KISAH Gajah Oya Ruwat
&
KISAH DEWI
RUKMAWATI SEBAGAI PENASIHAT DI DALAM
SERAT PUSTAKARAJA
Kisah
ini menceritakan peristiwa Gajah Oya putra mendiang Prabu Sri Mahapunggung yang
teruwat menjadi manusia, bernama Raden Oya. Peristiwa peruwatan ini terjadi
karena pertarungannya melawan Raden Brahmaneka, putra Prabu Basurata. Kisah
dilanjutkan dengan pernikahan Raden Oya dengan Dewi Hoyi dari Kerajaan Malawa,
serta Raden Brahmaneka dengan Batari Indradi, seorang bidadari. Raden
Brahmaneka kemudian menjadi raja Wirata yang baru, bergelar Prabu Basupati.
Kisah
ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi
Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (balungan) karya Ki
Tristuti Suryosaputro, dengan sedikit pengembangan. Kediri, 27 Januari 2015
Heri Purwanto
PRABU BASURATA MENGUSIR RADEN BRAHMANEKA DARI ISTANA
Prabu
Basurata di Kerajaan Wirata dihadap pangeran mahkota Raden Brahmaneka, Patih
Sunggata, Resi Wisama, beserta para punggawa. Mereka sedang membicarakan
kehamilan kedua sang permaisuri Dewi Brahmaniyuta yang saat ini sudah memasuki
usia kandungan sembilan bulan. Hal ini sesuai dengan ramalan Begawan Rukmawati
di Gunung Mahendra dulu, bahwa Dewi Brahmaniyuta setelah memakan kue Payasa
Jamurdipa dari Tanah Hindustan akan mengandung sebanyak dua kali, namun
jaraknya berjauhan.
Prabu
Basurata sendiri merasa usianya sudah tua. Ia ingin turun takhta menjadi
pertapa dan menyerahkan takhta Kerajaan Wirata kepada Raden Brahmaneka. Untuk
itu, Raden Brahmaneka harus menikah terlebih dulu sebelum dilantik menjadi
raja. Raden Brahmaneka pun dipersilakan memilih putri kerajaan mana yang ingin
dinikahinya. Akan tetapi, Raden Brahmaneka bersedia menikah asalkan dengan
bidadari, sama seperti sepupunya, yaitu Prabu Brahmasatapa di Kerajaan
Gilingwesi yang menikah dengan Batari Widati.
Prabu
Brahmaneka marah mendengar perkataan putranya itu. Ia memaksa Raden Brahmaneka
untuk melupakan keinginan aneh tersebut dan menikah dengan manusia biasa saja.
Akan tetapi, Raden Brahmaneka tetap bersikeras pada keputusannya. Hal ini
membuat Prabu Basurata semakin marah dan ia pun mengusir putra pertamanya itu
pergi dari Kerajaan Wirata.
KELAHIRAN DEWI BRAHMANEKI
Setelah
Raden Brahmaneka pergi meninggalkan istana, Patih Sunggata dan Resi Wisama
menyampaikan saran kepada Prabu Basurata supaya meredam amarahnya. Prabu
Basurata berangsur-angsur tenang dan ia pun memerintahkan Patih Sunggata supaya
berangkat bersama beberapa punggawa untuk menyusul kepergian Raden Brahmaneka
dan membawanya kembali ke istana.
Prabu
Basurata dan Resi Wisama kemudian masuk ke dalam puri karena mendapat laporan
dari para pelayan bahwa Dewi Brahmaniyuta telah melahirkan seorang bayi
perempuan. Prabu Basurata sangat gembira menyambut kelahiran putrinya itu. Anak
kedua yang usianya selisih belasan tahun dari kakaknya itu pun diberi nama Dewi
Brahmaneki.
PRABU AYWANA MENCARI OBAT UNTUK PUTRINYA
Tersebutlah
Prabu Aywana dari Kerajaan Malawa di Tanah Hindustan yang berlayar ke Tanah
Jawa bersama putrinya, bernama Dewi Hoyi yang menderita sakit kasmala. Menurut
petunjuk yang diterima Prabu Aywana, Dewi Hoyi akan sembuh kembali apabila
dimandikan di sebuah telaga yang dikelilingi sembilan rumah di dekat Desa
Wahita dan di sana pula putrinya itu akan bertemu dengan jodohnya, yaitu
seorang pangeran dari Kerajaan Purwacarita.
Kini,
rombongan Prabu Aywana telah mendarat di pelabuhan Kerajaan Wirata dan secara
kebetulan bertemu pasukan Patih Sunggata yang sedang mencari Raden Brahmaneka.
Terjadilah salah paham karena Patih Sunggata mengira rombongan dari Kerajaan
Malawa itu datang untuk menyerang Kerajaan Wirata. Pertempuran di antara mereka
pun terjadi. Akhirnya, Prabu Aywana turun melerai dan menjelaskan bahwa dirinya
adalah kawan baik Prabu Basurata. Dulu saat Prabu Basurata hadir di Kerajaan
Ayodya saat upacara Payasa Jamurdipa, Prabu Aywana juga datang di sana dan
sempat berkenalan dengannya.
Mendengar
penjelasan itu, Patih Sunggata meminta maaf atas kesalahpahaman tadi dan
mengundang Prabu Aywana untuk berkunjung ke istana Wirata. Akan tetapi, Prabu
Aywana terpaksa menolak undangan tersebut karena harus segera memandikan putrinya
di telaga Desa Wahita. Kelak jika Dewi Hoyi telah sembuh, Prabu Aywana berjanji
akan mengunjungi Prabu Basurata secara pribadi.
Kedua
rombongan itu pun saling bermaaf-maafan kemudian berpisah untuk melanjutkan
perjalanan masing-masing.
GAJAH OYA BERTEMU BIDADARI
Sementara
itu di Desa Wahita, Buyut Lagra sedang mencari kayu bakar bersama anak
angkatnya yang berwujud gajah putih, bernama Gajah Oya. Tiba-tiba Gajah Oya
menemukan sebuah mahkota terbuat dari kaca yang bertuliskan “indradi”. Buyut
Lagra menduga itu pasti mahkota milik seorang bidadari yang terjatuh.
Buyut
Lagra dan Gajah Oya kemudian membawa pulang mahkota itu beserta kayu bakar yang
sudah terkumpul banyak. Merasa lapar, Gajah Oya lalu berangkat kembali untuk
memetik buah-buahan di hutan. Tiba-tiba saja ia melihat seorang wanita cantik
menangis sendirian di bawah pohon. Wanita cantik itu berbicara sendiri bahwa
dirinya seorang bidadari bernama Batari Indradi yang kehilangan mahkota kaca
dan tidak dapat kembali ke kahyangan. Ia bersumpah barangsiapa bisa menemukan
mahkotanya, maka ia rela menjadi istri orang itu jika laki-laki, atau menjadi
saudaranya jika perempuan.
Gajah
Oya pun muncul dan mengatakan bahwa dirinya bisa menghadirkan mahkota tersebut.
Batari Indradi sangat terkejut melihat ada seekor gajah putih yang bisa
berbicara. Ia membayangkan apabila mahkotanya benar-benar bisa ditemukan,
bagaimana mungkin ia menjadi istri seekor gajah? Namun, karena mahkota itu
benar-benar penting, maka ia pun mempersilakan Gajah Oya untuk mengambilnya.
GAJAH OYA MEMBANGUN TELAGA DAN SEMBILAN RUMAH
Gajah
Oya pulang ke rumah untuk mengambil mahkota kaca milik Batari Indradi. Mendengar
penuturan anak angkatnya, Buyut Lagra merasa khawatir jangan-jangan bidadari
itu akan mengingkari janji. Maka, ia lantas mengajarkan sebuah mantra kepada
Gajah Oya. Setelah menghafalkan mantra tersebut, Gajah Oya pun kembali ke hutan
tempat Batari Indradi menunggu.
Sesampainya
di sana, Gajah Oya menyerahkan mahkota kaca itu kepada Batari Indradi. Gajah
berbulu putih itu lalu menagih janji Batari Indradi untuk menjadi istrinya.
Dalam hati Batari Indradi merasa risih jika bersuamikan seekor gajah. Maka, begitu
mengenakan mahkota kaca tersebut, ia pun buru-buru melesat terbang ke angkasa
untuk kembali ke kahyangan.
Akan
tetapi, Gajah Oya segera membaca mantra pemberian ayah angkatnya, yaitu:
“Hong
komakoten kamurep kamidep.”
Akibatnya,
Batari Indradi langsung jatuh ke tanah dan tidak dapat terbang lagi. Gajah Oya
sangat marah karena bidadari itu mengingkari janji. Batari Indradi meminta maaf
dan berjanji tidak akan pergi lagi. Ia menyatakan bersedia menjadi istri Gajah
Oya, namun terlebih dulu harus dibuatkan sembilan rumah indah yang berjajar
mengelilingi sebuah telaga sebagai tempat tinggal mereka kelak.
Gajah
Oya hendak pulang meminta bantuan Buyut Lagra, namun ia khawatir Batari Indradi
melarikan diri. Maka, ia pun mengheningkan cipta meminta bantuan dewata. Begitu
tekun ia berdoa hingga dewata pun mengabulkan permintaannya. Secara ajaib
muncul seberkas cahaya dari langit yang seketika berubah menjadi sebuah telaga
jernih dan dikelilingi sembilan rumah berjajar indah.
Akan
tetapi, ketika Gajah Oya bangun dari samadinya, ia terkejut karena Batari
Indradi sudah tidak ada lagi. Rupanya bidadari itu lagi-lagi mengingkari janji
dan kini telah melarikan diri. Gajah Oya sangat marah dan segera mencari ke
mana perginya bidadari tersebut.
RADEN BRAHMANEKA MELINDUNGI BATARI INDRADI
Batari
Indradi memang telah kabur meninggalkan Gajah Oya dengan berlari
sekencang-kencangnya, karena ia sudah tidak dapat terbang lagi. Gajah Oya
sendiri terus mengejarnya dan hampir dapat menyusul bidadari itu. Batari
Indradi pun menjerit minta tolong dan suaranya itu terdengar oleh Raden
Brahmaneka yang kebetulan lewat di sana.
Raden
Brahmaneka segera turun tangan memberikan bantuan. Terjadilah pertarungan
antara dirinya melawan Gajah Oya. Karena tenaga Gajah Oya jauh lebih kuat,
Raden Brahmaneka pun terdesak dan melarikan diri dengan membawa serta Batari
Indradi.
Raden
Brahmaneka dan Batari Indradi lalu bersembunyi di dasar sebuah jurang. Di sana
mereka menemukan sebatang anak panah yang menancap di batu. Raden Brahmaneka
mencabut anak panah itu lalu melemparkannya ke arah Gajah Oya. Secara ajaib,
wujud Gajah Oya pun berubah menjadi seorang pemuda tampan dan anak panah tadi
berubah menjadi pakaian yang langsung melekat di tubuhnya. Pemuda tampan itu
kemudian terlempar jauh entah ke mana.
PRABU AYWANA MENIKAHKAN PUTRINYA DENGAN GAJAH OYA
Sementara
itu, rombongan Prabu Aywana telah sampai di Desa Wahita dan bertemu Buyut Lagra
sang kepala desa. Setelah berkenalan, mereka lalu pergi bersama-sama mencari
adanya telaga yang dikelilingi sembilan rumah. Begitu menemukan telaga
tersebut, Prabu Aywana segera memandikan Dewi Hoyi sehingga sembuh dari
penyakit kasmala yang dideritanya.
Tiba-tiba
muncul seorang pemuda tampan yang terlempar entah dari mana dan jatuh di
hadapan Prabu Aywana. Pemuda itu bangun dan memperkenalkan dirinya kepada Buyut
Lagra sebagai Gajah Oya. Buyut Lagra yang mengenali suaranya seketika merasa
bahagia karena anak angkatnya itu telah teruwat menjadi manusia.
Buyut
Lagra kemudian menceritakan asal-usul anak angkatnya itu kepada Prabu Aywana.
Sesungguhnya Gajah Oya adalah putra mendiang Prabu Sri Mahapunggung yang lahir
dari istri kedua bernama Dewi Rukmini. Karena lahir dalam wujud bayi gajah
putih, Prabu Sri Mahapunggung merasa malu dan membuang putra keempatnya itu di
Hutan Pancala. Bayi gajah putih itu kemudian ditemukan oleh Begawan Rukmawati
dan diasuh di Gunung Mahendra. Setelah dewasa, gajah putih diperintahkan
Begawan Rukmawati untuk bertapa di Bukit Oya, sehingga ia pun terkenal dengan
sebutan Gajah Oya. Begawan Rukmawati juga memberikan petunjuk bahwa Gajah Oya
kelak akan berubah wujud menjadi manusia apabila mengabdi kepada Buyut Lagra di
Desa Wahita. Kini, petunjuk itu telah menjadi kenyataan. Mulai saat ini, Gajah
Oya pun diganti namanya menjadi Raden Oya.
Prabu
Aywana sangat senang mendengar cerita tersebut. Ia mengaku juga mendapatkan
petunjuk dewata bahwa putrinya akan berjodoh dengan seorang pangeran dari
Kerajaan Purwacarita. Maka, Raden Oya pun dijodohkan dengan Dewi Hoyi sesuai
petunjuk tersebut. Buyut Lagra menasihati Raden Oya agar melupakan Batari
Indradi yang suka ingkar janji itu dan menerima Dewi Hoyi sebagai gantinya.
Raden Oya mematuhi dan menerima perjodohan tersebut. Prabu Aywana sangat senang
dan mengajak Raden Oya untuk dinikahkan dengan Dewi Hoyi di istana Malawa.
Buyut Lagra juga diajak serta untuk mendampingi anak angkatnya tersebut.
PRABU BASURATA MENERIMA BATARI INDRADI SEBAGAI MENANTU
Sementara
itu, Raden Brahmaneka membawa Batari Indradi pulang ke Kerajaan Wirata. Prabu
Basurata menyambut gembira kedatangan putranya itu namun sekaligus tidak
berkenan melihat kehadiran seorang wanita bersamanya. Raden Brahmaneka dituduh
sembarangan mengambil perempuan sebagai istri.
Raden
Brahmaneka menjelaskan kepada sang ayah bahwa Batari Indradi yang dibawanya ini
merupakan seorang bidadari. Ia menyatakan telah berhasil mewujudkan
keinginannya, yaitu menikah dengan bidadari. Prabu Basurata tidak percaya dan
ingin mendapatkan bukti. Batari Indradi pun mengheningkan cipta dan
menghadirkan sebutir permata Retnadumilah di hadapannya, untuk kemudian
dipersembahkan kepada Prabu Basurata.
Prabu
Basurata sangat berkenan menerima permata tersebut. Maka, ia pun merestui Raden
Brahmaneka menikah dengan Batari Indradi.
RADEN BRAHMANEKA MENJADI RAJA WIRATA
Sesuai
janjinya, Prabu Basurata pun turun takhta apabila Raden Brahmaneka telah
menemukan jodohnya. Ia lalu mengirim permohonan kepada atasannya, yaitu Sri
Maharaja Purwacandra di Kerajaan Medang Kamulan supaya diizinkan menunjuk
putranya sebagai pengganti. Setelah mendapatkan izin tersebut, Prabu Basurata
pun turun takhta dan melantik Raden Brahmaneka sebagai raja Wirata yang baru,
bergelar Prabu Basupati.
Prabu
Basurata sendiri kemudian menjadi pertapa menghabiskan sisa umurnya, bergelar
Begawan Wasubrata