KEJARLAH ILMU WALAUPUN SAMPAI KE NEGERI CHINA
(Versi Pro & kontra / perbedaan pendapat yang menjadikan hidayah berkah)
Uthlubul ‘ilma walau bishshiin tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China adalah sebuah hadist yang secara harfiah diartikan sebagai perintah Nabi kepada umatnya untuk menuntut ilmu meski sampai ke tempat yang sangat jauh.
Kita sering mendengar hadis yang satu ini disampaikan di berbagai majelis taklim. Hadis ini begitu populer di tengah masyarakat muslim Indonesia. Tuntutlah Ilmu Walau ke Negeri China demikian bunyi hadisnya.
Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia) mengatakan bahwa hadis itu tidak shahih. Berikut redaksi hadisnya. Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Tuntutlah ilmu walau ke negeri China, sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim. (Diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman, No. 1612).
Sanad hadis itu sebagai berikut : telah mengabarkan kepadaku Abu Abdullah Al Hafizh, telah mengabarkan kepadaku Abul Hasan Ali bin Muhammad bin 'Uqbah Asy Syaibani, mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ali bin 'Affan, mengabarkan kepadaku Abu Muhammad Al Ashbahani, mengabarkan kepadaku Abu Sa’id bin Ziyad, berkata kepadaku Ja’far bin 'Amir Al 'Askari, mereka berdua berkata : telah bercerita kepada kami Al Hasan bin ‘Athiyah dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: … (lalu disebut hadis di atas)
Imam Al-Baihaqi mengatakan: Matan hadis ini masyhur, isnadnya dhaif dan telah diriwayatkan berbagai jalur, semuanya dhaif.
Jadi, seorang Muslim tidak boleh bermalas-malasan dalam menuntut Ilmu, tidak boleh cepat merasa puas dengan apa yang ada di negerinya carilah pengetahuan terbaik dan secara luas walaupun Anda harus menyeberangi samudra sampai ke negeri sangat jauh tempatnya. Saya mengartikan ilmu yang dimaksudkan sebagai entitas yang bebas nilainya.
Interpretasi selanjutnya, Rasulullah SAW memang menyebut Cina sebagai negeri Cina sebab jikalau itu sebagai simbol negeri yang jauh, maka jarak Mekkah ataupun Madinah ke Negeri Cina tidaklah terlalu jauh yakni hanya sekitar 13.200 km.
Masih banyak terdapat negeri lain yang sudah eksis pada saat itu yang jaraknya lebih jauh dibandingkan China. Ethiopia dan Italia adalah negara-negara yang pada masa tersebut telah ada, memiliki peradaban dan telah memiliki hubungan perdagangan dengan jazirah Arab masa itu.
TUNTUTLAH ILMU HINGGA KE NEGERI CHINA
Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri China artinya, cari dan tuntutlah ilmu sejauh apa pun ilmu itu berada.
Pertanyaannya :
1. Mengapa negara China yang menjadi patokan untuk mencari ilmu ?
2. Kenapa kok nggak Amerika Serikat atau negara di Eropa atau negara yang lain ?
Alasannya :
1. Ungkapan ini sempat menjadi perdebatan karena sering dikaitkan dengan hadist.
2. Terlepas dari hal itu, sebenarnya ada fakta lain tentang negeri China sebagai tempat menuntut ilmu.
3. Jauh sebelum ilmu pengetahuan berkembang, bangsa China sudah mencapai peradaban yang amat tinggi.
4. Meski demikian, negara ini dulunya sangat tertutup terutama untuk bangsa lain yang ingin belajar di sana.
5. Dalam dunia perdagangan, masyarakat China dikenal sangat pandai dibandingkan penduduk negara lain.
6. Pusat perdagangan dan pelabuhan tertua di dunia pun ada di negara ini, tepatnya di kota Guangzhou.
7. Produk-produk China selalu meramaikan pasar berbagai negara.
8. Kehebatan dan tingginya khazanah ilmu pengetahuan yang dikuasai masyarakat di negara ini ternyata sudah ada sejak abad ke-5 Sebelum Masehi.
9. Pada masa Dinasti Tang, masyarakat Negeri Tirai Bambu sudah mengenal uang kertas yang diedarkan bersama dengan kekaisaran Romawi dan Persia.
10. Pada perkembangan berikutnya, Marco Polo (1254-1324), seorang pedagang dan penjelajah asal Italia ketika berkunjung ke China, sangat kaget melihat kemajuan negara ini.
Menurut pengalamannya mengunjungi berbagai negara, orang-orang masih menggunakan emas dan perak sebagai alat transaksi, bukan kertas.
Setelah ia meneliti lebih lanjut, ternyata China telah membuat uang dari kertas yang dihasilkan oleh kulit pohon mulberri.
11. Tidak hanya itu saja, di negara ini, ilmu pengobatan dan bela diri juga sudah dikenal jauh sebelum negara lain mempelajarinya.
12. China pun telah diprediksi menjadi kekuatan dunia, terutama menjadi kekuatan utama ekonomi dunia.
MENGAPA MENUNTUT ILMU KE CHINA ?
Tuntutlah ilmu walau sampai negeri China karena mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Hal ini menjadi menarik.
Mengapa yang disebut China ?
Mengapa bukan Yunani yang pada masa Nabi Muhammad SAW sedang berada pada puncak kejayaan atau Mesir yang kala itu termasuk peradaban maju ?
Boleh jadi hal itu merupakan isyarat bahwa Islam akan mencapai China meskipun negerinya nun jauh dari jazirah Arab. Siapa yang menyangka pula akhirnya China termasuk salah satu negara terdepan dalam hal teknologi.
Saat masih berada di Mekkah dan mendapatkan tekanan dari kaum Quraisy, Nabi mempersilakan para sahabatnya untuk hijrah. Ada yang pindah ke Etiopia seperti Ja'far bin Abi Thalib, ada pula yang ke China. Setidaknya terbukti dari dua makam sahabat Nabi di Quanzhou yang tertulis wafatnya pada tahun 622.
Meski namanya tidak tertulis, dari tulisan pada makam diketahui bahwa makam tersebut direnovasi oleh Laksamana Cheng Ho.
Pada zaman Nabi, China dikuasai Dinasti Tang (618–906). Para kaisar dari Dinasti Tang diketahui gemar membangun relasi bisnis dengan berbagai pihak, terutama dari Persia dan Arab. Menurut penulis buku Islam in China Mi Shoujiang dan You Jia, selama 148 tahun, sebanyak 37 orang utusan Arab menghadap kaisar dari Dinasti Tang.
Dinasti Tang mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Kaisar Gaozong yang meninggal pada 683 hingga Kaisar Dezong yang meninggal pada 805.
Namun, pecahnya pemberontakan An-Shi (755–763) mulai melemahkan Dinasti Tang. Kudeta ini dipimpin Jenderal An Lushan yang mendaulat dirinya sebagai kaisar baru di China Utara.
Kaisar Zongyun yang berkuasa saat itu meminta bantuan kepada Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Dengan bantuan pasukan Abbasiyah, pemberontakan An-Shi dapat dikalahkan.
Sejumlah barak militer Abbasiyah berdiri sebagai hunian bagi tentara muslim selama bertugas di wilayah Tang.
Mereka berinteraksi dengan penduduk lokal. Orang-orang China, khususnya di wilayah barat laut, mulai mengenal Islam. Penduduk setempat menyebut kaum muslim sebagai zhu tang yang berarti orang asing yang tinggal.
Kebanyakan mereka berkebangsaan Arab atau Persia dan berprofesi sebagai pedagang, diplomat, atau tentara. Banyak pula di antara mereka yang menikah dengan penduduk setempat. Keturunannya disebut Fan Ke, antara lain dapat dijumpai di Kota Xinjiang.
Selain melalui darat yang menjangkau China Barat Laut, dakwah Islam yang lebih besar di China terjadi melalui laut dan menjangkau China bagian selatan. Para pelaut Arab sejak sebelum Nabi telah berbisnis dengan orang China. Mereka berlayar mengarungi Samudra Hindia, Selat Malaka, hingga tiba di pesisir Laut China Selatan.
Jejaknya dapat dilihat antara lain di Guangzhou. Di kota pelabuhan ini, terdapat salah satu masjid tertua di China, yakni Masjid Huaisheng.
Di Provinsi Ningxia, terdapat Kampung Najiahu yang merupakan destinasi wisata religi. Di kampung ini, selama hampir seribu tahun para keturunan Nabi Muhammad menetap. Pada 1218, pasukan Jenghis Khan menginvasi kekaisaran Khwarezmia. Di Kota Bukhara, seorang bernama Syamsuddin Umar menyerahkan diri dengan membawa ribuan prajurit.
Belakangan diketahui, Syamsuddin masih keturunan ke-30 Nabi Muhammad dari Husein, putra kedua dari pernikahan putri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra dengan Ali bin Abi Thalib.
Syamsuddin kemudian dipercaya menjadi gubernur pertama Provinsi Yunnan oleh Kubilai Khan, cucu Jenghis Khan.
Ia meninggal pada usia 69 tahun dan dimakamkan di Yunnan. Nashiruddin, anak sulungnya, ditunjuk menggantikan posisinya. Kelak, keturunan Nashiruddin membentuk komunitas bermarga “Na” lalu bermigrasi ke Ningxia.
Dan, terlepas dari persoalan shahih, relevansi dan kebenaran atau tidaknya hadist tersebut, pada kenyataannya, Cina dipandang sebagai wilayah dengan peradaban yang sangat mahsyur sedari 610 M. Hingga kini, pesatnya pertumbuhan ekonomi Cina yang pernah mencatat pertumbuhan ekonomi dengan 2 digit selama bertahun-tahun.
Dilansir dari data situs World Bank, pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB meningkat hingga 10 persen per tahunnya. Hal tersebut yang membuat Cina memiliki peran serta kontribusi besar dan sangat berpengaruh bagi pertumbuhan dunia sejak krisis finansial masal di tahun 2008.
Dalam budaya serta etos kerja, Cina memang terkenal sebagai pekerja keras, ulet dan sangat presisi dalam berkalkulasi. Selain Arab, peradaban Cina terkenal sebagai pribadi yang sangat ahli dalam berdagang, mereka tidak hanya fokus menjadi bangsa yang konsumtif tapi sudah menjadi bangsa yang produktif. Cina tidak hanya puas mengekspor bahan mentah, namun sudah meningkat memproduksi bahan jadi, sehingga industri manufaktur yang mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi tumbuh pesat. Selain itu, bukanlah rahasia jika ada stigma bahwa Cina gemar memproduksi barang branded yang kualitasnya sama dan mendistribusikan serta menjualnya dengan harga yang lebih murah dan jumlah yang masif. Maka tak khayal kini banyak konsumen yang menjatuhkan pilihannya pada produk buatan Cina.
Selain etos kerja dan fakta tentang angka pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu ini, kestabilan politik juga menjadi faktor kunci mengapa Cina bisa mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Walaupun Cina tidak menganut paham demokrasi dan minim kebebasan, harus diakui bahwa sistem politik Cina menghasilkan bibit kepemimpinan yang efisien dan andal.
Bisa dibayangkan jika proyek G-20 Meeting Hall yang ada di Cina di buat di Indonesia pastilah waktunya tidak akan bisa selesai secepat itu. Biaya yang sangat besar pasti akan jadi sumber kritikan terlebih masalah pembebasan lahan dan pendanaan (bagian ini akan saya tulis secara khusus dalam artikel berikutnya). Inilah poin-poin yang dapat kita ambil dari sebuah negeri bernama Cina.
Cina deserves a lot of appreciation untuk dijadikan tempat belajar akan banyak hal, mulai dari budaya, politik hingga ekonomi semoga Anda juga setuju.
Saat ini Cina merupakan negara dengan kekuatan ekonomi nomor 2 di dunia setelah Amerika Serikat, akan tetapi prediksi beberapa pakar di tahun 2018, Cina akan mengambil alih posisi negara Paman Sam tersebut untuk menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar pertama di dunia.
Pada abad pertama, bangsa Cina di masa Dinasti Han pernah memimpin perdagangan dunia melalui Jalur Sutra (The Silk Road). Dan, saat ini Cina ingin mengembalikan kejayaan tersebut melalui jalur perdagangan dunia One Belt One Road (OBOR), sehingga beberapa proyek infrastruktur Cina tengah dikebut di beberapa negara yang jadi lokasi (trace) One Belt One Road tersebut.
Pembangunan infrastruktur di Shanghai, misalnya berdiri kokoh Shanghai Tower yang merupakan salah satu bangunan tertinggi di dunia. Belum lagi jembatan yang panjangnya seperti Suramadu maupun terowongan yang membelah sungai, seperti Tianjin Grand Bridge, Hangzhou Bay Bridge dan Weinan Weihe Grand Bridge yang membuat mata tidak dapat berkedip. Fly Over bersusun tiga (Triple Decker) juga merupakan pemandangan biasa yang mudah untuk ditemukan di Kota Shanghai. Di Kota Hang Zhou yang merupakan venue perhelatan G-20 Summit 2016, mata saya dikejutkan dengan sebuah venue raksasa bernama Hangzhou International Expo Center berukuran luas 850.000 M2 (85 Ha) yang konon menghabiskan dana sebesar 450 triliun rupiah. Sungguh menakjubkan seperti propagandanya yang berbunyi paradise on earth.
Selain itu, dalam proses pembangunannya, proyek yang dibangun hampir 5 tahun ini nyaris tidak mendapatkan tentangan dari banyak pihak.
PETUAH TUNTUTLAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CHINA
Siapa yang pertama kali menyampaikan pepatah tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina ?
Memang tidak ada yang tahu sampai saat ini, dan tetap masih menjadi misteri.
Tentunya kita tidak perlu larut dengan polemik yang tidak perlu itu. Pepatah itu memang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita. Makna di balik pepatah itu sesungguhnya juga tidak ada yang tahu, dan seolah-olah malah terkesan China memang sudah jauh lebih maju sejak dulu.
Sehingga kita memang harus belajar dari Cina. Tapi pendapat itu juga masih diperdebatkan, di mana dari Timur Tengah dan Eropa maupun Amerika memiliki pandangan lain dengan dukungan data-data yang tak kalah akuratnya.
Ya, memang kita harus membahas hal ini tidak perlu terlalu merumitkan diri. Sebab apalah arti dari sebuah pepatah yang tak lebih sebenarnya untuk memotivasi diri ke arah yang lebih baik dalam proses kehidupan ini. Namun secara data dan fakta pada zaman now ini, kita memang dikejutkan oleh berbagai macam kemajuan di Cina. Dari segi perekonomian yang menjadikan negara-negara lain harus angkat topi pada Cina. Apakah ke semuanya itu bukti dari pepatah itukah.
Sehingga muncul pepatah bahwa kita harus kejar ilmu sampai ke negeri Cina.
Memang tidak ada tahu pasti atau adanya kesatuan pandangan dan pendapat sampai saat ini.
Dari berbagai literatur disebutkan Cina memang sudah terlihat lebih maju peradabannya sejak dahulu kala. Ketika petualangannya sampai di Cina, Marco Polo (1254-1324 M) terkagum-kagum dan juga penasaran melihat kemajuan Cina. Marco Polo menyebutkan dalam berbagai buku, dalam sejumlah lawatannya ke berbagai negara, saat ini masih menggunakan uang emas dan perak sebagai alat pembayaran dan pertukaran barang, bukan kertas.
Lompatan besar dari segi perekonomian, adalah pada saat ketika Mao Zedong wafat kemudian digantikan Deng Xiaoping. Cina menjadi lebih terbuka terhadap dunia barat. Sejak tahun 1978 Cina bahkan menjadi sebuah negara dengan dua sistem; secara politik tetap menggunakan sistem komunis, namun secara ekonomi telah berubah menjadi negara yang kapitalis.
Atau sering dikenal sebagai sistem ekonomi liberalis. Sejak itulah Cina melejit menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia selama berpuluh tahun di atas 10 persen. Dan memang kena krisis global pada tahun 2015, itu pun pertumbuhan ekonominya masih di atas 6 persen dan sekarang sudah kembali menuju kepulihan. Itulah hebatnya Cina, cepat sekali melakukan perubahan tanpa harus malu dan tanpa harus mempertentangkan dengan sistem pemerintahannnya yang menganut komunisme.
Dari sejumlah bukti data bahwa Cina memang maju pesat, kita paparkan saja dua contoh lagi. Bicara tentang Fintech (financial technology) ternyata Cina juga yang terdepan saat ini.
Buktinya, pertama, Ant Financial adalah perusahaan yang masih bernaung dalam raksasa e-commerce Cina Alibaba. Ant Financial dikenal sebagai perusahaan dengan platform pembayaran digital Alipay. perusahaan dengan kapitalisasi pasar minimal 60 miliar dolar AS, merupakan fintech paling maju di dunia. Kedua, perusahaan fintech yang terbesar di dunia adalah ZhongAn. Perusahaan ini bernilai lebih dari 110 miliar dolar Hongkong atau (14 miliar Dolar AS) sekarang. Platform online Cina pertama satu-satunya yang berfokus kepada perusahaan asuransi.
Contoh terakhir adalah Jack Ma dengan Alibaba-nya. Sejak Agustus 2014 menjadi miliarder nomor satu di Cina. Hasil IPO di New York menjadikan nilai saham yang melonjak hingga 38 persen, harta kekayaan Jack Ma kini bertambah hingga menjadi 26,5 miliar Dolar AS. Jack Ma menjadi orang terkaya di Cina dan menempati posisi ke-23 di jajaran miliarder dunia.
Jadi kita memang tidak perlu terbelit dengan polemik mengapa harus belajar ke negeri Cina, namun yang paling penting adalah kita memang setiap saat harus siap dengan perubahan. Jangan terus hanya jadi follower terus, namun harus berubah menjadi lokomotif inovatornya.
PEPATAH CARILAH ILMU HINGGA KE NEGERI CINA
Banyak orang yang mempercayai bahwa pepatah, Carilah Ilmu hingga ke Negeri Cina adalah sebuah hadis.
Berdasarkan pendapat umum, konon Nabi Muhammad saw. tidak berkata sembarangan dalam menyampaikan hadis ini.
Negeri Cina dianggap sebagai salah satu sumber ilmu pada masa tersebut sekaligus sebagai tempat yang belum disentuh oleh budaya Islam.
Artinya, Rasulullah sedang mengisyaratkan izin bahwa seseorang boleh saja menuntut ilmu apa pun, termasuk ajaran-ajaran yang mungkin agak berbeda dengan konsep Islam atau dewasa ini disebut pengetahuan sekular.
Ada pula yang menyebutkan bahwa pepatah ini mengindikasikan pentingnya menuntut ilmu hingga ke negeri-negeri yang jauh (Cina sangat jauh dari dataran gersang Arab).
Namun, ada pendapat lain yang menyebut bahwa hadis ini salah. Kita bisa mendapatkan rujukan kuatnya sebagai berikut :
Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina.
Riwayat ini batil. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi II/207, Abu Naim dalam Akhbar Ashbahan II/106, al-Khatib dalam at-Tarikh IX/364 dan sebagainya, yang kesemuanya dengan sanad dari al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik r.a. Kemudian semuanya menambahkan lafazh fa inna thalabal ilmi faridlatun ‘ala kulli muslimin. Ibnu Adi berkata, Tambahan kata walaw bish Shin kami tidak mengenalinya kecuali datang dari al-Hasan bin Athiyah.
Begitu pula pernyataan al-Khatib dalam kitab Tarikh seperti dikutip Ibnul Muhib dalam al-Fawa’id.
Kelemahan riwayat ini terletak pada Abu Atikah yang telah disepakati muhadditsin sebagai perawi sanad yang sangat dha’if.
Bahkan oleh Imam Bukhari dinyatakan munkar riwayatnya. Begitu pula jawaban Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang Abu Atikah ini.
Ringkasnya, susunan dari hadits di atas adalah sangat dha’if atau bahkan sampai pada derajad batil. Saya kira kebenaran ada pada ucapan Ibnu hibban dan Ibnul Jauzi yang berkata bahwa hadits di atas tidak ada sanadnya yang baik atau bahkan dianggap baik sampai derajad dapat dikuatkan atau saling menguatkan antara satu sanad dengan sanad yang lainnya.
Adapun bagian kedua (tambahannya), mungkin dapat dinaikkan derajadnya kepada hadits hasan, seperti diutarakan oleh al-Mazi sebab sanadnya banyak yang bersumber pada Anas r.a. Dalam hal ini dari hasil penyelidikan yang saya lakukan, saya telah menemukan delapan sanad yang dapat diandalkan yang kesemuanya bersumber kepada sahabat Rasulullah saw., diantaranya adalah Anas, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Ali, Abu Said, dan sebagainya. Hingga kinipun saya masih menelitinya hingga saya benar-benar yakin dalam memvonis shahih, hasan ataupun dha’ifnya sanad-sanad tersebut. Wallahu a’lam.
Kebanyakan orang yang mengetahui bahwa Rasulullah tidak pernah menyampaikan hadis semacam ini, langsung menegangkan urat leher. Mereka menyerang secara frontal siapa pun yang mempercayai pepatah ini sebagai hadis. Orang-orang semacam ini, yang mungkin begitu bersemangat dalam menegakkan kebenaran, cenderung menyalahkan dan menganggap umat Islam yang mempercayai ucapan, Carilah Ilmu hingga ke Negeri Cina kurang (atau tidak) belajar agama.
Bahkan ada yang menambahkan, Cina saat itu belum diketahui Nabi atau di sana terdapat hal-hal yang bertentangan dengan agama.
Pada akhirnya, jika pepatah ini adalah hadis palsu, sudah sepantasnya kita bertanya, bagaimana hadis palsu ini bisa dijadikan patokan oleh banyak kalangan.
Artinya pernah ada suatu waktu ketika pepatah ini disebarkan ke sebagian besar kalangan muslim dengan tujuan tertentu.
Tujuan tertentu yang dimaksud sang penyebar hadis palsu ini.
Apakah penyebarnya adalah orang Yahudi atau pengikut Freemasonry yang ingin menyesatkan umat Islam.
Untuk mendekati hal ini, kita akan melihat sebuah kisah berikut yang merupakan bentuk lain dari penjelasan yang disampaikan Fariduddin Attar dalam Musyawarah Para Burung.
HADITS :
1. Tuntutlah Ilmu Walau Ke Negeri Cina January 12, 2018 746 Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: اطلبوا العلم ولو بالصين ، فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina, sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim. Diriwayatkan oleh: Imam Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, No. 1612. Dengan sanad: telah mengabarkan kepadaku Abu Abdullah Al Hafizh, telah mengabarkan kepadaku Abul Hasan Ali bin Muhammad bin ‘Uqbah Asy Syaibani, mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ali bin ‘Affan, mengabarkan kepadaku Abu Muhammad Al Ashbahani, mengabarkan kepadaku Abu Sa’id bin Ziyad, berkata kepadaku Ja’far bin ‘Amir Al ‘Askari, mereka berdua berkata : telah bercerita kepada kami Al Hasan bin ‘Athiyah dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : … (lalu disebut hadits di atas) Lalu, Imam Al Baihaqi mengatakan :
هذا حديث متنه مشهور ، وإسناده ضعيف وقد روي من أوجه ، كلها ضعيف
Matan hadits ini masyhur, isnadnya dhaif dan telah diriwayatkan berbagai jalur, semuanya dhaif. (Ibid) Imam Al Baihaqi dalam Al Madkhal Ila As Sunan Al Kubra, No. 243. Dengan sanad : telah mengabarkan kepadaku Abu Thahir Al Faqih, mengabarkan kepadaku Abu Hamid bin Bilal, berkata kepadaku Ibrahim bin Mas’ud Al Hamdzani, berkata kepaku Al Hasan bin ‘Athiyah Al Qursyi, berkata kepadaku Abu ‘Atikah Al Bashri, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: … (lalu disebut hadits di atas) Lalu, Imam Al Baihaqi mengatakan : هذا حديث متنه مشهور ، وأسانيده ضعيفة ، لا أعرف له إسنادا يثبت بمثله الحديث و الله أعلم Matan hadits ini masyhur dan sanad-sanadnya dhaif, saya tidak mengetahui adanya sanad yang kuat sebagaimana hadits ini. Wallahu A’lam. (Ibid) Imam Ibnu Abdil Bar dalam Jami’ Bayan Al ‘Ilmi wa Fadhlihi, No. 12. Mawqi’ Jami’ Al Hadits.
Katanya : Aku membaca dihadapan Abul Qasim Khalaf bin Al Qasim bin Sahl, bahwa Abu Bakar bin Al ‘Abbas bin Al Washif Al Abrazi berkata kepadanya di Gaza: bercerita kepadaku Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah, dia berkata : telah berkata kepadaku Al ‘Abbas bin Ismail, telah bercerita kepadaku Al Hasan bin ‘Athiyah, telah berkata kepadaku Tharif bin Sulaiman Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: … (lalu disebut hadits di atas).
Dalam hadits No. 13, dengan sanad: Ya’isy bin Said bin Muhammad Abul Qasim Al Warraq, bercerita kepadaku Qasim bin Ashbagh, telah berkata kepadaku Muhamamd bin Ghalib At Tamtam, berkata kepadaku Al Hasan bin ‘Athiyah Al Bazaz di Kufah, telah berkata kepadaku Abu ‘Athikah, dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: … (lalu disebut hadits di atas) Imam Abu Nu’aim dalam Tarikh Ashbahan, 1/262. Mawqi’ Al Warraq Imam Khathib Al Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, 4/254.
Mawqi’ Al Warraq Imam Alaudin Al Muttaqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal, No. 28698, dengan lafaz: Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina, sesungguhnya menuntut ilmu wajib atas setiap muslim, sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi para penuntut ilmu karena ridha terhadap apa yang mereka tuntut.
Dengan sanad dari Ahmad bin Abdullah bin Muhammad dari Maslamah bin Al Qasim, dari Ya’qub bin Ishaq Al ‘Asqalani, dari ‘Ubaidillah Al Faryabi, dari Abu Muhammad Az Zuhri, dari Anas bin Malik.
Imam Al Munawi mengatakan, dalam Al Mizan disebutkan bahwa Ya’qub adalah seorang pendusta. Lalu, An Naisaburi, Ibnul Jauzi, dan Adz Dzahabi mengatakan tidak ada yang shahih sanad hadits ini. (Faidhul Qadir Syarh Al Jami’ Ash Shaghir, 1/693. No. 1111. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) Imam Al ‘Ajluni mengatakan, bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Khathib, Ibnu Abdil Bar, dan Ad Dailami, dari Anas bin Malik, semuanya dhaif. Bahkan Ibnu Hibban menyatakan Batil.
Dan Ibnul Jauzi memasukkannya dalam Al Maudhu’at (kumpulan hadits palsu).
Abu Ya’la meriwayatkan dengan lafaz hanya : Tuntutlah ilmu walau ke negri Cina. Juga, Ibnu Abdil Bar meriwayatkan dengan sanad yang di dalamnya terdapat seorang pendusta, lafaznya : Tuntutlah ilmu walau ke negri Cina, sesungguhnya menuntut ilmu wajib atas setiap muslim, sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi para penuntut ilmu karena ridha terhadap apa yang mereka tuntut. (Kasyful Khafa, 1/139.
Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) Imam Ibnul Jauzi mengatakan, hadits ini tidak ada yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Imam Ibnu Hibban mengatakan hadits ini batil dan tidak ada dasarnya. (Al Maudhu’at, 1/216. Tahqiq dan taqdim oleh; Abdurrahman Muhammad ‘Utsman) Syaikh Al Albani mengatakan : batil. (As Silsilah Adh Dhaifah No. 418) Semua sanad terdapat Al Hasan bin ‘Athiyah dan Abu ‘Atikah. Keduanya rawi yang kedhaifannya parah. Al Hasan bin ‘Athiyah Al ‘Aufi Al Kufi, dia adalah seorang rawi yang dhaif. Imam Ibnu Abi Hatim mengatakan, aku dengar ayahku mengatakan: dhaiful hadits. (Al Jarh wa Ta’dil, 3/26) Imam Al Munawi juga mendhaifkannya. (Faidhul Qadir, 1/693) Begitu pula yang dikatakan Al Hafizh Ibnu Hajar .
(Taqribut Tahzib, 1/206. Darul Maktabah Al ‘Ilmiyah) Sedangkan Abu ‘Atikah, terjadi perbedaan penulisan namanya di berbagai kitab.
Ada yang menyebut Salman, ada juga Sulaiman. Al Hafizh Al Mizzi mengatakan nama aslinya adalah Tharif bin Salman, ada juga yang mengatakan Salman bin Tharif. Seorang Kufi (Penduduk Kufah), ada juga yang menyebutnya Bashri (penduduk Bashrah). Imam Abu Hatim mengatakan : haditsnya hilang. Imam Bukhari mengatakan: munkarul hadits (haditsnya munkar). Imam An Nasa’i mengatakan : laisa bi tsiqah (bukan orang terpercaya). Imam Ad Daruquthni dan lainnya mengatakan : dhaif. (Al Hafizh Al Mizzi, Tahdzibul Kamal, 34/5. Muasasah Ar Risalah.
Imam Adz Dzahabi, Mizanul I’tidal, 2/335. No. 3984. Darul Ma’rifah) Imam Adz Dzahabi juga menyebutkan bahwa para ulama telah ijma’ (aklamasi) atas kedhaifannya. Bahkan As Sulaimani mengatakan, Abu ‘Atikah adalah orang yang dikenal sebagai pemalsu hadits. (Ibid, 4/542) Imam Ibnu Hibban mengatakan, namanya Tharif bin Sulaiman: munkarul hadits jiddan (haditsnya sangat munkar), dia meriwayatkan hadits dari Anas : tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina. (Imam Ibnu Hibban, Al Majruhin, 1/382. Tahqiq: Muhammad Ibrahim Zaid).
Imam Ibnu Abdil Bar dalam Jami Bayan Al ‘Ilmi wa Fadhlihi, juga menyebut Tharif bin Sulaiman.
Begitu pula dalam Lisanul Mizan, ditulis Tharif bin Sulaiman. Imam Ibnu Abi Hatim mengatakan, aku bertanya kepada ayahku (Imam Abu Hatim) tentangnya, katanya : haditsnya hilang dan lemah. (Al Jarh wa Ta’dil, 4/494. No. 2169. Dar Ihya At Turats) Imam Al ‘Uqaili dalam Adh Dhu’afa menyebutkan bahwa Abu ‘Atikah adalah matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan). (Al Hafizh Al ‘Uqaili, Adh Dhu’afa Al Kabir, 2/230. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) Catatan: Hadits ini, seandainya shahih tidaklah berarti kewajiban untuk menuntut ilmu ke negeri Cina, sebagaimana zahirnya. Cina hanyalah contoh saja.
Secara esensi, maksudnya adalah Islam menganjurkan menuntut ilmu walau di negeri yang amat jauh.
Imam Al Munawi memberikan komentar terhadap redaksi hadits ini, sebagai berikut :
أي ولو كان إنما
يمكن تحصيله بالرحلة إلى مكان بعيد جدا كمدينة الصين فإن من لم يصبر على مشقة التعلم بقي عمره في عماية الجهالة ومن صبر عليها آل عمره إلى عز الدنيا والآخرة
Yaitu walau untuk mendapatkan ilmu paling mungkin hanya dengan mengadakan perjalanan ke tempat yang sangat jauh seperti negeri Cina.
Maka, sesungguhnya siapa saja yang tidak bersabar atas kesulitan menuntut ilmu, maka sisa umurnya berada dalam kebutaan dan kebodohan, dan siapa saja yang mampu bersabar atas hal itu, maka akan membawa usianya pada kemuliaan dunia dan akhirat. (Faidhul Qadir, 1/692).
Tetapi, nyatanya hadits ini dhaif, batil, dan kata Ibnu Hibban tidak ada dasarnya.
Walau pun demikian, Islam adalah agama yang sangat memuliakan ilmu, menuntut ilmu, dan ahli ilmu. Banyak sekali ayat dan hadits-hadits shahih yang menegaskan hal itu.
TUNTUTLAH ILMU KE NEGERI CHINA SUMBERNYA LEMAH BUKAN SHAHIH (VERSI).
Kita sering mendengar hadis yang satu ini disampaikan di berbagai majelis taklim. Hadis ini begitu populer di tengah masyarakat muslim Indonesia. Tuntutlah Ilmu Walau ke Negeri China demikian bunyi hadisnya.
Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia) mengatakan bahwa hadis itu tidak shahih. Berikut redaksi hadisnya. Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Tuntutlah ilmu walau ke negeri China, sesungguhnya menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim." (Diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman, No. 1612).
Sanad hadis itu sebagai berikut: telah mengabarkan kepadaku Abu Abdullah Al Hafizh, telah mengabarkan kepadaku Abul Hasan Ali bin Muhammad bin 'Uqbah Asy Syaibani, mengabarkan kepadaku Muhammad bin Ali bin 'Affan, mengabarkan kepadaku Abu Muhammad Al Ashbahani, mengabarkan kepadaku Abu Sa’id bin Ziyad, berkata kepadaku Ja’far bin 'Amir Al 'Askari, mereka berdua berkata: telah bercerita kepada kami Al Hasan bin ‘Athiyah dari Abu ‘Atikah, dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: … (lalu disebut hadis di atas)
Imam Al-Baihaqi mengatakan : Matan hadis ini masyhur, isnadnya dhaif dan telah diriwayatkan berbagai jalur, semuanya dhaif.
JEJAK ISLAM DI NUSANTARA
Sementara itu, jejak Islam di Nusantara amat erat kaitannya dengan budaya China. Sejarah mencatat, penyebaran Islam di Indonesia antara lain merupakan kontribusi muslim China yang melawat Tanah Air.
Pada 1410, ada pengajar Al Quran dari negeri China bernama Syekh Hasanuddin atau dikenal juga sebagai Syekh Quro yang tinggal di Rengasdengklok, Karawang.
Mendengar ada yang menyebarkan agama baru, Raja Pajajaran Prabu Siliwangi marah dan berniat untuk membunuhnya. Namun, sesampainya di sana, Prabu Siliwangi justru terpesona mendengar alunan merdu salah satu santri yang sedang membaca Al Quran.
Santri tersebut adalah Nyai Subang Larang, putri Ki Gendeng Tapa, Kepala Bandar Cirebon. Nyai Subang Larang kemudian dinikahi Prabu Siliwangi. Sebagai syarat pernikahan, Prabu Siliwangi harus masuk Islam terlebih dahulu.
Dari pernikahan tersebut, lahirlah tiga orang anak yang berperan dalam sejarah Islam di Nusantara. Anak pertama, Prabu Kian Santang menyebarkan Islam ke seluruh Jawa bagian barat. Semua masuk Islam kecuali Patih Pucuk Umun, yaitu Suku Baduy di Malingping. Mereka tidak mau masuk Islam, tetapi tidak mengganggu Islam.
Anak kedua bernama Somaddullah atau Abdullah Iman. Dia menjadi penguasa Cirebon dan dikenal sebagai Ki Kuwu oleh masyarakat Cirebon.
Anak terakhir adalah perempuan bernama Rara Santang atau Syarifah Mudaim. Rara Santang dinikahi seorang habib dari Gujarat bernama Abdullah Ahmad Khan. Dari pernikahan ini, lahirlah Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Maka, masyarakat Jawa bagian barat saat itu seluruhnya memeluk agama Islam.
Sementara di timur, Raja Majapahit yang beragama Hindu, Brawijaya V, memiliki banyak istri. Salah satunya berasal dari China dan beragama Islam. Namanya Siu Ban Ci atau orang Jawa menyebutnya Dewi Retno.
Dari Siu Ban Ci, lahir anak bernama Jin Bun. Ia berguru ke Ampel Denta di Surabaya. Di sana, ia bertemu dengan seorang wali bernama Syekh Rachmatullah bin Ibrahim Samarqandy bin Jumadil Kubro, atau lebih dikenal sebagai Sunan Ampel.
Jin Bun kemudian memeluk Islam dan namanya berganti menjadi Abdul Patah. Ia kemudian mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa, yaitu Demak Bintoro.
Masyarakat Majapahit kemudian berbondong-bondong masuk Islam, termasuk Brawijaya V yang kemudian mengucilkan diri dan dimakamkan di Gunung Lawu.
Maka dari itu, berakhirlah riwayat Majapahit. Imperium yang begitu gagah perkasa pada masa Hayam Wuruk dan Gajah Mada bubar tanpa diperangi. Kata orang Jawa, sirno ilang kertaning bumi.
Hal ini menunjukkan cara dakwah para wali yang luar biasa. Mereka menggunakan pendekatan budaya dan tradisi serta tidak ada paksaan sama sekali. Masyarakat kecil yang sebelumnya hidup dalam struktur berjenjang akhirnya merasa dihormati sebagai manusia ketika memeluk Islam.
Tradisi yang telah ada di masyarakat tidak serta-merta ditolak. Misalnya saja, tradisi sesajen. Budaya ini diberi makna baru dan dijadikan kesempatan untuk berdoa.
Pada akhirnya, tradisi ini bukan lagi sesajen, melainkan menjadi selametan. Begitulah cara para Wali Songo mengharmoniskan antara teologi dan budaya.
Teologi berasal dari Tuhan, budaya berasal dari kreativitas manusia. Itulah yang dimaksud dengan Islam Nusantara. Islam yang harmonis dengan budaya.
Bahkan, tidak hanya harmonis, teologinya dibangun di atas infrastruktur budaya. Agama di atas budaya sehingga budayanya langgeng, agamanya kuat.
Ini yang membedakan dengan negara-negara Islam di Arab. Sampai sekarang, mereka belum selesai mencari sistem politik yang tepat. Tak heran jika pemimpin Islam di Arab tidak nasionalis. Sementara pemimpin nasionalis bukanlah pejuang Islam.
Tengok saja pemimpin-pemimpin nasionalis, seperti Hafez al-Assad, Saddam Hussein, Gamal Abdel Nasser, dan Moammar Khadafi, yang meski beragama Islam, bukanlah pejuang Islam. Sementara itu, ulama-ulama pejuang Islam, tidak nasionalis.
Berbeda halnya dengan di Indonesia, KH Hasyim Ashari 100 persen Islam dan 100 persen nasionalis. Dengan mencetuskan hubbul wathan minal iman atau cinta Tanah Air sebagian dari iman.
Itulah yang dimaksud dengan Islam Nusantara yang menjadi tema besar Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) pada 2015 di Jombang. Islam yang harmonis, terintegrasi dengan tradisi, budaya, peradaban, dan kreativitas.
70 TAHUN RELASI INDONESIA DAN CHINA
Menengok sejarah, tidak mungkin kita memisahkan Indonesia dengan China karena asimilasinya sudah sangat kuat. Perlu diingat pula, kedatangan bangsa China ke Nusantara itu bukan sebagai penjajah, melainkan pedagang.
Bicara tentang agama terdapat dua hal. Pertama, teologi. Ini menyangkut keyakinan dan tidak bisa dipaksakan, kecuali mendapat hidayah.
Teologi merupakan fondasi, sedangkan tembok yang mengelilinginya adalah akhlak atau moral yang baik. Dalam hal ini tidak ada perbedaan, misalnya hormat orang tua, saling menolong, dan gotong-royong. Oleh karena itu, dalam berbicara tentang agama, yang dikedepankan seyogianya dialog tentang kemanusiaan.
Saya sudah beberapa kali berkunjung ke China dan bertemu dengan komunitas Muslim, antara lain di Kunming, Xinjiang, Chengdu, Guangzhou, dan Beijing.
Memang ada kelompok tertentu Uighur yang keras dan ingin memisahkan diri dengan China. Akan tetapi, umat muslim di sana relatif bebas. Selama menyangkut masalah politik, sepatutnya kita tidak ikut campur.
NU berprinsip sebagai Islam moderat, yakni Islam yang tidak tekstual, tetapi juga tidak liberal.
Oleh karena itu, Islam moderat adalah Islam yang menggabungkan antara teks Al Quran, hadis, dan akal. Akal ada dua, akal politik atau konsensus (ijma) dan akal individu (qiyas) sehingga harmonis antara akal dan teks. Ahlussunnah wal Jama’ah itu sumber syariatnya ada empat, yaitu Al Quran, hadis, ijma, dan qiyas.
Kita berharap, ke depan kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan China yang sudah terjalin 70 tahun dapat diperkuat. Tidak hanya budaya, tetapi juga kesempatan lain yang lebih besar untuk mempelajari keunggulan teknologi yang dimiliki China.