KITAB KUNING
Kitab Kuning adalah kajian keilmuan Islam atau literatur Islam yang ditulis dengan bahasa pengantar bahasa Arab klasik. Disebut kuning karena warna kertasnya kuning.
Kitab yang juga disebut dengan kitab turos (turots) ini mengkaji berbagai bidang studi keilmuan Islam, seperti :
(Al-Quran, ulumul Quran, tafsir, hadis, syarah hadis, ulumul hadis, mustolah hadis, akidah, ilmu kalam, ushuluddin, filsafat agama, fikih, ushul fiqih, kaidah fikih, tarikh Islam, sirah Nabi, biografi ulama, ilmu lughah, nahwu sharaf (shorof), balaghah, mantiq, kamus, dll).
Kitab kuning, dalam pendidikan agama Islam, merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-islamiyyah) yang diajarkan pada pondok-pondok
Pesantren, mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan ilmu sharf),
hadits, tafsir, ilmu Al-Qur'an, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu`amalah). Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya). Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab (nahwu dan sharf).
Kitab Kuning identik dengan pondok pesantren yang merupakan pola pendidikan khas Agama Islam. Dikutip dari buku Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat : Tradisi-Tradisi Islam, kitab kuning adalah kitab klasik yang ditulis beberapa abad yang lalu.
Kitab ini dikenal di Indonesia sebagai kitab kuning.
Jumlah teks klasik yang diterima di pesantren sebagai ortodoks (al-kutub al-mu'tabarah) pada prinsipnya terbatas.
ISI KITAB KUNING
Kitab Kuning yang terdiri atas tiga jenis tersebut mempelajari berbagai bidang ilmu dalam agama Islam. Bidang lain yang dipelajari dalam Kitab Kuning adalah tata bahasa Arab, atau kerap disebut ilmu nahwu.
Sejarah penyebutan Kitab Kuning yang digunakan pesantren ternyata punya beberapa versi. Salah satunya tulisan yang terbit pada tahun 2003 dari Dirjen Kelembagaan Agama Islam berjudul Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah.
Disebut Kitab Kuning karena pada umumnya dicetak di atas kertas berwarna kuning. Kitab-kitab tersebut umumnya tidak diberi harakat/syakal sehingga tidak jarang disebut juga sebagai kitab gundul.
Ensiklopedia NU menjelaskan, pengertian Kitab Kuning mengacu pada kondisi kitab ketika sampai di Indonesia. Kitab dari Timur Tengah tersebut berwarna kekuning-kuningan sehingga disebut Kitab Kuning.
Penyebutan Kitab Kuning masih digunakan meski kondisi kitab tak selalu berwarna kuning. Isi Kitab Kuning bahkan sudah tersedia online, sehingga bisa diakses semua orang bukan cuma murid pondok pesantren.
Berbagai kitab yang masuk dalam koleksi Kitab Kuning ternyata tidak hanya dibuat ulama Timur Tengah. Van Bruinessen menyatakan, banyak ulama tanah air yang karyanya menjadi bagian dari Kitab Kuning.
KITAB KUNING & KHAZANAH KEILMUANNYA.
Kitab kuning masih diperlukan sebagai pengantar masalah Islam kontemporer.
Sudah menjadi karakteristik, kitab-kitab Islam yang ditulis dengan aksara Arab atau Arab Melayu memakai kertas berwarna kuning. Istilah kitab kuning sudah melekat untuk menamai kitab-kitab keislaman tersebut.
Ada juga yang menamainya dengan kitab gundul karena tulisannya yang merupakan aksara Arab tersebut tidak memiliki harakat atau syakl (tanda baca).
Kertas berwarna kuning merupakan jenis kertas dengan kualitas yang paling rendah dan murah. Bahkan, tak jarang ditemui pada kitab-kitab kuning tersebut lembarannya tak terjilid sehingga mudah diambil bagian-bagian yang diperlukan tanpa harus membawa satu kitab secara utuh.
Karena, kitab-kitab tersebut biasanya hanya beredar di kalangan pesantren, tak jarang para santri hanya membawa lembaran-lembaran tertentu yang akan dipelajari. Itulah mungkin alasan mengapa kitab tersebut tidak dijilid layaknya buku-buku biasa.
Umumnya, kitab kuning ditulis tidak memiliki paragraf yang bisa mengatur alinea demi alinea. Biasanya, seluruh kitab ditulis secara bersambung dari awal hingga akhir buku.
Bahkan, tak jarang tempat yang sedikit tersisa di luar kolom pun dimanfaatkan untuk menulis syarah (penjelasan) saat pelajaran.
Hal ini nyaris tidak menyisakan sedikit pun tempat kosong di dalam halaman kitab tersebut karena terisi seluruhnya oleh tulisan. Kemungkinan, teknik seperti ini dilakukan untuk penghematan kertas.
Seiring perkembangan zaman, akhir-akhir ini kitab kuning sudah mengalami perubahan ketika dicetak ulang. Kitab kuning cetakan baru sudah banyak yang memakai kertas putih yang umum dipakai dalam dunia percetakan.
Demikian juga, sudah banyak kitab di antaranya tidak gundul lagi karena telah diberi harakat untuk lebih memudahkan pembaca. Dan, seperti layaknya sebuah buku, sebagian besar kitab kuning yang telah bewarna putih tersebut sudah dijilid.
Dari penampilan fisiknya, kini kitab kuning tidak mudah lagi dibedakan dari kitab-kitab baru yang biasanya disebut al-kutub al-‘asriyyah (buku-buku modern). Kini, perbedaannya terletak pada isi, sistematika, metodologi, bahasa, dan pengarangnya.
Timur Tengah sebagai daerah asalnya, kitab kuning disebut dengan al-Kutub al-Qadimah (buku-buku klasik) sebagai sandingan dan al-Kutub al-'asriyyah.
Al-Kutub al-Qadimah yang beredar di Indonesia (di kalangan pesantren) sangat terbatas jenis dan jumlahnya. Yang sangat dikenal adalah kitab-kitab yang berisi ilmu-ilmu syariat, khususnya ilmu fikih.
Ilmu-ilmu syariat lainnya adalah :
1. Tasawuf.
2. Tafsir.
3. Hadist.
4. Akidah.
5. Tarikh.
Sedangkan, dari khazanah keilmuan nonsyariat, yang banyak dikenal ialah kitab-kitab nahwu dan sharaf (tata bahasa Arab) yang mutlak diperlukan sebagai ilmu alat untuk membaca kitab gundul.
Dilihat dari ciri-ciri umum kitab kuning, penyajian setiap materi dari satu pokok bahasan selalu diawali dengan mengemukakan definisi yang tajam.
Definisi tersebut memberi batasan pengertian secara jelas untuk menghindari salah pengertian terhadap masaiah yang sedang dibahas.
Selanjutnya, setiap materi bahasan diuraikan unsur-unsurnya dengan segala syarat yang berkaitan dengan objek pembebasan. Pada tingkat syarfr (ulasan komentar) dijelaskan pula argumentasi penulisnya lengkap dengan penunjukan sumber hukumnya.
Selain itu, jika dilihat dari kandungan maknanya, kitab kuning dapat dikelompokkan menjadi dua macam :
1. Kitab kuning yang berbentuk penawaran atau penyajian ilmu secara polos (naratif), seperti sejarah, hadis, tafsir, dan lain-lainnya.
2. Kitab kuning yang menyampaikan materi berbentuk kaidah-kaidah keilmuan, seperti usul fikih dan mustalah hadis (istilah-istilah yang berkenaan dengan hadis) dan semacamnya.
Kitab kuning dapat dikategorikan menjadi 7 (tujuh) macam :
1. Kitab kuning yang menampilkan gagasan baru yang belum pemah dikemukakan oleh penulis-penulis sebelumnya, seperti kitab Ar-Risalah (tentang usul fikih) karya Imam asy-Syaft'i.
2. Kitab kuning yang muncul sebagai penyempurna terhadap karya yang telah ada, seperti kitab Nahw (tata bahasa Arab) karya Sibawaih yang menyempurnakan karya Abu al-Aswad Zalim bin Sufyan ad-Duwali.
3. Kitab kuning yang berisi komentar (syarh) terhadap kitab yang telah ada, seperti Fath al-Barri Sahih al-Bukhari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani yang memberikan komentar terhadap Sahih al-Bukhari.
4. Kitab kuning yang meringkas karya yang panjang lebar untuk dijadikan karangan singkat, tetapi padat, seperti kitab fikih Lubb al-Usul karya Syekh al-lslam Zakaria al-Anshari sebagai ringkasan dari Jam' aj-Jawami' Tajuddin bin Abdul Wahhab as-Subki.
5. Kitab kuning berupa kutipan dari berbagai kitab lain, seperti ‘Ulumul Qur’an karya al-Aufi.
6. Kitab kuning yang isinya memperbarui sistematika dari kitab-kitab yang telah ada, seperti Ihya' 'Ulumuddin karya Imam al-Ghazali.
7. Kitab kuning yang berisi kritik dan koreksi terhadap kitab-kitab yang telah ada, seperti Mi’yar Al ‘Ilmi yang meluruskan kaidah logika yang telah ada karya Imam al-Ghazali.
Ilmuwan kontemporer Mesir, Dr Jamaluddin Athiyah, yang juga penyusun buku Turats al-Fiqh al-Islam, menyebutkan kitab kuning masih tetap perlu dikaji.
Athiyah menyatakan, kitab kuning berfungsi sebagai pengantar bagi pembinaan hukum Islam kontemporer. Kemudian, ujar Athiyah, kitab kuning memberi penjelasan tafsir hukum Islam yang masih digunakan oleh hukum positif.
Di pesantren-pesantren, umumnya kitab kuning diajarkan dengan dua cara, yaitu :
1. Cara sorogan.
2. Cara bandongan.
Cara sorogan ialah santri satu per satu menghadap kiai dengan membawa kitab tertentu. Kiai membacakan kitab itu beberapa baris dengan makna yang lazim dipakai di pesantren.
Kemudian, santri mengulangi bacaan kiainya. Demikianlah dilakukan oleh para santri secara bergiliran. Biasanya cara sorogan dilakukan oleh santri yang masih tingkat awal dan terbatas pada kitab-kitab yang kecil saja.
Cara bandongan adalah pengajaran kitab kuning secara klasikal, yakni semua santri menghadap kiai bersamaan.
Kiai membacakan kitab tertentu dengan makna dan penjelasan secukupnya, sementara para santri mendengar dan mencatat penjelasan kiai di pinggir halaman kitabnya.
Cara belajar seperti ini paling banyak dilakukan. Dengan cara bandongan, kitab-kitab yang besar seperti Sahih al-Bukhari dapat ditamatkan dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan, ada yang bisa menamatkan dalam waktu tak lebih dari sebulan.
Kitab kuning, dalam pendidikan agama islam, merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama islam (diraasah al-islamiyyah) yang diajarkan pada Pondok-pondok Pesantren, mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq/tasawuf, tata bahasa arab (`ilmu nahwu dan `ilmu sharf), hadits, tafsir, `ulumul qur’aan, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu`amalah). Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun), tidak seperti kitab Al-Qur’an. Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning harus tau harfiah kalimat per kalimat agar bisa dipahami secara menyeluruh, dibutuhkan waktu belajar yang relatif lama.
Dalam dunia pesantren, kitab kuning menjadi rujukan utama. Yang menarik, kitab kuning yang diajarkan telah memiliki umur yang cukup lama, hingga ratusan tahun tetap terjaga keasliannya. Kitab kuning biasa nya berisi 7 kitab dasar untuk belajar santri di pesantren. Kitab kuning hanya ada di pesantren saja, di sekolah lain nya biasa nya memakai Al-Qur’an sebagai paduan belajar agama. Apa saja isi kitab kuning yang biasanya ada di pesantren ?
Tujuh kitab klasik atau dasar yang dipelajari di pesantren adalah :
1. Kitab Al-Jurumiyah yang mempelajari gramatika bahasa Arab.
Kitab Al-Ajurumiyah salah satu kitab dasar yang mempelajari ilmu nahwu. Setiap santri yang menginginkan belajar kitab kuning wajib belajar dan memahami kitab ini terlebih dahulu. Karena tidak mungkin bisa membaca kitab kuning tanpa belajar kitab Jurumiyah, pedoman dasar dalam ilmu nahwu. Adapun tingkatan selanjutnya setelah Jurumiyah adalah Imrithi, Mutamimah, dan yang paling tinggi adalah Alfiyah. Al-Jurumiyah dikarang oleh Syekh Sonhaji dengan memaparkan berbagai bagian di dalamnya yang sistematis dan mudah dipahami.
2. Kitab Amtsilatu Tashrifiyah yang mempelajari perubahan pola kalimat dalam bahasa Arab (tashrif).
Jika nahwu adalah bapaknya, maka shorof ibunya. Begitulah hubungan kesinambungan antara dua jenis ilmu itu. Keduanya tak bisa dipisahkan satu sama yang lainnya dalam mempelajari kitab kuning. Salah satu kitab yang paling dasar dalam mempelajari ilmu shorof adalah Kitab Amtsilah Tashrifiyah yang dikarang salah satu ulama Indonesia, beliau KH. Ma’shum ‘Aly dari Jombang. Kitab tersebut sangat mudah dihafalkan karena disusun secara rapi dan bisa dilagukan dengan indah. Denga nada nya kitab ini santri mudah untuk memahami dan menghafalkan kitab.
3. Kitab Mustholahul Hadits yang mempelajari seluk beluk ilmu hadist.
Kitab dasar selanjutnya adalah Kitab Mushtholah Al-Hadits yang mempelajari ilmu mengenai seluk beluk ilmu hadits. Mulai dari macam-macam hadits, kriteria hadits, syarat orang yang berhak meriwayatkan hadits dan lain-lain dapat dijadikan bukti kevalidan suatu matan hadits. Kitab ini dikarang oleh al-Qodhi abu Muhammad ar-Romahurmuzi yang mendapatkan perintah dari Kholifah Umar bin Abdul Aziz karena pada waktu itu banyak orang yang meriwayatkan hadist-hadist palsu.
4. Kitab Arba'in Nawawi yang mempelajari dan memahami suatu hadist.
Pada kitab yang telah disebutkan di atas merupakan kitab dasar dalam menspesifikasikan kedudukan hadits. Berbeda lagi dengan kitab matan hadits yang harus dipelajari di dunia pesantren, yaitu Kitab Arba’in Nawawi karangan Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Murri Al Nizami An-Nawawi yang berisi 42 matan hadits. Selain itu beliau juga mengarang berbagai kitab antara lain Riyadhus Sholihin, Al-Adzkar, Minhajut Tholibin, Syarh Muslim, dan lain-lain. Muatan tema yang dihimpun dalam kitab ini meliputi dasar-dasar agama, hukum, muamalah, dan akhlak.
5. Kitab Taqrib yang mempelajari fiqh.
Merupakan hasil turunan dari Al-Quran dan Al-Hadist setelah melalui berbagai paduan dalam ushul fiqh. Kitab Taqrib yang dikarang oleh Al-Qodhi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Ashfahaniy adalah kitab fiqh yang menjadi rujukan dasar dalam mempelajari ilmu fiqh. Di atas Kitab Taqrib ada Kitab Fathul Qorib, Tausyaikh, Fathul Mu’in, dan semuanya itu syarah atau penjelasan dari At-Taqrib.
6. Kitab Aqidatul Awam yang mempelajari dasar aqidah.
Hal mendasar dalam agama adalah kepercayaan atau aqidah. Apabila aqidah sudah mantap, kuat dan benar maka dalam menjalani syariat agama tidak akan menyeleweng dari aturan syariat yang telah ditentukan. Kitab dasar aqidah yang dipelajari dipesantren adalah kitab Aqidatul Awam karangan Syaikh Ahmad Marzuqi Al-Maliki berisi 57 bait nadzom. Kitab ini dikarang atas perintah Rasulullah yang mendatangi sang pengarang melalui mimpinya. Hingga beliau mampu menyelesaikan kitab tersebut sebagai acuan sumber literasi ilmu Aqidah di berbagai tempat.
7. Kitab Ta'limul Muta'alim yang mempelajari akhlak dan kerap dianggap puncak ilmu.
Sepandai apapun manusia serta sebanyak apapun ilmu yang dikuasainya, semuanya tidak akan bisa menghasilkan sarinya ilmu tanpa adanya akhlaq. Hal dasar bagi para pencari ilmu agar ilmunya manfaat dan barokah adalah harus mengutamakan akhlaq. Kitab dasar yang menerangkan mengenai akhlaq di dunia pesantren adalah kitab Ta’limul-Muta’alim karangan Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji. Setiap awal proses belajar di pesantren sesuai adatnya pasti mempelajari kitab ini ataupun kitab lain yang seakar dengan Ta’limul Muta’alim, seperti kitab Adabul ‘alim wal Muta’alim karangan ulama’ besar Indonesia, Pahlawan Nasional sekaligus pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Kedua kitab ini pun juga menjadi kurikulum wajib bagi pesantren yang ada di Indonesia bahkan hingga luar negeri.
Dengan penjelasan ini maka Kitab Kuning tidak hanya terdiri atas satu buah buku. Kitab Kuning bisa terdiri atas puluhan atau ratusan jilid buku bergantung dari tingkat dan bidang yang dipelajari seorang santri.
Ilmu yang bersangkutan dianggap sesuatu yang sudah bulat dan tidak bisa ditambah, tulis Martin Van Bruinessen dalam karyanya.
Van Bruinessen menyebutkan, karya klasik dengan bahasa Arab dalam Kitab Kuning hanya bisa diperjelas dan dirumuskan kembali. Meski terdapat karya-karya baru, namun kandungan dalam Kitab Kuning tidak berubah.
Dalam bab berjudul Format Umum Kitab Kuning dijelaskan, kebanyakan kitab Arab klasik yang dipelajari di pesantren terdiri atas tiga jenis. Yaitu kitab komentar (syarh), komentar atas komentar (hasyiyah), dan teks yang lebih tua (matn, matan).
Menurut Van Bruinessen menulis, buku-buku dalam Kitab Kuning menjadi bagian dari koleksi perpustakaan KITLV di Universitas Leiden. Koleksi merupakan hasil riset L.W.C Van den Berg tahun 1886 yang menyusun daftar buku teks utama di pesantren.
Kebanyakan naskah para ulama pasca Khulafaa al-Rasyidin ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab tanpa harakat, tidak seperti Al-Qur'an pada umumnya. Dikarenakan tujuan pemberian harakat pada Al-Quran lebih kepada bantuan bagi orang-orang non arab dan penyeragaman. Sedangkan bagi orang yang menguasai tata bahasa bahasa Arab maka dapat dengan mudah membaca kalimat tanpa harakat tersebut. Inilah yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Kitab Gundul untuk membedakannya dengan kitab bertulisan dengan harakat.
Sedangkan mengenai penyebutan istilah sebagai Kitab kuning, dikarenakan memang kitab-kitab tersebut kertasnya berwarna kuning, hal ini disebabkan warna kuning dianggap lebih nyaman dan mudah dibaca dalam keadaan yang redup. Ketika penerangan masih terbatas pada masa lampau, utamanya di desa-desa, para santri terbiasa belajar di malam hari dengan pencahayaan seadanya. Meski penerangan kini telah mudah, kitab-kitab ini sebagian tetap diproduksi menggunakan kertas warna kuning mengikuti tradisi, walaupun ada juga yang telah dicetak pada kertas berwarna putih (HVS). Sebab lainnya, adalah karena umur kertas yang telah kuno yang turut membuat kertas semakin lama akan menguning dan menjadi lebih gelap secara alami, juga disebutkan ketika dahulu lilin/lampu belum bercahaya putih dan masih kuning maka kertas berwarna putih atau kuning sama saja akan tetap terlihat kuning, sehingga ketika kertas kuning dahulu lebih ekonomis maka penggunaan kertas kuning dapat meringankan ongkos produksi secara massal. Kini di era modern Kitab-kitab tersebut telah dialih berkaskan menjadi fail buku elektronik, misalnya chm atau pdf. Ada juga software komputer dalam penggunaan kitab-kitab ini yaitu Maktabah Syamila (Shameela) yang juga mulai populer digunakan dikalangan para santri pondok pesantren modern.
Menurut Clifford Geertz seorang ahli antropologi dari Amerika Serikat dalam bukunya yang terkenal berjudul Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa (judul aslinya The Religion of Java) memuat sekelumit ceria tentang kitab kuning. Ada pula buku karangan peneliti Belanda Martin van Bruinessen yang berjudul Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, yang membahas sejarah kitab kuning dan pendidikan Islam tradisional di Nusantara Indonesia.
8 KITAB DASAR YANG BANYAK DIKAJI DI PESANTREN.
Di Pesantren tentunya kita memeplajari ilmu-ilmu agama yang mana referensi nya sesuai dengan syariat ajaran agama islam.
Kitab Kuning adalah menjadi bahan pembelajaran yang menarik, dan menjadi rujukan utama pembahasan di seluruh pesantren indonesia, kecuali pesantren yang khusus tahfidz.
Di kitab kuning kini usianya sudah ratusan tahun, karena pengaranya merupakan ulama-ulama salaf yang sudah masyhur ilmunya.
Ada tingkatan tingkatan-tertentu untuk dipelajarinya mulai dari Dasar atau pemula, menengah dan sampai tingkat tinggi.
Kali ini kita bahas kitab-kitab Dasar Pesantren, apa saja kah kitab-kitab tersebut langsung saja :
1. KITAB AL-JURUMIYAH
Kitab yang pertama yaitu kitab Al-Jurumiyah, fan ilmu nahwu, yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang akhir kalimat bahasa arab agar terjaga dari kesalahan.
setiap santri yang ingin bisa membaca kitab kuning yang tulisan nya gundul alias tidak berharkat.Maka wajib kita mempelajari ilmu nahwu.
dan kitab ini sebagai dasar untuk para pemula yang baru belajar kitab, supaya bisa membacanya dengan baik dan benar.
kitab ini dikarang oleh syekh Sonhaji, menjelaskan setiap bab dengan bahasa yang praktis dan sangat mudah untuk dipahami.
Setelah selesai pembahasan dari kitab ini biasanya dilanjutkan kitab selanjutnya mutamimah, imrithi, dan yang paling tinggi adalah kitab Alfiyah Ibnu Malik.
2. KITAB MATAN BINA WAL ASAS
Yang kedua yaitu kitab Matan Bina Wal Asas, salah satu kitab dari fan shorof untuk mengetahui perubahan-perubahan kalimat bahasa arab.
Jadi fan shorof ini masih ada kaitanya juga dengan fan nahwu, jika di ibaratkan nahwu bapaknya dan shorof ibu nya jadi sangat berkaitan.
Pengarang kitab ini yaitu syekh Ibrohim bin Abdul Wahab bin Imaduddin al-Ma’ruf.
3. KITAB AMTSILAH TASHRIFIYAH
Kitab ini berisi tashrif kata dalam bahasa arab sama seperti kitab matan bina wal asas membahas tentang ilmu shorof.
Kitab Amtsilah ini dikarang oleh salah satu ulama Indonesia, beliau KH. Ma’shum ‘Aly dari Jombang. Kitab tersebut sangat mudah dihafalkan karena disusun secara rapi dan bisa dilagukan dengan indah.
4. KITAB AL-AQIDATUL AWAM
kepercayaan atau aqidah adalah pokok utama atau sebagai hal yang mendasar dalam hati manusia. Apabila aqidah sudah mantap, kuat dan benar maka dalam menjalani syariat agama tidak akan menyeleweng dari aturan syariat yang telah ditentukan.
Kitab dasar aqidah ini yang dipelajari dipesantren adalah kitab Aqidatul Awam karangan Syaikh Ahmad Marzuqi Al-Maliki berisi 57 bait nadzom.
kitab ini membahas tentang aqoid 50, keluarga Nabi, Malaikat, dan mukjizat-mukjizat yang harus kita yakini.
Dikarang atas perintah Rasulullah yang mendatangi sang pengarang melalui mimpinya. Hingga beliau mampu menyelesaikan kitab tersebut.
5. KITAB MATAN SAFINATUNNAJAH
Safinatun Najah adalah sebuah kitab ringkas mengenai dasar-dasar ilmu fikih menurut mazhab Syafi’i. Kitab ini ditujukan bagi pelajar dan pemula sehingga hanya berisi kesimpulan hukum fikih saja tanpa menyertakan dalil dan dasar pengambilan dalil dalam penetapan hukum.
Meski begitu masih terdapat beberapa permasalahan fikih yang tergolong ikhtilaf di kalangan ulama ahli fiqih antar mazhab bahkan di kalangan ulama mazhab Syafi’i sendiri, sehingga diperlukan kesungguhan atau panduan dalam memilih pendapat yang lebih tepat (rajih) sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
Kitab ini ditulis oleh Salim bin Sumair al-Hadhrami seorang ulama asal Yaman yang wafat di Jakarta pada abad ke-13 H. Kitab ini populer di kalangan pondok-pondok pesantren Nahdliyyin dan masuk sebagai salah satu materi kurikulum dasarnya.
6. KITAB MUSTOLAH HADIS
Kitab dasar selanjutnya adalah Kitab Mushtholah Al-Hadits yang mempelajari ilmu mengenai seluk beluk ilmu hadits. Mulai dari macam-macam hadits, kriteria hadits, syarat orang yang berhak meriwayatkan hadits dan lain-lain dapat dijadikan bukti kevalidan suatu matan hadits.
Kitab ini dikarang oleh al-Qodhi abu Muhammad ar-Romahurmuzi yang mendapatkan perintah dari Kholifah Umar bin Abdul Aziz karena pada waktu itu banyak orang yang meriwayatkan hadist-hadist palsu.
7. KITAB HADIS ARBAIN
Arbain Nawawi atau Al-Arba’in An-Nawawiyah merupakan kitab yang memuat empat puluh dua hadits pilihan yang disusun oleh Imam Nawawi.
jadi ada dua ulama yang bernama Nawawi ada Imam Nawawi (Abu Zakaria Muhyuddin An-nawawi) ada juga syekh Nawawi Tanara Al-Bantani Al-Jawi dari indonesia
Arba’in berarti empat puluh namun sebenarnya terdapat empat puluh dua hadits yang termuat dalam kitab ini.
jadi kitab ini sebagai dasar dari fan ilmu hadis.
8. KITAB TA’LIMUL MUTAALIM
Dan yang rakhir yaitu dari fan Ilmu Akhlak, karena dalam dunia santri akhlak yang terpuji menjadi nomor satu akhlakul karimah.
Kitab Ta’limul Muta’alim ini menjelaskan tentang thoriqutaalum atau jalan untuk belajar supaya hasil ilmu yang manfaat dan barokah.
Kitab dasar yang menerangkan mengenai akhlaq di dunia pesantren adalah kitab Ta’limul-Muta’alim karangan Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji.
Setiap awal proses belajar di pesantren sesuai adatnya pasti mempelajari kitab ini ataupun kitab lain yang seakar dengan Ta’limul Muta’alim.
seperti kitab Adabul ‘alim wal Muta’alim karangan ulama’ besar Indonesia, Pahlawan Nasional sekaligus pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari.
Kedua kitab ini pun juga menjadi kurikulum wajib bagi pesantren yang ada di Indonesia bahkan hingga luar negeri.
Sungguh kaya khazanah ilmu pengetahuan Islam yang ada di dunia pesantren. Ada sekitar 200 judul kitab dipelajari di pesantren menurut data yang pernah dikemukakan oleh Gus Dur.
Kalangan pesantren terus berupaya agar kebudayaan pesantren ini dapat eksis di tengah perubahan zaman dan globalisasi.
Literasi kebudayaan salaf ini mampu menunjukkan kiprah para ulama sebagai warotsatul ambiya’ (pewaris para Nabi).