SURO SUDIRO JAYANIKANG RAT SWUH BRASTA TEKAPING ULAH DHARMASTUTI
ꦱꦸꦫꦱꦸꦣꦶꦫꦗꦪꦤꦶꦏꦁꦫꦠ꧀
ꦱ꧀ꦮꦸꦃꦧꦿꦱ꧀ꦛꦠꦼꦏꦥꦶꦁꦈꦭꦃꦣꦂꦩꦱ꧀ꦠꦸꦠꦶ
Sura Sudira Jayanikang Rat
Swuh Brastha Tekaping Ulah Dharmastuti
Aksara Jawanipun :
ꦱꦸꦫꦱꦸꦣꦶꦫꦗꦪꦤꦶꦏꦁꦫꦠ꧀
ꦱ꧀ꦮꦸꦃꦧꦿꦱ꧀ꦛꦠꦼꦏꦥꦶꦁꦈꦭꦃꦣꦂꦩꦱ꧀ꦠꦸꦠꦶ
Jagra angkara winangun
sudira marjayeng westhi
puwara kasud kawasa
sastraning jro wedha muni
sura dira jayaningrat
lebur dening pangastuti
Aksara Jawanipun :
ꦗꦒꦿꦄꦁꦏꦫꦮꦶꦤꦔꦸꦤ꧀
ꦱꦸꦣꦶꦫꦩꦂꦗꦪꦺꦁꦮꦼꦱ꧀ꦛꦶ
ꦥꦸꦮꦫꦏꦱꦸꦣ꧀ꦏꦮꦱ
ꦱꦱ꧀ꦠꦿꦤꦶꦁꦗꦿꦺꦴꦮꦼꦣꦩꦸꦤꦶ
ꦱꦸꦫꦣꦶꦫꦗꦪꦤꦶꦔꦿꦠ꧀
ꦊꦧꦸꦂꦣꦼꦤꦶꦁꦥꦔꦱ꧀ꦠꦸꦠꦶ
Ring janma kang winangun
kumenyar wimbaning rawi
prabangkara dumipeng rat
menang kang sarwa dumadi
ambeg santa paramarta
puwara anyakrawati
Aksara Jawanipun :
ꦫꦶꦁꦗꦤ꧀ꦩꦏꦁꦮꦶꦤꦔꦸꦤ꧀
ꦏꦸꦩꦺꦚꦂꦮꦶꦩ꧀ꦧꦤꦶꦁꦫꦮꦶ
ꦥꦿꦧꦁꦏꦫꦣꦸꦩꦶꦥꦺꦁꦫꦠ꧀
ꦩꦼꦤꦁꦏꦁꦱꦂꦮꦣꦸꦩꦣꦶ
ꦄꦩ꧀ꦧꦺꦒ꧀ꦱꦤ꧀ꦠꦥꦫꦩꦂꦠ
ꦥꦸꦮꦫꦄꦚꦏꦿꦮꦠꦶ
Artinya :
- Orang yang karena keberanian/kesaktian/kepandaiannya serta tidak pernah/mau terkalahkan dan merasa benar/kuat sendiri akhirnya tidak akan kuat memegang kendali kekuasaannya sehingga tumbuhlah sifat angkara murka/egois, sifat angkara murka tersebut akan dikalahkan dengan sikap panembah dan lembutnya kasih sayang.
- Orang utama yang sudah mampu menata hawa nafsu (tidak bersifat angkara murka/egosentris) akan bercahaya seperti matahari sinarnya menerangi jagad dan mengalahkan seluruh mahkluk wataknya sabar, adil dan bijaksana akhirnya bisa menguasai jagad (menjadi pemimpin sejati)
R.Ng. Ranggawarsito(1802-1873); pupuh kinanthi serat witaradya;
kisah raden citrasoma putra Sang Prabu Aji Pamasa di negara Witaradya
SURA SUDIRO JAYANIKANG RAT, SWUH BRASTHA TEKAPING ULAH DHARMASTUTI
ꦱꦸꦫꦱꦸꦣꦶꦫꦗꦪꦤꦶꦏꦁꦫꦠ꧀
ꦱ꧀ꦮꦸꦃꦧꦿꦱ꧀ꦛꦠꦼꦏꦥꦶꦁꦈꦭꦃꦣꦂꦩꦱ꧀ꦠꦸꦠꦶ
Bahwasanya, betapapun hebatnya seseorang, saktinya mandraguna kebal dari segala senjata, namun manakala dalam lembaran hidupnya selalu dilumuri oleh ulah tingkah yang adigang – adigung – adiguno maka pada saatnya niscayalah akan jatuh tersungkur dan lebur oleh ulah pakarti luhur.
- Adigang – Adigung – Adiguna : Sikap yang selalu mengandalkan kekuatan maupun kekuasaannya dan berbuat sewenang–wenang serta selalu menggunakan aji mumpung.
- Ulah pakarti luhur : Sikap dan tindak perbuatan yang mengutamakan berlakunya nilai–nilai kemanusiaan yang luhur dan beradap guna menuju ke arah terciptanya suatu masyarakat sejahtera lahir maupun batin, sebagai yang dimaksudkan dengan istilah pangastuti ataupun dharmastuti.
- Pangastuti / Dharmastuti : Nilai – nilai filsafat timur yang pada hakekatnya sudah menjelma menjadi tata nilai kehidupan, dimana setiap kejahatan pasti akan dapat dihancurkan oleh kebajikan, oleh ulah pakarti yang baik, oleh berlakunya nilai–nilai keadilan dan kebenaran.
- Suro : Keberanian dalam diri manusia, mempunyai sifat keberanian. Entah itu berani karena benar, berani karena jaga image, berani karena sok jago, berani karena isin mundur atau yang lain, sifat ini sebenarnya bagus tapi kalau sudah melanggar aturan–aturan ya sama aja bohong.
- Diro : Kekuatan, Manusia mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Apabila dalam keadaan terdesak maka kekuatan yang akan timbul bisa lebih besar lagi dari biasanya. Akan tetapi, sekarang ini banyak manusia yang hanya mengandalkan kekuatannya, sehingga menimbulkan kerusakan dimana–mana. Hal ini nantinya akan berdampak kurang baik bagi siapapun juga termasuk yang menggunakan kekuatan secara berlebihan.
- Joyo : Kejayaan. Sebagai dari kita mungkin pernah merasakan bagaimana rasanya apabila kita selalu menjadi yang terdepan, kita selalu menjadi yang terbaik diantara yang lainnya. Nantinya apabila ini menjadi berlebihan maka kita akan menjadi sombong, pongah dan menjadi manusia yang tidak ingin kalah. Bukanlah mengalah tidak selamanya kalah ?
- Jayaningrat : bergelimangan dengan kenikmatan duniawi. Ningrat disini mungkin bisa diartikan bahwa kita berkecukupan namun itu tidak menjadikan kita sebagai manusia yang rendah hati tetapi malah menjadi takabur akan kemewahan yang kita miliki sehingga melupakan yang lainnya.
- Lebur : Hancur, Musna. Lebur artinya dilebur atau dimusnahkan atau dihancurkan. Ini mempunyai arti sesuatu yang nantinya akan dihancurkan.
- Dening : Dengan.
- Pangastuti : Kebijaksanaan, Kasih Sayang, Kebaikan.
- Surodiro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti adalah Semua Keberanian, Kekuatan, Kejayaan, dan Kemewahan yang ada didalam diri manusia yang menimbulkan kerusakan, ketakaburan, kelicikan dan angkara murka akan dikalahkan, dihancurkan oleh kebijaksanaan, Kasih Sayang, dan Kebaikan yang ada di sisi lain dari manusia itu sendiri.
Sura Sudira Jayanikang Rat
Swuh Brastha Tekaping Ulah Dharmastuti
ꦱꦸꦫꦱꦸꦣꦶꦫꦗꦪꦤꦶꦏꦁꦫꦠ꧀
ꦱ꧀ꦮꦸꦃꦧꦿꦱ꧀ꦛꦠꦼꦏꦥꦶꦁꦈꦭꦃꦣꦂꦩꦱ꧀ꦠꦸꦠꦶ
Sura Dira Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti artinya segala sifat keras hati, picik, dan angkara murka akan luluh (terkalahkan) oleh kelembutan hati, kebijaksanaan, dan kesabaran. Ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati terletak pada kebaikan dan kelembutan, dan bahwa kejahatan dapat dikalahkan dengan kebajikan.
- Sura Dira Jayaningrat : Merujuk pada keberanian, kekuatan, dan kekuasaan.
- Lebur dening Pangastuti : Berarti luluh, terkalahkan oleh kelembutan, kebijaksanaan, dan kesabaran.
- Makna : Ungkapan ini adalah filosofi hidup yang mengajarkan untuk tidak bertindak reaktif terhadap provokasi, melainkan mengendalikan diri dan bertindak dengan bijak, serta mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.
- Contoh : Dalam kisah pewayangan, keberanian dan kekuasaan Pandawa (kebenaran) akhirnya mengalahkan Kurawa (kejahatan) yang angkara murka, sesuai dengan makna ungkapan ini.
- Asal usul : Ungkapan ini berasal dari puisi "Pupuh Kinanthi" dalam Serat Witaradya karya pujangga R.Ng. Ranggawarsita.
Sura Dira Jayaningrat
ꦱꦸꦫꦣꦶꦫꦗꦪꦤꦶꦔꦿꦠ꧀
Suro diro jayaningrat, lebur dening pangastuti atau yang bahasa Jawa kunonya “Sura sudira jayanikang rat, suh brastha tekaping ulah dharmastuti” bahwasanya, betapapun hebatnya seseorang, yang sakti mandraguna kebal dari segala senjata, namun manakala dalam lembaran hidupnya selalu dilumuri oleh ulah tingkah yang adigang-adigung-adiguna (mengandalkan kekuatan maupun kekuasaannya sehingga bisa berbuat sewenang-wenang dengan serta merta aji mumpungnya, maka pada saatnya niscayalah akan jatuh tersungkur dan lebur oleh ulah pakarti luhur (tindak perbuatan yang mengutamakan berlakunya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan beradab guna menuju kearah terciptanya suatu masyarakat sejahtera lahir maupun batin, sebagai yang dimaksudkan dengan istilah pangastuti ataupun dharmastuti). Nilai-nilai filasfat timur yang pada hakekatnya sudah menjelma menjadi tata nilai kehidupan, dimana setiap kejahatan pasti akan dapat dihancurkan oleh kebajikan, oleh ulah pakarti yang baik, oleh berlakunya nilai-nilai keadilan dan kebenaran.
Sura Dira Jayaningrat dapat berarti juga segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.
Contohnya kisah yang dialami Oleh Nyai Pamekas :
Alkisah sang putra mahkota jatuh cinta kepada istri Tumenggung Suralathi yang bernama Nyai Pamekas, seorang wanita yang sepantaran dengan dirinya. Wanita yang tidak hanya cantik lahiriyah tetapi juga suci hatinya. Begitu gandrungnya sang pangeran, sampai pada suatu saat Ki Tumenggung sedang dinas luar, beliau mendatangi Nyai Pamekas yang kebetulan sedang sendirian, untuk menyatakan maksud hatinya yang mabuk kepayang Dengan tutur kata lembut dan "ulat sumeh" Nyai Pamekas berupaya menyadarkan R Citrasoma dari niat tidak baiknya, karena jelas menyeleweng dari sifat seorang ksatria dan melanggar norma-norma kesusilaan, tetapi sang Pangeran tetap ngotot.
Nyai Pamekas mencoba ulur waktu, dengan mengingatkan bahwa ada banyak orang disitu yang berpeluang melihat perbuatan R Citrasoma, kecuali di"sirep" (dibuat tidur dengan ilmu sirep) Bagi seorang yang sakti mandraguna seperti R Citrasoma, tentu saja menyirep orang bukan hal besar.
Ketika semua orang tertidur, kembali Nyai Pamekas mengingatkan bahwa masih ada dua orang yang belum tidur yaitu Nyai Pamekas dan R Citrasoma sendiri. Lebih dari pada itu, masih ada satu lagi yang tidak pernah tidur dan melihat perbuatan R Citrasoma, yaitu Allah yang Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
R Citrasoma terhenyak dan sadar. Minta maaf kemudian kembali ke kediamannya. Nyai Pamekas berhasil mengatasi nafsu angkara tidak dengan kekerasan. Mungkin juga kalau keras dilawan keras justru akan terjadi hal yang tidak baik. Kelembutan dan kesabaran ternyata berhasil meluluhkan kekerasan.
semua keberanian...
kekuatan...
kejayaan...
dan kemewahan yang ada di dalam diri manusia...
yang menimbulkan kerusakan, ketakaburan, kelicikan dan Angkara-murka...
akan di kalahkan, di hancurkan oleh
kebijaksanaan...
kasih sayang...
dan kebaikan yang ada di dalam diri manusia itu sendiri...
kebaikan di dalam diri manusia
akan selalu mengalahkan keburukan yang ada di dalam diri manusia
menguatkan sisi jiwa yang baik
akan meredam sisi jiwa yang buruk
SURA DIRA JAYANING RAT LEBUR DENING PANGASTUTI
꧋ꦱꦸꦫꦣꦶꦫꦗꦪꦤꦶꦁꦫꦠ꧀ꦊꦧꦸꦂꦣꦼꦤꦶꦁꦥꦔꦱ꧀ꦠꦸꦠꦶ
Sura dira jayaning rat lebur dening pangastuti adalah ungkapan bahasa Jawa yang paling saya sukai. Maknanya kurang lebih: Keberanian, kedigdayaan dan kekuasaan dapat dikalahkan dengan panembah. Segala sifat angkara, lebur dengan kesabaran dan kelembutan. Kata-kata bijak ini bisa kita baca dimana-mana, bahkan ditempel dimana saja, mungkin juga yang menulis atau menempel tidak terlalu paham artinya.
Sura dira jayaning rat lebur dening pangastuti adalah bagian dari salah satu bait Pupuh Kinanthi dalam Serat Witaradya buah karya R Ngabehi Ranggawarsita (1802-1873) pujangga besar Kasunanan Surakarta, yang mengisahkan R Citrasoma, putra Sang Prabu Aji Pamasa di negara Witaradya.
Berikut Pupuh Kinanthi :
1. Jagra angkara winangun;
2. Sudira marjayeng westhi;
3. Puwara kasub kawasa;
4. Sastraning jro Wedha muni*);
5. Sura dira jayaning rat;
6. Lebur dening pangastuti
Catatan :
*) Ada yang menulis (4) “Wasita jro wedha muni”
Terjemahan kata per kata merujuk Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939 sebagai berikut :
1. Jagra : Bangun (dalam pengertian “melek”); Angkara: Angkara; Winangun: Diwujudkan (Wangun: Wujud);
2. Sudira : Amat berani; Marjayeng : Jaya ing, menang dalam ... ; Westhi : Marabahaya;
3. Puwara : Akhirnya; Kasub: terkenal, kondang; Kawasa: Kuasa;
4. Sastra : Tulisan, surat-surat, buku-buku; Jro : Jero, Di dalam; Wedha : Ilmu pengetahuan, Kitab-kitab ilmu; Muni: berbicara;
5. Sura : Berani; Dira : Berani, kokoh; Jaya: menang; Ningrat: Bangsawan, tetapi Ning : Di; Rat : Jagad;
Terjemahan bebasnya kurang lebih sebagai berikut :
Baris ke 1 sd 3 menunjukkan orang yang karena keberanian dan kesaktiannya ia tidak pernah terkalahkan, akhirnya tidak kuat memegang kekuasaan dan tumbuh sifat angkara. Sedangkan baris ke 4 sd 6 menjelaskan bahwa menurut kitab-kitab ilmu pengetahuan, sifat angkara tersebut dapat dikalahkan dengan kelembutan.
Di bawah adalah kisah pendukung Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti yang dapat dibaca pada Serat Witaradya, tentang kesetiaan seorang istri yang dapat mencegah niat buruk laki-laki dengan pangastuti.
Imajiner Nuswantoro

