SERAT DARMOGANDUL & SABDO PALON
(PUPUH PANGKUR SERAT DARMOGANDUL)
Sabda Palon, namanya tercuat santer di telinga masyarakat Jawa. Sosok yang banyak dipercayai orang sebagai pamomong (pengasuh) para Raja di tanah Jawa. Selain Sabda Palon ada pula Naya Genggong, sosok yang dipercaya sebagai partner nya Sabda palon.
Kisah tokoh Sabda Palon ini tidak banyak tertuang dalam sastra, sehingga menyebabkan kesulitan untuk menemukan kebenaran fakta akan tokoh Sabda Palon yang masih banyak diperdebatkan sosok nya antara ada atau fiktif belaka.
Ada salah satu Serat Sastra yang banyak memunculkan kisah Sabda Palon, yakni Serat Darmagandul. Saya rasa orang Jawa pasti tahu Serat Darmagandul. Sebetulnya Serat Darmagandul ini menceritakan detik-detik terakhir masa kejayaan Majapahit yang tumbang di hadang oleh Demak.
Isi pokok Serat Darmagandul ini menceritakan bagaimana tanah Jawa berubah keyakinan dengan wajah baru, yang semula memeluk agama Buda menjadi agama Islam.
Serat Darmagandul di tulis oleh Kiai Kalamwadi sekitar tahun 1900 Masehi. Ki Kalamwadi memberikan keterangan-keterangan mengenai perjalanan jatuh nya Majapahit, peranan Wali Songo, dan perpindahan agama Buda ke Islam.
Semua di beberkan oleh Ki Kalamwadi yang mendapatkan pengetahuan itu dari guru nya, Raden Budi.
Ada desas desus yang mengatakan bahwa Ki Kalamwadi adalah Raden Ranggawarsita.
Seorang pujangga besar budaya Jawa yang hidup di lingkungan Keraton Surakarta. Ki Kalamwadi sengaja menyamarkan nama asli nya supaya tidak diketahui banyak orang, begitulah kabar angin yang terdengar.
Dari Serat Darmagandul inilah, Saya akan mencari tahu dan pembuktian tentang siapa Sabda Palon sebenarnya, apakah Sabda Palon benar adanya ataukah fiktif belaka?!
PUPUH PANGKUR SERAT DARMAGANDUL
Sabdapalon Nayagenggong matur sendu // Kula Niki Ratu Danyang // kang rumeksa Tanah Jawi
Dengan sedih Sabdapalon Nayagenggong berkata
// Saya ini ratunya Danyang // yang menjaga Tanah Jawa.
Sinten kang dadya Narendra // inggih badhe kula among ing wuri // wus karsane Dewa Agung // punika karya kula// awit saking luhur paduka rumuhun // Sang Resi Manumayasa // Sakutrem lan Bambang Sakri.
Siapapun yang menjadi Raja // akan saya jaga di belakang // sudah menjadi kehendak Dewa Agung // itulah tugas saya // sejak dari leluhur paduka di masa lalu // Sang Resi Manumayasa // Sekutrem dan Bambang Sakri.
Prapteng mangke umur kula // wonten macapadha rong ewu warsi // langkung tigangatus // amomong lajer Jawa // boten wonten kang owah Agamanipun // netepi awit sapisan // ngleluri Agama Budi.
Umurku sampai sekarang // hidup di dunia sudah dua ribu tiga ratus tahun lebih // menjaga raja tanah jawa // tidak ada satupun yang berganti Hukum tatanegara // sejak awalnya tetap // memeluk Agama Budi (Hakikat).
Dialog pada pupuh Pungkur tersebut dapat kita ketahui bahwa Sabda Palon adalah Ratu Danyang yang memelihara tanah Jawa, dan mengasuh para leluhur Raja tanah Jawa. Sudah berusia 2000 lebih tiga tahun. Sejauh yang Saya pahami, logika nya manusia tidak mungkin bisa hidup sampai ribuan tahun.
Makhluk Tuhan yang bisa hidup usia panjang adalah bangsa halus. Maka ada kemungkinan Sabda Palon itu wujud dari makhluk halus. Itu pun usia pada dimensi halus dengan usia manusia itu berbeda.
Jika Sabda Palon menyebutkan usianya sudah 2000 tahun dengan menghitung menggunakan hitungan dimensi manusia, berarti di alam bangsa halus usia nya sudah mencapai lima kali lipat dari usia 2000 tahun itu. Tetapi, jika Sabda Palon menyebutkan usia nya dengan hitungan alam halus, tetap saja ini tidak masuk akal dengan usia manusia yang pada umum nya kuat hanya sampai 100 tahun.
Pada kutipan pupuh Pangkur tersebut, Sabda Palon menyebutkan bahwa dirinya adalah Ratu Danyang Tanah Jawa. Danyang artinya “Roh Pelindung”. Dengan demikian Sabda Palon adalah Roh Pelindung tanah Jawa. Dari sini, dapat kita tarik kesimpulan bahwasan nya Sabda Palon itu bukan lah manusia tetapi perwujudan makhluk halus!.
Ada banyak para ahli budaya dan spiritual yang mengungkapkan kenyataan Sabda Palon, entah itu menggunakan pengalaman spiritual pribadi, entah itu dari manuskrip kuno dan lain sebagainya. Untuk memahami Sabda Palon diperlukan hati dan pikiran jernih, sebab yang saya dapatkan di media Internet maupun media cetak seperti buku.
Banyak sekali penulis yang menganggap Sabda Palon adalah rekaan atau ilusi para ahli sastra untuk mengelabui orang banyak, bahkan ada yang menganggap cerita Sabda Palon adalah hanya untuk mematahkan dan menjatuhkan kalangan umat Islam.
Sebetulnya, keliru jika ada yang mengatakan bahwa Sabda Palon menjatuhkan kalangan umat Islam. Jika menelisik lebih jauh percakapan Sabda Palon dan Prabu Brawijaya V pada detik-detik Beliau akan masuk agama Islam yang tertuang pada pupuh Pangkur I Serat Darmagandul pasal 11-116. Sabda Palon mengungkapkan esensi dari Islam itu sendiri.
Sabda Palon bukan untuk menjatuhkan Islam dan bukan tidak mau memeluk Islam, karena Sabda Palon mengetahui bahwa akan banyak orang Jawa yang mengaku orang Islam namun hanya untuk alat saja.
Pada pupuh Pungkur, ada kutipan Sabda Palon yang menyinggung tentang Rumput Jawan. Yang dimaksud Rumput Jawan tidak lain adalah siloka yang memiliki arti bahwasannya akan banyak orang Jawa terlihat seperti padi namun nyata nya rumput liar belaka yang menyerupai padi.
Ucapan Sabda Palon ini mengandung arti kelak akan banyak orang Jawa yang banyak memeluk agama luar (selain Islam) terlihat seperti orang alim namun nyata nya penuh kebohongan dan kepalsuan. Banyak orang Jawa yang meninggalkan sifat Jawa nya, banyak orang Nusantara yang meninggalkan sifat keNusantaraan nya.
Tidak lagi seperti orang Jawa dan Nusantara yang berbudi pekerti luhur. Banyak orang Jawa dan Nusantara yang ikut-ikutan gaya orang luar dan melupakan jati dirinya. Nusantara akan kehilangan jati diri bangsa nya.
Hal demikianlah yang tidak dikehendaki oleh Sabda Palon. Sabda Palon lebih memilih memeluk keyakinan lama, agama Budi, agama asli Jawa. Sabda Palon sebetulnya tahu, bahwa di Nusantara, khusus nya di Jawa akan banyak Rumput Jawan yang tumbuh liar setelah dirinya meninggalkan Jawa. Oleh sebab itu dirinya tetap memeluk agama Budi supaya Nusantara tidak kehilangan jati dirinya.
Agama Budi yang di singgung-singgung oleh Sabda Palon ternyata mencuat polemik persepsi pada sebagian masyarakat baik tokoh spiritual, sejarahwan, kebatinan bahkan tokoh relijius.
Ada yang mengatakan Agama Budi itu adalah Agama Kristen, ada yang mengatakan Agama Budi adalah agama Hindu, ada yang mengatakan Agama Budha dan ada yang mengatakan Agama Budi itu untuk mematahkan ajaran Islam. Mana yang benar?
Di sini Saya ingin mengoreksi persepsi yang berkembang di kalangan masyarakat berdasarkan teks sejarah, spiritual dan tentunya dengan Rasa Sejati Saya. Sesungguuhnya, maksud dari Sabda Palon tentang Agama Budi itu bukan memihak agama apapun dan tidak maksud menghinakan agama apapun.
Budi memiliki makna pikiran yang tercerahkan. Agama Budi tidak sama dengan agama formal yang ada, namun agama Budi bukan atheis yang tidak mengakui Tuhan, justru agama Budi itu merupakan perjalanan manusia yang telah tercerahkan lahir batin dan menyadari kesadaran sejati.
Kesadaran Budi ini bisa saja masuk pada mereka yang memeluk agama formal asalkan dirinya telah mencapai pencerahan batiniah.
Isi Serat Darmagandul yang paling santer dan banyak diperbincangkan oleh masyarakat Jawa adalah ramalannya yang mengatakan bahwa kelak 500 tahun setelah kepergian dirinya mendampingi Prabu Brawijaya, Sabda Palon akan datang kembali dengan tanda-tanda alam sebagai bukti eksistensinya.
Perpisahan Sabda Palon dengan Prabu Brawijaya terjadi sekitar tahun 1478 Masehi, berarti 500 tahun kemudian adalah sekitar tahun 1978. Sudah 500 tahun lebih dari ucapan Sabda Palon. Prediksi Sabda Palon tentang huru hara yang terjadi di Nusantara tepat.
Korelasi bencana alam dan huru-hara dengan ramalan Sabda Palon?
Jika di tanah Jawa sedang ada fenomena alam pastilah masyarakat Jawa sering mengkaitkan dengan ramalan atau sumpah dari Sabda Palon. Begini, pandangan Saya tentang fenomena ramalan Sabda Palon benar adanya.
Sabda Palon memberikan ramalan tersebut dikarenakan dirinya melihat melalui penglihatan ghaibnya bahwa di Pulau Jawa yang kelak akan menjadi pusat peradaban Nusantara (baca:zaman sekarang) ini akan banyak mengalami huru-hara yang disebabkan oleh perbuatan destruktif negatif manusia.
Manusia Jawa banyak melakukan perbuatan negatif dan hilang rasa budi pekertinya. Banyak manusia Jawa yang berkhianat, banyak manusia Jawa yang saling musuh dalam selimut dengan sesama saudaranya, agama banyak dijadikan alat kemunafikan. Dari perbuatan tersebut sesuai hukum sebab akibat yang ada di alam dunia ini, barang siapa yang menanam kebaikan atau keburukan maka buah nya sesuai apa yang di tanam.
Jadi, ketika kebanyakan orang banyak menuai perbuatan destruktif sudah pasti terekam oleh alam semesta, sedangkan cara alam semesta untuk membersihkan tubuhnya dari gumpalan energi negatif dari manusia adalah dengan cara bencana alam, seperi gunung meletus, Tsunami dan lain sebagainya.
Ramalan Sabda Palon tersebut di sesuaikan dengan penglihatan ghaibnya mengenai perbuatan manusia Jawa yang akan datang. Jika polemik bencana alam yang terjadi sekarang-sekarang, ini bukan perbuatan Sabda Palon yang menagih janji.
Akan tetapi penglihatan ghaib beliau mengenai apa yang akan terjadi di pulau Jawa. Perlu diketahui manusia Jawa itu bukan terpaku pada suku Jawa saja, di Pulau Jawa ada Suku Sunda, Suku Betawi, Suku Tengger. Jadi tidak hanya Suku Jawa saja.
Kemudian, sumpah dirinya yang menyebutkan bahwa dirinya akan mengubah menjadi agama Kawruh (Budi / Pengetahuan / Kesadaran), terwujud ketika manusia Jawa sudah benar-benar edan, ketika banyak manusia Nusantara, khususnya Jawa, yang melakukan destruktif negatif maka dirinya akan membimbing secara spirit kepada orang-orang Jawa yang tetap teguh pada jati dirinya sebagai orang Nusantara.
Seperti pada dialog Sabda Palon kepada Prabu Brawijaya pada kutipan Serat Darmagandul ini:
Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon, wong jawan arêp diwulang wêruha marang bênêr luput.”
(“….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunakan nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.”)
Jelmaan Semar/Sang Hyang Semar Badranaya?
Satu hal lagi yang menjadi perdebatan menarik mengenai sosok jati diri Sabda Palon. Seperti biasa perdebatan ini menarik yang Pro dan Kontra mengenai sosok beliau. Yang Pro mengatakan bahwa dirinya adalah Semar. Yang Kontra ada yang mengatakan dalam sebuah blog bahwa dirinya hanya kebohongan para sastrawan di zaman Belanda untuk memporak porandakan kubu tertentu.
Bagi Saya pribadi dan orang-orang linuih terpilih, Sabda Palon adalah Semar, itu benar adanya.
Sabdo berarti memberikan masukan ajaran, Palon bermakna kebenaran yang bergema di alam semesta, noyo memiliki arti abdi raja, genggong bermakna mengulang-ulang suara. Secara umum diartikan sebagai ajaran kebenaran dan berani menanggung akibatnya.
Sabda Palon adalah Eyang Semar, apa yang ada di dialog Darmagandul benar adanya. Semar adalah makhluk Ghaib sekelas Dewata yang memiliki tugas dari Sang Hyang Widhi / Tuhan untuk memelihara Nusantara khususnya Jawa.
Semar artinya samar-samar. Maksud Samar-samar disini adalah ia bisa mewujud menjadi apa saja sesuai yang di kehendakinya dengan penamaan yang berbeda-beda sesuai misi yang sedang dijalankan nya, wujud nya pun berbeda-beda, dia tidak memakai wujud yang itu-itu saja, oleh karena nya dia disebut Semar.
Sosok Sabda Palon dan Semar sekilas mirip, namun kenyataannya memang sosok nya sama. Ada pendapat bahwa sosok Semar atau Sabda Palon adalah imaginer / halusinasi. Menurut Saya, ini bukan imaginer, ini adalah hasil tangkapan orang tua kita / leluhur terdahulu yang secara spiritual membutuhkan kesadaran tinggi untuk menelusuri jejak Semar, karena Semar itu suara tanpa rupa.
Sosok Semar itu mengandung filosofis jagat agung dan jagat kecil alam semesta. Mirip dengan sosok Nabi Khidir yang sosoknya ada namun tidak jelas seperti apa. Ini karena baik Nabi Khidir maupun Semar merupakan pangejewantah Tuhan sebagai makluk yang bertugas secara Ghaib membimbing alam semesta.
Akhir tulisan ini, sosok Sabda Palon benar adanya, dialah Sang Semar itu sendiri untuk mengenali sosoknya diperlukan kesadaran yang bersumber dari Rasa Sejati. Sebab mengenal dirinya sangat diperlukan kesadaran itu, sama hal nya dengan kita untuk mengenal siapa Tuhan itu sendiri.
Demikianlah Serat Darmagandul yang penuh Kontroversial itu, sangat diperlukan sikap yang “legowo” tidak menggunakan pandangan sebelah mata namun juga diperlukan sikap pemikiran terbuka dan tentunya menggunakan Rasa Sejati, maka sosok Sabda Palon yang misterius itu dapat kita pahami.
Imajiner Nuswantoro