SANEPAN JAWA KOYODENE GABAH DIINTERI
Ramalan Joyoboyo bait 140.
Polahe wong Jawa kaya gabah diinteri.
Endi sing bener endi sing sejati.
Para tapa padha ora wani padha wedi ngajarake piwulang adi.
Salah-salah anemani pati.
Artinya :
Tingkah laku orang Jawa seperti gabah ditampi.
Mana yang benar mana yang asli
Para pertapa semua tak berani takut menyampaikan ajaran benar.
Salah-salah dapat menemui ajal.
TINGKAH POLAE WONG JOWO KOYO GABAH DIINTERI .
Tingkah laku orang jawa seperti padi ditampi atau dibersihkan di semacam anyaman bambu bulat lebar biasanya dipakai jemur kerupuk.
Kalau padi habis ditumbuk dipisahkan antara kulit dan beras ,bahasa jawanya ditampi
Kalau di'interi.
Setelah ditampi di'interi
Sehingga beras ngumpul ditengah tengah agar mudah dipindahkan tempatnya
Tapi malah tidak ngumpul
Kocar kacir gak karuan
Semrawut
Wong Golek Pangan Koyo Gabah Den Interi
Menyimak salah satu kalimat yang ada di syair jongko Joyoboyo yang bunyinya Wong golek pangan koyo gabah den interi. Karya sastra yang dituliskan oleh pujangga Djawa jaman dulu itu, sekarang terbukti.
Interi di sini maksudnya adalah gabah yang dituang di dalam semacam tempayan bulat yang terbuat dari bambu (orang Djawa menyebutnya tampah), lalu digoyangkan berputar sehingga gabah menjadi bergerak berputar di dalam tampah.
Orang jawa melakukan itu biasanya untuk memisahkan gabag yang berisa dan yang tidak serta kotoran yang masih tersisa. Biasanya yang tidak berisi dan kotorannya p akan mengumpul di tengah tampah.
Wong golek pangan koyo gabah den interi bisa saya diartikan bahwa manusia dalam mencari makan di kehidupan ini gerakannya sangat tidah karu karuan seperti halnya gabah yang diputar putar di tempayan.
Contoh sederhana yang ada di kehidupan ini, banyak orang dari Jawa Timur yang bekerja di Jawa Barat.
Tetapi banyak juga orang Jawa Barat yang bekerja di berbagai kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Jadi orang Jawa Timur dan Jawa tengah menganggap di Jawa Barat banyak lapangan pekerjaan, jadi banyak dari mereka yang mengadu keberuntungannya di sana. Begitu juga sebaliknya, banyak orang Jawa Barat yang mencari pekerjaan dan keberuntungan di Jawa Timur.
Dalam lingkup yang lebih kecil lagi, kata Wong golek pangan koyo gabah den interi dapat kita lihat di sekitar kita.
Coba saja anda berdiri di pinggir jalan saat menjelang jam kerja di pagi hari. Banyak orang yang berkendara lalu lalang untuk berangkat kerja.
Yang dari selatan menuju ke utara untuk berangkat kerja, dan sebaliknya.
Begitu juga orang dari sebelah timur menuju arah barat untuk berangkat kerja dan sebaliknya sehingga hiruk pikik jalanan terjadi seolah olah seperti sangat membingungkan.
Contoh lainnya, seperti pemandangan yang pernah ada di jalan depan rumah.
Dari arah timur ada mobil pick up yang mengangkut jerami untuk pakan ternak entah mau di bawa kenama aku juga tidak tahu.
Tak lama berselang ada lagi mobil pick up mengangkut jerami. Tetapi yang ini dari arah barat menuju ke timur.
Kadang kita berfikir, andai saja yang dari timur tetap di timur dan yang dari barat tetap di barat, mungkin tidak butuh angkutan yang biayang lebih banyak.
Ada yang lebih ekstrim dalam mengartikan atau memaknai kata Wong Golek Pangan Koyo Gabah Den Interi ini.
Kebanyakan orang sangat kebingungan mencari sesuatu untuk dimakan, sehingga tingkah polahnya sangat tidak karu karuan.
Orang jawa bilang Jungkir balik golong koming hanya untuk bisa tetap makan bahkan banyak yang menerjang tatanan kehidupan dan norma norma kemanusiaan dan Agama.
Sikut sana sini hanya untuk makan.
Tendang kanan kiri hanya karena perut bisa kenyang.
Fitnah sana sini untuk merebut jatah orang.
Bahkan bila mana perlu saudara sendiri juga dimakan.
Ada lagi yang bersekutu dengan setan.
Mengunjungi tempat tempat keramat untuk mencari plarisan dan pesugihan.
Katanya akhirat itu urusan nanti yang penting sekarang bisa bahagia, terhormat dan terpandang.
Tetapi itulah kehidupan.
Walaupun kadang terasa aneh dan membingungkan, tetapi tetap harus berjalan.
Wong golek pangan koyo gabah den interi.
Serba membingungkan. Yang menjalani kehidupan mungkin juga bingung.
Yang melihat bisa saja lebih bingung.
Koyodene gabah diinteri.
Sebuah ungkapan Jawa.
Yang mengibaratkan sebagaimana gabah (bulir padi) yang diinteri (diletakkan di atas nyiru, tampah, dan diputar putar).
Ini merupakan upaya para petani untuk memilih padi yang bernas dan membuang padi yang kosong. Pada saat diputer itulah maka bulir padi itu akan senantiasa bergerak mengikuti manusia yang menggerakkan.
Mau digerakkan ke kanan ikut ke kanan.
Mau digerakkan ke kiri ikut ke kiri.
Semuanya ikut.
Nggak peduli yang berisi maupun yang kosong.
Ini adalah permisalan suatu bangsa, suatu kelompok masyarakat yang benar benar tidak punya prinsip, tidak punya pendirian.
Suka ikut-ikutan. ela elu. Ikut sana ikut sini.
Nggak tahu mana yang benar dan yang salah.
Tuntunan jadi tontonan begitupun sebaliknya.
Para ulama dan ambya tidak diturut tapi para pengikut dajjal diturut karena ulama dana pra cerdik cendekia sudah tidak menarik lagi.
Sementara anak buah dan pengikut amalan dajjal kelihatan gebyor gebyor indah dan menyenangkan.
Mulai dari hal terkecil dan sedehana sampai dengan hal yang prinsip, sudah tidak punya pendirian lagi.
BERAS DI INTERI.
Dalam jangka Jayabaya adal perkataan, menungso koyo beras di interi, yang artinya kesibukan manusia seperti beras di interi. Beras di interi, sebuah kata yang saat ini sangat sulit dicerna, karena hanya terjadi beberapa dekade lampau.
Yaitu ketika orang membersihkan beras dari beras yang patah atau kecil-kecil menggunakan alat yang bentuknya bundar itu, tampah.
Ketika beras diputar menunjukan kesibukan dan keriuhan beras yang luar biasa karena bergerak kesana kemari.
Hal itu memang seperti kesibukan masyarakat saat ini baik di kota atau dimanapun namun yang jelas, terasa betul dalam kesibukan lalu lintas, atau para pejalan kaki di negeri sana.
Beras di interi mungkin sangat jauh artinya dengan resonansi, karena resonansi kadang membentuk sesuatu, entah nada, bentuk atau gerakan tertentu.
Dan beras di interi mirip dengan suasana chaos atau geger keamanan tidak kondusif akibatnya pengaruh ekonomi dan aktivitas masyarakat maupun negara tidak aman, nyaman dan tentrem.
Marilah kita pandai-pandai mengambil keputusan yang bijaksana sebelum keputusan itu menjadi bumerang bagi kita maupun halayak umum.