Ojo turu sore kaki.
Ono Dewo Nglanglang Jagad
Ojo turu sore kaki
Ono dewo nglanglang jagad
Nyangking bokor kencanane
Isine dungo tetulak,
sandang kalawan pangan
Yoiku bagianipun
Wong melek, sabar, narimo
Pernahkan mendengar tembang atau lagu dengan syair seperti di atas? Sebagian besar orang Jawa pastinya, minimal pernah mendengarnya. Meski, tidak semua memahami artinya. Terutama bagi generasi muda saat ini. Meski berasal dari Jawa, namun banyak yang tidak terbiasa memakai bahasa 'ibu' atau bahkan tidak bisa sama sekali.
Syair di atas adalah petikan dari tembang Asmaradana. 'Lagu' atau Asmaradana sendiri sudah mempunyai 'pakem' aransemen sendiri, sedangkan jenis syairnya bisa bermacam-macam. Saya sendiri kurang bisa 'nembang' Jawa, hahahaha,.. :D Tapi, setidaknya dari setiap lirik yang bisa kita baca, terkandung makna atau pesan dari sang pencipta syair.
"Ojo Turu Sore Kaki"
Secara fisiologis, bahwa waktu sore adalah pergantian antar waktu. Batas antara siang dan malam. Masyarakat Jawa pada umumnya 'melarang' pada waktu ini untuk tidur. Entah apa maksud sebenarnya dari larangan ini, tapi saya sendiri kalau tidur pada waktu sore, misalnya jam 4 sore dan bangun sekitar maghrib, maka biasanya bangun dalam keadaan pusing dan seperti 'nyawa' belum komplit, akibatnya sering merasa 'ngawang-ngawang'. Atau, bisa jadi saya sudah 'terhipnosis' dengan 'larangan' tersebut! Hahahaha,.. akibatnya, saat melanggarnya maka terjadilah hal-hal yang kurang menyenangkan!
"Ojo Turu Sore Kaki"
Sebaris kalimat di atas bisa diartikan dengan sederhana "Janganlah tidur sore anak-anak".
Apakah artinya hanya sebatas tidak boleh tidur pada saat sore hari?
Menurut 'wangsit' yang saya dapatkan, ternyata maknanya bukan hanya itu.
Jangan tergesa-gesa masuk dalam alam 'tidur'. Tidur yang dimaksud bukanlah tidur dengan memejamkan mata. Namun, memejamkan kesadaran kita akan kondisi diri sendiri dan sekeliling. Kita, eh..saya aja ding yang jadi contohnya, hihiihi... kerap 'ketiduran' dalam kenyamanan yang luar biasa dengan diri sendiri, padahal masih banyak PR yang harus dibenahi. Keasyikan melayang-layang dalam lamunan tentang masa depan yang indah, namun 'lupa' dengan yang 'saat ini' harus dikerjakan. Anak istri membutuhkan ketercukupan perhatian, kasih sayang, sandang pangan; kadangkala saya malahan asyik dengan mainan sendiri. Mainan pokemon contohnya,... ngejar-ngejar sesuatu yang menyeramkan,saat ditubruk dan mendapatkannya, hanya dapat 'point' bayangan .. wkwkwk :v
Jika saya sudah 'ndak' ada kesadaran dengan diri sendiri dan keluarga, apalagi buat yang lebih luas lagi ? Ah, kasihannya saya : 3
Ono dewo nglanglang jagad
Nyangking bokor kencanane
Isine dungo tetulak
"Ada Dewa sedang berkeliling dunia"
"Menjinjing bejana emas"
"Isinya doa tolak bala"
Adalah metafora. Bahwa setiap saat ada kesadaran yang hadir di dalam diri manusia. Menyadari dengan setiap peran yang sedang berlaku padanya. Kesadaran ini ibarat bokor atau bejana yang terbuat dari emas, berisi air bunga. Berisi sari-sari kesadaran yang mengharum dalam kemanusiaan. Mengharum dalam kemanusiawian. Terlepaslah dari segala ketidaksadaran. Dari keterlelapan.
Selalu dalam kesadaran, "Ojo turu sore kaki". Mainkan peran kemanusiawian dengan penuh kegembiraan. Bekerja menghidupi keluarga, membantu sesama hidup, berkarya apapun yang mampu dilakukan, tentu dengan segala kemanusiawian yang kita punya.
Itulah bagian untuk setiap orang yang 'melek sabar', dan menerima.
'Melek Sabar' artinya menyadari setiap momen yang sedang terjadi pada dirinya dengan penuh perhatian. Di atas segala sesuatu yang sedang terjadi, maka menerimanya dengan apa adanya. Itulah yang terjadi. Setiap kejadian yang telah dan sedang berlaku, itulah yang ada. Setiap usaha untuk tidak menerima segala kejadian hanyalah sebuah kesia-siaan, layaknya ingin membendung terbitnya pagi, padahal matahari sudah menyembul di ufuk timur.
Tembang Macapat Asmaradana Ojo Turu Sore Kaki
Ojo turu soré kaki
Ono Déwo nglanglang jagad
Nyangking bokor kencanané
Isiné dòngo tetulak
Sandhang kalawan pangan
Yoiku bagèyanipun
Wong melèk sabar narimo
Ingkang biso nemu iki
Nora saben sok uwongo
Kudu ono pilihané
Kang weruh lakuné jaman
Eling kanthi waspodo
Tindhak luwajuh lan jujur
Ingkang antuk kamurahan
Aywo siro banjur wedi
Samar nora kanduman
Elingo marang kodraté
Pangéran luwih kawoso
Adil tanpo umpumo
Sopo ngèstok.eno dhawuh
Sayekti antuk nugroho
Nugrahaniro Hyang Widdhi
Tan keno kiniro.niro
Margo sèwu dedalané
Yògyo dèn sabar darono
Ojo keseso.seso
Grusa grusu mbarung binuh
Ngrusaké tanceping tèkad
Nugrahaniro Hyang Widdhi
Ingkang katrap ing kawulo
Waras seneng sak murwaté
Drajat nomo Wang barang
Ngèlmu tuwin kawignyan
nJurung waras senengipun
Nugroho kurang utomo
Aksara Jawanipun :
꧋ꦠꦼꦩ꧀ꦧꦁꦩꦕꦥꦠ꧀ꦄꦱ꧀ꦩꦫꦣꦤꦎꦗꦺꦴꦠꦸꦫꦸꦱꦺꦴꦫꦺꦏꦏꦶ
ꦎꦗꦺꦴꦠꦸꦫꦸꦱꦺꦴꦫꦺꦏꦏꦶ
ꦎꦤꦺꦴꦣꦺꦮꦺꦴꦔ꧀ꦭꦁꦭꦁꦗꦒꦣ꧀
ꦚꦁꦏꦶꦁꦧꦺꦴꦏꦺꦴꦂꦏꦼꦚ꧀ꦕꦤꦤꦺ
ꦆꦱꦶꦤꦺꦣ꧀òꦔꦺꦴꦠꦼꦠꦸꦭꦏ꧀
ꦱꦤ꧀ꦝꦁꦏꦭꦮꦤ꧀ꦥꦔꦤ꧀
ꦪꦺꦴꦮꦶꦏꦸꦧꦒꦺꦪꦤꦶꦥꦸꦤ꧀
ꦮꦺꦴꦁꦩꦺꦭꦺꦏ꧀ꦱꦧꦂꦤꦫꦶꦩꦺꦴ
ꦆꦁꦏꦁꦧꦶꦱꦺꦴꦤꦼꦩꦸꦆꦏꦶ
ꦤꦺꦴꦫꦱꦧꦼꦤ꧀ꦱꦺꦴꦏ꧀ꦈꦮꦺꦴꦔꦺꦴ
ꦏꦸꦣꦸꦎꦤꦺꦴꦥꦶꦭꦶꦲꦤꦺ
ꦏꦁꦮꦼꦫꦸꦃꦭꦏꦸꦤꦺꦗꦩꦤ꧀
ꦌꦭꦶꦁꦏꦤ꧀ꦛꦶꦮꦱ꧀ꦥꦺꦴꦣꦺꦴ
ꦠꦶꦤ꧀ꦝꦏ꧀ꦭꦸꦮꦗꦸꦃꦭꦤ꧀ꦗꦸꦗꦸꦂ
ꦆꦁꦏꦁꦄꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦏꦩꦸꦫꦲꦤ꧀
ꦄꦪ꧀ꦮꦺꦴꦱꦶꦫꦺꦴꦧꦚ꧀ꦗꦸꦂꦮꦼꦣꦶ
ꦱꦩꦂꦤꦺꦴꦫꦏꦤ꧀ꦝꦸꦩꦤ꧀
ꦄꦼꦭꦶꦔꦺꦴꦩꦫꦁꦏꦺꦴꦣꦿꦠꦺ
ꦥꦔꦺꦫꦤ꧀ꦭꦸꦮꦶꦃꦏꦮꦺꦴꦱꦺꦴ
ꦄꦣꦶꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦥꦺꦴꦈꦩ꧀ꦥꦸꦩꦺꦴ
ꦱꦺꦴꦥꦺꦴꦔꦺꦱ꧀ꦠꦺꦴꦏ꧀꧈ꦄꦼꦤꦺꦴꦣꦮꦸꦃ
ꦱꦪꦺꦏ꧀ꦠꦶꦄꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀ꦤꦸꦒꦿꦺꦴꦲꦺꦴ
ꦤꦸꦒꦿꦲꦤꦶꦫꦺꦴꦲꦾꦁꦮꦶꦣ꧀ꦝꦶ
ꦠꦤ꧀ꦏꦼꦤꦺꦴꦏꦶꦤꦶꦫꦺꦴ꧉ꦤꦶꦫꦺꦴ
ꦩꦂꦒꦺꦴꦱꦺꦮꦸꦣꦼꦣꦭꦤꦺ
ꦪ꧀òꦒꦾꦺꦴꦣꦺꦤ꧀ꦱꦧꦂꦣꦫꦺꦴꦤꦺꦴ
ꦎꦗꦺꦴꦏꦺꦱꦺꦱꦺꦴ꧉ꦱꦼꦱꦺꦴ
ꦒꦿꦸꦱꦒꦿꦸꦱꦸꦩ꧀ꦧꦫꦸꦁꦧꦶꦤꦸꦃ
ꦔꦿꦸꦱꦏꦺꦠꦚ꧀ꦕꦺꦥꦶꦁꦠꦺꦏꦣ꧀
ꦤꦸꦒꦿꦲꦤꦶꦫꦺꦴꦲꦾꦁꦮꦶꦣ꧀ꦝꦶ
ꦆꦁꦏꦁꦏꦠꦿꦥ꧀ꦆꦁꦏꦮꦸꦭꦺꦴ
ꦮꦫꦱ꧀ꦱꦼꦤꦼꦁꦱꦏ꧀ꦩꦸꦂꦮꦠꦺ
ꦣꦿꦗꦠ꧀ꦤꦺꦴꦩꦺꦴꦮꦁꦧꦫꦁ
ꦔꦺꦭ꧀ꦩꦸꦠꦸꦮꦶꦤ꧀ꦏꦮꦶꦒ꧀ꦚꦤ꧀
ꦚ꧀ꦗꦸꦫꦸꦁꦮꦫꦱ꧀ꦱꦼꦤꦼꦔꦶꦥꦸꦤ꧀
ꦤꦸꦒꦿꦺꦴꦲꦺꦴꦏꦸꦫꦁꦈꦠꦺꦴꦩꦺꦴ
Imajiner Nuswantoro
ꦆꦩꦗꦶꦤꦺꦂꦤꦸꦱ꧀ꦮꦤ꧀ꦠꦺꦴꦫꦺꦴ