SABDO PALON NORO GENGGONG
Sabdapalon atau Sabdo Palon adalah tokoh legendaris yang dianggap sebagai pandita dan penasehat Brawijaya V, penguasa terakhir yang beragama Buddha dari kerajaan Majapahit di Jawa.
Patung penggambaran Sabdapalon di Candi Ceto.
Namanya disebut-sebut dalam Serat Darmagandhul, suatu tembang macapat kesusastraan Jawa Baru berbahasa Jawa ngoko. Disebutkan bahwa Sabdapalon tidak bisa menerima sewaktu Brawijaya digulingkan pada tahun 1478 oleh tentara Demak dengan bantuan dari Walisongo (walaupun pada umumnya dalam sumber-sumber sejarah dinyatakan bahwa Brawijaya digulingkan oleh Girindrawardhana).
Ia lalu bersumpah akan kembali setelah 500 tahun, saat korupsi merajalela dan bencana melanda, untuk menyapu Islam dari Jawa dan mengembalikan kejayaan agama dan kebudayaan Jawa (dalam Darmagandhul, agama orang Jawa disebut agama Budhi, yang dahulu ajaran Buddha berdampingan dengan ajaran Hindu).
Serat Damarwulan dan Serat Blambangan juga mengisahkan tokoh ini.
Pada tahun 1978, Gunung Semeru meletus dan membuat sebagian orang percaya atas ramalan Sabdapalon tersebut. Tokoh Sabdapalon dihormati di kalangan umat Hindu di Jawa serta di kalangan aliran tertentu penghayat kejawen.
Sabdapalon sering kali dikaitkan dengan satu tokoh lain, Nayagenggong, sesama penasehat Brawijaya V. Sebenarnya tidak jelas apakah kedua tokoh ini orang yang sama atau berbeda.
Ada yang berpendapat bahwa keduanya merupakan penggambaran dua pribadi yang berbeda pada satu tokoh.
Saat ini, petuah / ajaran Sabdapalon dijadikan sebuah kitab, yang menceritakan sejarah asal-mula Kabupaten Pati dalam bentuk sastra babad yang berisi tentang kebaikan, yang berasal dari leluhur tanah Jawa.
Sabdo Palon identik dengan Semar dalam lakon Mahabharata versi Jawa. Dalam dunia pewayangan, dia muncul bersama anak-anaknya, yakni Gareng, Petruk, dan Bagong.
Menurut Antropolog Paul Stange dalam penelitiannya pada 1988, Sabdo Palon merupakan inkarnasi sebagai Semar, yang dikenal sebagai mahaguru di Tanah Jawa. Mereka adalah titisan dewa dari kayangan yang sengaja turun ke bumi menjadi panakawan (kawan yang paham).
Tugasnya menjadi pemomong raja dan pengayom kawula. Nama ini kerap disandingkan dengan sosok Naya Genggong. Keduanya senantiasa hadir mengiringi pemerintahan raja-raja Jawa di masa Hindu-Buddha.
Untuk diketahui, Sabdo Palon dan Naya Genggong bukanlah nama asli, tetapi gelar yang diberikan sesuai dengan karakter tugas yang diemban.
Dalam Serat Darmo Gandul, Sabda Palon diartikan sebagai kata-kata dari namanya.
Sabdo Palon memiliki dua makna : 1. Sabdo berarti seseorang yang memberikan masukan atau ajaran.
2. Palon yang berarti pengancing atau pengunci kebenaran yang bergema dalam ruang semesta.
Sementara Naya Genggong memiliki makna :
1. Naya berarti nayaka atau abdi raja.
2. Genggong yang bermakna mengulang-ulang suara.
Naya Genggong adalah seorang abdi yang berani mengingatkan raja secara berulang-ulang tentang kebenaran dan berani menanggung akibatnya.
Kisah Sabdo Palon Nagih Janji. saat ini membuat beberapa orang cukup heboh dikarena kan banyak yang percaya bahwa Sabdo Palon akan menagih janji nya pada tahun 2020 ini yang disangkut-pautkan oleh dentuman gunung Krakatau yang terjadi pada bulan Aprilt.
Sebelumnya, apa sih Sabdo Palon itu ?
Menurut beberapa artikel bahwa beliau adalah seorang abdi yang berani menyuarakan kebenaran kepada raja dan berani menanggung akibatnya.
Ada pula yang mengatakan bahwa beliau adalah utusan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V yang ditemukan dalam Serat Darmagandhul dan ramalan Joyoboyo.
Serat Darmagandhul adalah karya Sastra Jawa Baru berbentuk puisi tembang macapat yang berbahasa jawa ngoko. Serat tersebut berisi tentang ramalan kehancuran Islam setelah 500 tahun kehancuran Majapahit.
Sabdo Palon akan kembali menguasai tanah Jawa setelah 500 tahun mengalah yang konon katanya beliau sebagai pembimbing jawa sejati di banyak raga yang berbeda generasi.
Beliau senantiasa hadir mengiringi Raja raja Jawa masa Hindu Buddha.
Mengapa Sabdo Palon ingin kembali menguasai tanah Jawa ? Inilah kisah yang terjadi pada masa Raja Brawijaya V.
Raja Brawijaya V pindah keyakinan menjadi pemeluk Islam.
Sehingga dia berpisah dengan guru spiritualnya yang bernama Sabdo Palon Noyo Genggong. Sabdo Palon marah karna muridnya meninggalkan kepercayaan lama dan berkata bahwa agama Islam tidak dijalankan paripurna oleh pemeluknya, oleh karena itu agama ini akan hancur dan kepercayaan lama pun akan berjaya kembali.
Ketika mendengar perkataan Sabdo Palon berkata seperti itu sang Raja tetap pindah keyakinan. Dengan berat hati, Sabdo Palon pun melepas murid kesayangannya itu.
Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah yang bernama Semar. Semar adalah utusan gaib Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk menjalankan tugas agar manusia selalu menyembah dan bertaqwa kepada Tuhan.
Dalam Serat Darmagandhul diceritakan perpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip yang berisi ungkapan seperti ini :
Paduka yektos
Manawi sampun santun agami Islam
Nilar agami Buddha
Turun paduka tamtu apes.
Jawi kantun jawan.
Jawanipun ical.
Remen nunut bangsa san es.
Benjing tamtu dipunprentah dening tiyang Jawi ingkang mangreti.
Yang artinya Paduka perlu paham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Buddha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang jawa memahami kawruh Jawa) tinggal jawan (kehilangan jati diri Jawa nya), Jawi nya hilang, suka ikut ikutan bangsa lain.
Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang jawa (Jawi) yang mengerti.
Banyak orang Jawa yang percaya bahwa hal itu akan terjadi meskipun waktunya tidak persis 500 tahun.
Dalam kisah ini kita hanya perlu mengambil beberapa sisi positif nya saja untuk dijadikan selalu bertaqwa kepada Tuhan agar kita semua selalu dalam perlindungan Nya.
Noyogenggong dan Sabdo Palon ini adalah semacam tokoh Semar dalam lakon Mahabharata versi Jawa.
Dalam versi Mahabharata India sosok Semar tak dikenal.
Noyogenggong, adalah simbol penasihat alias pendamping seorang raja yang dalam kisah pewayangan dikenal dengan Punokawan.
Dalam Kesusasteraan Jawa, Sabdo Palon dan Naya Genggong Kembali ke Bumi Membawa Kedamaian.
Sabdo Palon dan Naya Genggong, dibicarakan banyak masyarakat beberapa waktu terakhir.
Rentetan letusan gunung berapi di Indonesia hingga munculnya wabah dikaitkan dengan kembalinya penasihat Prabu Brawijaya yang dipercaya muksa 500 tahun silam.
Kebudayaan Jawa mengungkap Sabdo Palon Dan Naya Genggong memang dipercayai akan kembali ke bumi pada 500 tahun setelah keruntuhan Majapahit.
Namun menurut konotasi kedatangan Sabdo Palon tak perlu membuat masyarakat risau karena justru menampilkan kedamaian.
Sabdo Palon dan Noyo Genggong menghendaki agar masyarakat Jawa menjunjung tinggi sembah raga, sembah cipta, sembah jiwa dan sembah rasa.
Nasihat sembah catur ini sungguh diperlukan dalam menghadapi gejolak masa kini. Sabdo Palon dan Noyo Genggong hadir untuk membawa equibrium atau keseimbangan kosmis. Kesadaran ini terpantul dalam ungkapan jagad gumelar lan jagad gumulung.
Nama Sabdo Palon memang banyak disebut dalam khazanah kesusasteraan Jawa. Beberapa karya sastra Jawa yakni Darmagandhul dan Gatholoco menyebutkan nama yang diketahui sebagai penasihat Prabu Brawijaya di Kerajaan Majapahit.
Jika dikatakan nagih janji sebenarnya muncul dari persepsi orang Jawa terutama penganut kebatinan atau kejawen.
Relevan dan tidaknya dengan keadaan sekarang, masih perlu dilihat tanda-tandanya karena hampir banyak hal mulai dari peristiwa apa pun selalu dikaitkan dengan nama Sabdo Palon.
Sabdo Palon banyak muncul di karya sastra masa akhir Kerajaan Majapahit yakni pada abad 16 akhir hingga abad 18.
Ada yang meyakini bahwa Sabdo Palon adalah Semar yang dalam paham Jawa sebagai pamong, pamomong ksatria tanah Jawa.
Ada yang meyakini ia sebagai dewa ngejawantah.
Periode menghilang atau perginya Sabdo Palon dimulai ketika pengaruh Islam masuk ke nusantara.
Konon itu sebagai reaksi kurang sepahamnya ia dengan agama yang baru di Jawa dan nusantara itu.
Terlepas dari janji yang diutarakan, memang Sabdo Palon dipercaya akan kembali setelah beberapa tanda muncul.
Beberapa tanda bahkan disampaikan dalam karya-karya diantaranya adanya isyarat alam, gejolak sosial yang tak kunjung usai serta wabah.