KELUARGA SAKINAH
By : R. Syehha Agem Manumayasya
baitijannati –
Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga adalah dimulai dengan ijab Kabul,
saat itulah segala sesuatu yang haram menjadi halal. Dan bagi orang yang telah
menikah dia telah menguasai separuh agamanya.
Barang siapa
menikah, maka dia telah menguasai separuh agamanya, karena itu hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. [HR.
al-Hakim].
Sebuah rumah tangga bagaikan sebuah bangunan yang kokoh, dinding,
genteng, kusen, pintu berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pintu digunakan
sebagai pengganti maka rumah akan bocor, atau salah fungsi yang lain maka rumah
akan ambruk. Begitu juga rumah tangga suami, istri dan anak harus tahu fungsi
masing-masing, jika tidak maka bisa ambruk atau berantakan rumah tangga
tersebut.
Mari kita telaah satu persatu masing-masing fungsi suami dan istri
tersebut.
Kewajiban Suami
Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi
keluarganya, tetapi disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah tangga
atau pemimpin dalam rumah tangga. Alloh SWT dalam hal ini berfirman:
Laki-laki
adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Alloh telah melebihkan sebagian dari
mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan
sebagian harta mereka. (Qs. an-Nisaa’: 34).
Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang, walaupun ini juga
penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting
tulang memeras keringat untuk mencari rezeki yang halal tetapi ternyata tidak
mampu menjadi pemimpin bagi keluarganya.
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (Qs.
at-Tahriim: 6).
Suami juga harus mempergauli istrinya dengan baik:
Dan
pergauilah isteri-isteri kalian dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Qs.
an-Nisaa’: 19).
Barang
siapa menggembirakan hati istri, (maka) seakan-akan menangis takut kepada
Allah. Barang siapa menangis takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan
tubuhnya dari neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan,
maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Manakala suami
merengkuh telapak tangan istri (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa
suami-istri itu dari sela-sela jarinya. [HR. Maisarah bin
Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Al-Khudzri].
Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul
berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya, “Diantara istri-istri Rasul,
siapakah yang paling disayangi?” Rasulullah Saw hanya tersenyum lalu
berkata, “Aku akan beritahukan kepada kalian nanti.“
Setelah itu, dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah memberikan
sebuah kepada istri-istrinya masing-masing sebuah cincin seraya berpesan agar
tidak memberitahu kepada istri-istri yang lain. Lalu suatu hari hari para istri
Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan pertanyaan yang sama. Lalu
Rasulullah Saw menjawab, “Yang paling aku sayangi adalah yang kuberikan
cincin kepadanya.” Kemudian, istri-istri Nabi Saw itu tersenyum puas
karena menyangka hanya dirinya saja yang mendapat cincin dan merasakan bahwa
dirinya tidak terasing.
Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh sejauh
mana sikapnya terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia
adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya, jika perlakuan terhadap istrinya
buruk maka ia adalah pria yang buruk.
Hendaklah
engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya
bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan
pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam
rumah. [al-Hadits].
Orang yang
paling baik diantara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap
keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah yang paling baik diantara kalian
dalam memperlakukan keluargaku. [al-Hadits].
Begitulah, suami janganlah kesibukannya mencari nafkah di luar
rumah lantas melupakan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Suami
berkewajiban mengontrol dan mengawasi anak dan istrinya, agar mereka senantiasa
mematuhi perintah Allah, meninggalkan larangan Allah swt sehingga terhindar
dari siksa api neraka. Ia akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah jika
anak dan istrinya meninggalkan ibadah wajib, melakukan kemaksiatan, membuka
aurat, khalwat, narkoba, mencuri, dan lain-lain.
Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban
atas yang dipimpinnya. [HR. Bukhari].
Kewajiban Istri
Istri mempunyai kewajiban taat kepada suaminya, mendidik anak dan
menjaga kehormatannya (jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.). Ketaatan yang
dituntut bagi seorang istri bukannya tanpa alasan. Suami sebagai pimpinan,
bertanggung jawab langsung menghidupi keluarga, melindungi keluarga dan menjaga
keselamatan mereka lahir-batin, dunia-akhirat.
Tanggung jawab seperti itu bukan main beratnya. Para suami harus
berusaha mengantar istri dan anak-anaknya untuk bisa memperoleh jaminan surga.
Apabila anggota keluarganya itu sampai terjerumus ke neraka karena salah
bimbing, maka suamilah yang akan menanggung siksaan besar nantinya.
Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka taat kepada Allah
dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di dunia dan akhirat. Istri boleh
membangkang kepada suaminya jika perintah suaminya bertentangan dengan hukum
syara’, missal: disuruh berjudi, dilarang berjilbab, dan lain-lain.
Perempuan
apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya
serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana saja yang
dikehendaki. [al-Hadist].
Dunia ini
adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah. [HR.
Muslim, Ahmad dan an-Nasa'i].
Wanita
yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (Qs.
an-Nisaa’: 34).
Ta’at
kepada Allah, ta’at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang menutup seluruh
auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah. (Qs.
al-Ahzab: 32).
Sekiranya
aku menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain. Maka aku akan menyuruh
wanita bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadap mereka.
[al-Hadits].
Sebaik-baik
wanita adalah yang menyenangkan hatimu jika engkau memandangnya dan mentaatimu
jika engkau memerintahkan kepadanya, dan jika engkau bepergian dia menjaga
kehormatan dirinya serta dia menjaga harta dan milikmu.
[al-Hadist].
Perselisihan
Suami dilarang memukul/menyakiti istri, jika terjadi perselisihan
ada beberapa tahapan yang dapat ditempuh,
Istri-istri
yang kalian khawatirkan pembangkangannya, maka nasihatilah mereka, pisahkanlah
mereka dari tempat tidur, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak
membahayakan). Akan tetapi, jika mereka menaati kalian, janganlah kalian
mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. (Qs.
an-Nisaa’: 34).
Hendaklah
engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya
bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan
pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam
rumah. [al-Hadits].
Jika
kalian merasa khawatir akan adanya persengketaan diantara keduanya, maka
utuslah seorang (juru damai) dari pihak keluarga suami dan sorang juru damai
dari pihak keluarga istri. Jika kedua belah pihak menghendaki adanya perbaikan,
niscaya Allah akan memberi taufik kepada suami-istri. (Qs.
an-Nisaa’: 35).
Demikianlah Islam mengatur dengan sempurna kehidupan keluarga
sehingga terbentuk keluarga sakinah dan bahagia dunia-akhirat. Wallahua’lam
Membangun Keluarga Sakinah
Keluarga sakinah adalah idaman
setiap manusia. Tapi tidak jarang dari mereka menemukan jalan buntu, baik yang
berkecupan secara materi maupun yang berkekurangan. Apa sebenarnya rahasianya?
Mengapa kebanyakan manusia sulit menemukannya? Mengapa sering terjadi
percekcokan dan pertengkaran di dalam rumah tangga, yang kadang-kadang
akibatnya meruntuhkan keutuhan rumah tangga?
Padahal Allah swt menyebutkan
perjanjian untuk membangun rumah tangga sebagai perjanjian yang sangat
kuat dan kokoh yaitu “Mîtsâqan ghalîzhâ. Allah swt menyebutkan kalimat
“Mîtsâqan ghalîzhâ hanya dalam dua hal: dalam membangun rumah tangga, dan dalam
membangun missi kenabian. Tentang “Mîtsâqan ghalîzhâ dalam urusan rumah tanggah
terdapat dalam surat An-Nisa’: 21. Adapun dalam hal missi kenabian terdapat
dalam surat An-Nisa’: 154, tentang perjanjian kaum nabi Musa (as); dan dalam
surat Al-Ahzab: 7, tentang perjanjian para nabi: Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa
(as).
Bangunan rumah tangga bagaikan
bagunan missi kenabian. Jika bangunan runtuh, maka maka runtuhlah missi
kemanusiaan. Karena itu Rasulullah saw bersabda: “Perbuatan halal yang paling
Allah murkai adalah perceraian.” Sebenarnya disini ada suatu yang sangat
rahasia. Tidak ada satu pun perbuatan halal yang Allah murkai kecuali
perceraian. Mengapa ini terjadi dalam perceraian? Tentu masing-masing kita
punya jawaban, paling tidak di dalam hati dan pikiran. Dan saya tidak akan menjawab
masalah ini, perlu pembahasan yang cukup rinci dan butuh waktu yang cukup lama.
Tentu perlu farum tersendiri.
Keluarga sakinah sebagai idaman
setiap manusia tidak mudah diwujudkan sebagaimana tidak mudahnya mewujudkan
missi kenabian oleh setiap manusia. Perlu persyaratan-persyaratan yang ketat
dan berat. Mengapa? Karena dua persoalan ini bertujuan mewujudkan kesucian.
Kesucian berpikir, mengolah hati, bertindak, dan gerasi penerus ummat manusia.
Karena itu, dalam bangunan rumah
tangga Allah swt menetapkan hak dan kewajiban. Maaf saya pinjam istilah AD/ART.
Bangunan yang lebih kecil missinya dari bangunan rumah tangga punya AD/ART,
vissi dan missi. Bagaimana mungkin bangunan yang lebih besar tidak punya
AD/ART, Vissi dan Missi bisa mencapai tujuan? Tentu AD/ART, Missi dan Missi
dalam rumah tangga, menurut saya, tidak bisa dibuat berdasarkan mu’tamar atau
kongres atau musyawarah seperti layaknya organisasi umumnya.
Dalam hal rumah tangga kita jangan
coba-coba buat AD/ART sendiri, pasti Allah swt tidak ridha dan murka. Karena
itu Allah swt menetapkan hak dan kewajiban dalam bangunan rumah tangga.
Tujuannya jelas mengantar manusia pada kebahagiaan, sakinah, damai dan tenteram
sesuai dengan rambu-rambu yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Menurut pemahaman saya, tidak cukup
AD/ART itu dalam bentuk tek dan buku, perlu sosok contoh yang telah mewujudkan
AD/ART itu. Siapa mereka? Ini juga perlu farum khusus untuk membahasnya secara
detail dan rinci.
Tapi sekilas saja saya ingin
mengantarkan pada diskusi contoh tauladan rumah tangga yang telah mewujudkan
keluarga sakinah. Dan ini tidak akan terbantah oleh semua kaum muslimin. Yaitu
rumah tangga Rasulullah saw dengan Sayyidah Khadijah Al-Kubra (sa), dan rumah
tangga Imam Ali bin Abi Thalib (sa) dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahra’
(sa).
Disini sebenarnya ada hal yang
sangat menarik dikaji, khususnya bagi kaum wanita dan kaum ibu. Apa itu? Fakta
berbicara bahwa Rasulullah saw banyak dibicarakan oleh kaum laki-laki bahwa
beliau contoh poligami, kemudian mereka melaksanakan dengan dalil mencontoh
Rasulullah saw. Tapi kita harus ingat kapan Rasulullah saw berpoligami? Dan
mengapa beliau melakukan hal ini? Pakta sejarah berbicara bahwa Rasulullah saw
tidak melakukan poligami saat beliau berdampingan dengan Khadijah sampai ia
meninggal. Mengapa? Kalau alasannya perjuangan. Bukankah di zaman dengan
Khadijah beliau tidak berjuang? Justru saat-saat itu perjuangan beliau sangat
berat. Dimanakah letak persoalannya? Lagi-lagi menurut saya, pribadi Khadijah
yang luar biasa, sosok seorang isteri yang benar-benar memahami jiwa dan
profesi suaminya. Sehingga Rasulullah saw tidak pernah melupakan Khadijah
walaupun sudah meninggal, dan disampingnya telah ada pendamping wanita yang
lain bahkan tidak satu isteri. Kaum wanita khususnya kaum ibu, kalau ingin
keluarga sakinah harus mempelajari sosok Khadijah Al-Khubra (sa), supaya
suaminya tidak mudah terpikat hatinya pada perempuan yang lain.
Sekarang tentang keluarga Imam Ali
dengan Fatimah Az-Zahra (sa). Sejarah bercerita pada kita bahwa Rasulullah saw
sangat menyukai rumah tangga puterinya dengan kehidupan sederhana bahkan sangat
sederhana. Saking sederhananya, hampir-hampir tidak mampu dijalani oleh
ummatnya, khususnya sekarang. Sama dengan Rasulullah saw Imam Ali (sa) saat berdampingan
dengan Fatimah puteri Nabi saw beliau tidak berpoligami. Beliau berpoligami
setelah Fatimah Az-Zahra’ meninggal. Ada apa sebenarnya dengan dua wanita ini,
sepertinya mereka dapat mengikat laki-laki tidak kawin lagi? Apa Imam Ali takut
dengan Fatimah, atau Rasulullah saw takut dengan Khadijah? Atau sebaliknya,
Khadijah berani dan menundukkan Rasululah saw, juga Fatimah (sa) seperti itu
terhadap suaminya? Tentu jawabannya tidak. Lalu mengapa? Jawabannya perlu forum
tersendiri untuk kita diskusikan dan mengambil pelajaran darinya.
Sebagi konsep dasar diskusi kita:
Perempuan adalah sumber sakinah, bukan laki-laki. Mari kita perhatikan firman
Alla swt:
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
Dia menciptakan untuk kalian isteri dari species kalian agar kalian merasakan
sakinah dengannya; Dia juga menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih
sayang. Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berpikir.” (Ar-Rûm: 21).
Dalam ayat ini ada kalimat
“Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau merasakan sakinah. Jadi sakinah itu
ada pada diri dan pribadi perempuan. Laki-laki harus mencarinya di dalam diri
dan pribadi perempuan. Tapi perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber
sakinah, tidak mengotori dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga,
jernih dan suci, dan mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak
sebagai anggota rumah tangga, dan gerasi penerus.
Kita bisa belajar dari fakta dan
relialita. Kaum isteri yang sudah ternoda mata air sakinahnya berdampak pada
anak-anak sebagai penerus ummat Rasulullah saw. Siapa yang paling berdosa?
Jelas yang mengotori dan menodainya.
Sebagai pengantar untuk membangun
keluarga sakinah baiklah kita pelajari Hak dan Kewajiban yang buat oleh Allah
dan Rasul-Nya, antara lain:
Hak-hak Suami
1. Suami adalah pemimpin rumah
tangga
“Kaum lelaki adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..”(An-Nisa’: 34)
2. Suami dipatuhi dan tidak boleh
ditentang
3. Tanpa izin suami, isteri tidak
boleh mensedekahkan harta suami, dan tidak boleh berpuasa sunnah.
4. Suami harus dilayani oleh isteri
dalam hubungan badan kecuali uzur, dan isteri tidak boleh keluar rumah tanpa
izinnya. Rasulullah saw bersabda:
“Isteri harus patuh dan tidak
menentangnya. Tidak mensedekahkan apapun yang ada di rumah suami tanpa izin
sang suami. Tidak boleh berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami. Tidak boleh
menolak jika suaminya menginginkan dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan. Tidak
diperkenankan keluar rumah kecuali dengan izin suami.” (Al-Faqih, 3:277)
5. Menyalakan lampu dan menyambut
suami di pintu
6. Menyajikan makanan yang baik
untuk suami
7. Membawakan untuk suami bejana dan
kain sapu tangan untuk mencuci tangan dan mukanya
8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit
8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit
Rasulullah saw juga bersabda:
“Hak suami atas isteri adalah
isteri hendaknya menyalakan lampu untuknya, memasakkan makanan, menyambutnya di
pintu rumah saat ia datang, membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan
lalu mencuci tangan dan mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan
dirinya kecuali ia sedang sakit.” (Makarim Al-Akhlaq: 215)
Rasulullah saw juga bersabda:
“(Ketahuilah) bahwa wanita
tidak pernah akan dikatakan telah menunaikan semua hak Allah atasnya kecuali
jika ia telah menunaikan kewajibannya kepada suami.” (Makarim Al-Akhlaq:215)
Hak-Hak Isteri
1. Isteri sebagai sumber sakinah,
cinta dan kasih sayang. Suami harus menjaga
kesuciannya. (QS Ar-Rum: 21)
2. Isteri harus mendapat perlakukan
yang baik
“Ciptakan hubungan yang baik
dengan isterimu.” ( Al-Nisa’ :19)
3. Mendapat nafkah dari suami
4. Mendapatkan pakaian dari suami
5. Suami tidak boleh menyakiti dan
membentaknya
Pada suatu hari Khaulah binti Aswad
mendatangi Rasulullah saw dan bertanya tentang hak seorang isteri. Beliau
menjawab:
“Hak-hakmu atas suamimu adalah
ia harus memberimu makan dengan kwalitas makanan yang ia makan dan memberimu
pakaian seperti kwalitas yang ia pakai, tidak menampar wajahmu, dan tidak
membentakmu” (Makarim Al-Akhlaq:218)
Rasulullah saw juga bersabda:
“Orang yang bekerja untuk
menghidupi keluarganya sama dengan orang yang pergi berperang di jalan Allah.”.
(Makarim Al-Akhlaq:218)
“Terkutuklah! Terkutuklah orang
yang tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi tanggung jawabnya.”
(Makarim Al-Akhlaq:218)
6. Suami harus memuliakan dan
bersikap lemah lembut
7. Suami harus memaafkan
kesalahannya
Cucu Rasulullah saw Imam Ali Zainal
Abidin (sa) berkata:
“Adapun hak isteri, ketahuilah
sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjadikan untukmu dia sebagai sumber
sakinah dan kasih sayang. Maka, hendaknya kau sadari hal itu sebagai nikmat
dari Allah yang harus kau muliakan dan bersikap lembut padanya, walaupun hakmu
atasnya lebih wajib baginya. Karena ia adalah keluargamu Engkau wajib
menyayanginya, memberi makan, memberi pakaian, dan memaafkan kesalahannya.”
Menghindari pertikaian
Rasulullah saw bersabda:
“Laki-laki yang terbaik dari
umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya, menyayangi dan tidak
berlaku zalim pada mereka.” (Makarim Al-Akhlaq:216-217)
“Barangsiapa yang bersabar
atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia
berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian
Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213)
“Barangsiapa yang menampar
pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat penjaga neraka
untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di neraka
jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2:550)
Isteri tidak boleh memancing emosi
suaminya, Rasulullah saw bersabda:
“Isteri yang memaksa suaminya
untuk memberikan nafkah di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima Allah
swt amal perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.”
(Makarim Al-Akhlaq: 202)
Ada suatu kisah, pada suatu hari
seorang sahabat mendatangi Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah, aku memiliki
seorang isteri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat
aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung, ia sering menyapaku dengan
mengatakan: Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika rizkimu yang kau
risaukan, ketahuilah bahwa rizkimu ada di tangan Allah. Tapi jika yang kau
risaukan adalah urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu.”
Setelah mendengar cerita sahabatnya Rasulullah saw bersabda:
Setelah mendengar cerita sahabatnya Rasulullah saw bersabda:
“Sampaikan kabar gembira
kepadanya tentang surga yang sedang menunggunya! Dan katakan padanya, bahwa ia
termasuk salah satu pekerja Allah. Allah swt mencatat baginya setiap hari
pahala tujuh puluh syuhada’.” Kisah ini terdapat dalam kitab Makarimul Akhlaq:
200.
KONSEP
KELUARGA SAKINAH MENURUT AL QUR'AN
Allah
SWT. berfirman dalam surat Al Baqarah : 187
Ù‡ُÙ†َّ Ù„ِبَاسٌ Ù„َÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù„ِبَاسٌ Ù„َÙ‡ُÙ†َّ
mereka (para istri) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
dari petikan ayat diatas, sebenarnya Allah telah memberikan konsep secara sederhana dalam membina keluarga {baca: pasutri} yang sakinah (penuh ketenangan dan ketentraman), mawaddah (penuh cinta), Ar Rahmah (penuh kasih).
dari beberapa kata mulia diatas, jika bisa memahaminya dengan mendalam, sebenarnya memilki makna yang sangat luas dan komprehensip {jami' mani'}. sungguh Maha Cerdas Allah dalam memberikan matsal atau perumpamaan untuk PASUTRI.
Allah SWT. memakai istilah Pakaian (Al Libas) untuk menggambarkan sosok seorang suami dalam sebuah rumah tangga sebagaimana juga Allah menggambarkannya sebagai sosok istri.
Masya Allah......! pakaian, sepertinya memang hal biasa dan yang biasa kita pakai sehari-hari, yang kadang juga pakaian biasa saja, kadang juga yang ber-merek mahal, karena diakui atau tidak memakai pakaian bermerek lebih bisa menambah pe-de bagi sang pemakai, juga bisa meningkatkan strata sosial dilingkungan sekitar, karena sudah bisa dipastikan/diperkirakan/disangka sang pemakai adalah orang ber-duit alias tajir.tapi ternyata tidak sesederhana itu permasalahannya, dan ceritanya juga akan berbeda ketika sebuah kata atau istilah pakaian dipinjam oleh Allah SWT. untuk menghiasi untaian indah dalam Al Quran-Nya, yaitu kitab suci yang menurut survei adalah kitab suci yang paling banyak dibaca dan dihafal oleh orang seluruh dunia setiap harinya.
kembali keayat diatas, Allah SWT. berfirman yang artinya "mereka (para istri) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka" artinya bahwa, berangkat dari fungsi pakaian secara garis besar menurut versi syara' adalah
1. menutupi 'aurot
2. melindungi tubuh atau badan
3. menghiasi atau memperindah penampilan
mengapa (saya) dalam tulisan ini memakai istilah versi syara' , adalah lebih karena dizaman sekarang yang penuh dengan hegemoni life style (gandrung kepada gaya hidup) telah terjadi pergeseran makna, fungsi dan tujuan berpakaian. dizaman sekarang ini pakaian lebih merupakan suatu hiasan atau befungsi memperindah tubuh, bukan untuk tujuan menutup aurot atau melindungi tubuh dari panas matahari atau hal lain. buktinya disana (semoga tidak disini) makin banyak cewek yang keluar rumah dengan kostum seadanya (hmmmmmmmm.... kaifa nadzortu wakaifa la andzuru).
kembali ke fungsi pakaian versi syara' yakni :
1. menutupi aurot
artinya adalah bahwa seorang istri seharusnya/idealnya bisa menjadi satir/penutup sang suami (dan sebaliknya), bisa menjaga rahasia-rahasia sang suami, bisa menutupi kekurangan suami dan bisa melengkapi dan menjadi pelengkap yang baik nan indah bagi suami (dan sebaliknya).
2. melindungi tubuh atau badan
artinya adalah bahwa seorang istri hendaknya bisa melindungi suaminya (dan juga sebaliknya) dari segala hal yang tidak meng-enakkan, hal yang bisa menyakitkan, hal yang bisa membuat retaknya bahtera rumah tangga.
3. menghiasi atau memperindah penampilan
artinya adalah ketika sang istri (juga sang suami) sudah bisa menjalankan apa yang telah disebutkan pada poin 1, dan 2, hendaknya seorang istri (juga suami) bisa menjadi perhiasan yang menghiasi suami (dan sebaliknya), dan bisa memperindah sang suami (dan sebaliknya), jika sang istr/suami bisa melakukan ini dengan baik, niscaya kekurangan-kekurangan, ketidak- indahan dan ketidak harmonisan dalam rumah tangga akan bisa tertutupi dan terlengkapi.
begitulah, Allah membuat matsal/perumpamaan dari sesuatu yang agaknya sederhana untuk menguraikan hal yang sebenarnya sangat fundamen dalam tatanan kehidupan dimasyarakat, inilah salah satu bentuk kehebatan bahasa Al Quran, salah satu keindahan struktur kata dalam Al Quran, yang tidak akan ada pujangga dimanapun bisa melakukan apa lagi menandinginya.
semoga (kita) bisa menjadi pakaian yang baik bagi pasangan (sah/resmi) kita masing-masing dan juga sebaliknya
Ù‡ُÙ†َّ Ù„ِبَاسٌ Ù„َÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ Ù„ِبَاسٌ Ù„َÙ‡ُÙ†َّ
mereka (para istri) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
dari petikan ayat diatas, sebenarnya Allah telah memberikan konsep secara sederhana dalam membina keluarga {baca: pasutri} yang sakinah (penuh ketenangan dan ketentraman), mawaddah (penuh cinta), Ar Rahmah (penuh kasih).
dari beberapa kata mulia diatas, jika bisa memahaminya dengan mendalam, sebenarnya memilki makna yang sangat luas dan komprehensip {jami' mani'}. sungguh Maha Cerdas Allah dalam memberikan matsal atau perumpamaan untuk PASUTRI.
Allah SWT. memakai istilah Pakaian (Al Libas) untuk menggambarkan sosok seorang suami dalam sebuah rumah tangga sebagaimana juga Allah menggambarkannya sebagai sosok istri.
Masya Allah......! pakaian, sepertinya memang hal biasa dan yang biasa kita pakai sehari-hari, yang kadang juga pakaian biasa saja, kadang juga yang ber-merek mahal, karena diakui atau tidak memakai pakaian bermerek lebih bisa menambah pe-de bagi sang pemakai, juga bisa meningkatkan strata sosial dilingkungan sekitar, karena sudah bisa dipastikan/diperkirakan/disangka sang pemakai adalah orang ber-duit alias tajir.tapi ternyata tidak sesederhana itu permasalahannya, dan ceritanya juga akan berbeda ketika sebuah kata atau istilah pakaian dipinjam oleh Allah SWT. untuk menghiasi untaian indah dalam Al Quran-Nya, yaitu kitab suci yang menurut survei adalah kitab suci yang paling banyak dibaca dan dihafal oleh orang seluruh dunia setiap harinya.
kembali keayat diatas, Allah SWT. berfirman yang artinya "mereka (para istri) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka" artinya bahwa, berangkat dari fungsi pakaian secara garis besar menurut versi syara' adalah
1. menutupi 'aurot
2. melindungi tubuh atau badan
3. menghiasi atau memperindah penampilan
mengapa (saya) dalam tulisan ini memakai istilah versi syara' , adalah lebih karena dizaman sekarang yang penuh dengan hegemoni life style (gandrung kepada gaya hidup) telah terjadi pergeseran makna, fungsi dan tujuan berpakaian. dizaman sekarang ini pakaian lebih merupakan suatu hiasan atau befungsi memperindah tubuh, bukan untuk tujuan menutup aurot atau melindungi tubuh dari panas matahari atau hal lain. buktinya disana (semoga tidak disini) makin banyak cewek yang keluar rumah dengan kostum seadanya (hmmmmmmmm.... kaifa nadzortu wakaifa la andzuru).
kembali ke fungsi pakaian versi syara' yakni :
1. menutupi aurot
artinya adalah bahwa seorang istri seharusnya/idealnya bisa menjadi satir/penutup sang suami (dan sebaliknya), bisa menjaga rahasia-rahasia sang suami, bisa menutupi kekurangan suami dan bisa melengkapi dan menjadi pelengkap yang baik nan indah bagi suami (dan sebaliknya).
2. melindungi tubuh atau badan
artinya adalah bahwa seorang istri hendaknya bisa melindungi suaminya (dan juga sebaliknya) dari segala hal yang tidak meng-enakkan, hal yang bisa menyakitkan, hal yang bisa membuat retaknya bahtera rumah tangga.
3. menghiasi atau memperindah penampilan
artinya adalah ketika sang istri (juga sang suami) sudah bisa menjalankan apa yang telah disebutkan pada poin 1, dan 2, hendaknya seorang istri (juga suami) bisa menjadi perhiasan yang menghiasi suami (dan sebaliknya), dan bisa memperindah sang suami (dan sebaliknya), jika sang istr/suami bisa melakukan ini dengan baik, niscaya kekurangan-kekurangan, ketidak- indahan dan ketidak harmonisan dalam rumah tangga akan bisa tertutupi dan terlengkapi.
begitulah, Allah membuat matsal/perumpamaan dari sesuatu yang agaknya sederhana untuk menguraikan hal yang sebenarnya sangat fundamen dalam tatanan kehidupan dimasyarakat, inilah salah satu bentuk kehebatan bahasa Al Quran, salah satu keindahan struktur kata dalam Al Quran, yang tidak akan ada pujangga dimanapun bisa melakukan apa lagi menandinginya.
semoga (kita) bisa menjadi pakaian yang baik bagi pasangan (sah/resmi) kita masing-masing dan juga sebaliknya