawa ada Yudhisthira, Sri Kresna, dan Semar.
Dan sifat-sifat nyata dari ketiganya yang merupakan kekuatan suatu negara :
1. Yudistira sebagai raja yang sangat jujur dengan sifat yang ambeg paramarta berbudi bawalaksana ambeg paramarta berati murah hati atau suka memberi, berbudi mempunyai budi pekerti yang luhur, bawalaksana satunya kata dengan perbuatan. Refleksi ini seharusnya yang dipunyai oleh pimpinan yang berada di bidang eksekutif.
2. Sri Kresna yang sangat adil dan bijaksana sebagai penasehat Pendawa refleksi dari fungsi yang adil dan netral dari judikatif.
3. Semar sebagai simbol rakyat yang bisa memberikan suara hati nurani rakyatnya yang juga sangat menentukan dan didengar oleh rajanya refleksi dari lembaga perwakilan rakyat atau legislatif.