Kisah-Kisah Cerita Sunan Lawu, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Ki Supa, Ki Jaka Sura, Sunan Ngudung, Patih Wanasalam, Ki Ageng Sela, Arya Simping & Prabu Brawijaya V
Sunan Giri berkata: “Duhai, adi Sunan Kali, bagaimana usaha adi dalam membantu ananda Sunan Ngudung ? Saya dengar dalam pertempuran siang tadi, dia belum juga mendapatkan kemenangan.”
Sunan Kali menjawab: “Tentang ananda Sunan Ngudung, janganlah Tuanku khawatir. Rupa-rupanya Allah telah memberi hidayat-hidayat seperlunya.”
Sunan Giri: “Kalau begitu haraplah Adi sudi masuk ke kota Majapahit dan menyelidiki keadaan di sana, sehingga kita dapat mempersiapkan diri.”
Sunan Ngampeldenta: “Kaki Sunan Kali, terimalah jimat pusaka Ngampeldenta. Pasanglah di keempat penjuru kota, agar Prabu Brawijaya hilang keberaniannya menghadapi barisan Bintara.”
Sunan Kali: “Terima kasih Tuanku. Ijinkanlah hamba berangkat.” Ia memberi salam kepada semua wali yang hadir dalam mangan itu untuk minta diri. Pada saat berikutnya ia telah lenyap dalarn perjalanan ke Majapahit.
Pembicaraan di atas terjadi pada malam yang sama dengan pemndingan antara Sunan Ngudung dengan Patih Wanasalam dan Ki Ageng Sela.
Sunan Kali langsung menuju ke rumah Ki Supa di Majapahit. Ki Supa amat terkejut dan segera menyuruh anaknya yang bernama Ki Jaka Sura memberi hormat kepada Sunan Kali.
Sunan Kali bertanya: “Siapakah anak ini?”
Ki Supa: “Ini anak harnba dengan puteri Sendang, narnanya Ki Jaka Sura. Dia telah diarn bi! menantu oleh ,Sri Baginda.”
Sunan Kali: “Agaknya ia telah dapat berjasa membuat keris yang baik, maka semuda ini telah mendapat puteri triman.”
Ki Supa: “Benarlah kata Tuanku. Dia telah membuatkan Sri Baginda sebuah keris dengan dapur Mangkurat dengan besi ciptaan. Tetapi sekarang Ki Jaka Sura tak· diperbolehkan membuat keris lagi.”
Sunan Kali: “Kalau begitu, buatkan untukku saja sebuah keris. Aku ingin melihat besi ciptaan itu.”
Ki Jaka Sura bersedia, lalu mencipta besi yang segera di. buatnya menjadi keris dengan dapur “maesa-lajer”. Setelah siap, diserahkan kepada Sunan Kali. Sunan Kali bertanya: “Apakah dapur keris ini?”
Ki Jaka Sura: “Hamba namai dapur maesa-lajer.”
Sunan Kali: “Saya namai keris ini Kyai Maesa-nular, menurut dapumya. Terima kasih ngger.”
Ki Jaka Sura: “itu nama yang tepat Tuanku.”
Sunan Kali: “Adi Ki Supa, saya datang hendak memberi berita. Ketahuilah, kerajaan Majapahit hampir rusak. Oleh karena itu pergilah dengan segala anggauta keluargarnu ke hutan Mataram. Berangkatlah malam ini juga. Saya minta diri.”
Ki Supa hendak bersujud, tetapi Sunan Kali telah lenyap.
Oleh karena itu segera ia bersiap-siap lalu berangkat. Ki Jaka Sura pulang dulu ke negeri Jenu untuk membawa serta istrinya. Dipegunungan keluarga Ki Supa bertemu dengan keluarga Kinom yang telah diberi tahu pula. Kemudian Kinom dan Jaka Sura membawa seluruh keluarga ke Mataram, sedangkan Ki Supa kembali ke Sendang menjemput isterinya yang kedua.
Sunan Kali melanjutkan tugasnya memasang jimat Ngampel-denta di empat penjuru kota Majapahit, lalu kembali ke Bintara.
Keesokan harinya Prabu Brawijaya duduk di balairung sari dihadap seluruh rakyat/tentara. Arya Simping dan Arya Monak Supatra yang dekat dengan Baginda.
Sri Baginda: “Hai Simping, bagaimana berita Adipati Terung? Mengapa terlalu lama belum kembali?”
Arya Simping: “0, Tuanku. Merriang ada berita, tetapi kurang baik, Tuanku. Banyak prajurit yang datang, badannya penuh luka bekas disengat lebah. Mereka katakan, bahwa pada hari pertama pertempuran Ki Arya Terung menang. Senapati Bintara mati. Tapi pada malam menjelang pertempuran yang kedua, perlengkapan dan perbekalan ten tara Majapahit hancur dibinasakan oleh beribu-ribu tikus. Bahkan banyak senjata yang rusak tak dapat dipakai. Dalam keadaan seperti itu Ki Arya Terung masih mampu m~mpertahankan kedudukannya, tetapi tibatiba tentara Majapahit diserang beribu-ribu lebah. Barisan kacaubalau, sehingga tentara Demak dapat memukul hancur pertahanan. Prajurit mundur dengan kocar-kacir, dikejar oleh lebah. Mereka tak tahu keadaan Ki Arya Terung. Berita serangan tikus dan lebah telah tersebar luas di kalangan tentara dan rakyat, sehingga banyak yang ketakutan dan pergi meninggalkan kerajaan. Bahkan Ki Supa dengan segenap keluarganya, termasuk puteri Tuanku Retna Sekar telah lari tadi malam.”
Prabu Brawijaya sangat murka, katanya: “Dikemudian hari, anak turunku jangan memberikan puteri trim an kepada seorang pande keris. Simping. Perintahkan mengejar mereka dan bunuh sem,u;’lnya di tempat.
Kepada Pangeran Mahkota, Baginda berkata: “Wahai anakku Bondan Surati,persiapkan segenap prajurit, besuk pagi aku akan menyambut musuh.”
Penghadapan dibubarkan untuk mengadakan persiapan. Hari pergi menjelang. Prabu Brawijaya sangat gelisah. Apakah waktu keruntuhan kerajaan telah tiba ? Lama-kelamaan Sri Baginda pergi kesanggar semadi untuk beryoga, mencari ketegasan dewa-dewa. Dupa telah berkobar, asapnya telah naik menembus atap. Sri Baginda bersemadi, menahan panca-inderanya, ada suara tiada bunyi, ada bau tak t ercium. Tidaklah lama kemudian, terdengar suara tanpa rupa, datang dari angkasa sebagai berikut:
“Wahai anakku Prabu Brawijaya. Telah datang waktunya kamu kembali ke alam dewa-dewa. Tugasmu di dunia telah selesai dan pulung kerat on telah pindah ke Bintara. Untung.lah yang mendapatkannya ialah puteramu sendiri R. Patah. Kamu menjadi penutup ratu Budha, anakmu R. Patah menjadi raja Islam yang pertama. Oleh karena itu cepatlah engkau moksa, karena telah tersedia kerajaan baru bagimu.”
Lama Prabu Brawijaya duduk terpekur, mengatur pikiran dan perasaannya. Baginda t elah jelas menerima perintah dewadewa. Waktu pergi telah datang. Waktu yang telah lama dinantinantikan. Tetapi mengapa datangnya masih terasa tiba-tiba. Baginda terpekur, mengatur perpisahannya, diikuti oleh semadi yang Iebih khidmat, lebih tenang dan tenteram. Baginda bersedia moksa. Di angkasa terdengar suara yang meledak, yang keras tiada tara. Seluruh kota Majapahit berguncang-guncang. Maki.n lama makin pekat .. . makin pekat. Sri Baginda telah moksa dengan iieluruh istananya. Semua keluarganya, isteri-isteri dan anak-anak yang masih belum dewasa dibawa serta oleh Baginda, pindah ke kerajaan yang baru. Kata orang yang tahu akan alam yang gaib, Sri Baginda pindah ke gunung Lawu, dan berganti gelar menjadi Sunan Lawu x).
Keesokan harinya, pada waktu ayam mulai berkokok, R. Bondan Surati dengan dua orang pelayannya bernama Kanta dan Kanti masuk ke istana hendak menghadap Baginda, tetapi didapatinya istana telah hilang, yang tinggal hanyalah sebuah danau tepat di temp at istana dahulu. Rasa kosong merayap ke dalam hatinya. Ia merasa, bahwa Sri Baginda telah melarangnya melawan musuh, buktinya tiada sebuah pusaka pun yang tertinggal. Oleh karena itu ia berniat meninggalkan kerajaan, hanya diikuti oleh Kanta dan Kanti.
Tetapi · sebenarnya masih ada yang ditinggalkan Sri Baginda, yaitu permaisuri Dwarawati, karen a permaisuri itu telah Islam dan tinggal di istana yang lain yang bernama Gentan. Delapan hari kota Majapahit diliputi oleh kegelapan. Telah tersiar bahwa )?rabu Brawijaya telah moksa. R. Bondan Surati telah lolos. Para adipati di bawah pimpinan Arya Simping memutuskan untuk menyerah . Bahkan Ratu Dwarawati menyetujui putusan itu . Hanyalah putera-puteri Baginda tidak mau menyerah dan melarikan diri pada waktu malam. Oleh karena itu segera mereka mengumpulkan senjatanya untuk diserahkan kepada senapati Bintara. Pada hari yang baik dengan tak bersenjata sebilah pun para dipati di bawah pimpinan Arya Simping menyambut tentara Bintara dan langsung menemui Patih Wanasalam, yang membawa mereka menghadap Adipati Natapraja untuk menyatakan takluknya. Sang adipati sangat heran mendengar, bahwa Sri Baginda telah moksa. Iapun sangat sedih, ingat bahwa Sri Baginda itu masih ayahnya sendiri. Tapi hal itu tak langsung lama, karena sang adipati lekas-lekas dapat menguasai perasaannya.
Arya Simping mohon supaya adipati N atapraja menggantikan ayahnya menjadi raja di Majapahit, tetapi sang Adipati menolak karena telah masuk di dalam nujum, bahwa Bintaralah yang akan menjadi kerajaan Islam yang pertama. Oleh karena itu segala harta benda yal\g ada di istana Majapahit diangkut Ke Demak. Lebih jauh sang adipati berkata kepada Arya Simping: “Arya Simping. Penyerbuan kerajaan Majapahit ini akibat dari pada penolakan ayahanda Baginda untuk masuk Islam. Oleh karena itu semua orang yang ingin menyerah , harus masuk Islam, barulah saya terima takluknya. Siapa melawan kurusak. ”
Arya Simping: “Daulat Tuanku. Titah Tuanku hamba junjung.” Islarnlah semua bala tentara J\tlajapahit yang menyerah.
Adipati Natapraja berkata kepada Patih Wanasalam :
“Patih Wanasalam, segala harta benda kerajaan hendaknya dibawa ke Bintara. Bangsal pangrawit yang sebelah timur juga dibawa, karena hendak kubuat serambi mesjid Demak. Bangsal pangapit juga baik untuk diangkut, dijadikan paseban (balairung sari) sebagai tanda aku naik takhta.
” Kepada Sunan Kudus, adipati Natapraja berkata :
“Anakku, sunan Kudus, masuklah ke Istana Gentan. Jemputlah ratu Dwarawati, kuterimakan ibunda Ratu Dwarawati kepada kamu karena ibunda itu telah Islam.”
Sunan K udus : “Baiklah TuanKu.”
Adinati Natapraja memerintahkan Arya Babus Bayedur untuk mengepalai orang-orang yang mengangkut bangun-bangunan yang akan dipindahkan ke Bintara, dengan mengerahkan segala penduduk kota Majapahit, karena kota Majapahit hendak dikosongkan.
Sumber referensi :
Dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: BABAD TANAH JAWI; Galuh Mataram, hlm.154-159
Imajier Nuswantoro