MELIK NGGENDHONG LALI
Tegese sapa wae kang kegedhen melik (pepenginan, pamrih) menyang samubarang kalir, gampang anggone nrajang angger-angger lan wewaler. Sing diarani melik beda karo kepengin. Kepengin ora beda karo angen-angen, gegayuhan, idham-idhaman. Melik kepetung luwih ngangsa, luwih notol, lan yen kepepet wong kang nduweni melik bakal nglakoni cara apa wae. Mula ora maido yen wis diarani melik, kamangka angel kelakone, kepeksane kudu nyolong ora ana alane. Kepeksane ngrebut uga bakal ditindaki.
Sapa wae kang duwe melik, mesthi atine kebak hawa nepsu. Nalare buntu lan pikiran emati. Kadang rasa kamanungsane uga ilang. Ancas tujuwane mung kepriye supaya sing dimelik mau enggal kecekel. Mula ora maido yen wis kaya ngono patrap lan angen-angen prasasat kepanjingan setan. Njaluk ora isin, nyolong ora perlu mengko-mengko. Tatanan, angger-angger, wewaler, kamanungsan, rak mung akal-akalane manungsa. Kabeh bisa disuwak, dibuwang, dipidak sangisoring dlamakan sikil. Kabeh ora perlu, sing perlu kepriye niyate bisa kaleksanan.
Melik Nggendhong Lali
Artinya menginginkan sesuatu secara berlebihan akan menggendong lupa atau siapa pun yang terlalu besar melik (keinginan, pamrih) akan sesuatu, ia akan mudah melanggar tata aturan dan norma. Melik berbeda dengan keinginan. Keinginan sama dengan angan-angan, cita-cita. Melik bersifat lebih keras, lebih parah, dan jika sudah terpaksa, orang yang memiliki melik akan melakukan cara apapun. Tidak heran, jika sudah sampai taraf melik, padahal sesuatu yang dimeliki tersebut sulit tercapai, orang yang ber-melik akan menganggap tidak ada salahnya untuk mencuri. Bila terpaksa harus merebut, ia juga akan melakukannya.
Siapapun yang memiliki melik (keinginan berlebihan), pasti hatinya penuh hawa nafsu. Nalar macet, akal buntu, rasa kemanusiaan juga lenyap. Yang dikejar Cuma satu, yaitu bagaimana agar yang diinginkan itu secepatnya dapat diraih. Jika sudah pada posisi demikian, tidak mengherankan bila ia seolah-olah kerasukan setan. Meminta juga tidak merasa malu, mencuri juga boleh. Segala cara dihalalkan. Toh, yang namanya aturan, batasan, kemanusiaan, hanyalah buatan manusia. Semua bisa diubah, dibuang, diinjak di bawah telapak kaki. Saat itu, semua menjadi tidak perlu karena yang perlu hanyalah bagaimana melik-nya bisa tercapai.
Nggendong lali artinya pasti akan berdampak lupa. Bahkan cenderung melanggar wewaler atau aturan. Melik itu bukan keinginan atau angan-angan saja tetapi cenderung untuk memaksakan diri agar memiliki barang atau kedudukan yang diinginkan itu.
Sudah samestinya bahwa manusia itu memiliki keinginan. Itu adalah sifat dasar manusiawi. Keinginan apa saja untuk memenuhi kebutuhannya. Baik kebutuhan yang sangat vital seperti sandang pangan namun juga kebutuhan sekunder dan tersier.
Semua manusia ingin menunjukkan eksistensi dirinya. Namun kemampuan setiap orang untuk mewujudkan hasratnya berbeda-beda. Dan berbeda pula perilaku untuk menyikapinya. Diantara semua keinginan tidak semua tercapai, tidak semua keinginan mulus seperti yang diharapkan.
Melik nggendhong lali
Melik itu artinya keinginan untuk memiliki sesuatu, bisa juga berarti pamrih. Ingin memiliki sesuatu yang bukan miliknya. Nggendong lali artinya pasti akan berdampak lupa. Bahkan cenderung melanggar wewaler atau aturan. Melik itu bukan keinginan atau angan-angan saja tetapi cenderung untuk memaksakan diri agar memiliki barang atau kedudukan yang diinginkan itu.
Tapi karena kemampuan diri yang terbatas dan dia sadar bahwa sesungguhnya tidak mampu, pada akhirnya akan menghalalkan segala cara atau cenderung lupa diri. Apapun akan ditempuhnya termasuk berbuat jahat untuk mencelakakan orang lain.
Mencuri, merampok, tipu muslihat dan segala macam cara agar tujuannya tercapai. Orang yang memiliki rasa melik pasti memiliki hawa nafsu yang tinggi dan tidak mempunyai rasa malu. Jauh budi pekertinya bahkan tidak memiliki ewuh-pakewuh lagi. Parahnya rasa perikemanusiaan sudah hilang dari hatinya. Hatinya menjadi kering dan mati.
Kudu iklas lila legawa
Bagaimanapun keadaan itu sebagai kuncinya kita mesti memiliki hati yang hidup dan hati yang bening. Sehingga hati itu dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.
Semua itu terwujud dengan sebuah laku. Laku ikhlas sabar lan nrima apapun yang sudah digariskan oleh yang maha kuasa sebagai kepastian yang mesti dijalani. Keprayitnaning batin atau kewaspadaan hati selalu terjaga setiap waktu.
Jika semua yang dijalani dilakukan atas dasar ikhlas dan ridho maka yang ada hanyalah rasa bahagia, semua akan terasa nyaman. Jauh dari keinginan duniawi yang tidak jelas. Pada akhirnya kita akan mengetahui hakikat dari hidup yang sesungguhnya dan bertenggangrasa atas karunia orang lain.
Melik nggendong lali
Kata melik secara harfiah artinya keingianan yang menggebu-gebu untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain atau pendeknya adalah sebuah sifat serakah terhadap hak milik orang lain, sedangkan Nggendong lali secara harfiah artinya membawa lupa atau membawa ke-alpha-an atau menurut saya lebih pasnya adalah membawa kekhilafan, jadi arti secara kalimat berarti sifat serakah dan keinginan memiliki hak orang lain yang biasanya membawa pula kekhilafan didalamnya.
Bisa dikatakan kedua sifat tersebut jika hadir dalam satu paket maka menjadi sebuah sifat yang saling melengkapi daya rusaknya terhadap moral jiwa manusia karena sebuah keserakahan dan dilengkapi sebuah kekhilafan maka hampir bisa dikatakan semua aturan pasti akan ditabrak dan berbagai petuah kata bijaksana hanya akan dianggap sebagai suara tawon yang berisik dan sedikitpun tidak akan disinggahkan di celah-celah gendang telinganya, obyek keserakahan yang paling sexy kalo tidak soal harta ya kekuasaan, memang dua hal itu yang menjadi kutukan bagi umat manusia.
Para bijaksana jawa jaman dahulu telah mewariskan kata-kata bijak sebagai pegangan yang jika direnungkan akan menjadi semacam pangeling-eling (sesuatu untuk di-ingat) berupa paduan kata ringkas yang mudah di-ingat, enak didengar serta gampang diucapkan dalam satu tarikan nafas..., melik nggendong lali.
Sungguh piawai para bijaksana jaman dahulu dalam meracik sebuah kalimat, padat tapi jika dijabarkan mampu mengisi setiap sisi-sisi perilaku dan lekuk batin manusia, bisa memenuhi nilai kebijaksanaan yang ingin dituju, maka sungguh naif kiranya jika nilai-nilai kebijaksanaan seperti ini apabila tidak diuri-uri sehingga bisa hilang muspro (musnah) ditelan peradaban luar yang memang lebih nge-pop, ngetrend dan membius namun dangkal dari makna-makna wulangreh jiwa (wulangreh = tuntunan, pendidikan).