MAS INTEN
MAS PICIS RAJABRANA
Secara umum emas (mas) lebih berharga daripada intan (intan) maupun harta benda yang lain (picis rajabrana).
Dalam perjalanan bersama sesama manusia, tidak ada manusia yang sama.
Bukan hanya wajah, tetapi juga pengetahuan, sikap dan perilaku. Mulai yang paling bodoh sampai paling pandai, dari yang paling menyenangkan sampai paling menyebalkan.
Melalui perjalanan hidup pula, banyak pelajaran diperoleh.
SERAT RAJABRANA
Dalam naskah Serat Rajabrana pula disebutkan perilaku-perilaku segala sesuatu yang menjadi pematang, yang bisa menguntungkan dan merugikan, pula gambaran hak & kewajiban bagi orang-orang kaya.
Metode dengan digunakan dalam pertimbangan ini adalah tafahus pustaka dengan tingkat inventarisasi, deskripsi, transliterasi, dan terjemahan. Impak penelitian akan membuka makna teks di dalam Serat Rajabrana tentang tahapan-tahapan yang ditempuh untuk menjadi mampu. Sederhananya, anda dapat menemukan ribuan tulisan di internet, diantaranya membaca kisah-kisah orang2 yang bangkit daripada kegagalan hingga sukses besar.
Serat Rajabrana yang dijadikan sebagai objek kajian berbentuk prosa, ditulis dengan tulisan Jawa cetak, berbahasa Jawa ragam krama, tergolong dalam sastra wulang.
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah cara-cara menjadi kaya yang terkandung dalam naskah SÄ•rat Rajabrana.
Ada 7 cara pokok yang harus dilakukan ditambah 7 cara lagi yang juga harus dilakukan.
Menjelaskan kehidupan manusia sehari-hari agar dapat mencapai keberhasilan dengan bekerja keras, ikhtiar, dan tidak putus asa.
Ke-14 cara tersebut harus dilakukan dengan teratur (ajeg) disertai dengan kemauan keras dan disiplin yang kuat.
Dalam naskah Serat Rajabrana juga disebutkan perilaku-perilaku apa yang menjadi halangan, yang bisa menguntungkan dan merugikan, juga gambaran hak dan kewajiban bagi orang kaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dengan tahapan inventarisasi, deskripsi, transliterasi, dan terjemahan.
Hasil penelitian akan mengungkap makna teks dalam Serat Rajabrana mengenai tahapan-tahapan yang ditempuh untuk menjadi kaya.
AJARAN LUHUR BUDAYA DJAWA.
Ajaran keutamaan Piyantun Jawa yang sebenarnya telah disampaikan kepada para pendahulu kita, dan tidak ada buruknya kita untuk menggali lebih dalam lagi ajaran luhur tersebut untuk dilaksanakan dalam kehidupan kita syukur-syukur kalau mau menyebarkan ajaran luhur tersebut kepada sesama disekitar kita.
Artikel ini berbahasa Jawa Krama, terjemahan yang kami sajikan adalah terjemahan bebas, jika anda lebih mengetahui maksud dan inti ajaran tersebut mohon dikoreksi.
Lampah Limang Prakawis miturut kabudhayan Jawi wiji saking Kyai Agêng Pêngging ingkang kapêncarakên dening Seh Siti Jênar, inggih punika.
(Langkah lima perkara menurut kebudayaan Jawa dari ajaran Kyai Agêng Pêngging yang disebarkan oleh Seh Siti Jênar yaitu) :
1. Sêtya amituhu utawi têmên lan jujur, Setia menjaga atau sungguh-sungguh dan jujur.Santosa, adil paramarta, tanggêljawab botên lèwérwéh, Sentosa, berlaku adil, tanggung jawab tidak ingkar.Lêrês ing samubarang damêl, sabar wêlas asih ing sasami, botên ngunggul-unggulakên dhirinipun, têbih saking watak panganiaya, Benar dalam segala hal, sabar, berbelas kasih kepada sesama, tidak menonjolkan diri, jauh dari watak penganiaya (suka mencelakai sesama).
2. Pintêr saliring kawêruh, langkung-langkung pintêr ngécani manahing sasami-sami, punapa dènè angêreh kamurkaning manah pribadi, botên anguthuh mêlik anggéndhong lali, margi saking dhayaning mas picis raja brana.
Pandai berbadan pengertian (pengetahuan berbasiskan pemahaman), terutama pandai memberi kenyamanan hati sesama, mengendalikan amarah hari diri sendiri, tidak memiliki rasa ingin memiliki, karena pengaruh harta kekayaan.Susila anoraga, tansah ngênggéni tata krami, mawéh rêrêseping paningal tuwin sêngsêming pamiharsa, dhatêng ingkang sami kataman, Baik menjaga raga, selalu mengutamakan tata cara pergaulan, memberi keindahan pada yang terlihat, serta menyenangkan perasaan sesama, bagi sesama yang berhubungan dengan kita .
3. Mustikaning kawêruh tuwin luhur-luhuring kamanungsan kuwasa anindhakakên lampah limang prakawis kados kawursita ing nginggil punika. Têmah kita manggén ing sasaning katêntrêman, dene wontêning katêntrêman punika mahanani harja kréta lan kamardhikan kita sami. Yen botên makatên, ngantos sabujading jagad, kita badhe nandhang papa cintraka, kagilês dening rodha jantraning jagad margi kacidraning manah kita pribadi.
Mutiara pengertian yang terbaik dari nilai kemanusiaan berkuasa melakukan lima perkara yang di jabarkan di atas. Sehingga kita tinggal dalam ketentraman(edamaian pribadi), dan ketentraman tersebut tinggal dan menyebabkan kebaikan dan kemerdekaan kita semua. Kalau tidak begitu sampai akhir dunia, kita akan mengalami kesengsaraan tergilas oleh perjalanan dunia hanya karena kita menipu hati nurani kita sendiri.
4. Hewandene Pêpingin Nêm Prakawis punika inggih ingkang among utawi mituruti karsa, wêwêjanganipun kados ing ngandhap punika :
Sedangkan enam perkara yang menuruti keinginan (hawa nafsu), penjelasannya seperti yang di uraikan di bawah ini :
a. Paningal (Sang Prêtiwidnya), amjurungi karsa ningali wawarnén ingkang sarwa édi péni.
Pengelihatan (Sang Prêtiwidnya) selalu menuruti keinginan hanya melihat segala sesuatu yang indah dan menyenangkan.
b. Pangganda (Sang Sutasoma), mituruti karsa angambêt gagandan ingkang amrikarum angambar-ambar. Penciuman (Sang Sutasoma), selalu menuruti keinginan hanya mencium segala sesuatu yang babauan yang harum menyebar.
c. Pamiyarsa (Sang Srutakirti), among karsa niling-nilingakên pamirênging swara ingkang sakéca angrangin angayut-ayut, langkung-langkung pangrintihing swara salêbêting pulang asmara.
Pemirsa (Sang Srutakirti) , selalu berkeinginan mencari-cari pendengaran yang enak (suka bujuk rayuan) yang berlarut-larut, terutama yang berhubungan dengan nafsu syahwat.
d. Pangraosing ilat inggih pangênyam (Sang Satanika), angumbar karsa raosing sawarnanipun dhadhaharan tuwin unjuk-unjukan ingkang sarwa miraos. Keinginan lidah yang selalu ingin mengenyam (-rakus-) (Sang Satanika), menuruti segala keinginan merasakan kenikmatan segala jenis makanan serta minuman yang enak (bisa diartikan harta yang bukan menjadi haknya).
e. Pangraosing anggota (Sang Srutakrama), anguja karsa sakécaning sarira (kêséd sungkan sasaminipun), langkung malih pangujaning raos kanikmataning asmara. Perasa dari anggota badan (menuruti keinginan yang menikmatkan tubuh) (Sang Srutakrama), mengumbar keinginan nikmatnya badani (tidak memiliki rasa malu kepada sesama), terlebih menuruti kenikmatan nafsu syahwat.
5. Wicara (Sang Gatutkaca), anjurungi karsa wêdaling swara sêreng kadosta; nêpsu, muring- muring, srêngên, lsp. Dene wêdaling swara ingkang manis arum anujuprana, namung yén kapanujon amawa pamrih, atêges wicara ingkang lamisan. Inggih wêdaling pamicara ingkang manis arum kadi madu pinastika, punika mêsi darubêsi sakalangkung mandi, sintên ingkang kirang waspada, bilai ingkang pinanggih.
Pembicara (Sang Gatutkaca), menuruti keingiginan berbicara dusta, nafsu, amarah, kejam dan lain-lain. Dari yang diucapkan manis (merayu) dan menarik, namun jika diperhatikan terkandung maksud (pamrih), alias berbicara lamis (manis tapi menipu).
Yang dikeluarkan dari pembicaraan manis seperti madu inilah yang sangat mujarap, siapa yang tidak waspada akan menemui kesengsaraan.