KI AGENG PEKIK / PANGERAN PEKIK / KI JOKO PEKIK
Ada sebuah tulisan dipusara yang tertempel pada makam yang dianggap tokoh Surabaya itu, bahwa sang tokoh ini adalah Pangeran Pekik. Isi prasasti itu berbunyi: “Pangeran Pekik, memegang tampuk pimpinan pemerintahan di Surabaya. 1614-1672".
KISAH MAKAM GUNUNG ANDONG MAGELANG JAWA TENGAH
Gunung Andong terletak di Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Gunung Andong merupakan gunung yang dikelilingi oleh lima gunung yaitu Gunung Merbabu, Merapi, Sindoro, Sumbing dan Telomoyo. Warga sekitar mengatakan bahwa nama andong berasal dari bentuk gunung yang seperti punggung sapi, terutama jika dilihat dari samping. Punggung sapi ini sering disebut dengan andong sehingga warga sekitar menyebutnya Gunung Andong.
Perjalanan sebelum sampai ke puncak Gunung Andong, kita akan menemui sebuah batu yang disebut Batu Pertapan. Sesuai namanya, batu ini merupakan tempat untuk bertapa. Sesampainya di puncak gunung Andong kita akan menjumpai sebuah bangunan kecil. Bangunan tersebut merupakan sebuah makan yang dikeramatkan oleh warga sekitar karena makam seorang tokoh yang diihormati oleh masyarakat sekitar yaitu Kyai Abdul Faqih atau sering disebut Ki Joko Pekik.
Ki Joko Pekik merupakan seorang tokoh penyebar agama islam bagi warga sekitar. Ada salah satu warga yang berpendapat bahwa Ki Joko Pekik adalah murid dari Sunan Geseng dan seorang pertapa sakti. Ada juga informasi lain yang saya dapatkan dari warga bahwa Ki Joko Pekik bukan penduduk asli Magelang, beliau berasal dari keturunan kraton Yogyakarta. Namun bagaimanapun Joko Pekik merupakan tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat di sekitar Gunung Andong.
Dahulu ketika Ki Joko Pekik sedang menjalankan tirakat selama 41 hari beliau meninggal di puncak Gunung Andong sehingga oleh warga sekitar jenazahnya di makamkan di Gunung Andong. Manusia yang di makamkan di puncak Gunung Andong bukan sembarang manusia biasa, bagaimana tidak karena makam ini berada di ketinggian 1726 mdpl tentunnya penuh pengorbanan, keikhlasan hati dalam memilih tempat pemakaman di puncak gunung dengan tujuan memuliakan hakikat wali tersebut.
Saat Gunung Andong belum seramai sekarang, kondisi makam Ki Joko Pekik terkesan menyeramkan dan membuat bulu kuduk merinding setiap mendatangi makam. Bangunannya masih sangat sederhana berupa seng dengan ukuran ruangan 2 x 3 meter, setelah itu diatas makamnya ditutup dengan kain berwarna putih. Mesi dikeramatkan, nampaknya makam tersebut tidak terawat dengan baik. Mungkin dulu warga sekitar jarang datang ke tempat ini karena hanya orang dengan tujuan tertentu yang berani mencapai puncak Gunung Andong.
Namun beda halnya dengan yang sekarang, makam Ki Joko Pekik sudah dibangun, terawat, bersih dan tidak lagi terkesan singup atau angker. Hingga saat ini masih ramai di datangi oleh para peziarah, kebanyakan peziarah datang dari luar daerah seperti Sugihwaras Jawa Timur, dan Purwodadi. Masyarakat juga masih rutin menjalankan ritual seperti merti dusun untuk menghargai leluhurnya terutama Ki Joko Pekik.
PANGERAN PEKIK
Pangeran Pekik (lahir:?-wafat: Surabaya, 1663) adalah putra pemimpin Surabaya yang ditaklukkan Sultan Agung tahun 1625. Ia kemudian dijadikan pemimpin ulama Ampel dan pernah ditugasi menaklukkan Giri Kedaton di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram tahun 1636. Pangeran Pekik akhirnya meninggal tahun 1663 dihukum mati oleh Amangkurat I.
Asal-Usul Pangeran Pekik
Pangeran Pekik merupakan keturunan raja2 mataram,ayahandanya adalah Raja Tegal Arum. Raja Tegal Arum punya empat orang anak yaitu :
1. PANGERAN PEKIK,
2.PANGERAN TRUNOJOYO,
3.PANRGERAN INDRAJIT,
4. PANGERAN WIRODARMO.
Pangeran Pekik punya banyak gelar diantaranya bergelar : Raja Amangkurat Agung ,pernah menjabat sebagai Adipati Surabaya, pernah bergelar Pangeran Anom dan juga diberi gelar oleh rakyatnya Gagak Emprit(berarti orang yang punya derajat tinggi akan tetapi bisa menyatu dengan rakyatnya). Istri Pangeran Pekik adalah RATU WANDANSARI, pangeran Pekik mempunyai dua orang anak salah satunya BAGUS JOKO UMAR. Bagus Joko Umar sendiri mempunyai anak yang namanya SUROMANGGALA (ponorogo). Pangeran Pekik mempunyai salah satu gelar religi yaitu RAJA PANDHITA WALI dengan ucapannya Sabda Pandhita Ratu. Dia mempunyai nama kecil diantaranya Raden Bagus Pekik atau Raden Muhammad Nur Pekik atau Imam Faqih. di dalam religi jawa Pangeran Pekik juga bergelar Panembahan Pekik.
Pangeran Pekik Menaklukkan Giri Kedaton
Jayalengkara meninggal dunia karena usia tua beberapa waktu setelah penaklukan Surabaya. Putranya, yaitu Pangeran Pekik oleh Sultan Agung dijadikan sebagai pemimpin ulama di Ampel.
Sekitar tahun 1630 Sultan Agung menjalin persaudaraan dengan Pangeran Pekik. Ia menikahkan adiknya yang bernama Ratu Pandansari dengan pangeran dari Surabaya tersebut.
Giri Kedaton di Gresik pada tahun 1633 mencoba lepas dari kekuasaan Mataram. Semua perwira Mataram segan menghadapi Panembahan Kawis Guwa yang merupakan keturunan Sunan Giri.
Maka, pada tahun 1636 Sultan Agung memerintahkan Pangeran Pekik, yang merupakan keturunan Sunan Ampel ([[Sunan Ampel adalah guru Sunan Giri), untuk maju menumpas pemberontakan Giri Kedaton. Panembahan Kawis Guwa dapat dikalahkan dan dibawa menghadap ke Mataram.
Kematian Pangeran Pekik
Sejak 1645 Sultan Agung digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I sebagai raja Mataram selanjutnya. Raja baru ini cenderung kurang suka terhadap Pangeran Pekik, yang merupakan mertuanya sendiri.
Dikisahkan dalam naskah-naskah babad, Amangkurat I memiliki calon selir seorang gadis Surabaya bernama Rara Oyi putri Ki Mangun-jaya. Karena masih kecil, Rara Oyi pun dititipkan pada Ki Wirareja. Setelah dewasa, kecantikan Rara Oyi menarik hati Raden Mas Rahmat, putra Amangkurat I yang lahir dari permaisuri putri Pekik. Peristiwa ini terjadi tahun 1663.
Referensi tambahan : yang bekerjasama dengan VOC adalah Amangkurat Mas yang keratonnya berada di Surakarta , sedangkan keraton yang tidak bekerjasama dengan VOC oleh Pangeran Pekik dipindahkan ke Kertasura. Revisi tambahan : Banyak yang tidak mengetahui makam asli dari Pangeran Pekik, banyak versi yang melatarbelakangi sejarah ini, akan tetapi untuk makam asli dari dia adalah di desa Banaran kecamatan Kandangan kab. Kediri Jawa Timur. Dia meninggal dalam keadaan bertapa pada malam jumat pahing.
Makam Pangeran Pekik berada di Makam Banyusumurup, Imogiri, Bantul, DIY. Di Kecamatan Imogiri tersebut terdapat 3 Makam antara lain,
1. KOMPLEK RAJA - RAJA MAKAM IMOGIRI
Kompleks ini berada di Kel. Ginirejo Kec, Imogiri, Kab Bantul. Komplek makam Imogiri merupakan komplek makam yang diperuntukkan bagi raja raja Mataram dan keluarganya. Makam ini didirikan oleh Sultan Agung antara tahun 1632 - 1640M.
2. MAKAM BANYUSUMURUP
Tokoh yang dimakarnkan disini adalah Pangeran Pekik. Beliau adalah putra Pangeran Purbaya seorang penguasa di Surabaya pada sekitar abad 17 M . Setelah Surabaya ditaklukan oteh Mataram pada tahun 1625 maka Sultan Agung memerintahkan Pangeran Pekik untuk pindah ke Mataram dan dikawinkan dengan adik Sultan Agung yaitu Ratu Pandansari. Kompleks makam Banyusumurup merupakan kompleks makam yang berada 2 Km sebelah selatan kompleks makam Imogiri.
3. MAKAM GIRILOYO
Lokasi : Cengkehan, Wukirsari. Makam Giriloyo merupakan peninggalan masa Islam sekitar abad 17 M dan sampai saat ini masih dikeramatkan oleh masyarakat. Tokoh yang dimakamkan disini yaitu Pangeran Juminah. Beliau adalah Paman Sultan Agung. Pada mulanya makam ini dipersiapkan bagi makam Sultan Agung beserta keluarganya, tetapi yang di makamkan pertamakali adalah Pangeran Juminah, maka Sultan Agung membatalkan dan kemudian makam dirinya dipindah ke Pajimatan Imogiri.
SURABAYA DI ABAD 17
Dalam kisah sebelumnya (Bagaimanakah Penaklukan Surabaya oleh VOC di abad 17?) diceritakan sekilas tentang silsilah penguasa Surabaya.
Pertama adalah Pangeran Jayalengkara (…… – 1630), Kedua adalah Pangeran Pekik (antara 1614 – 1672, sejak menggantikan ayahnya 1630, sampai ia diboyong ke mataram).
Ketiga adalah Trunojoyo (1630 atau sejak Pangeran Pekik boyong ke Mataram hingga – 1677 ketika Trunojoyo terusir oleh VOC).
Menyimak kehadiran Pangeran Pekik sebagai penguasa (pemimpin) Surabaya yang bergelar Pangeran dan meneruskan kepemimpinan ayahandanya (Pangeran Jayalengkara : …. – 1630), sesungguhnya tampuk kepemimpinan Pangeran Pekik di Surabaya tidaklah lama.
Periode kepemimpinan Pangeran Pekik sebagai pemimpin Surabaya tercatat sejak menggantikan Jeyalengkara pada 1630 hingga ia diboyong ke Mataram karena dinikahkan dengan adik Sultan Agung, yang bernama Ratu Pandansari.
Pernikahan Pangeran Pekik dan Ratu Pandansari (adik Sultan Agung) sesungguhnya adalah cara bagaimana Sultan Agung memperluas kekuasaannya. Kekuasaan dilakukan dengan ikatan keluarga, dengan pernikahan.
Tidak hanya Pangeran Pekik yang dinikahkan dengan keluarga kraton Mataram, tapi ada juga penguasa daerah lainnya. Menurut catatan Sentono Boto Putih Surabaya yang berjudul “Sejarah Surabaya” disebutkan bahwa dalam rangka memperluas daerah kekuasaan, Sultan Agung melalukan politik kekeluargaan. Yaitu menikahkan penguasa daerah dengan keluarga kraton.
Contoh lainnya adalah Tjakraningrat I dijadikan iparnya. Pemberontakan Giri yang mulai pada 1633 pada akhirnya juga dapat diredam karena peran kekeluargaan Pangeran Pekik yang diutus Sultan Agung menghadapi Panembahan Kawis Guwa. Karena Kawis Guwa adalah keturunan Sunan Giri dan Pangeran Pekik adalah keturunan Sunan Ampel. Sedangkan Sunan Giri adalah murid Sunan Ampel, yang juga dianggap sebagai anak menantu karena dinikahkan dengan Puterinya (Dewi Murtasiah) dan Puteri Kiai Bungkul (Dewi Wardah).
Dari hubungan pernikahan Sunan Giri (Raden Paku) dan Dewi Wardah (Puteri Kiai Bungkul) dan juga dengan Dewi Murtasiah (Puteri Sunan Ampel), menjadikan Panembahan Kawis Guwa (Sunan Giri) merasa sungkan jika harus berhadapan dengan Pangeran Pekik (Sunan Ampel) yang diutus Mataram. Rasa sungkan ini muncul karena adanya ikatan keluarga yang sudah terjalin.
Maka pada 1636 Kedaton Giri di bawah pimpinan Panembahan Kawis Guwa dapat ditundukkan Mataram melalui peran Pangeran Pekik.
Pangeran Pekik Dibunuh
Ikatan kekeluargaan antara Pangeran Pekik dan Mataram karena Pangeran Pekik dinikahkan dengan adik Sultan Agung yang bernama Dewi Pandansari. Selanjutnya ketika Sultan Agung wafat pada 1645, puteranya yang bergelar Amangkurat I meneruskan suksesi Mataram (1646-1677).
Amangkurat I yang semakin dewasa dan telah berpermaisuri dan berselir banyak, ternyata masih ingin memiliki selir selir baru. Maklum, Amangkurat I suka main perempuan. Sampai sampai Jika ia menginginkan perempuan, Istri orang lain pun akan bisa dimilikinya dengan pendekatan kekuasaan.
Suatu hari, menurut Sejarah Surabaya, Amangkurat I mengutus dua orang keraton: Ngabehi Nolotresno dan Yudhokarti, pergi ke Surabaya untuk mencari perempuan untuk dijadikan selir. Kedua utusan itu bertemu seorang wakil kepala daerah di Surabaya, Ngabehi Mangunrejo, yang memiliki anak perempuan yang bernama Rara Oyi.
Kemudian Rara Oyi yang berparas ayu ini diboyong ke kraton untuk ditunjukkan ke Amangkurat I. Sang Raja setuju tapi masih muda. Karenanya ia menitipkan Rara Oyi ke seorang patih yang bernama Ngabehi Wirorejo. Nantinya bila sudah cukup umur, maka akan dijadikan selir oleh Amangkurat I.
Waktu berjalan dan perubahan terjadi. Adipati Anom atau Raden Mas Rahmas, putera sulung Amangkurat I, yang selanjutnya bergelar Amangkurat II, ketika berjalan jalan di lingkungan kraton menjumpai perempuan berparas ayu di rumah Ngabehi Wirorejo. Yaitu Roro Oyi yang akan dijadikan selir Amangkurat I, yang tidak lain adalah ayahnya sendiri.
Melihat si gadis cantik itu, Adipati Anom menghadap Pangeran Pekik yang terhitung sebagai kakeknya. Adipati Anom ingin agar dinikahkan dengan Rara Oyi. Mendengar permintaan cucunya, Pangeran Pekik pun mengambil Rara Oyi dari patih Ngabehi Wirorejo dan dinikahkan dengan Adipati Anom atau Raden Mas Rahmas (Amangkurat II).
Mendengar kabar pernikahan puteranya dengan Rara Oyi yang diharapkan akan jadi selir mudanya, Amangkurat I marah. Kemudian sepasang suami istri yang baru menikah itu dipanggil di hadapan raja, orang tuanya sendiri. Karena marah, maka Adipati Anom disuruh membunuh Rara Oyi dengan sepucuk keris di hadapannya. Setelah Rara Oyi meninggal, Adipati Anom diusir dari keraton.
Pangeran Pekik juga tidak luput dari kemarahan Amangkurat I. Pangeran Pekik diusir dan dikembalikan ke Surabaya. Dengan diantar oleh utusan keraton, dalam perjalanan yang sudah mendekati Surabaya, Pangeran Pekik dibunuh. Kisah ini sebagaimana diceritakan dalam “Sejarah Surabaya” yang diterbitkan oleh Yayasan Sentono Boto Putih Surabaya.
Adapun makam Pangeran Pekik menurut versi “Sejarah Surabaya“ bahwa ia dimakamkan di makam kuno Kawatan di selatan Tugu Pahlawan yang kini menjadi jalan Tembaan. Di lokasi makam yang sekarang teridentifikasi makam Kiai Sedo Masjid, dulu dalam photo dokumentasi tahun 1970-an yang dimiliki sesepuh Kawatan, bahwa di makam Kiai Sedo Masjid sekarang, dulunya terinskripsi makam Pangeran Pekik.
Sementara versi lainnya, literasi Wikipedia yang merangkum beberapa sumber dasar lain bahwa makam Pangeran Pekik berada di Makam Banyusumurup, Imogiri, Bantul, DIY. Kompleks makam itu khusus diperuntukkan bagi keluarga kerajaan yang dianggap membangkang keraton.
Berbeda lagi dengan pendapa, Azrul, yang menyimpan manaqib keluarga bahwa konon makam Pangeran Pekik sebagaimana nampak pada photo tahun 1970-an di komplek makam Kawatan di jalan Tembaan Surabaya adalah makam Pangeran Pekik Pengampon, yang tidak lain adalah anak/keturunan Pangeran Pekik yang makamnya ada di Banyusumurup, Imogiri, Jogjakarta.
Apapun versinya, yang jelas bahwa Surabaya punya cerita setelah masa keruntuhan Majapahit (abad 15) hingga masa kedatangan Bangsa Eropa (awal abad 17). Sayang jika kisah, cerita dan fakta itu kurang di ekspose sebagai khasanah kebudayaan dan peradaban Surabaya. Bukti bukti peradaban lama antara abad 15 hingga 17 masih tersisa.
Meski terhitung sangat minim, tapi itu semua adalah petunjuk untuk dikorelaaikan dengan informasi yang telah tersebut dalam beberapa literasi tentang adanya dan keberadaan peradaban sebelum era kolonial.
Sumber referensi :
- https://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Pekik
- Referensi online
Imajiner Nuswantoro