LIR ILIR
Tembang Lir-ilir diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada awal abad ke 15/16, ketika runtuhnya kerajaan Majapahit dan mulai masuknya Islam para adipati wilayah bawahan Majapahit terutama di pesisir pulau Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1527.
Tembang Lir-ilir dikenal sebagai tembang dolanan atau lagu daerah Jawa Tengah, dalam liriknya menggunakan kata perumpamaan yang memiliki arti ganda, hal ini yang mencerminkan kedalaman ilmu Sunan Kalijaga dalam berdakwah.
Sunan Kalijaga dengan tembang Lir-ilir mencoba untuk mengajak masyarakat Jawa memeluk, meyakini, dan mengamalkan agama Islam secara perlahan tanpa menabrak tradisi yang sudah lama berkembang.
Upaya Sunan Kalijaga ini mencontoh Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya, yakni bi al-hikmah wa al-mauidhati al-hasanah.
Ilustrasi Raden Mas Said (Sunan Kalijaga) pencipta tembang Lir-ilir.
SEJARAH TEMBANG LIR ILIR.
Pencipta tembang Lir-ilir adalah Sunan Kalijaga, meskipun anggota Walisongo yang lain juga memiliki tembang untuk media dakwah.
Alasan mendasar dakwah menggunakan media tembang adalah untuk tidak mencoba melawan arus adat istiadat yang sudah lama berkembang yaitu Hindu-Buddha, hal tersebut mencoba memberikan makna tersirat yang terkesan sederhana namun mengandung makna yang dalam bila dicermati.
Pada awal mulanya Sunan Kalijaga menyebarluaskan kepada rakyat saat bersamaan mementaskan wayang purwa.
Sunan Kalijaga bekerja sama dengan wali yang lain, seperti Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Giri dalam menciptakan wayang sebagai sarana menyebarkan agama Islam.
Wayang diciptakan berwujud empat tokoh Punakawan.
Sunan Ampel menciptakan tokoh Semar, Sunan Bonang menciptakan Petruk, dan Sunan Giri menciptakan Gareng.
Sedangkan Sunan Kalijaga sendiri menciptakan tokoh yang diberi nama Bagong.
Strategi dakwah ini sesuai dengan prinsip Walisongo Kena iwake ora buthek banyune artinya menangkap ikan harus dilakukan tanpa membuat air menjadi keruh. Filsafat inilah yang diterapkan Walisongo dalam dakwahnya begitupun Sunan Kalijaga dengan tembang Lir-ilir.
Sunan Kalijaga pada masa itu mencoba untuk mengajak masyarakat untuk memperbaiki kualitas moral namun upaya tersebut dikemas untuk tidak menimbulkan konflik terhadap Raja dan Nara Praja.
Ajaran Islam diajarkan pelan-pelan melalui adat budaya yang ada.
Syariat Islam diajarkan tanpa dikonfrontasikan dengan cara-cara beragama yang biasa dilakukan oleh orang Jawa.
Dengan runtuhnya Majapahit pada penghujung Abad ke-15 membuat kehidupan masyarakat saat itu teramat suram.
Di mana-mana terjadi kerusuhan, perampokan, dan pembegalan.
Korupsi merajalela sehingga ajaran agama yang telah subur kehilangan substansinya. Sehingga pada saat itu banyak Adipati yang kemudian memeluk Islam yang kemudian diikuti oleh rakyat luas terutama di Kadipaten pesisir utara Jawa. Pada awal abad ke-16 ini yang kemudian disebut oleh Sunan Kalijaga situasi yang terang dan lapang yang termaktub dalam bait mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane.
Maka Sunan Kalijaga menyampaikan kondisi ini kepada segenap Adipati sudah saatnya memperbaiki perilaku dan moral menurut syariat Islam.
Sunan Kalijaga melakukan itu dengan sarana seni budaya tembang hingga berhasil.
TEMBANG LIR ILIR
Lir-ilir lir-ilir tandure wus sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh temanten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodot-ira (dodot sira)
Dodot-ira (dodot sira) dodot-ira (dodot sira) kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana jlumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako surak-iyo
(dalam lafal Jawa huruf vokal a diwoco o)
Dalam bahasa Indonesia : Bangunlah bangunlah tanaman mulai bersemi
Sedemikian hijau bertumbuh subur
Bagaikan pengantin baru
Anak gembala anak gembala
Panjatlah pohon belimbing itu.
Walau licin panjatilah untuk membasuh pakaianmu
Pakaianmu pakaianmu terkoyak robek di bagian pinggir
Jahitilah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Selagi terang rembulannya
Selagi banyak waktu luang
Mari soraki sorakilah
FILOSOFI TEMBANG LIR ILIR
Lagu Lir-ilir pada zaman Kerajaan Islam masih berkuasa di tanah Jawa sangat populer dinyanyikan sebagai tembang dolanan dikalangan anak-anak dan masyarakat kala itu.
Tak jarang tembang ini juga dijadikan lantunan seorang ibu yang tengah meninabobokan bayinya agar lekas pulas tertidur.
Tembang ini diciptakan oleh Raden Said atau Sunan Kalijaga sebagain bagian dari media dakwahnya.
Meski berbahasa Jawa namun tembang Lir-ilir menyimpan peranan penting dalam penyebaran Islam di tanah air.
Tembang ini syarat akan makna dan filosofi bagi kehidupan masyarakat untuk menuju kepada-Nya Sang Kholiq.
Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo, tak senggo temanten anyar
Bocah angon, bocah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno, kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro, kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono, jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Yo surako surak iyo
Terjemahan Bahasa Indonesia :
Bangunlah, bangunlah
Tanaman sudah bersemi
Demikian menghijau bagaikan pengantin baru
Anak gembala, anak gembala panjatlah (pohon) belimbing itu
Biar licin dan susah tetaplah kau panjatuntuk membasuh pakaianmu
Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di bagian samping
Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore
Mumpung bulan bersinar terang, mumpung banyak waktu luang
Ayo bersoraklah dengan sorakan iya
NILAI FILOSOFI
Sebagai umat Islam bangun dan sadarlah.
Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas.
Diri yang dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi dan menghijau.
Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.
Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya dalam jalan yang benar.
Si anak gembala diminta memanjat pohon belimbing dimana buahnya memiliki gerigi lima buah yang digambarkan lima Rukun Islam.
Meskipun licin dan susah namun umat Islam harus tetap memanjatnya untuk menjalankan Rukun Islam.
Pakaian yang terkoyak dilambangkan bahwa umat harus selalu memperbaiki imannya agar kelak siap ketika dipanggil menghadap kehadirat-Nya.
Hal terasebut harus dilakukan ketika kita masih sehat yang dilambangkan dengan terangnya bulan dan masih mempunyai banyak waktu luang dan longgar.
MAKNA TEMBANG LIR ILIR.
Berikut adalah lirik, arti dan makna yang kami coba gali dari berbagai sumber baik lisan, tradisi maupun tulisan yang kami sertakan dalam tulisan ini, semoga bermanfaat.
TEMBANG LIR ILIR.
Lir lilir, lir lilir, tandure wis sumilir
Tak Ijo royo-royo,
tak senggoh penganten anyar anyar
Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekno
Kanggo mbasuh dodo tiro…
Kanggo mbasuh dodo tiro…
Dodotiro..dodotiro
Kumitir bedha ing pinggir
Dondho mono, Jru motono
Kanggo sebho mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sunsurak o surak hiyoo
MAKNA TEMBANG LIR ILIR :
1. Lir lilir, lir lilir, :
Bangunlah, sudah saatnya tanaman di panen Lir-lilir memiliki arti, ngelilir yaitu bangun lah, sadarlah.
2. Tandure wis sumilir.
berarti semilir angin/tiupan angin yang menandakan pergantian musim yaitu musim panen, dapat dilihat dari tandure (tanaman/panenan) yang sudah tinggi dan tertiup hembusan angin tadi.
3. Tak Ijo royo-royo.
Hijaunya sangat indah
tak senggoh penganten anyar anyat (senggo dr kata dasar anggo, diperhalus jadi senggo, artinya memakai) untuk dipakai pengantin baru.
4. Cah Angon Cah Angon Penekno Blimbing kuwi (cah: bocah = anak, angon=daya angon atau gembala bocah angon : anak gembala)
Bocah gembala gembala panjatlah pohon blimbing itu.
5. Lunyu Lunyu penekno.
Walaupun licin, panjat terus.
6. Kanggo mbasuh dodotiro.
gunakanlah untuk mencuci pakaian.
7. Dodotiro......dodotiro.
Pakaianmu.....Pakaianmu.....
8. Kumitir bedha ing pinggir.
Yang robeknya sudah tidak beraturan pada sisinya.
9. Dondho mono, Jru metono.
Perbaikilah, Rapikanlah, Jahitlah.
10. Kanggo sebho mengko sore.
Agar dapat dipakai pada pertemuan sore nanti.
11. Mumpung padang rembulane.
Mumpung masih terang bulannya.
12. Mumpung jembar kalangane.
Selagi masih luas jangkauannya (selagi masih sehat badannya).
13. Sun-surak-o-surak hiyoo.
Ayo, Bersegeralah.
ARTI SECARA HARFIAH LIR ILIR.
Kalimat lir ilir adalah bentuk pengulangan dari kata perintah lilir atau anglilir atau ngelilir dalam bahasa jawa saat ini yang artinya adalah bangun, bangkit, sadar kembali.
Ilir mengalir, mengambang.
Milir = mengalir, mengapung/berlayar didepan angin.
Tandure = tanaman.
Dodotiro dsri kata Dodot+Iro, Dodot adalah kain panjang penutup badan bagian bawah.
Iro/Ira/nira = bentuk memakai.
Sira bila mengkualifikasi kata benda yang berarti nya, mu/kowe kabeh/anda/kalian = sumber.
Sebo dr kata Sabha artinya pertemuan.
Kata Sabha ini juga asal dari kata paseban (pa-sabha-an), yaitu tempat untuk pertemuan/rapat umum/tempat menghadap/tempat yang banyak dikunjungi.
Tembang ini mengandung 3 kata perintah, dan tujuan pada tiap perintah tersebut perintah-perintah atau nasehat ini diakhiri dengan tujuan akhir dari semua perintah yang disebutkan sebelumnya. Kata Perintah dalam tembang ini adalah :
1. Perintah untuk ngelilir/bangun/sadar agar dapat memanen tanaman yang akan digunakan untuk pengatin baru.
2. Perintah untuk memanjat belimbing itu / penekno blimbing kuwi untuk membasuh pakaian. Membasuh pakaian dari hasil memanjat pohon Blimbing tadi yang dilakukan dengan susah-payah.
3. Perintah untuk membenarkan/menjahit kembali Pakaian yang sudah robek (bedha) tiap sisi-nya.
Tujuan akhir dari perintah-perintah diatas adalah agar dapat dipakai pada (suatu) pertemuan ketika hari (telah) sore. Karenanya kerjakanlah selagi (mumpung) bulan masih terang, selagi masih luas jankauannya/masih bisa melakukan apapun, karena bila hari telah gelap akan sulit melakukan kegiatan apapun.
Dilihat dari arti tembang diatas, jelas bahwa lagu ini bukan lagu biasa, banyak nasehat yang diberikan dengan menggunakan simbol-simbol dan bahasa yang kaya makna, dan jelas tidak mungkin berarti harfiah, atau sesuai kalimat, karena tentunya akan terasa aneh.
1. Sesuai dengan arti bahasanya makna Lir ilir berasal dari kata ngelilir yang artinya bangunlah/bangkitlah.
Tembang ini bertujuan membangunkan manusia terutama para generasi muda dari tidur panjang/angan-angan semu. Generasi muda diibaratkan bagai tanaman yang siap dipanen (tandure Wes sumilir), yang sudah saatnya sadar bahwa setiap manusia memiliki tugas yang harus dikerjakan, tugas sebagai hamba Allah dan tugas untuk menjadi manusia yang berguna bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga orang lain.
2. Kata ‘tak ijo royo-royo’ menggambarkan rahmat Allah SWT yang demikian besar namun alih-alih mensyukuri rahmat Allah SWT yang tak terhitung banyaknya, kita sebagai manusia sering kali justru melakukan kerusakan di bumi Allah SWT baik sengaja ataupun tidak, karenanya harus disadarkan untuk tidak membuat kerusakan atau berani melawan pembuat kerusakan, dengan berbagai cara karena mendiamkan pembuat kerusakan sama artinya dengan berbuat kerusakan itu sendiri.
3. Dengan kata-kata tak senggoh penganten anyar Kanjeng Sunan berusaha menyadarkan kaum muda dari mimpi & angan-angan panjang yang membuat kita terlena. Kehidupan dunia hakikatnya adalah seperti mimpi, yang dapat membuat kita terlupa dan melupakan tugas dan tujuan kita sebagai hamba Allah SWT. Bangun dan sadarlah bahwa ada kehidupan lain yang menanti kita, kehidupan yang baru, kehidupan yang abadi setelah kehidupan di dunia. Kehidupan yang baru inilah yang diibaratkan sebagai penganten anyar.
3. Tujuan bangun/sadarnya (ngelilir) manusia dapat di capai jika manusia berjiwa Bocah Angon, yaitu manusia yang mampu memimpin dirinya menuju perbaikan, setelah itu memimpin bangsa dan negerinya, seperti gembala menggiring/mengangon ternaknya. Daya Angon adalah daya atau kesanggupan utk memimpin dirinya, bangsanya dan negaranya. Manusia yang mampu memimpin dirinya adalah mereka yg mampu mencegah dirinya mengikuti hawa nafsunya/keinginannya yang merugikan makhluk lain, nafsu seperti ini adalah sumber kejahatan. Ketika manusia BISA memimpin dirinya berarti MAMPU memimpin keluarga, masyarakat hingga negara.
4. Untuk menjadi Bocah Angon tadi kanjeng sunan Ampel memerintahkan kita untuk memanjat (Pohon) Belimbing itu (penekno blimbing kuwi)…
Pertanyaannya adalah kenapa Belimbing ? Kenapa dari sekian banyak buah kanjeng sunan Ampel memilih belimbing ? Jawabannya ada pada bentuk buah tersebut yang memiliki 5 sisi atau bila kita belah belimbing memiliki 5 sisi seperti bintang, karenanya dalam bahasa Inggris buah belimbing ini disebut dengan Star Fruit.
Angka 5 dalam akidah Islam memiliki banyak makna, kewajiban sebagai seorang muslim yang harus dilaksanakan dan di yakini, yaitu kewajiban sholat 5 kali dalam sehari dan rukun Islam yang terbagi atas 5 perkara yang menjadi pegangan setiap muslim. Namun sholat dan rukun Islam adalah perbuatan yang bila tidak memiliki RUH/ROH/JIWA/BATINIAH ibadah tidak akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar, dengan kata lain sholat dilakukan namun perbuatan yang merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri tetap dilakukan juga.
Keberadaan Ruh ibadah tadi-lah yang mencegah ibadah kita dari perbuatan keji dan mungkar, ruh Ibadah di dapat dengan mencontoh peri kehidupan rasul dan manusia-manusia pilihan yang hidupnya hanya untuk ibadah, yaitu AhlulBait nabi yang termaktub dalam al Qur’an surat al Ahzab (33):33 dan tafsir tentang ahlulBait yang diriwayatkan as Suyuthi, yaitu 5 manusia suci dan disucikan oleh Allah SWT dari segala jenis kotoran dan dosa, yaitu mereka yang hidupnya untuk menjadi penuntun bagi umat manusia, mereka adalah : kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah saw, siti Fathimah az Zahra as yang gelarnya adalah Sayyidan nisa’I’ll alamin (pemimpin wanita sepanjang zaman), Imam Ali as KarramallahuWajhah (Yang Allah rahmati wajahnya) dan kedua putra beliau al Hasan al Mujtaba as dan al Husein Sayyidusy Syuhada as.
Dari manusia-manusia pilihan inilah kita mempelajari Islam yang sejati, yang dengannya kita akan mampu memiliki daya angon (daya/kesanggupan untuk memimpin diri sendiri, bangsa dan negaranya), dengan daya Angon kita mampu menjadi Bocah Angon yaitu manusia yang mampu memimpin dirinya sendiri, hingga ia mampu memimpin bangsa dan negaranya, seperti yang di gambarkan oleh kanjeng Sunan Ampel.
Tentu saja Bocah Angon ini tidak akan pernah menjadi bocah angon bila Allah SWT tidak memberikan contoh konkrit dalam kehidupan, dan contoh itu adalah Rasulullah dan AhlulBaitnya.
Rasulullah saw dan AhlulBait-nya adalah manusia-manusia pilihan yang harus di jadikan guru, diikuti, diteladani dan di jadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari, dari mereka-lah kita mempelajari Ruh ibadah.
Menjadikan Rasulullah saw dan ahlul baitnya sebagai pegangan hidup memang tidak mudah, karena setan tidak akan rela melihat manusia menjadi benar, seperti sumpah setan dalam Al Qur’an yang tidak akan berhenti menggoda manusia hingga manusia berada bersamanya dalam neraka di hari kebangkitan kelak ( Qs 15:39,40).
Namun Allah SWT juga memberitahukan pada kita bahwa tipu daya setan sangat lemah, Iblis dan setan hanya sebatas membujuk pilihannya ada pada kita, jadi Semuanya tergantung kembali pada pilihan kita, bila kita tetap berpegang teguh pada kebenaran ahlul bait, kita akan terjaga dari godaan setan yang terkutuk, hal ini jelas karena dengan berpegang pada ahlulbait sama dengan kita berikhtiar mengikuti jalannya orang-orang yang lurus (shirothol mustaqim).
Dengan ikhtiar (usaha) ini kita akan di bantu oleh Allah SWT untuk menyelesaikan kesulitan dunia dengan berbagai cara-Nya hingga kesulitan apapun tidak lagi menjadi kesulitan. Inilah tahap dimana kita telah melewati masa-masa sulit dalam usaha ikhtiar mempelajari, mencari dan mengkaji kebenaran yang digambarkan dengan kata-kata ‘lunyu-lunyu penekno‘ dan mencapai tahap berikutnya yaitu ‘blimbing’ yang telah didapat setelah ikhtiar yang sulit tadi.
‘Blimbing’ yang telah didapat dengan ikhtiar yang sulit tadi digunakan utk mencuci ‘dodotiro’ yang berarti pakaianmu/kain panjangmu, dodot adalah kain panjang yg digunakan utk menutupi bagian bawah tubuh, bagian bawah tubuh bawah kita baik laki-laki atau wanita adalah AURAT atau HARGA DIRI kita sebagai manusia. Bila aurat dibiarkan terbuka tanpa penutup dan dipamerkan kepada setiap manusia tak ada lagi yang menjadi pembeda antara manusia dengan hewan.
Pakaian dalam arti harfiah adalah sesuatu yg kita gunakan selain untuk melindungi diri dari alam, pakaian juga berfungsi membedakan orang waras dengan orang gila, ketika orang tidak berpakaian dan berjalan ditengah oran ramai dengan mudah orang yang melihat akan mengatakan bahwa orang tersebut tidak memiliki hargadiri atau tidak tau malu atau orang gila, pakaian juga membedakan status dan kedudukan sosial pemakainya di kalangan masyarakat.
Singkatnya dengan pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa pakaian disini bermakna ‘Harga diri’ dan Pakaianmu (dodotiro) adalah jati diri dan harga dirimu yang sesungguhnya yang bila rusak atau kotor harus dibersihkan dengan ikhtiar mencari kebenaran dengan berpegang teguh pada ahlulbait tadi, berpegang teguh pada ajaran Ahlul Bait memang tidak mudah, namun dengan usaha-usaha diatas akan menunjukkan ketinggian statusmu di sisi Allah SWT.
Ketinggian statusmu disisi Allah SWT, membuatmu menjadi orang yang berilmu tentunya akan dihargai dalam masyarakat, setelah kau menjadi manusia seperti ini maka kau akan menjadi manusia yang siap pada pertemuan dengan sang Pencipta kelak, ketika kematian datang menjemput.
Kata-kata: “kanggo sebho mengko sore”, menandakan berlalunya hari, berlalunya sang waktu, berganti hari yang lain. Hakikat kematian pada dasarnya adalah seperti pergantian waktu, pergantian alam, dengan kematian kita memasuki alam berikutnya dengan bekal yang kita usahakan selama kehidupan didunia yang digambarkan dengan waktu sebelum sore.
Pada bait berikutnya, kanjeng Sunan Ampel memberikan semangat kepada anak-anak dan para pemuda murid-murid sang Sunan untuk tidak menyia-nyiakan waktu, untuk segera bergegas, berikhtiar, belajar selagi masih muda (mumpung padang rembulane), selagi masih ada daya dan upaya untuk melakukan ikhtiar sebisa mungkin dengan mempelajari dan mencontoh para ahli ibadah, yaitu AhlulBait dan para ulama pecinta & pengikut mereka.
kesimpulan singkat dari makna tembang lir-lilir adalah nasehat sang sunan untuk mempelajari sebanyak mungkin ilmu dengan berbagai cabangnya seperti yang diperintahkan Allah dan Rasul-NYA. Pelajarilah Islam dengan berpegang dan mengikuti langkah yang diajarkan Ahlulbait. Belajarlah dan teladanilah para ahli ibadah karena mereka adalah orang-orang yang berilmu, dan sebaik-baiknya ahli ibadah adalah Rasul saw dan AhlulBaitnya.
Ilmu dari semua cabangnya digunakan untuk memperkuat iman dan keyakinan, karena hanya dengan meneladani perjuangan mereka dan ilmu yang kita pelajari yang akan menjadi benteng pertahanan dari setiap godaan setan dan pengikut-pengikutnya yang membujuk manusia untuk mengikuti nafsu duniawi.