NGUNDUH WOHING PAKARTI
Manungsa mung ngunduh wohing pakarti maksud simplenya adalah kehidupan manusia baik dan buruk adalah akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.
Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya.
1. Ngunduh artinya memetik.
2. Wohing bermakna buah.
3. Pakarti itu perbuatan.
Ngunduh wohing pakarti berarti memetik buah akibat perbuatan. Perbuatan baik maupun buruk semua akan mendapat balasan. Waktunya bisa seketika atau nanti. Manusia kadang memang akrab dengan kelalaian. Kelalaian akan kewajiban dan hak yang harus ditunaikan. Terkadang juga merampas hak orang lain sebagai menivestasi kekuasaan dan hawa nafsu yang tak tertahan. Tanpa disadari manusia sering melakukan hal-hal yang bertolak belakang, merusak tatanan, dan merasa tak pernah melakukan kesalahan. Semua perbuatan, baik atau buruk hanya tinggal menunggu balasan. Keseimbangan alam jika gunung dan bukit penuh pepohonan dan ekosistemnya dirusak / ditebang menjadi gundul tak ada lagi resapan air. Keserakahan, keangkara murkaan, aji mumpung dan ketamakan berujung petaka, banjir bandang di mana-mana. Sebagai contoh mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, KORUPTOR dan KEJAHATAN ORDINARY CRIME.
Setiap perbuatan, pasti mengandung resiko, baik atau buruk. Disadari atau tidak, sekarang atau nanti. Ibarat orang menanam pasti akan menuai. Siapa yang menabur angin pasti akan menuai badai. Jaga hati jaga mulut jaga tangan. Karena semua hal punya hak untuk diperlakukan. Tak perlu sembarangan berbicara bila tidak ada manfaatnya. Tak perlu melakukan hal yang sia-sia sebab semua ada pertanggung jawabannya. Dan tak perlu menyimpan dendam dalam hati, sebab semua keburukan akan terbalas pada waktunya, demikian juga kebaikan. Berusahalah untuk berbuat baik. Karena perbuatan baik akan kembali baik, meskipun kemblinya tidak secara kontan. Sebab semua orang akan merasakan manfaat atau madhorot dari perbuatanya.
Ngunduh Wohing Pakarti, mengingatkan manusia untuk berani bertindak dan berani bertanggung jawab. Berlaku baik terhadap alam dan sesama adalah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Sebab dalam kebudayaan Jawa, hukum timbal balik sangatlah nyata, bahkan tanpa harus menunggu lama. Hukum timbal balik ini sering disebut dengan ngunduh wohing pakarti. Pepatah Jawa sapa sing nandur, sing bakal ngunduh (siapa menabur, maka dialah yang menuai). Jika kita melakukan perbuatan yang tidak baik, maka di kemudian hari kita pun akan mendapatkan sesuatu yang tidak baik, demikian sebaliknya. Dalam bahasa yang lain, balasan ini dikenal dengan istilah KARMA.
Karma yang harus ditanggung setiap manusia dari perbuatannya :
1. Karma perbuatan baik.
Tentu ini karma dari seseorang yang berbuat baik sehingga akan dihormati dan disegani oleh orang lain.
2. Karma tidak melakukan perbuatan baik.
Yakni orang yang hidup menyendiri, tidak menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi orang di sekitarnya.
3. Karma kejahatan.
Tindakan dari orang yang berlaku jahat pada orang lain sehingga dia dibenci dan dihina oleh orang lain pula.
4. Karma keluarga atau kelompok.
Karma keluarga atau kelompok adalah karma yang dibentuk oleh kebiasaan dan adat istiadat.
5. Karma pribadi.
Karma pribadi dibagi ke dalam karma Prarabdha, karma Sancita, dan karma Kriypmana.
* Karma Prarabdha.
Karma Prarabdha terbentuk akibat perbuatan yang tidak dapat dicegah lagi, disebabkan oleh tindakan yang dilakukan dalam kehidupan sekarang. Tindakan yang baik akan menyelamatkan dirinya sendiri dan orang lain. Sedangkan tindakan buruk akan merugikannya.
* Karma Sancita.
Karma Sancita merupakan karma yang akibatnya dapat diubah sendiri. Setiap manusia menuai akibat dari perbuatannya. Akibat dari suatu perbuatan selalu dapat dikendalikan, sepanjang manusia dapat mengendalikan kemauannya.
* Karma Kriyamana.
Karma Kriyamana merupakan karma yang timbul di kehidupan kemudian. Perbuatan / karma seseorang yang pahalanya tidak sempat diterima pada saat kehidupannya sekarang, akan dinikmati di kehidupannya yang akan datang.
Ngundhuh wohing pakarti artinya memetik buah akibat perbuatan. Bagaimanapun juga perbuatan baik maupun buruk semua akan mendapat balasan. Oleh karena itu kita sebagai manusia haruslah berlaku baik terhadap sesame dan terhadap alam semesta.
Perlu diketahui bahwa dalam kebudayaan Jawa, hukum timbal balik (sering disebut ngundhuh wohing pakarti) sangatlah nyata, bahkan tanpa harus menunggu lama. Tidak berbeda jauh dengan pepatah Jawa sapa sing nandur bakale ngundhuh artinya siapa yang menabur maka dialah yang akan menuai.
Dalam bahasa lain balasan ini juga dikenal dengan istilah KARMA. Perbuatan yang baik akan menyelamatkan dirinya sendiri dan orang lain. Sedangkan perbuatan buruk akan merugikan dirinya sendiri.
Ngundhuh wohing pakarti menunjukkan pada tindakan manusia yang sengaja dilakukan untuk kehidupannya dan kelak membuahkan sesuatu (hasil). Oleh karena itu manusia tidak boleh asal berbuat, sebab apapun yang dilakukan pastilah akan berdampak, akan menghasilkan sesuatu atau bisa menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Itulah yang dinamakan dengan buah dari perbuatan. Buah tidak akan hadir dengan serta merta, melainkan sebagai produk (hasil) dari proses panjang yang senantiasa membutuhkan ketelatenan, kesungguhan maupun kehati-hatian dalam penanganannya. Oleh karena itu bertanamlah kebaikan (nandura kabecikan), berbuat baiklah karena menanam kebaikan atau perbuatan baik akan menghadirkan buah yang tentu saja baik pula.
Ngundhuh wohing pakarti secara lebih jauh mengajarkan kepada kita bahwa jika kita melakukan perbuatan yang tidak baik, maka dikemudian hari kitapun akan mendapatkan sesuatu yang tidak baik. Entah itu datangnya atau bagaimanapun caranya. Sejak kecil orang tua selalu mengajarkan anak-anaknya bagaimana rule of the games dalam menjalin hubungan baik dengan sesama insan manusia dan lingkungan alam.