PT. FREEPORT INDONESIA
Kontak Kami
PT Freeport Indonesia
Corporate Communications
PT Freeport Indonesia
Plaza 89, Lt. 5
Jl. HR. Rasuna Said Kav. X-7 No. 6
Jakarta 12940 Indonesia
+62-21-2591818
+62-21-2591945 (Fax)
Email: webmaster-PTFI@fmi.com
Jika kita menengok ke belakang pada saat awal mula PT
Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik
untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda
Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga
Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya
yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya
ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari
Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan
Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua,
tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku
hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat
tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz
ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil
menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz,
inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah
Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun
1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat
para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh
Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan
sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada
ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk nama Taman
Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun tiga puluhan, dua pemuda Belanda
Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM yang
merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz.
Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan
di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan
Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke
Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing
Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi batu bara di
Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson,
seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi
utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian Van
Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih
serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta melakukan penilaian.
Pasca kepemimpinan Presiden Soekarno, di awal periode
pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan
berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan
kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan,
pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang
Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan tertinggi Freeport di masa itu yang bernama
Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Beliau
bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan
Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu Sutowo, yang pada saat itu
menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam
pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek
Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport
mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun
1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut
merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan
Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan
Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada
awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada awalnya
berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga
pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport
secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki.
Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang
sekarang menjadi Kota Timika.
Di tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan
pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke
tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa
Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh
Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk
kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur
pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang
pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada
tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa
perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan
Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian Renville.
Sejarah kontrak karya
1936 – Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’. 1960 –
Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’. 1967 – Kontrak
Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak mulai
beroperasi tahun 1973. 1988 – Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi
yang besar dan risiko tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka
panjang. 1991 – Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun
dengan periode produksi akan berakhir di tahun 2021, serta kemungkinan
perpanjangan 2x 10 tahun (sampai tahun 2041).
Luas wilayah
Eksplorasi KK-A = 10.000 Ha Eksplorasi KK-B = 202.950 Ha
Total Wilayah = 212.950 Ha
Luas wilayah KK Blok B terakhir seluas 212.950 hektar
tersebut hanya tinggal 7,8% dari total luas wilayah eksplorasi di tahun 1991.
1991 = 2,6 juta Ha 2012 = 212.950 Ha
Investasi
USD 8.6 Miliar dengan perkiraan tambahan investasi
sebesar USD 16-18 Miliar untuk pengembangan bawah tanah ke depan. 94% total
investasi tambang tembaga di Indonesia* 30% total investasi di Papua * 5% total
investasi di Indonesia *
Menurut data terakhir di MP3EI s/d tahun 2012
Cadangan terbukti
2,52 Miliar ton bijih: 0,97% Tembaga 0,83 gram/ton emas
4,13 gram/ton perak
Penerimaan negara
PTFI telah membayar PPh Badan lebih tinggi dari tarif UU
yang kini berlaku. Pembayaran ini merupakan porsi terbesar dalam pembayaran ke
penerimaan Negara. UU PPh Nasional 25% PPh Badan PTFI 35% Sejak tahun 1999 PTFI
secara sukarela telah melakukan pembayaran royalty tambahan untuk tembaga, emas
dan perak jika produksi melebih tingkat tertentu yang disetujui
Produksi
40% produk konsentrat PTFI dikirim ke PT Smelting Gresik
PTFI membangun pabrik peleburan tembaga (smelter) pertama di Indonesia, yaitu
PT Smelting tahun 1998. Kami memasarkan konsentrat dengan harga pasar
berdasarkan kontrak jangka panjang dengan sejumlah smelter internasional, dan
akan tetap menghormati kontrak-kontrak tersebut.
Divestasi
PTFI mendukung penuh semangat nasional yang digagas dalam
UU Minerba dan telah secara konsisten menerapkannya. Saat ini 18,72% sebelum
terdelusi dari 20%, saham PTFI dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan PT
Indocopper Investama masing-masing 9,36%. Berkaitan dengan IPO, PTFI menyambut
baik gagasan tersebut dan sedang melakukan pengkajian.
Pembangunan berkelanjutan
Semua pengertian tentang program pengembangan masyarakat
PTFI harus didahului oleh pengertian tentang sejarah Papua. Pertama kali PTFI
beroperasi pada tahun 1967, masyarakat Papua merupakan masyarakat pra-moderen.
Pada saat itu, masyarakat di sana memiliki tingkat baca-tulis yang sangat
rendah, rentan terhadap wabah penyakit seperti malaria, dan hidup dalam
kemiskinan. Lokasi yang terpencil dan medan yang sulit ditempuh membuat situasi
kurang kondusif.
Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat PTFI
difokuskan untuk membantu masyarakat setempat untuk membangun program ekonomi
yang berkelanjutan, meningkatkan kemampuan baca-tulis, memberikan
pelatihan-pelatihan kejuruan, dan mengadakan program kesehatan yang memadai.
Investasi
USD 229,5 juta investasi di program pembangunan
berkelanjutan di Papua selama 2011 USD 76,7 juta untuk Pengelolaan lingkungan
USD 98,4 juta program pengembangan sosial USD 54,4 juta program pengembangan
masyarakat melalui dana kemitraan. Ditambah USD 600 juta investasi dalam bentuk
infrastruktur sosial yang bermanfaat bagi masyarakat lokal secara langsung
(sekolah, rumah sakit, asrama siswa).
Pengembangan bisnis lokal
Pendapatan usaha kecil tahun 2011: Rp 91,1 miliar
Pembinaan pengembangan bisnis bagi sekitar 220 usaha
kecil dan menengah serta usaha lokal dan menciptakan lebih dari 1.000 lapangan
kerja bagi masyarakat lokal.
Dana berputar dari Yayasan Bina Utama Mandiri (YBUM) pada
tahun 2011 adalah Rp 4,3 miliar. Sejak dimulai, Rp 28,4 miliar dari pinjaman
usaha telah disediakan bagi 220 usaha. Pelunasan pinjaman sebesear 170%
Pembinaan dilakukan terhadap 406 nelayan di 19 desa,
bekerjasama dengan Keuskupan Mimika. Produksi tangkapan ikan 57,5 ton.
Penjualan tahunan Yayasan Jayasakti Mandiri (Peternakan
Ayam di SP IX & XII) sebesari Rp 16,2 miliar. YJM mempekerjakan lebih dari
438 pekerja dari Papua.
Hingga Desember 2011, sebanyak 179 petani mitra di 5 desa
Kamoro dan 24 petani mitra di desa Utikini Baru dan Wangirja menerima bantuan
pelatihan, bibit, pendampingan dan pemasaran produk sayuran.
Sebanyak 894 petani kopi organic berpartisipasi dalam pengemangan
kopi di Moenamani dan Wamena, serta memperoleh perpanjangan sertifikasi organic
dari Rainforest.
Program kesehatan
Penyedia layanan rumah sakit terbesar bagi komunitas
Timika dengan lebih dari 156.860 pasien rawat jalan dan rawat inap di 2 rumah
sakit.
1.200.000 pasien telah dilayani di RS Mitra Masyarakat
tahun 1999-2011 273.000 pasien telah dilayani di RS Waa Banti tahun 2002-2011
Community Publick Health & Malaria Control PT
Freeport Indonesia (CPHMC-PTFI) bekerjasama dengan LPMAK, KPA Mimika dan Dinas
Kesehatan memberikan pelatihan relawan AIDS kepada 32 orang dari Tujuh Suku di
SP 9, SP 12, Pomako, Nawaripi dan Kwamki Lama.
CPHMC melakukan penyuluhan dan konseling HIV & AIDS
kepada sekitar 15.000 orang dewasa dan remaja di Kabupaten Mimika serta
membagikan sekitar 20.345 kondom Jumlah peserta kegiatan sosialisasi dan
penyuluhan kesehatan tahun 2011 oleh CPHMC mencapai 116.362 dengan berbagai
topic seperti: Nutrisi, penyakit menular seksual, malaria, TB, kebersihan
lingkungan, dan kesehatan ibu & anak.
Terlibat dalam penyusunan rencana strategis kabupaten
untuk penanggulangan malaria serta rencana strategis air minum dan penyehatan
lingkungan (AMPL).
Jumlah kasus TB yang ditemukan di klinik TB yang dikelola
CPHMC mengalami penurunan sebesar 30%. Diperkirakan upaya sosialisasi
pendekatan penanganan lewat DOTS (Direct Observe Treatement Shortcourse),
kegiatan pelatihan bagi 24 petugas puskesmas, pustu dan para bidan di 6 desa,
serta pelatihan penanganan pasien TB bagi 16 kader PMO (Pengawas Minum Obat)
dapat memberikan dampak positif penanggulangan TB.
Terjadi penurunan jumlah kasus TB di klinik CPHMC sebesar
30%.
Program pendidikan
Pelatihan dan pengembangan dilakukan di Institut
Pertambangan Nemangkawi, yaitu pusat pelatihan berbasis kompetensi yang
menyediakan pengembangan masa magang, khususnya bagi peserta dari Papua. 3.800
siswa magang 90% siswa asli Papua 10% non-Papua 1.800 siswa sudah bekerja di
PTFI dan kontraktornya
Graduate Development Program merekrut lulusan-lulusan
terbaik Universitas. Hingga saat ini terdaftar 631 program dan 374 telah
dipekerjakan. 20% diantaranya adalah putra-putri Papua
Sampai dengan 2011, Lembaga Pengembangan Masyarakat
Amungme & Kamoro (LPMAK) melalui dana kemitraan telah menyediakan beasiswa
bagi 8.049 pelajar. Sejak dimulainya program ini, 3.697 pelajar dari SMA sampai
dengan program magister telah lulus. Pada tahun 2011, LPMAK memberikan beasiswa
aktif bagi pelajat sekolah dasar sampai dengan mahasiswa Universitas.
Peserta Beasiswa LPMAK berdasarkan suku : 44% Amungme
(269) 17% Kamoro (107) 4% Damal (24) 7% Dani (44) 11% Mee (66) 8% Moni (48) 6%
Nduga (38) 2% Papua Lainnya (15) 1% Luar Papua (7)
Kelulusan berdasarkan jenjang studi : SMU/SMK 50% D3 7%
S1 40% S2 3%
Kelulusan tingkat sarjana berdasarkan bidang studi : 39%
Sosial (12) 19% Teknik (6) 19% Ekonomi (6) 23% Lain-lain (7)
Pada tahun 2006 IPN bekerja sama dengan politeknik
Semarang meluncurkan program magang Administrasi Bisnis D3. Sejumlah 36 peserta
telah lulus pada tahun ajaran 2008-2009 dan 24 partisipan sedang mengikuti
program di tahun ajaran 2010-2012. Program Magister Administrasi Bisnis yang
bekerjasama dengan SBM-ITB diluncurkan pada tahun 2007. 40 peserta telah lulus
pada bulan Juli 2009, 6 diantaranya berasal dari Papua. Angkatan ke-2 dimulai
pada tahun 2009 yang masih berlangsung dengan jumlah peserta sebanyak 35
karyawan, 7 diantaranya berasal dari Papua.
Ketenagakerjaan
Kebijakan PTFI adalah untuk memberikan kesempatan bekerja
yang sama kepada seluruh masyarakat. PT Freeport Indonesia juga menjunjung
tinggi hak pekerja sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. PTFI juga
memiliki komitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan sudah secara tegas
memberlakukan dan menegakkan kebijakan hak asasi manusia di dalam perusahaan.
PTFI memiliki Komitmen dan Kebijakan yang kuat dan tegas
terhadap Hak Asasi Manusia. Komitmen untuk menyediakan peluang bagi pembangunan
sosial, pendidikan, dan ekonomi yang dinyatakan melalui peraturan
ketenagakerjaan sosial dan kebijakan Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2011 PT Freeport Indonesia mempekerjakan lebih
dari 11.300 karyawan langsung dan lebih dari 12.000 karyawan kontraktor.
Jumlah karyawan langsung PTFI: 65,53% Non Papua, 32,91%
Papua, dan 1,55% Asing
Jumlah karyawan PTFI + Perusahaan mitra dan kontraktor,
termasuk Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN): 97,7% Indonesia, 2,30% Asing.
Sejak tahun 1996 perusahaan telah menggandakan jumlah karyawan
Papua. Dalam 10 tahun, jumlah karyawan Papua di tingkat staff meningkat 4 kali
lipat, jumlah staf karyawan Papua di tingkat supervisor 6x lipat.
Karyawan Papua memegang fungsi strategis manajemen di
PTFI: 5 Vice President dan 74 Jajaran Manajerial.
Pada tahun 2003 dibangun Institut Pertambangan Nemangkawi
(IPN) untuk memberikan kesempatan mengembangan pengetahuan, keterampilan dan
sikap maupun perilaku yang profesional di bidang operasi dan penunjangnya.
Program magang 3 tahun dengan 4 bulan masa belajar off job dan 8 bulan on job.
IPN mengikuti standar nasional dan peraturan dari ESDM serta standar
internasional lainnya. 3.800 Siswa magang 20 Jenis keterampilan 90% siswa asli
Papua 1800 Siswa sudah bekerja di PTFI dan kontraktornya
Meningkatkan karyawan staff wanita di PTFI dan
kontraktor: 12% tahun 2003 dan meningkat menjadi 14,4% di tahun 2011
PTFI berupaya menciptakan lingkungan kerja yang aman dan
kami menjadikan “Keselamatan sebagai budaya” dalam organisasi PTFI. PTFI
memiliki satu catatan terbaik dalam industry sumber daya alam, tapi yang
terpenting bagi PTFI adalah tidak terjadinya kecelakaan.
PTFI dan SPSI telah menyelesaikan semua perselisihan upah
dan menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang ke-17, Periode
2011-2013. Klausa di bawah PKB 2011-2013 telah memenuhi aspirasi para pekerja,
dengan peningkatan gaji pokok 40% efektif selama periode dua tahun.
Manajemen lingkungan
Semua industri, termasuk pertambangan, memiliki dampak
lingkungan yang tidak dapat dihindari, baik dalam positif maupun dampak
negatif, sehingga terjadi pertukaran antara manfaat lingkungan dan dampak
lingkungan. Pemerintah Indonesia memutuskan bahwa tambang ini sangat penting
bagi perkembangan ekonomi Indonesia, dan pemerintah telah mengatur bagaimana
PTFI menjalankan proyek ini agar dapat memberikan manfaat ekonomi yang
diinginkan oleh Indonesia, sementara sedapat mungkin mengurangi dampak negative
terhadap lingkungan. PTFI juga berkomitmen untuk merehabilitasi area yang
terkena dampak ketika area tersebut tidak digunakan lagi untuk kegiatan
operasi.
Standarisasi, audit, dan sertifikasi
Perusahaan pertambangan pertama di Indonesia yang
disertifikasi berdasarkan Sistem ISO 14001. Sertifikasi ISO 14001 selama 10
tahun terus menerus.
Mengadopsi prinsip Kerangka Pembangunan Berkelanjutan
dari International Council on Mining and Metals (ICMM).
Audit eksternal independen tiga tahunan pengelolaan
lingkungan PTFI yang dilakukan sejak tahun 1996.
Inisiatif transparansi industry ekstraktif (EITI)
Komitmen perusahaan yang menyingkap semua pendapatan dan pembayaran di
Negara-negara tempat kami beroperasi.
Audit Internal Lingkungan Tahunan Dilakukan oleh
konsultan (Crescent Technology) dan perusahaan induk (Freeport McMoRan Copper
& Gold.)
Audit PROPER dan Inspeksi Lingkungan Pertambangan.
Mengikuti audit dan inspeksi dari Pemerintah Indonesia.
Global Reporting Initiative (GRI) dan format-format
lainnya. Menjadi standar pelaporan implementasi pembangunan berkelanjutan.
Audit independen dari system pengelolaan lingkungan PTFI
menyimpulkan bahwa program pengelolaan batuan penutup “sangat terintegrasi” dan
“konsisten dan praktik internasional”.
Sertifikasi “Wildlife at work” dari Wildlife Habitat
Council – USA (2011) atas berbagai program reklamasi dan keanekaragaman hayati.
Sertifikasi ini menunjukkan bahwa PTFI berkontribusi terhadap pelestarian
habitat satwa liar di area kerja PTFI.
Ecological Risk Assesement (ERA) untuk mengkaji dampak
system pengendapan pasir sisa tambang (SIRSAT) di ModADA terhadap kesehatan
manusia, biota akuatik, tanaman dan kehidupan liar. Studi ERA PTFI merupakan
studi terbesar yang dilakukan oleh perusahaan swasta, dan hasilnya telah
dipresentasikan kepada para pemangku kepentingan pada tahun 2002.
Kualitas pada titik penaatan pasir sisa tambang (SIRSAT)
dan 3 titik penaatan di laut telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan
oleh pemerintah, sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 431/2008
mengenai pengelolaan tailing di ModADA.
Laboratorium Lingkungan TImika (TEL) diregistrasi
Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2010 sebagai Laboratorium Lingkungan
Hidup Rujukan dimana pengambilan contoh (sampling) termasuk dalam lingkup yang
diakreditasi.
Pengelolaan pasir sisa tambang (SIRSAT)
Upaya pencegahan dan pengendalian air asam batuan
dilaksanakan secara terpadu. PTFI melakukan pengelompokkan jenis batuan penutup
dan menempatkan batuannya secara selektif sehingga dapat meminimalkan
pembentukan air asam batuan. Air asam batuan yang terjadi dikumpulkan dan
penetralan air asam batuan dilakukan dengan menambahkan kapur.
Perpanjangan MoU penggunakan Pasir Sisa Tambang (SIRSAT)
sebagai bahan konstruksi pembangunan inftrastruktur. Pemerintah provinsi Papua
dan PTFI telah memperpanjang MoU pada tahun 2011 untuk penggunaan pasir sisa
tambang sebagai bahan konstruksi dalam pembangunan infrastruktur provinsi dan
pasir sisa tambang juga telah digunakan sebagai bahan konstruksi dalam
pembangunan jalan dan jembatan di Mimika. Sebagai bagian dari pelaksanaan MoU
tersebut, PTFI telah melakukan pengiriman lebih dari 460.000 m3 tons SIRSAT
sebagai bahan konstruksi ke Merauke, berbagai proyek pembangunan di Timika dan
di wilayah proyek PTFI.
Kualitas pada titik penaatan SIRSAT dan 3 titik penaatan
di laut telah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sesuai
dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 431/2008 mengenai Pengelolaan
Tailing di ModADA.
Biaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan 2011 sejumlah
USD 76,7 juta dan terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Reklamasi
Rencana reklamasi PTFI didasarkan pada rencana reklamasi
5 tahun PTFI yang telah disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Pada tahun 2011, PTFI telah mereklamasi : 60,1 Ha area
batuan penutup, sehingga total daerah tambang yang telah direklamasi seluas 261
hektar 16,6 Ha area pengendapan pasir sisa tambang (SIRSAT) sehingga toal
daerah pengendapan yang telah direklamasi adalah seluas 645 hektar. 5,65 Ha
daerah pesisir. Menanam lebih dari 56.000 pohon bakau sebagai kelanjutan dari
program 2004-2009.
Melakukan kajian mengenai reklamasi SIRSAT dan pendirian
plot demonstrasi di daerah deposit SIRSAT menunjukkan bahwa SIRSAT dapat
direvegetasi dan ditanam ulang dengan tanaman-tanaman lokal hutan ataupun
pertanian. Bahkan, rekolonisasi alami terjadi dengan cepat. Saat penmabngan
telah selesai dilakukan, area pengendapan SIRSAT akan direklamasi dengan teknik
yang sesuai yang ditetapkan melalui konsultasi dengan berbagai pemangku
kepentingan, dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial.
Merkuri maupun Sianida tidak digunakan PTFI. PTFI
menggunakan proses pengapungan untuk memisahkan mineral yang mengandung tembaga
dan emas dari batuan serta tidak menghasilkan limbah bahan berbahaya dan
beracun dalam proses utamanya.
Mengoperasikan 3 tempat pembuangan akhir dan 10 pabrik
pengolahan pembuangan sepuluh Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Domestik.
PTFI sudah memperoleh izin pembunagan limbah cari untuk seluruh IPAL yang
berlokasi di area kerja PTFI. Sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam
izin yang diberikan, pemantauan dan dilaporkan dilakukan secara periodic.
Mengirimkan 2.439 ton dari limbah B3 dari
kegiatan-kegiatan pendukung seperti perbengkelan, rumah sakti, laboratorium uji
dan kegiatan pendukung lainnya ke PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri)
Cibinong, PT Wastec-Cilegon dan pendaur ulang lain untuk proses pengolahan dan
pembuangan lebih lanjut.
Vegetasi
Telah ditanam di dalam dan di luar area perusahaan
sebagai bagian dari program One Billion Indonesia Trees (OBIT) sebanyak 3 juta
bibit pohon.
Mengumpulkan 157.000 bibit tanaman local untuk kegiatan
reklamasi di lokasi kegiatan tambang.
135 jenis tanaman berhasil tumbuh di tanah yang
mengandung pasir sisa tambang (SIRSAT) Lebih dari 500 spesies tanaman tumbuh
secara alami di lahan SIRSAT. Pemantauan suksesi alami ini terus berlanjut
dengan melibatkan Universitas Negeri Papua.
Mengumpulkan dan menganalisa lebih dari 15.000 sampel
lingkungan dengan lebih dari 160.000 analisis individu per tahunnya.
Daur ulang
Produksi kompos dari sampah organic sebanyak 256 ton.
Kurang lebih 136 ton baterai bekas dikirim ke pabrik daur ulang. Proyek Biodiesel
telah diresmikan dan dioperasikan. Bahan baku untuk biodiesel diperoleh dari
minyak goring sisa messhall. Biodiesel yang dihasilkan digunakan sebagai
campuran bahan bakar beberapa kendaraan ringan di area kerja PTFI.
Pendidikan lingkungan
Mendidik 2.044 pelajar, 340 pemuda dan 360 siswa magang
mengenai pengetahuan dan kesadaran lingkungan. PTFI berkontribusi terhadap
kurikulum pendidikan lingkungan hidup di tingkat SD dan SMP di Kabupaten
Mimika.
Materi system manajemen llingkungan PTFI juga diberikan dalam
pelatihan penyegaran tahunan yang dilaksanakan bersamaan dengan pelatihan K3.
Sampai akhir tahun ini, karyawan yang telah mengikuti pelatihan ini adalah
sebanyak 13.745 orang. Pelatihan lingkungan juga dilaksanakan untuk karyawan
baru di dalam progam pelatihan New Hire and Specific Induction untuk diarea
dimana para kayawan tersebut akan bekerja. Hingga akhir tahun ini, pelatihan
telah diikuti oleh 8.517 karyawan.
Menyelenggarakan progam alam lestari yang merupakan hasil
kerjasama dengan Dinas Pendidikan & Kebudayaan (P&K) Mimika, Badang
Lingkungan Hidup (BLH) Mimika, Yayasan Pendidikan Jayawijaya (YPJ) dan
Kontraktor. Program Alam Lestari bertujuan untuk membangun kepedulian dan
pengetahuan tentang lingkungan, menciptakan kesadaran berwawasan lingkungan dan
mencari duta lingkunga untuk Kabupaten Mimika.
SMP YPJ di Kuala Kencana mendapatkan penghargaan dari KLH
sebagai Sekolah Nasional Adiwiyata (ECO-School) pada tanggal 7 Juni 2011 di
Jakarta. PTFI juga terus membantu SMP local di Timika untuk menyiapkan untuk
program Ecoschoold tahun 2012.
Menerbitkan buku seri Keanekaragaman Hayati: “The
Freshwater Fish of the Timika Region, New Guinea”, “The Birds of Mimika”, “The
Butterflies of Mimika”, “Biodiversity of Papua”, “Freshwater Crustacea” dan
“Mangrove Estuary Crabs”.
Sebagai bagian dari program pelestarian lingkungan hidup,
terutama flora dan fauna, PTFI bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam Wilayah Papua (BBKSDA) dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga
telah melepaskan satwa-satwa endemic Papua ke Habitatnya.
Kontribusi Freeport Indonesia
Sebagai mitra jangka panjang Indonesia yang memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan komunitas lokal, Freeport
Indonesia telah berinvestasi sebesar US$7,7 milyar dalam infrastruktur selama
45 tahun di Indonesia.
Berdasarkan riset yang diadakan oleh Universitas
Indonesia, sampai saat ini usaha PTFI mewakilkan 1,59% dari semua kegiatan
ekonomi di Indonesia dengan 300.000 karyawan Indonesia dan keluarganya
bergantung pada PTFI untuk kelangsungan hidup mereka. PTFI juga berkeinginan
untuk terus berinvestasi dan menjadi bagian dari Indonesia untuk jangka waktu
yang lama.
Tabel I :
Kontribusi Tahun
2011 Sejak 1991-2011
Keuntungan Langsung bagi Indonesia (dari pajak, royalty,
dividen, biaya, dan dukungan langsung lainnya) USD
2,4 Miliar USD 13,8 Miliar
Keuntungan tidak langsung (Gaji dan upah, pembelian dalam
negeri, pengembangan regional dan investasi dalam negeri) USD 2,5 Miliar USD 19,6 Miliar
Tabel II (dalam Miliar US Dolar) :
Jenis Penerimaan 1992-2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 TOTAL
Dividen Penerimaan 143 4 5 5 9 112 159 216 49 213 169 202 1,287
Royalti 209 28 28 36 38 82 146 164 121 128 185 188 1,352
Pajak dan Non Pajak 1,284 161 161 294 213 686 1,294 1,425 1,039 1,013 1,569 1,993 11,132
TOTAL 1,635 193 194 334 260 881 1,600 1,805 1,209 1,354 1,922 3,383 13,771
Kontribusi dan peranan PT Freeport Indonesia bagi negara
:
Menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 23.000 orang
di Indonesia (karyawan PT FI terdiri dari 30% karyawan Papua, serta 2% karyawan
Asing).
Menanam Investasi > USD 7,8 Miliar untuk membangun
infrastruktur perusahaan dan sosial di Papua, dengan rencana
investasi-investasi yang signifikan di masa dating.
PTFI telah membeli > USD 6 Miliar barang dan jasa
domestik sejak 1992.
Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PTFI telah
memberikan kontribusi lebih dari USD 46 Miliar dan dijadwalkan untuk
berkontribusi lebih banyak lagi terhadap pemerintah Indonesia hingga lebih dari
USD 6,5 Miliar dalam waktu empat tahun mendatang dalam bentuk pajak, dividen,
dan pembayaran royalti.
Keuntungan finansial langsung ke pemerintah Indonesia
dalam kurun waktu empat tahun terakhir adalah 54%, sisanya ke perusahaan induk
(FCX) 46%. Hal ini melebihi jumlah yang dibayarkan PTFI apabila beroperasi di
negara-negara lain.
Kajian LPEM-UI pada dampak multiplier effect dari operasi
PTFI di Papua dan Indonesia di 2010: 1,59% untuk PDB Indonesia, 68% untuk PDRB
Provinsi Papua, dan 96% untuk PDRB Mimika.
Membayar Pajak 1,42% dari anggaran nasional Indonesia.
Membiayai >50% dari semua kontribusi program
pengembangan masyarakat melalui sector tambang di Indonesia.
Membentuk 1,67% dari semua pendapatan rumah tangga di
Indonesia.
Membentuk 34,89% dari pemasukan rumah tangga di provinsi
Papua.
Smelter (pabrik pelebur)
UU Minerba menetapkan kewajiban pemegang Kontrak Karya
yang berada dalam masa produksi untuk melakukan proses pengolahan/pemurnian di
dalam negeri. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Kontrak Karya PTFI telah
mencakup kewajiban untuk melakukan studi kelayakan terhadap pendirian pabrik
smelter di dalam negeri. Oleh karena itu PTFI telah membangun fasilitas
peleburan tembaga pertama di Indonesia yang berlokasi di Gresik.
PT Smelting Gresik adalah Smelter tembaga pertama di
Indonesia. Didirikan tahun 1996 dimana diperlukan biaya saat itu sebesar USD
750 Juta. PT Smelting Gresik dimiliki oleh PT Freeport Indonesia dan konsorsium
Jepang, serta dioperasikan oleh Mitsubishi.
PTFI memasok rata-rata 80% dari kebutuhan konsentrat PT
Smelting.
SISI LAIN PT FREEPORT INDONESIA
BERDASAR ANALISA MASYARAKAT REFORMASI
PT. Freeport Indonesia (PTFI) adalah sebuah perusahaan
pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper &
Gold Inc. PTFI merupakan penghasil terbesar konsentrat tembaga dari bijih
mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah yang berarti. PTFI tidak hanya
mendukung kebutuhan ekonomi tetapi juga mendukung kebutuhan sosial dan
lingkungan hidup, sehingga tidak mengganggu kesinambungan kehidupan generasi di
masa akan datang.
Awal berdirinya PT Freeport Indonesia (PTFI) bermula saat
seorang manajer eksplorasi Freeport Minerals Company; Forbes Wilson, melakukan
ekspedisi pada tahun 1960 ke Papua setelah membaca sebuah laporan tentang
ditemukannyaErtsb erg (Gunung Bijih), sebuah cadangan mineral, oleh seorang
geolog Belanda; Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936.
Setelah ditandatanganinya Kontrak Karya pertama dengan
Pemerintah Indonesia bulan April 1967, PTFI memulai kegiatan eksplorasi di
Ertsberg pada Desember 1967. Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1970,
dilanjutkan dengan ekspor perdana konsentrat tembaga pada bulan Desember 1972.
Setelah para geolog menemukan cadangan kelas dunia
Grasberg pada tahun 1988, operasi PTFI menjadi salah satu proyek tambang
tembaga/emas terbesar di dunia. Di akhir tahun 1991, Kontrak Karya kedua
ditandatangani dan PTFI diberikan hak oleh Pemerintah Indonesia untuk
meneruskan operasinya selama 30 tahun.
PTFI merupakan salah satu pembayar pajak terbesar bagi
Negara Indonesia. Sejak tahun 1992 sampai dengan 2005, manfaat langsung dari
operasi perusahaan terhadap Indonesia dalam bentuk dividen, royalti dan pajak
mencapai sekitar 3,9 miliar dolar AS. Selain itu, PTFI juga telah memberikan
manfaat tidak langsung dalam bentuk upah, gaji dan tunjangan, reinvestasi dalam
negeri, pembelian barang dan jasa, serta pembangunan daerah dan donasi. Dalam
tahun 2005, PTFI telah menghasilkan dan menjual konsentrat yang mengandung 1,7
miliar pon tembaga dan 3,4 juta ons emas.
RUMUSAN MASALAH
Fenomena yang terjadi dalam Freeport Indonesia ini sudah
diluar kendali. Keuntungan, kerugian, semua dialami oleh satu pihak, yaitu
Indonesia. Semua dikarenakan oleh pemerintahan yang semakin lama semakin tidak
menghiraukan kerusakan yang dialami. Semua masyarakat pun mempertanyakan
kebijakan pemerintah yang tidak pernah bijak dalam masalah ini. Banyak kejadian
yang sangat merugikan Indonesia dan masyarakat papua. Pemerintah hanya tergiur
oleh pendapatan pajak dari PTFI, tetapi tidak melihat dampak-dampak yang
terjadi dalam masyarakatnya. Padahal dalam perbandingan pajak dengan pendapatan
PTFI sangatlah berbeda. Mereka lebih mendapat untung daripada Negara ini yang
memiliki itu smuua secara utuh. Tetapi hanya mendapat seperempat penghasilan
yang mereka raup dari semua kerusakan yang diperbuat di Indonesia ini.
PENDEKATAN
Sebelumnya pendekatan ini adalah pengabungan antara
historis (perkembangan Freeport), sosiologis (fasilitas Freeport) dan yuridis
(pembahasan masalah yang terjadi didalam Freeport).
Sejarah PT Freeport Indonesia (PTFI) bermula saat seorang
manajer eksplorasi Freeport Minerals Company; Forbes Wilson, melakukan
ekspedisi pada tahun 1960 ke Papua setelah membaca sebuah laporan tentang
ditemukannya Ertsberg atau Gunung Bijih; sebuah cadangan mineral, oleh seorang
geolog Belanda; Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936.
Setelah ditandatanganinya Kontrak Karya pertama dengan
Pemerintah Indonesia bulan April 1967, PTFI memulai kegiatan eksplorasi di
Ertsberg pada Desember 1967. Konstruksi skala besar dimulai bulan Mei 1970, dilanjutkan
dengan ekspor perdana konsentrat tembaga pada bulan Desember 1972.
Setelah para geolog menemukan cadangan kelas dunia
Grasberg pada tahun 1988, operasi PTFI menjadi salah satu proyek tambang
tembaga/emas terbesar di dunia. Di akhir tahun 1991, Kontrak Karya kedua
ditandatangani dan PTFI diberikan hak oleh Pemerintah Indonesia untuk
meneruskan operasinya selama 30 tahun.
Dalam tahun 2005, PTFI telah menghasilkan dan menjual
konsentrat yang mengandung 1,7 miliar pon tembaga dan 3,4 juta ons emas.
PTFI merupakan salah satu pembayar pajak terbesar bagi
negara. Sejak tahun 1992 sampai dengan 2005, manfaat langsung dari operasi
perusahaan terhadap Indonesia dalam bentuk dividen, royalti dan pajak mencapai
sekitar 3,9 miliar dolar AS. Selain itu, PTFI juga telah memberikan manfaat
tidak langsung dalam bentuk upah, gaji dan tunjangan, reinvestasi dalam negeri,
pembelian barang dan jasa, serta pembangunan daerah dan donasi.
Ada perbedaan sangat besar terkait pengelolaan kekayaan
alam Indonesia di zaman Pak Soekarno dengan zaman Pak Harto dan para
pewarisnya. Soekarno bersikap, “Biarkan kekayaan alam kita, hingga
insinyur-insinyur Indonesia mampu mengolahnya sendiri.” Sedangkan Pak Harto dan
para pewarisnya hingga sekarang bersikap, “Biarkan kekayaan alam kita dijarah
oleh orang-orang asing, silakan Mister…” Merupakan fakta sejarah jika di awal
kekuasaan Pak Harto, kekayaan alam Indonesia yang melimpah-ruah digadaikan
kepada blok imperialisme Barat yang dipimpin Amerika Serikat. Sebelumnya Pak
Harto dan Washington agaknya telah memiliki “MOU” bahwa jika Pak Soekarno
berhasil dikudeta maka Harto yang menggantikannya akan “membalas budi” kepada
Washington berupa penyerahan negara dan bangsa ini tanpa syarat agar bisa
dieksploitasi sepuasnya oleh para tuan bule di Washington. Tragedi pertemuan
Mafia Berkeley dengan Rockefeller dan kawan-kawannya di Jenewa-Swiss di bulan
November 1967 menjadi bukti tak terbantahkan tentang permufakatan iblis
tersebut. Di saat itulah, rezim Jenderal Harto mencabut kemerdekaan negeri ini
dan menjadikan Indonesia kembali sebagai negeri terjajah. Ironisnya, penjajahan
asing atas Indonesia diteruskan oleh semua pewarisnya termasuk rezim yang
tengah berkuasa hari ini yang ternyata “jauh lebih edan” ketimbang Jenderal
Harto dulu.
Tambang Freeport Sampai sekarang, hampir semua cabang
produksi yang amat vital bagi negara dan bangsa ini telah dikuasai asing.
Banyak buku yang telah memaparkan dengan jujur kenyataan menyedihkan ini.
Beberapa di anaranya adalah buku berjudul “Di Bawah Cengkeraman Asing:
Membongkar Akar Persoalannya dan Tawaran Revolusi untuk Menjadi Tuan di Negeri
Sendiri” (Wawan Tunggul Alam: 2009), dan “Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan
Indonesia!” (Amien Rais, 2008). Dengan bahasa jurnalisme yang sangat mengalir
namun amat kaya data, Wawan memaparkan dengan lugas hampir seluruh fakta yang
patut diketahui generasi muda bangsa ini, agar kita bisa sadar sesadar-sadarnya
jika Indonesia itu, negeri kita ini, sekarang masih merupakan negeri terjajah!
Dan untuk buku yang kedua yang ditulis oleh Amien Rais, isinya benar-benar
bagus dan sangat anti dengan neo-liberal. Namun dalam faktanya sangat ironis,
karena entah dengan alasan apa, Amien Rais sekarang malah jelas-jelas menjadi
bagian dari kelompok NeoLib dengan berterus-terang menyatakan dukungannya pada
rezim yang berkuasa sekarang. Disadari atau tidak, dia sekarang telah menjadi
part of problem bagi bangsa ini dan menjadi salah satu penghalang bagi gerakan
pemerdekaan negeri ini dari cengkeraman imperialisme asing. Jika Imperialisme
dan Kolonialisme Kuno (Spanyol, Portugis, VOC, Fasis Jepang, dan NICA)
menggunakan senjata api untuk menjajah suatu negeri, maka sekarang,
Imperialisme dan
Kolonialisme Modern (Neo Kolonialisme dan Neo
Imperialisme, Nekolim) lebih pintar dengan tidak lagi memakai senjata api namun
mempergunakan kekuatan uang (baca: kekuatan utang). JFK, CIA, dan Freeport Di
atas telah disebutkan, hanya beberapa bulan setelah secara de-facto berkuasa,
Jenderal Harto menggadaikan nyaris seluruh kekayaan alam negeri ini kepada blok
imperialisme asing. Salah satu cerita yang paling menyedihkan adalah tentang
gunung emas di Papua Barat. Gunung emas yang sekarang secara salah kaprah
disebut sebagai Tembagapura, merupakan sebuah gunung dimana cadangan tembaga
dan emas berada di atas tanahnya, tersebar dan siap dipungut dalam radius yang
amat luas. Lisa Pease menulis artikel berjudul “JFK, Indonesia, CIA, and
Freeport” dan dimuat dalam majalah Probe. Tulisan bagus ini disimpan di dalam
National Archive di Washington DC. Dalam artikelnya, Lisa Pease menulis jika
dominasi Freeport atas gunung emas di Papua dimulai sejak tahun 1967, namun
kiprahnya di Indonesia sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya. Freeport
Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangkrut berkeping-keping
ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun 1959. Saat itu Fidel Castro
berhasil menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh Castro, seluruh perusahaan
asing di negeri itu dinasionalisasikan. Freeport Sulphur yang baru saja hendak
melakukan pengapalan nikel produksi perdananya terkena imbasnya. Ketegangan
terjadi. Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan
upaya pembunuhan terhadap Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan. Di
tengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang
menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan Direktur
Pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam pertemuan itu Gruisen
bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas Gunung Ersberg
(Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936.
Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan
selama bertahun-tahun begitu saja di Perpusatakaan Belanda. Van Gruisen
tertarik dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya.
Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pimpinan
Freeport Sulphur itu jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean
Jaques Dozy juga menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah. Tidak
seperti wilayah lainnya di seluruh dunia, maka kandungan biji tembaga yang ada
di sekujur Gunung Ersberg itu terhampar di atas permukaan tanah, jadi tidak
tersembunyi di dalam tanah. Mendengar hal itu, Wilson sangat antusias dan
segera melakukan perjalanan ke Irian Barat untuk mengecek kebenaran cerita itu.
Di dalam benaknya, jika kisah laporan ini benar, maka perusahaannya akan bisa
bangkit kembali dan selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan mata. Selama
beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survei dengan seksama atas Gunung
Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. Penelitiannya ini kelak ditulisnya dalam
sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain. Wilson menyebut gunung
tersebut sebagai harta karun terbesar yang untuk memperolehnya tidak perlu
menyelam lagi karena semua harta karun itu telah terhampar di permukaan tanah.
Dari udara, tanah di sekujur gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari.
Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain dipenuhi
bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas dan perak!
Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama Gold Mountain, bukan
Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson memperkirakan jika
Freeport akan untung besar dan dalam waktu tiga tahun sudah kembali modal.
Piminan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat. Pada 1 Februari 1960,
Freeport Sulphur menekan kerjasama dengan East Borneo Company untuk
mengeksplorasi gunung tersebut. Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami
kenyataan yang hampir sama dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan
eskalasi politik atas tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia
dan Belanda telah memanas dan Pak Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya
di Irian Barat. Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John
Fitzgerald Kennedy agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah
sepertinya mendukung Pak Soekarno.
Kennedy mengancam Belanda akan menghentikan bantuan
Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu
memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari
puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II terpaksa mengalah dan mundur dari
Irian Barat. Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg
sesungguhnya mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda
mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang
diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya dibanding nilai emas yang ada di
gunung tersebut. Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat
menyebabkan perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali.
Para pimpinan Freeport jelas marah besar. Apalagi mendengar Kennedy akan
menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan
melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan! Segalanya
berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy tewas ditembak
pada 22 November 1963. Banyak kalangan menyatakan penembakan Kenndey merupakan
sebuah konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum Globalis yang hendak
mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik di Amerika. Presiden Johnson
yang menggantikan Kennedy mengambil siap yang bertolak-belakang dengan
pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia,
kecuali kepada militernya. Salah seorang tokoh di belakang keberhasilan
Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS tahun 1964, adalah
Augustus C. Long, salah seorang anggota dewan direksi Freeport. Tokoh yang satu
ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain kaitannya dengan
Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex (patungan dengan
Standard Oil of California). Soekarno pada tahun 1961 memutuskan kebijakan baru
kontrak perminyakan yang mengharuskan 60 persen labanya diserahkan kepada
pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan
di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan
Soekarno ini. Augustus C. Long amat marah terhadap Pak
Soekarno dan amat berkepentingan agar orang ini disingkirkan secepatnya.
Mungkin suatu kebetulan yang ajaib. Augustus C. Long juga aktif di
Presbysterian Hospital NY di mana dia pernah dua kali menjadi presidennya
(1961-1962). Sudah bukan rahasia umum lagi jika tempat ini merupakan salah satu
simpul pertemuan tokoh CIA. Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat
kehidupan tokoh ini. Antara tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara
sebagai pimpinan Texaco. Apa saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu yang
di Indonesia dikenal sebagai masa yang paling krusial. Pease mendapakan data
jika pada Maret 1965, Augustus C. Long terpilih sebagai Direktur Chemical Bank,
salah satu perusahaan Rockefeller. Agustus 1965, Long diangkat menjadi anggota
dewan penasehat intelijen kepresidenan AS untuk masalah luar negeri. Badan ini
memiliki pengaruh sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di
negara-negara tertentu. Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta
terhadap Pak Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira
Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend. Salah satu bukti
adalah sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, yang
menyatakan jika kelompok Jenderal Suharto akan mendesak angkatan darat agar
mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Pak Soekarno berhalangan. Mantan
pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi jika hal itu benar adanya. Awal
November 1965, satu bulan setelah tragedi 1 Oktober 1965, Forbes Wilson
mendapat telpon dari Ketua Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang
menanyakan apakah Freeport sudah siap mengeksplorasi gunung emas di Irian
Barat. Wilson jelas kaget. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden
Indonesia bahkan hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian
Barat akan jatuh ke tangan Freeport?
Lisa Pease mendapatkan jawabannya. Para petinggi Freeport
ternyata sudah mempunyai kontak tokoh penting di dalam lingkaran elit
Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan
Julius Tahija. Orang yang terakhir ini berperan sebagai penghubung antara Ibnu
Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam
angkatan darat karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasionil mereka.
Sebab itulah, ketika ketika UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)
yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didiktekan Rockefeller, disahkan
tahun 1967, maka perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Pak
Suharto adalah Freeport. Inilah kali pertama kontrak perminyakan yang baru
dibuat. Jika di zaman Pak Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing
selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak
seperti itu malah banyak merugikan Indonesia. Untuk membangun konstruksi
pertambangan emasnya itu, Freeport menggandeng Bechtel, perusahaan AS yang
banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di
Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan
internasional di tahun 1978. Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik
“Jim Bob” Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari
1,5 miliar dollar AS pertahun. Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran,
George A. Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg” setebal 384 halaman
dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu memiliki depost terbesar di
dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar. Maley
menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan cadangan bijih
tembaga sebesar 40,3 miliar pon dan emas sebesar 52,1 juta ons. Nilai jualnya
77 miliar dollar AS dan masih akan menguntungkan 45 tahun ke depan. Ironisnya,
Maley dengan bangga juga menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga
terbesar dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia.
Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan
salah. Seharusnya Emaspura. Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau
juga mengandung tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di
permukaan tanah, maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru
menggalinya dengan sangat mudah. Freeport sama sekali tidak mau kehilangan
emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura
sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru di mana telah menunggu
kapal-kapal besar yang akan langsung mengangkut emas dan tembaga itu ke
Amerika. “Perampokan legal” ini masih terjadi sampai sekarang. Kisah Freeport
merupakan salah satu dari banyak sekali kisah sedih tentang bagaimana kekayaan
alam yang diberikan Allah SWT kepada bangsa Indonesia, oleh para penguasanya
malah digadaikan bulat-bulat untuk dirampok imperialisme asing, demi memperkaya
diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Kenyataan memilukan ini masih
berlangsung sampai sekarang hingga rakyat menjadi sadar dan menumbangkan
penguasa korup.
SARANA PENDUKUNG KEGIATAN OPERASIONAL PERUSAHAAN
a. Pembangunan Pembangkit Daya Listrik.
Memiliki kapasitas pembangkitan sekitar 385MW listrik (250MW
kapasitas tetap) terdiri dari PLTU berbahan bakar batubara berkapasitas 195MW
di Portsite dan pembangkit diesel (terutama diMil l). Jaringan distribusi
memasok listrik dari PLTU menujuMill.
b. Perkotaan & Camp.
Lokasi kota menyediakan berbagai jasa untuk memenuhi
kebutuhan karyawan PTFI , mulai dari toko retail, restoran, sarana hunian,
sekolah, sarana kesehatan, perpustakaan, bank, jasa pos, sarana pelatihan,
hingga sarana rekreasi.
c. Klinik Kesehatan & Rumah Sakit.
PT. Freeport memiliki rumah sakit untuk karyawan
berkapasitas 100 tempat tidur di Tembagapura dan banyak klinik di daerah
sekitar. Selain itu, juga memberikan dana rumah sakit
berkapasitas 74 tempat tidur di desa Waa-Banti yang
berdekatan, dan sebuah rumah sakit berkapasitas 101 tempat tidur di Timika.
d. Penerbangan.
Bandara di Timika merupakan sentra bagi penerbangan
ke/dari wilayah proyek PTFI. Melalui salah satu mitra, PTFI menjalankan
penerbangancharter untuk mengangkut karyawan antara Papua dan kota asal mereka
di bagian lain Indonesia. Bandara tersebut juga telah menarik beberapa
penerbangan komersial. PTFI menyediakan pesawat helikopter dan dukungan sarana
penerbangan lainnya dalam rangka upaya operasional dan eksplorasi PTFI.
e. Pabrik Pengolahan Batu Gamping.
PTFI telah membangun tambang (quarry) dan pabrik
pengolahan batu gamping. Pabrik tersebut menghasilkan batu gamping yang
dikonsumsi di tambang maupun Mill.
f. Sarana Perbengkelan & Perawatan.
PTFI memiliki sejumlah bengkel berlokasi di wilayah
proyek, mulai dari bengkel perawatan peralatan hingga bengkel fabrikasi baja di
daerah dataran rendah. Beberapa mitra juga telah mendirikan sarana-sarana di
daerah dataran rendah dalam rangka mendukung usaha mereka untuk menyediakan
jasa bagi kegiatan operasional PTFI sendiri.
g. Logistik.
PTFI mempunyai jaringan terbukti untuk memasok
bahan-bahan ke Portsite - berikut armada kendaraan yang diperlukan untuk
mengangkut bahan-bahan dari Portsite menuju lokasi operasional PTFI di seluruh
wilayah proyek. Salah satu mitra PTFI lainnya menjalankan operasi logistik
dilokasi dari pelabuhan kepada pengguna, selain kegiatan perawatan tertentu
untuk peralatan non tambang, perawatan jalan, dan angkutan bus karyawan.
h. Jasa boga.
Mengingat jumlah orang yang berada di lokasi, maka salah
satu mitra PTFI menyediakan jasa boga untuk menyediakan makanan bagi pekerja
PTFI, selain jasa pengelolaan barak dan pembersihan.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
PTFI memiliki komitmen untuk mengelola dan meminimalisasi
dampak dari kegiatan operasionalnya terhadap lingkungan dan untuk mereklamasi
serta menghijaukan kembali lahan yang terkena dampak. Melalui Kebijakan
Lingkungan, PTFI berkomitmen untuk melaksanakan pengelolaan dan praktik-praktik
lingkungan yang baik, menyediakan sumber daya yang cukup layak guna memenuhi
tanggung jawab tersebut dan melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap
kinerja lingkungan pada setiap lokasi kegiatan. PTFI juga memiliki komitmen
kuat untuk mendukung penelitian ilmiah guna memahami lingkungan di sekitar
tempat PTFI beroperasi, serta melakukan pemantauan yang komprehensif untuk
menentukan efektivitas dari praktik-praktik pengelolaan.
Selian itu, PTFI juga bekerjasama dengan instansi
pemerintah, masyarakat setempat, maupun lembaga swadaya masyarakat yang
bertanggung jawab, untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Dalam hal ini PTFI
menganut prinsip-prinsip Kerangka Kerja Pembangunan Berkelanjutan dari Dewan
Internasional tentang Pertambangan dan Logam Sustainable Development Framework
of the International.
Council in Mining and Metals (ICMM), dimana PTFI termasuk
anggotanya.
1. Pelaksanaan Audit Lingkungan
Audit lingkungan yang dilakukan PTFI menghasilkan
informasi bagi para manajer tentang kinerja lingkungan saat ini serta membantu
mengidentifikasi peluang-peluang perbaikan.
2. Program Pengelolaan Trailing
Tailing adalah sisa batu alam yang digiling halus hasil
pengolahan bijih mineral. PTFI menggunakan proses pengapungan (flotasi), yang
merupakan pemisahan secara fisik mineral
yang mengandung tembaga dan emas dari batuan bijih. Dalam
proses tersebut tidak digunakan merkuri maupun sianida. Sebuah daerah aliran
sungai mengangkut sedimen tersebut menuju sebuah areal pengendapan yang telah
ditentukan di kawasan dataran rendah dan pantai, yang dinamakan Modified
Deposition Area (Daerah Pengendapan Dimodifikasi), yaitu sebuah sistem yang
direkayasa dan dikelola bagi pengendapan dan pengendalian tailing.
Pengambilan sampel secara luas terhadap mutu air dalam
sistem pengelolaan tailing menunjukkan bahwa air pada sungai yang mengangkut
tailing dari pabrik pengolahan PTFI di daerah dataran tinggi menuju daerah
pengendapan di dataran rendah telah memenuhi baku mutu air bersih untuk logam
terlarut sesuai peraturan Pemerintah Indonesia maupun USEPA (Lembaga
Perlindungan Lingkungan AS). Data dari pengambilan sampel hayati tetap
menunjukkan bahwa muara estuaria pada bagian hilir daerah pengendapan tailing
adalah ekosistem yang masih berfungsi, berdasarkan jumlah spesies maupun jumlah
spesimen organisme nektonik yang terkumpul, seperti ikan dan udang.
3. Reklamasi dan Penghijaun Kembali
a. Daerah Dataran Tinggi
Para ilmuwan internasional dan staf PTFI telah mengkaji
ekologi dari ekosistem alpin di wilayah kerja PTFI, serta mengembangkan
cara-cara handal untuk menghasilkan bibit jenis tanaman asli. Kajian-kajian
yang pernah dilakukan hingga saat ini mencakup etnobotani, keanekaragaman
hayati pada ekosistem sub-alpin dan alpin, pemanfaatan jenis-jenis asli tanaman
lumut dan bakteri untuk strategi reklamasi perintis dan budi daya jaringan
untuk pengembangbiakan jenis tanaman alpin asli. Hingga akhir 2005, lebih dari
10 hektar tanah terganggu pada tambang di daerah dataran tinggi yang berhasil
dihijaukan kembali dalam rangka memenuhi komitmen PTFI kepada Pemerintah
Indonesia.
b. Daerah Dataran Rendah
Di daerah dataran rendah, penelitian reklamasi telah
berulangkali membuktikan keberhasilan spesies tanaman asli untuk melakukan
kolonisasi secara pesat dan alami di atas tanah yang mengandung tailing. Tanah
yang mengandung tailing sangat cocok untuk ditanami sejumlah tanaman pertanian
apabila tanah tersebut diperbaiki dengan menambahkan karbon organik. Tujuan
dari program reklamasi dan penghijauan kembali PTFI di daerah dataran rendah
adalah untuk
mengubah endapan tailing pada daerah pengendapan menjadi
lahan pertanian atau dimanfaatkan sebagai lahan produktif lainnya, atau
menumbuhkannya kembali dengan tanaman asli setelah kegiatan tambang berakhir.
4.Pengelolaan Overburden dan Air Asam Tambang
PTFI menanganioverburden melalui sebuah Rencana
Pengelolaan Overburden komprehensif yang telah disetujui oleh Pemerintah
Indonesia. Banyak logam terdapat di alam dalam bentuk mineral sulfida. Pada
saat bijih ditambang danoverburden yang mengandung sulfida terpapar, maka
reaksi air, oksigen dan bakteri alami berpotensi membentuk asam belerang. Air
bersifat asam tersebut dapat melarutkan logam yang terkandung di dalam batuanoverburden
dan terbawa dalam sistem pembuangan air, dan apabila tidak dikelola dengan baik
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Proses tersebut dikenal
dengan nama air asam tambang.
PTFI melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap air
asam tambang yang dihasilkan oleh kegiatannya. Sesuai rencana
pengelolaanoverburden yang telah disetujui oleh pemerintah, PTFI
menempatkanoverburden pada daerah- daerah terkelola di sekitar tambang terbuka
Grasberg. Rencana PTFI untuk mengurangi dampak air asam tambang dilakukan
dengan menampung dan mengolah air asam tambang yang ada, bersamaan upaya proses
pencampuran dengan batu gamping dan penutupan daerah penempatanoverburden
dengan batu gamping guna mengelola pembentukan air asam tambang di masa datang.
5. Pengelolaan dan Daur Ulang Limbah
Program-program pengelolaan lingkungan PTFI mencakup
seluruh aspek kegiatannya, bukan saja yang berhubungan dengan pertambangan.
Kami memiliki sistem pengelolaan limbah yang komprehensif yang menerapkan
prinsip-prinsip pemanfaatan ulang, pendauran ulang, dan pengurangan.
Program-program minimalisasi limbah yang kami laksanakan mencakup pengurangan
dan penukaran dengan produk-produk yang ramah lingkungan. Wadah bekas, minyak
bekas, kertas bekas, dan ban bekas semuanya dipakai ulang secara lokal dengan
cara yang ramah lingkungan. Bahan lain yang dapat didaur ulang seperti
aluminium, besi tua, dan
baterai bekas dikumpulkan dan disimpan di tempat
penyimpanan sementara untuk selanjutnya didaur ulang atau dibuang sesuai
ketentuan Pemerintah Indonesia.
Limbah padat lainnya yang dihasilkan PTFI ditempatkan
pada tiga lokasi yang diperuntukkan secara khusus, termasuk TPA untuk limbah
tak bergerak, dan TPA untuk limbahbiodegradable, yang diberi lapisan dalam dan
dilengkapi sistem pengumpulan dan pengolahan lindi. PTFI telah
mengimplementasikan ketentuan pemerintah yang terbaru tentang limbah cair
domestik yang berdampak pada ke sepuluh instalasi pengolahan limbah milik kami.
Mutu limbah cair dari seluruh instalasi pengolahan limbah cair dipantau secara
berkala untuk parameter pH (kadar alkali), BOD (biological oxygen demand), TSS
(total suspended solids/total padatan tersuspensi) serta minyak dan lemak
sesuai baku mutu.
PEMBAHASAN
Dari awal sudah tertera bahwa perbedaan dalam
pemerintahan Soekarno bersikap, “Biarkan kekayaan alam kita, hingga
insinyur-insinyur Indonesia mampu mengolahnya sendiri.” Sedangkan Pak Harto dan
para pewarisnya hingga sekarang bersikap, “Biarkan kekayaan alam kita dijarah
oleh orang-orang asing, silakan Mister…” Merupakan fakta sejarah jika di awal
kekuasaan Pak Harto, kekayaan alam Indonesia yang melimpah-ruah digadaikan
kepada blok imperialisme Barat yang dipimpin Amerika Serikat. Sebelumnya Pak
Harto dan Washington agaknya telah memiliki “MOU” bahwa jika Pak Soekarno
berhasil dikudeta maka Harto yang menggantikannya akan “membalas budi” kepada
Washington berupa penyerahan negara dan bangsa ini tanpa syarat agar bisa
dieksploitasi sepuasnya oleh para tuan bule di Washington. Ironisnya,
penjajahan asing atas Indonesia diteruskan oleh semua pewarisnya termasuk rezim
yang tengah berkuasa hari ini yang ternyata “jauh lebih edan” ketimbang
Jenderal Harto dulu.
Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal
ini tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar pon dan emas sebesar
52,1 juta ons. Nilai jualnya 77 miliar dollar AS dan masih akan menguntungkan
45 tahun ke depan. Ironisnya, Maley dengan bangga juga menulis jika biaya
produksi tambang emas dan tembaga terbesar dunia yang ada di Irian Barat itu
merupakan yang termurah di dunia. Mengapa demikian, karena pembagian laba yang
sangat berbeda dan menguntungkan pihak mereka disbanding Indonesia. Mungkin
hanya sebagian kecil dari uang mereka diberikan kepada kita bangsa Indonesia.
Hanya sebagai ucapan terimakasih atas semua pemberian Indonesia kepada mereka
yang menguasai PTFI.
KESIMPULAN DAN SARAN
Semua kesalahan yang terjadi dalam Freeport Indonesia ini
disebabkan oleh pemerintahan Indonesia sendiri. Mengapa demikian, karena
pemerintahan asal menandatangani kontrak yang terlihat menguntungkan sedangkan
membuntungkan. Selama bertahun-tahun Indonesia mengalami ini semua, tetapi
pemerintah tidak mengambil kebijakan yang mungkin bisa merubah kebuntungan
menjadi keuntungan walaupun hanya sedikit. Daripada selalu terpuruk dalam
iming-iming yang kecil, tetapi mendapat kerusakan alam yang menyedihkan untuk
dilihat dan dimiliki. Sangatlah tidak benar jika Indonesia hanya mendapat itu
semua bukan keuntungan yang mendasar bagi masyarakatnya. Apakah pemerintahan
yang selanjutnya akan tetap meneruskan kontrak ini, atau melakukan penambangan
itu semua sendiri tanpa bantuan Negara asing? Jawaban yang akan sulit sekali
dicari mengingat semua alat-alat berat dan masa kontrak yang telah di
perhitungkan sejak awal. Alat-alat berat yang hanya bisa dibeli dari Negara
luar membuat pemerintah memiliki kendala dalam mendatangkannya, jika mereka
sudah marah atas pemutusan kontrak tersebut. Mungkin masa kontrak sudah
diperkirakan se-lama tambang tersebut masih berproduksi (untuk apa membeli
tanah yang sudah tidak bernilai jual lagi).
Saran untuk pemerintah hanya satu, yaitu kebijakan yang
menguntungkan (menguntungkan masyarakat dan Negara kita yang tercinta ini).
REFERENSI
Sekian terimakasih, semua berkat bantuan web-web dibawah
ini:
http://mejarundingpapuabarat.blogspot.com/2009/03/sejarah-freeportindonesia.html
http://nagapasha.blogspot.com/2011/01/sejarah-freeport-sampai-ke-indonesia.html
http://www.scribd.com/doc/15027400/Makalah-PT-Freeport-Indonesia-Company
terimakasih sekali lagi