Prasasti Mula Malurung
![]() |
Prasasti Mula Malurung 1255 M |
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singhasari.
Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Prasasti Mula Malurung berisi tentang penetapan anugerah desa Mula dan Malurung sebagai sima (tanah bebas pajak) kepada tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini dikeluarkan oleh Kertanegara pada tahun 1255 M sebagai raja muda di Daha (Kadiri) atas perintah ayahnya, Wisnuwardhana, yang merupakan raja Singasari. Selain itu, prasasti ini juga mencatat silsilah raja-raja Singasari, termasuk nama Kertanegara dan Wisnuwardhana, serta menyebutkan nama-nama tokoh lain seperti Parameswara dan Seminingrat.
Isi penting Prasasti Mula Malurung
1. Pemberian Sima.
Prasasti ini menetapkan desa Mula dan Malurung sebagai sima perdikan (bebas pajak) untuk Pranaraja.
2. Raja-Raja Singasari.
Prasasti ini menyebutkan nama-nama raja Singasari, termasuk Kertanegara dan Wisnuwardhana.
3, Silsilah Raja.
Prasasti ini mencatat silsilah raja-raja Singasari, termasuk hubungan antara Wisnuwardhana dengan Kertanegara.
4. Tokoh Lain:
Prasasti ini juga menyebutkan nama-nama tokoh lain seperti Parameswara, Seminingrat, dan Guningbhaya.
5. Perintah Kertanegara.
Prasasti ini dikeluarkan atas perintah Kertanegara, yang saat itu menjabat sebagai raja muda di Daha.
6. Tahun 1255 M.
Prasasti ini diterbitkan pada tahun 1255 Masehi.
7. Lempengan Tembaga.
Prasasti ini terdiri dari lempengan-lempengan tembaga yang ditemukan di daerah Kediri.
8. Hubungan dengan Kadiri.
Prasasti ini menunjukkan hubungan antara Singasari dan Kadiri, dengan Kertanegara sebagai raja muda di Kadiri.
Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung (bahasa Jawa: ꦥꦿꦯꦴꦱ꧀ꦠꦶꦩꦹꦭꦩꦭꦸꦫꦸꦁ, translit. Mūla-Maluruŋ) Adalah prasasti berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan oleh Kṛtanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kaḍiri, atas perintah ayahnya Wiṣṇuwarddhana raja Siŋhasāri. Dan merupakan piagam pengesahan penganugrahan Desa Mula dan Desa Malurung untuk tokoh bernama Saŋ Prāṇarāja.
Kumpulan lempengan dari prasasti Mula & Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur, Indonesia. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.[1]
Ringkasan isi
Naskah prasasti pada 10 lempeng pertama telah diterjemahkan dan dianalis oleh Slamet Muljana dan dimuat dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979). Dari uraiannya, naskah prasasti tersebut diperkirakan terdiri atas sepuluh lempeng, tetapi lempengan kedua, keempat, dan keenam tidak ditemukan.[2] Isinya adalah sebagai berikut:
Lempengan pertama berisi perintah Kertanagara untuk menerbitkan prasasti sebagai piagam pengesahan anugerah Bhatara Parameswara dan Seminingrat, sebagai penguasa Jawa.
Lempengan ketiga berisi pengabdian Pranaraja terhadap raja-raja sebelumnya. Kertanagara disebut sebagai putra Seminingrat dan Waning Hyun. Waning Hyun adalah putri Parameswara. Pengganti Parameswara adalah Guningbhaya lalu Tohjaya. Sepeninggal Tohjaya, Seminingrat menyatukan kembali kerajaan Tumapel.
Lempengan kelima berisi kesetiaan Pranaraja terhadap Seminingrat. Juga berisi puji-pujian untuk Seminingrat.
Lempengan ketujuh berisi lanjutan nama-nama raja bawahan yang diangkat Seminingrat, antara lain Kertanagara di Kadiri dan Jayakatwang di Gelanggelang.
Lempengan kedelapan berisi ungkapan terima kasih para abdi yang dipimpin Ramapati atas anugerah raja.
Lempengan kesembilan berisi anugerah untuk Pranaraja adalah desa Mula dan desa Malurung. Disebutkan pula bahwa Seminingrat adalah cucu Bhatara Siwa pendiri kerajaan.
Lempengan kesepuluh berisi perintah Seminingrat melalui Ramapati supaya Kertanagara mengesahkan anugerah tersebut untuk Pranaraja.
Tokoh Pranaraja
Pranaraja yang mendapat hadiah desa Mula dan desa Malurung disebutkan sebagai seorang pegawai kerajaan Kadiri yang setia dan rajin. Ia mengabdi pada tiga raja sebelum Kertanagara, yaitu Bhatara Parameswara, Guningbhaya, dan Tohjaya. Adapun Kertanagara saat itu (1255) baru menjadi raja bawahan di Kadiri, belum menjadi raja Singhasari. Hadiah untuk Pranaraja telah dijanjikan oleh Seminingrat raja Tumapel. Seminingrat lalu memerintahkan putranya, Kertanagara untuk melaksanakannya. Seminingrat merupakan nama lain dari Raja Wisnuwardhana.
Tokoh bernama Pranaraja juga ditemukan dalam Pararaton, yaitu nama seorang pembantu Tohjaya yang mengusulkan supaya Ranggawuni dan Mahisa Campaka dibunuh. Namun pengarang Pararaton mengisahkan Pranaraja sebagai seorang penghasut.
Fakta baru Singhasari
Keterangan pada prasasti Mula Malurung dianggap lebih akurat dibandingkan Pararaton ataupun Nagarakretagama, isi piagam tersebut telah menampilkan fakta-fakta baru antara lain :
- Pendiri Kerajaan Tumapel bernama Bhatara Siwa. Bhatara Siwa adalah sebutan lain untuk Sang Rajasa alias Ken Angrok.
- Setelah ditaklukkan Tumapel, Kadiri kemudian diperintah oleh Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa. Hal ini berbeda dengan keterangan menurut Nagarakretagama yang menyatakan bahwa Kadiri diserahkan pada Jayasabha, putra Kertajaya.
- Bhatara Parameswara digantikan adiknya yang bernama Guningbhaya.
- Guningbhaya digantikan kakaknya yang bernama Apanji Tohjaya.
- Tohjaya dengan demikian adalah seorang raja Kadiri. Hal ini berbeda dengan Pararaton, yang menyatakan bahwa Tohjaya adalah raja Singhasari.
- Sepeninggal Tohjaya, Kadiri disatukan dengan Tumapel oleh Seminingrat (alias Wisnuwardhana).
- Kertanagara putra Seminingrat diangkat sebagai raja bawahan di Kadiri karena ia lahir dari Waning Hyun, putri Bhatara Parameswara.
- Jayakatwang menantu Seminingrat diangkat sebagai raja bawahan di Gelanggelang (sekarang adalah daerah di selatan Madiun).
Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan atas desa Mula dan Malurung sebagai anugerah untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini diterbitkan Kertanagara tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya, Wisnuwardhana raja Singhasari.
Ringkasan Isi
- Prasasti Mula Malurung berupa lempengan-lempengan tembaga yang ditemukan pada tahun 1975 di dekat Kediri, dan kemudian disimpan dalam Musium Nasional, Jakarta.
- Naskah prasasti ini telah diterjemahkan dan dianalis oleh Slamet Muljana dan dimuat dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979).
- Dari uraiannya, naskah prasasti tersebut diperkirakan terdiri atas sepuluh lempeng, namun lempengan kedua, keempat, dan keenam tidak ditemukan.
- Lempengan pertama berisi perintah Kertanagara untuk menerbitkan prasasti sebagai piagam pengesahan anugerah Bhatara Parameswara dan Seminingrat penguasa Jawa.
- Lempengan ketiga berisi pengabdian Pranaraja terhadap raja-raja sebelumnya. Kertanagara disebut sebagai putra Seminingrat dan Waning Hyun. Waning Hyun adalah putri Parameswara. Pengganti Parameswara adalah Guningbhaya lalu Tohjaya. Sepeninggal Tohjaya, Seminingrat menyatukan kembali kerajaan Tumapel.
- Lempengan kelima berisi kesetiaan Pranaraja terhadap Seminingrat. Juga berisi puji-pujian untuk Seminingrat.
- Lempengan ketujuh berisi lanjutan nama-nama raja bawahan yang diangkat Seminingrat, antara lain Kertanagara di Kadiri dan Jayakatwang di Gelang-Gelang.
- Lempengan kedelapan berisi ungkapan terima kasih para abdi yang dipimpin Ramapati atas anugerah raja.
- Lempengan kesembilan berisi anugerah untuk Pranaraja adalah desa Mula dan Malurung. Disebutkan pula Seminingrat adalah cucu Bhatara Siwa pendiri kerajaan.
- Lempengan kesepuluh berisi perintah Seminingrat melalui Ramapati supaya Kertanagara mengesahkan anugerah tersebut untuk Pranaraja.
Tokoh Pranaraja
Pranaraja yang mendapat hadiah desa Mula dan Malurung disebutkan sebagai seorang pegawai kerajaan Kadiri yang setia dan rajin. Ia mengabdi pada tiga raja sebelum Kertanagara yaitu Bhatara Parameswara, Guningbhaya, dan Tohjaya. Adapun Kertanagara saat itu (1255) baru menjadi raja bawahan di Kadiri, belum menjadi raja Singhasari.
Hadiah untuk Pranaraja telah dijanjikan oleh Seminingrat raja Tumapel. Seminingrat lalu memerintahkan putranya, Kertanagara untuk melaksanakannya. Seminingrat di sini merupakan nama lain dari Raja Wisnuwardhana.
Tokoh Pranaraja juga ditemukan dalam Pararaton sebagai pembantu Tohjaya yang mengusulkan supaya Ranggawuni dan Mahisa Campaka dibunuh. Rupanya pengarang Pararaton secara samar-samar mengetahui adanya tokoh bernama Pranaraja yang pernah mengabdi pada Tohjaya. Namun karena tidak mengetahui jasa-jasanya, maka Pranaraja pun dikisahkan sebagai seorang penghasut.
Fakta Baru Seputar Sejarah Singhasari
Berdasarkan uraian naskah prasasti Mula Malurung, yang jelas lebih akurat dibandingkan Pararaton ataupun Nagarakretagama, diperoleh fakta-fakta baru antara lain:
Pendiri Kerajaan Tumapel bernama Bhatara Siwa. Bhatara Siwa adalah nama lain Sang Rajasa alias Ken Arok.
Kadiri setelah ditaklukkan Tumapel tidak diserahkan pada Jayasabha putra Kertajaya (menurut Nagarakretagama), melainkan diperintah oleh Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa.
Bhatara Parameswara digantikan adiknya, bernama Guningbhaya.
Guningbhaya digantikan kakaknya, bernama Tohjaya.
Tohjaya adalah raja Kadiri, bukan raja Singhasari (menurut Pararaton).
Sepeninggal Tohjaya, Kadiri disatukan dengan Tumapel oleh Seminingrat (alias Wisnuwardhana).
Kertanagara putra Seminingrat diangkat sebagai raja bawahan di Kadiri karena ia lahir dari Waning Hyun putri Bhatara Parameswara.
Jayakatwang menantu Seminingrat diangkat sebagai raja bawahan di Gelanggelang (sekarang adalah daerah di selatan Madiun).
Sumber Referensi :
- Intrik Berdarah Tak Jemu-jemu, Kompas, 31 Maret 2003, dalam Katherine Purwanto, Laporan Hasil Penelitian: Candi Jago Dan Cerita Kunjarakarna Dalam Konteks Masa Kini, Lampiran D, Universitas Muhammadiyah Malang kerjasama dengan Australian Consortium for In-country Indonesian Studies, Mei 2005, Malang
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Kepustakaan
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir sejarahnya. Jakarta: Bhratara
- Sidomulyo, Hadi (2010). "From Kuṭa Rāja to Singhasāri: Towards a Revision of the Dynastic History of 13th Century Java". Archipel. 80 (1): 77–138. doi:10.3406/arch.2010.4177.
Koleksi Artikel Imajiner Nuswantoro